Di zaman online ini, model bisnis dengan teknik dropship menjadi marak. Karena pesatnya media komunikasi membuat proses bisnis dropship ini menjadi lebih mudah. Namun bagaimana hukum bisnis dengan cara dropship dalam Islam? Show Baca Juga:Renungan Untuk Para Pelaku Bisnis Definisi DropshipDropship sebenarnya kependekan dari drop-shipping. Ia adalah metode jual-beli yang dilakukan oleh seorang retailer ketika ia dalam hal ini tidak memiliki barang di tempatnya, namun ia meneruskan pesanan dari pembeli kepada pemilik barang. Sebagaimana disebutkan oleh Wikipedia: Drop shipping is a supply chain management method in which the retailer does not keep goods in stock but instead transfers the customer orders and shipment details to either the manufacturer, another retailer, or a wholesaler, who then ships the goods directly to the customer. (Sumber: Wikipedia). Retailer biasanya menjual barang dengan memberikan deskripsi barang kepada calon pembeli. Baik berupa tulisan, gambar atau secara lisan. Kemudian retailer akan mendapatkan keuntungan dari selisih harga antara harga dari pemilik barang dengan harga yang diterapkan kepada konsumen. Maka, dari sini kita bisa simpulkan beberapa poin:
Dalam praktiknya, model transaksi dropship ada beberapa macam namun sifat-sifat ini umumnya ada dalam semua model dropship yang dipraktekkan masyarakat. Baca Juga: Transaksi Jual Beli Hutang Dengan Hutang Beberapa Pendekatan FikihUntuk menentukan hukum fikih mengenai metode transaksi dropship ini, maka perlu didefinisikan dulu akad apa yang terjadi dalam transaksi dropship. Dan ada beberapa pendekatan yang memungkinkan dalam hal ini. Yaitu sebagai berikut:
Akad samsarah kita kenal dengan istilah makelar atau keagenan. Definisi akad samsarah dalam Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah (10/151): السمسرة : هي التوسط بين البائع والمشتري , والسمسار هو : الذي يدخل بين البائع والمشتري متوسطاً لإمضاء البيع , وهو المسمى الدلال , لأنه يدل المشتري على السلع , ويدل البائع على الأثمان “Samsarah adalah perantara antara penjual dan pembeli. Simsar adalah orang yang menjadi penengah antara penjual dan pembeli untuk menjalankan proses transaksi. Disebut juga dallal, karena ia mengantarkan pembeli kepada barang yang ia cari, dan mengantarkan penjual kepada penjualan”. Akad samsarah ini dibolehkan dalam syariat. Al Bukhari mengatakan dalam Shahih Bukhari: بَاب أَجْرِ السَّمْسَرَةِ . وَلَمْ يَرَ ابْنُ سِيرِينَ وَعَطَاءٌ وَإِبْرَاهِيمُ وَالْحَسَنُ بِأَجْرِ السِّمْسَارِ بَأْسًا . وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ : لا بَأْسَ أَنْ يَقُولَ : بِعْ هَذَا الثَّوْبَ فَمَا زَادَ عَلَى كَذَا وَكَذَا فَهُوَ لَكَ . وَقَالَ ابْنُ سِيرِينَ : إِذَا قَالَ بِعْهُ بِكَذَا فَمَا كَانَ مِنْ رِبْحٍ فَهُوَ لَكَ ، أَوْ بَيْنِي وَبَيْنَكَ فَلَا بَأْسَ بِهِ . وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( الْمُسْلِمُونَ عِنْدَ شُرُوطِهِمْ ) “Bab akad samsarah. Dibolehkan oleh Ibnu Sirin, Atha’, Ibrahim, dan Al Hasan. Ibnu Abbas mengatakan: tidak mengapa seorang berkata: jualkanlah baju ini, kelebihannya sekian-sekian silakan engkau ambil. Ibnu Sirin mengatakan: jika seseorang berkata: jualkanlah barang ini dengan harga sekian, keuntungannya sekian menjadi milikmu, atau antara engkau dan aku bagiannya sekian, maka ini tidak mengapa. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: kaum Muslimin wajib menepati syarat-syarat yang mereka sepakati”. Baca Juga: Adakah Batasan Mencari Untung dalam Jual Beli? Para ulama ijma tentang bolehnya samsarah dengan nilai komisi yang fixed. Semisal seorang mengatakan, “silakan jualkan rumah ini, komisimu 50 juta rupiah”. Karena ini komisi yang ma’lum (diketahui). Namun mereka khilaf mengenai samsarah dengan komisi berupa nisbah (prosentase). Jumhur ulama melarangnya karena termasuk gharar. Imam Malik mengatakan: فأمَّا الرجل يُعْطَى السلعةَ فيقال له: «بِعْها ولك كذا وكذا في كُلِّ دينارٍ» لشيءٍ يُسَمِّيه فإنَّ ذلك لا يصلح؛ لأنه كُلَّما نَقَصَ دينارٌ مِن ثَمَنِ السلعة نَقَصَ مِن حقِّه الذي سَمَّى له؛ فهذا غررٌ لا يدري كم جَعَل له “Adapun seseorang yang memberikan barang lalu mengatakan: silakan jualkan barang ini lalu dari setiap 1 dinar, keuntunganmu sekian persen. Maka ini tidak diperbolehkan. Karena setiap kali harga barang turun maka turun juga komisinya. Maka ini gharar, ia (makelar) tidak mengetahui berapa yang akan didapatkannya” (Al Muwatha, 2/685). Maka transaksi dropship bisa disebut samsarah jika memenuhi kriteria berikut:
Jika transaksi dropship memenuhi syarat ini maka hukumnya boleh.
Akad salam atau disebut juga akad salaf adalah jual beli yang didasari dari deskripsi barang, belum berupa yang nyata, dengan pembayaran di awal. Disebutkan dalam Fiqhus Sunnah (3/171): السلم: بيع شيئ موصوف في الذمة بثمن معجل “Akad salam adalah jual beli suatu barang yang disebutkan sifat-sifatnya dengan penyerahan barang tertunda, namun pembayaran kontan di awal”. Akad salam dibolehkan dalam syariat dengan dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah. Dalil dari Al Qur’an, Allah Ta’ala berfirman: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang telah ditentukan, hendaklah kamu menulisnya.” (QS. Al-Baqarah: 282). Ibnu Abbas radhiallahu’anhu mengatakan: أشهد أن السلف المضمون إلى أجل مسمى قد أحله الله في الكتاب وأذن فيه “Aku bersaksi bahwa akad salaf yang penyerahannya dilakukan dalam tempo tertentu telah dihalalkan dan diizinkan oleh Allah dalam Al Qur’an (kemudian beliau membaca ayat di atas)” (HR. Al Hakim, Al Baihaqi, dishahihkan Al Albani dalam Al Irwa [1369]). Dalil dari As Sunnah, dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhu, beliau berkata: قَدِمَ النبي صلى الله عليه و سلم الْمَدِينَةَ وَهُمْ يُسْلِفُونَ بِالتَّمْرِ السَّنَتَيْنِ وَالثَّلَاثَ. فقال: من أَسْلَفَ في شَيْءٍ فَفِي كَيْلٍ مَعْلُومٍ وَوَزْنٍ مَعْلُومٍ إلى أَجَلٍ مَعْلُومٍ “Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, penduduk Madinah ketika itu sudah biasa memesan buah kurma dalam waktu dua atau tiga tahun. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa memesan sesuatu, maka hendaknya ia memesan dalam takaran yang jelas, timbangan yang jelas, dan tempo yang jelas” (Muttafaqun ‘alaihi). Contoh akad salam adalah sebagai berikut. Budi ingin membeli seekor kambing, maka ia berkata kepada Anto: “Carikan saya kambing, warnanya putih, sehat, usianya lebih dari 2 tahun, dan gemuk. Silakan kamu cari dari penjual manapun, saya beli seharga 4 juta, ini dia saya serahkan uangnya. Tolong serahkan kambingnya dalam 2 hari”. Sebagaimana penduduk Madinah mereka memesan kurma dengan pembayaran di muka, lalu kurma diserahkan 2 atau 3 tahun. Syarat sahnya akad salam disebutkan dalam Al Mulakhas Al Fiqhi (283) :
Baca Juga: Hukum Jual Beli Kucing Dengan pendekatan ini, maka bisa kita lihat bahwa dropship bisa dimasukkan sebagai akad salam. Retailer atau dropshipper sebagai musallim, barangnya sebagai musallam fihi, dan dalam dropship retailer menyebutkan sifat-sifat dari barang. Namun syarat-syarat agar dropship bisa dianggap sebagai akad salam adalah sebagai berikut:
Jika syarat-syarat ini dipenuhi maka dropship hukumnya boleh karena termasuk akad salam.
Wakalah artinya perwakilan. Disebutkan dalam Al Fiqhul Muyassar (232): الوكالة تفويض شخص غيره ليقوم مقامه فيما تدخله النيابة “Wakalah adalah seseorang mengutus orang lain untuk menggantikannya dalam urusan-urusan yang bisa digantikan”. Dan diantara urusan yang bisa diwakilkan adalah urusan jual beli. Diantara dalil bolehnya wakalah dalam jual beli, firman Allah Ta’ala: فَابْعَثُوا أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هَذِهِ إِلَى الْمَدِينَةِ “Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini…” (QS. Al Kahfi: 19). Juga dalam hadits Jabir radhiallahu’anhu, ia berkata: أردت الخروج إلى الخيبر. فقال النبي صلى الله عليه و سلم: إذا أتيت وكيلي فخذ منه خمسة عشر وسقا “Aku berniat untuk pergi ke Khaibar, maka Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: jika engkau bertemu dengan wakilku, maka ambil darinya 15 wasaq…” (HR. Abu Daud no. 3632, Ad Daruquthni, 4/155). Juga dalam hadits Urwah bin Al Ja’d radhiallahu’anhu, ia berkata: عرض للنبي صلى الله عليه و سلم جلب, فأعطاني دينارا فقال: يا عروة, ائت الجلب فاشتر لنا شاة “Ditawarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beberapa barang. Lalu Beliau memberiku satu dinar dan bersabda: Wahai Urwah, datangilah barang-barang itu dan belilah seekor kambing untuk kita.” (HR. Bukhari no. 3642). Dan ulama ijma akan bolehnya wakalah dalam jual beli. Baca Juga: Transaksi Jual-Beli Di Masjid Namun dalam Al Fiqhul Muyassar (hal. 232) disebutkan syarat sah wakalah, yaitu sebagai berikut :
Dan dibolehkan adanya ujrah (komisi) dari wakalah sesuai dengan kesepakatan kedua pihak. Sehingga, transaksi dropship bisa disebut sebagai wakalah jika memenuhi syarat-syarat berikut:
Jika kita perhatikan, model kerjasama seperti ini sering disebut dengan agen resmi atau distributor resmi. Jika dropshipper sebagai agen atau distributor resmi maka hukumnya boleh karena memenuhi syarat-syarat di atas.
Murabahah adalah jual-beli yang harga dan untungnya sama-sama diketahui oleh pembeli dan penjual. Disebutkan dalam Al Fiqhul Muyassar (218): المرابحة : بيع السلعة بثمنها المعلوم بين المتعاقدين, بربح معلوم بينهما “Murabahah adalah jual-beli yang harga dan keuntungannya diketahui oleh penjual dan pembeli”. Contoh praktek murabahah yang sering terjadi di masyarakat kita adalah sebagai berikut:
Murabahah dibolehkan syariat berdasarkan keumuman ayat: وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al Baqarah: 275) Juga firman-Nya: إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ “kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu“ (QS. An Nisa: 29). Disebutkan syarat sahnya akad murabahah dalam Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah (36/319-322) :
Konsekuensi dari syarat pertama, barang yang dibeli harus diserah-terimakan terlebih dahulu dengan pembeli pertama. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: إذا اشتريت مبيعا فلا تبعه حتى تقبضه “Jika engkau membeli barang, maka jangan dijual sebelum serah-terima“ (HR. Ahmad no. 15399, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ no.342). Maka dalam contoh di atas, B boleh menjual barang kepada A setelah ada serah-terima barang dari toko XYZ kepada B, sehingga kulkas ditaruh di rumah B. Dengan demikian, transaksi dropship bisa dianggap murahabah jika terpenuhi syarat-syarat berikut:
Yang model jual beli seperti ini sering disebut al murabahah lil amir bisy syira’. Dan jika syarat-syarat ini terpenuhi maka menjadi transaksi dropship yang dibolehkan. Baca Juga: Tinjauan Syariat Terhadap Jual-Beli Kredit Apakah Termasuk Menjual Barang Yang Tidak Dimiliki?Dari Hakim bin Hizam radhiallahu’anhu, ia berkata: يا رسول الله يأتيني الرجل فيسألني البيع ليس عندي ، أبيعه منه ثم أبتاعه له من السوق ؟ فقال : ( لا تبع ما ليس عندك ) “Wahai Rasulullah, seseorang datang kepadaku lalu ia memintaku untuk menjual barang yang belum aku miliki. Yaitu saya membelinya dari pasar lalu aku menjual barang tersebut kepadanya. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam lalu bersabda: jangan engkau menjual barang yang bukan milikmu“ (HR. Tirmidzi no.1232, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi). Ibnu Hajar Al Asqalani menjelaskan bentuk menjual barang yang belum dimiliki: قال ابن المنذر : وبيع ما ليس عندك يحتمل معنيين :أحدهما : أن يقول : أبيعك عبدا أو دارا معينة وهي غائبة ، فيشبه بيع الغرر لاحتمال أن تتلف أو لا يرضاها . ثانيهما : أن يقول : هذه الدار بكذا ، على أن أشتريها لك من صاحبها ، أو على أن يسلمها لك صاحبها ” .قال ابن حجر : ” وقصة حكيم موافقة للاحتمال الثاني “Ibnul Mundzir mengatakan: menjual barang yang belum dimiliki ada dua bentuk. Pertama, seseorang berkata: “saya menjual kepadamu budak atau rumah tertentu” namun rumah atau budak tersebut tidak ada. Maka ini seperti jual-beli gharar karena adanya resiko rugi atau ketidak-ridhaan salah satu pihak. Kedua, seseorang mengatakan: “rumah ini aku membelinya untukmu dari pemiliknya (padahal belum terjadi)” atau mengatakan, “rumah ini telah diserahkan pemiliknya untukmu (padahal belum)”. Ibnu Hajar mengatakan: kisah Hakim bin Hizam pas dengan bentuk kedua” (Fathul Bari, 6/460). Demikian juga menjual barang orang lain yang dititipkan, atau disewakan, atau digadaikan, termasuk menjual barang yang tidak dimiliki. Dan ini hukumnya haram karena dilarang Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dalam hadits. Ibnul Qayyim mengatakan: وَأَمَّا قَوْلُ النَّبِيِّ –
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – لِحَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ (لَا تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ) فَيُحْمَلُ عَلَى مَعْنَيَيْنِ: “Perkataan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam kepada Hakim bin Hizam: “jangan menjual yang belum menjadi milikmu” ini memiliki dua kemungkinan makna: Pertama, seseorang menjual suatu barang secara spesifik padahal itu bukan miliknya namun milik orang lain. Ia menjualnya, setelah itu ia baru berusaha membelinya dari pemiliknya lalu menyerahkannya kepada pembeli. Kedua, ia ingin menjual barang yang ia tidak mampu untuk serahkan walaupun dengan tempo (tidak langsung). Ia tidak mampu baik secara fisik maupun secara maknawi. Maka ia telah menjual sesuatu yang ia tidak ketahui apakah bisa didapatkan atau tidak?” (I’lamul Muwaqqi’in, 2/20). Baca Juga: Hukum Membeli Diskon Natal dan Hari Raya Non-Muslim Maka dari empat skema dropship yang dibahas di atas, apakah termasuk menjual barang yang bukan miliknya? Perhatikan poin-poin berikut:
Yang tersisa adalah akad salam. Dan inilah yang musykil dalam benak sebagian orang. Hal ini dijelaskan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah: وَأَمَّا السَّلَمُ فَمَنْ ظَنَّ أَنَّهُ عَلَى خِلَافِ الْقِيَاسِ ، تَوَهَّمَ دُخُولَهُ تَحْتَ قَوْلِ النَّبِيِّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – (لَا تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ) فَإِنَّهُ بَيْعٌ مَعْدُومٌ، وَالْقِيَاسُ يَمْنَعُ مِنْهُ . “Adapun akad salam, sebagian orang menganggap ia menyelisihi qiyas, karena termasuk dalam sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam: jangan menjual yang belum menjadi milikmu. Karena menyangka jual beli salam adalah bai’ ma’dum (jual beli barang yang tidak ada). Dan qiyas melarang hal ini. Maka jawabannya, akad salam tetap sesuai dengan qiyas. Karena ia hakikatnya menjual barang yang dideskripsikan sifatnya untuk diserahkan dalam tempo tertentu dan mampu untuk diadakan secara umum. Maka mengqiyaskan akad salam dengan bai’ ma’dum yang tidak diketahui apakah bisa diadakan atau tidak sehingga penjual dan pembeli dalam keadaan gharar (ketidak-pastian), ini adalah qiyas yang paling rusak, baik secara deskripsi ataupun secara makna” (I’lamul Muwaqqi’in, 2/20). Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin juga menjelaskan: السلم هو على شيء موصوف في الذمة ، فالفرق أن قوله صلى الله عليه وسلم ( لا تبع ما ليس عندك ) يقصد المعين .أما الموصوف في الذمة : فهذا غير معين . ولهذا نطالب الذي باع الشيء الموصوف بالذمة ، نطالبه بإيجاده على كل حال “Akad salam itu menjual barang yang maushuf fi dzimmah (dideskripsikan sifatnya dengan tempo tertentu). Bedanya dengan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam: jangan menjual yang belum menjadi milikmu, yang dimaksud dalam hadits ini adalah barang yang sudah ada dan spesifik. Adapun barang yang maushuf fi dzimmah itu tidak spesifik. Oleh karena itu orang yang menjual dengan akad salam diminta untuk menghadirkan barang yang dideskripsikan tersebut dengan bagaimana pun caranya.” (Syarhul Kafi fi Fiqhil Imam Ahmad, 1/1274, Asy Syamilah). Kesimpulannya, jual beli salam tidak termasuk jual beli barang yang tidak dimiliki karena penjual tidak menjual suatu barang secara spesifik namun ia hanya menjual suatu barang yang mencocoki deskripsi yang disebutkan secara umum, tanpa menyebutkan suatu barang secara spesifik. Maka transaksi dropship yang menggunakan akad salam, namun tidak memenuhi kriteria akad salam, diantaranya:
Ini termasuk menjual barang yang tidak dimiliki yang dilarang dalam hadits. Baca Juga: Demikian, semoga tulisan ringkas ini bisa bermanfaat. Wabillahi at taufiq was sadaad. Penulis: Yulian Purnama Artikel: Muslim.Or.Id 🔍 Hukum Berhutang Dalam Islam, Adab Membaca Al Quran Bagi Wanita, Sombong Artinya, Menikah Menyempurnakan Separuh Agama, Hukum Membaca Ratib Apakah menjadi reseller harus bayar?Reseller mencakup perseorangan atau sebuah perusahaan yang melakukan pembelian. Kemudian, menjual produk itu kembali. Jadi, dengan adanya sistem ini tidak perlu lagi mengeluarkan biaya besar untuk membeli peralatan produksi.
Apa resiko jadi reseller?Selanjutnya, jika menjadi reseller, risiko yang bisa kamu dapatkan adalah adanya produk yang tidak laku dijual. Tentu saja, hal tersebut membuat kamu mengalami kerugian, karena tentu mau tidak mau kamu harus menjual rugi daripada tak laku sama sekali.
Apakah reseller harus menyetok barang?Sebagai reseller, kamu harus membeli atau menyetok barang terlebih dahulu sebelum dijual. Biasanya supplier juga akan memberi ketentuan, berapa banyak pembelian yang harus dilakukan, minimal 1 lusin.
Manakah kelemahan reseller?Kelemahan sistem reseller antara lain adalah: Memerlukan modal besar karena Anda harus menyetok barang. Stok barang membutuhkan tempat penyimpanan. Artinya, Anda mungkin butuh gudang.
|