Apa yang menyebabkan Timor Timur menjadi provinsi yang unik

JAKARTA - Pada 30 Agustus 1999, Timor Timur atau yang sekarang kita kenal Timor Leste, mengadakan jajak pendapat atau referendum. Referendum dilakukan untuk menentukan masa depan Timor Timur, yang mana akhir keputusannya adalah lepas sepenuhnya dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebanyak 78,5 persen masyarakat Timor Timur memilih kemerdekaan dari Indonesia. 

Saat itu pemungutan suara dilakukan bagi warga Timor Timur untuk memilih apakah akan tetap bersama Indonesia atau menjadi negara yang merdeka. Referendum tersebut didukung oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Referendum tersebut juga disebut untuk mengakhiri konflik yang terjadi di Timor Timur. 

Timor Timur adalah negara kepulauan di bagian timur Kepulauan Sunda Kecil, di ujung selatan Kepulauan Melayu. Timor Timur berada di bagian timur pulau Timor, pulau-pulau kecil terdekat Atauro dan Jaco. Timor Timur juga dekat kantong Ambeno, termasuk kota Pante Makasar, di pantai barat laut Timor. Dili adalah ibu kota Timor Timur dan kota terbesar.

Sejarah Timor Leste

Portugis pertama kali menetap di Timor Timur pada 1520 dan disusul Spanyol pada 1522. Belanda lalu menguasai bagian barat Timor Timur pada 1613 dan Inggris memerintah pulau itu pada 1812–1815. Belanda terus berusaha menguasai Timor Timur dan Portugis terus berusaha mempertahankan kedaulatannya atas bagian timur Timor Leste. Pasukan Jepang lalu menduduki Timor Leste selama Perang Dunia II.

Pada April 1974 terdapat kudeta sayap kiri di Lisbon yang menyebabkan pos-pos kolonial terkatung-katung nasibnya. Portugal lalu menarik personel administrasi dan militernya yang berada di negara kolonialnya termasuk yang ada di Mozambik, Angola dan Timor Leste. 

Apa yang menyebabkan Timor Timur menjadi provinsi yang unik
Warga Australia yang demo menuntut lepasnya Timor Timur dari Indonesia (Sumber: Wikimedia Commons)

Setelah Portugis meninggalkan Timor Leste, pemilihan lokal pun diadakan. Dua partai terbesar – Front Revolusioner untuk Timor Timur Merdeka (Fretilin) dan Uni Demokratik Timor (UDT) – membentuk koalisi, tetapi tidak bertahan lama. Pertempuran pun pecah dan ada upaya kudeta oleh UDT. Kemudian Fretilin secara sepihak mendeklarasikan kemerdekaan Timor Timur pada 28 November 1975.

Mengutip The Guardian, pasukan Indonesia lalu secara diam-diam memulai serangan melintasi perbatasan dari Timor Barat Indonesia pada Oktober 1975. Akibat peristiwa tersebut, lima wartawan Australia tewas di kota Balibo. Invasi skala penuh ke Timor Timur dilakukan pada Desember 1975. Selama invasi Indonesia, diperkirakan sebanyak 200.000 orang tewas dalam pertempuran, pembantaian dan kelaparan. 

Fretilin dan kelompok bersenjatanya, Falintil, mundur ke pedalaman bersama puluhan ribu warga Timor Timur. Pada Juli 1976 parlemen Indonesia mendeklarasikan Timor Timur sebagai provinsi ke-27 Indonesia. Perdana Menteri Australia, Malcolm Fraser orang pertama yang mengakui Timor Timur sebagai bagian dari Indonesia. Tetapi PBB mengutuknya dan menyerukan tindakan penentuan nasib berdasarkan kemauan warga Timor Timur. 

Sikap Indonesia berubah setelah krisis pada 1998 yang menyebabkan pengunduran diri Presiden Indonesia yang telah berkuasa selama 30 tahun, Soeharto. Pengganti Soeharto, Presiden BJ Habibe, lebih terbuka terhadap beberapa bentuk otonomi untuk Timor Timur dan membebaskan tokoh Timor Timur Xanana Gusmão dari tahanan rumah. Setelah berbagai pergolakan dunia internasional, referendum Timor Timur pun dilaksanakan pada 30 Agustus 1999. Pada Mei 2002 Xanana Gusmão dilantik sebagai Presiden Timor Timur, yang mana menjadi Timor Leste. 

Pasca merdeka

Setelah mengalami berbagai pergolakan dan kependudukan, bukan hal mudah bagi Timor Leste untuk membangkitkan berbagai sektor kehidupan, termasuk ekonomi. Mengutip Kompas, skor kebebasan ekonomi Timor Leste adalah 45,9. Hal itu menjadikan Timor Leste menduduki peringkat ke-171 negara di dunia dalam indeks 2020. 

Sementara di kawasan Asia-Pasifik, Timor Leste berada di peringkat ke-40 di antara 42 negara dan skor keseluruhannya jauh di bawah rata-rata kawasan maupun dunia. Perekonomian Timor Leste mencatat sedikit tanda-tanda kebebasan. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Timor Leste pun terbilang rendah. Perekonomian Timor Leste bergantung pada pengeluaran pemerintah yang didanai oleh penarikan dari Dana Perminyakan. Timor Leste masih menjadi negara termiskin di dunia. 

Apa yang menyebabkan Timor Timur menjadi provinsi yang unik
Patung Kristus Raja di Dili yang menghadap laut (Sumber: Wikimedia Commons) 

Di sisi lain, Asian Developmnet Bank melaporkan bahwa ekonomi Timor Leste diperkirakan tumbuh pada 2021 dan 2022. Hal tersebut dikarenakan investasi publik yang besar dan Rencana Pemulihan Ekonomi Pemerintah Timor Leste.

Menurut laporan dari Bank Pembangunan Asia (ADB), prospek pertumbuhan ditutupi oleh lonjakan kasus COVID-19 sejak Maret 2021 dan kerusakan parah akibat banjir pada April 2021. The Asian Development Outlook (ADO) 2021 memproyeksikan produk domestik bruto non-minyak Timor Leste tumbuh 3,4 persen pada 2021, menyusul kontraksi -7,9 persen dalam perekonomian pada 2020.

Inflasi akan meningkat, sebagian karena harga pangan internasional yang lebih tinggi. Namun inflasi diperkirakan akan meningkat menjadi 2,0 persen pada 2021 dari 0,5 persen pada 2020. Perkiraan tersebut mengasumsikan bahwa Timor Leste mampu mengendalikan pandemi.

“Paket stimulus dan tanggap bencana pemerintah akan membantu mengurangi dampak sosial ekonomi dari banjir dan penguncian COVID-19 pada ekonomi Timor Leste, sementara penyebaran vaksin sedang berlangsung,” kata Direktur Perwakilan ADB untuk Timor-Leste Sunil Mitra.

*Baca Informasi lain soal SEJARAH HARI INI atau baca tulisan menarik lain dari Putri Ainur Islam.

SEJARAH HARI INI Lainnya

Tag: sejarah timor timur sejarah hari ini

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Timor Timur, wilayah yang pernah menjadi provinsi ke-27 Indonesia, kini telah menjadi sebuah negara yang bernama "Timor Leste". Timor Timur awalnya merupakan wilayah jajahan Portugal hingga tahun 1975. Kemudian berintegrasi dengan Indonesia sesuai dengan keinginan mayoritas rakyat Timor Timur saat itu. Selama Timor Timur berintegrasi dengan Indonesia, rakyat Timor Timur jauh lebih sejahtera dan lebih maju dibandingkan masa penjajahan Portugis dan setelah melepaskan diri dari NKRI. Timor Timur akhirnya lepas dari NKRI setelah diadakan referendum yang penuh kecurangan pada tahun 1999. Saat ini Timor Leste menjadi negara termiskin ke-7 di dunia.

Masa Kolonial Portugis

Bangsa Portugis menjajah Timor Timur selama kurang lebih 450 tahun. Rakyat Timor Timur hidup dalam kemiskinan, sebagian besar rakyat buta huruf, dan penuh diskriminasi bahkan dalam pendiskriminasian penduduk pribumi dilarang menginjak jalan aspal. Sebuah diskriminasi yang dapat dinilai keterlaluan. Hanya ada sedikit sekali lulusan akademi yang dihasilkan bangsa Portugis selama menjajah Timor Timur. Orang-orang pada umumnya hanya tahu Ir. Mario Viegas Carrascalao. Alfred Russel Wallace, seorang naturalis dan ilmuwan, di tahun 1861 pernah mencatat kondisi kota Dili sebagai pusat administrasi Timor Portugis : "Tempat paling miskin bahkan dibandingkan kota-kota termiskin di Hindia Belanda sekalipun. Tak ada tanda-tanda orang bercocok tanam atau peradaban di sekitarnya." Bisa dikatakan nasib bangsa Indonesia ketika dijajah Belanda lebih beruntung walaupun yang namanya penjajahan selalu tidak enak.

Pemberlakuan pemberian finta (upeti) kepada pemerintah kolonial Portugis menimbulkan kebencian di antara para liurai (raja setempat) dan pernah timbul perlawanan pada tahun 1710. Pemberontakan tahun 1710 ini memaksa orang-orang Portugis memindahkan pusat administrasi kolonialnya dari Lifau ke Dili untuk seterusnya sampai orang-orang Portugis hengkang dari bumi Lorosae pada tahun 1975. Pada tahun 1859, gubernur Timor Portugis Afonso de Castro membuat kebijakan tanam paksa yakni tanaman untuk diekspor khususnya kopi. Kebijakan yang menyengsarakan rakyat ini kembali menimbulkan perlawanan terhadap penjajah Portugis yang dipimpin oleh para liurai pada tahun 1861. Sistem kerja paksa kemudian dilanjutkan oleh Gubernur Jose Celestino da Silva dalam bentuk pembangunan jalan. Di tahun 1908, Gubernur da Silva juga mengganti finta dengan pajak kepala.

Perlawanan liurai yang terbesar dan terakhir adalah perlawanan yang dipimpin oleh Dom Boaventura (liurai Manufahi). Dom Boaventura melanjutkan perlawanan ayahnya, Dom Duarte, yang dipaksa menyerah di tahun 1900. Ia mulai mengadakan perlawanan di tahun 1911. Pemerintah kolonial Portugis mengerahkan pasukan pribumi Timor Portugis ditambah pasukan yang didatangkan dari Afrika Timur Portugis (sekarang Mozambik). Perlawanan berhasil ditumpas pada tahun 1912. Diperkirakan 25 ribu orang tewas selama kampanye militer menumpas perlawanan Dom Boaventura. Sang liurai ditangkap dan diasingkan ke Pulau Atauro sampai akhir hidupnya. Kemudian pemerintah Timor Portugis memberikan kewenangan langsung kepada suco (desa) sebagai pemerintahan lokal. Dengan demikian, kekuasaan dan pengaruh para liurai menjadi kecil dan penjajah Portugis dapat mengontrol secara langsung hingga ke pedalaman.

Pada tahun 1974, di Portugal terjadi Revolusi Bunga (atau disebut juga Revolusi Anyelir) yang mendorong Portugal mengeluarkan kebijakan dekolonisasi dan mulai meninggalkan wilayah jajahannya termasuk Timor Timur. Partai-partai politik mulai berdiri di Timor Timur : APODETI, FRETILIN, UDT, TRABALHISTA, KOTA. UDT (Uniao Democratica Timorense) menginginkan Timor Timur tetap berada di bawah kekuasaan Portugal. APODETI (Associacao Popular Democratica Timorense) menginginkan Timor Timur berintegrasi dengan Indonesia. FRETILIN (Frente Revolucionaria de Timor Leste Independente) menginginkan Timor Timur merdeka sebagai sebuah negara berdaulat. Ketiganya merupakan tiga partai terbesar. Dua partai kecil lainnya, KOTA (Klibur Oan Timor Aswain) menginginkan pemerintahan tradisional yang fokus pada kepemimpinan liurai sedangkan TRABALHISTA yang didukung oleh komunitas Tionghoa dan Arab hanya menginginkan perubahan yang terkendali. Secara garis besar, dua partai kecil ini sejalan dengan cita-cita APODETI.

Kerusuhan dan pertumpahan darah merebak ke seluruh bumi Lorosae. Dari sisi kekuatan senjata, FRETILIN merupakan fraksi yang terkuat sebab mendapat dukungan dari pasukan pribumi militer Timor Portugis. Pasukan FRETILIN memberikan perlawanan yang hebat baik terhadap pasukan UDT maupun pasukan APODETI. UDT akhirnya memutuskan untuk meninggalkan tujuan utamanya memertahankan Timor Timur berada di bawah Portugal dan bersatu dengan APODETI untuk menghadapi FRETILIN. FRETILIN membantai puluhan ribu rakyat yang menginginkan Timor Timur bergabung dengan Indonesia termasuk beberapa tokoh APODETI. Gubernur Timor Portugis waktu itu (gubernur terakhir), Mario Lemos Pires, yang seharusnya bertanggung jawab memulihkan ketertiban dan keamanan justru mengevakuasi sebagian besar pasukan Portugis ke Pulau Atauro dan membiarkan koloni Portugal tersebut dalam kekacauan.

FRETILIN menurunkan bendera Portugal dan memroklamirkan kemerdekaan Timor Timur pada tanggal 28 November 1975. APODETI, UDT, TRABALHISTA, dan KOTA segera mengadakan proklamasi tandingan di Balibo pada tanggal 30 November 1975 yang menyatakan bahwa Timor Timur menjadi bagian dari NKRI. Naskah proklamasi tersebut ditandatangani oleh Arnaldo dos Reis Araujo (ketua APODETI) dan Francisco Xavier Lopes da Cruz (ketua UDT). Pernyataan sikap politik keempat partai diiringi dengan persiapan pembentukan pasukan gabungan yang direkrut dari para pengungsi yang jumlahnya sekitar 40 ribu orang. Dari perbatasan NTT, pasukan yang terdiri dari para pengungsi ini kembali ke Timor Timur dan menyerang kedudukan pasukan FRETILIN secara bergerilya. Tak lama kemudian, TNI datang dan membebaskan Timor Timur dari kebiadaban FRETILIN. Upaya pembebasan itu dikenal dengan nama Operasi Seroja.

Masa Integrasi dengan Indonesia

Gabungan partai yang pro integrasi membentuk PSTT (Pemerintahan Sementara Timor Timur) dan mengangkat Arnaldo dos Reis Araujo sebagai gubernur pertama serta Francisco Xavier Lopes da Cruz sebagai wakil gubernur. Timor Timur resmi menjadi provinsi ke-27 Indonesia setelah disahkannya UU no. 7 tahun 1976 tentang Pengesahan Penyatuan Timor Timur ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Timor Timur menjadi provinsi yang paling unik karena provinsi Indonesia lainnya merupakan bekas wilayah jajahan Belanda, Timor Timur merupakan satu-satunya provinsi Indonesia bekas wilayah jajahan Portugal. Presiden Soeharto menyebut bersatunya Timor Timur sebagai "kembalinya anak yang hilang".

Berbagai infrastruktur mulai dibangun di provinsi termuda itu, mulai dari jalan beraspal hingga bandara. Bangunan sekolah mulai dari tingkat SD hingga universitas dibangun di Timor Timur. Bandara Komoro (sekarang Bandara Nicolau Lobato) dibangun di Dili sehingga berbagai pesawat dapat mendarat dan terbang ke dan dari Timor Timur. Banyak subsidi dari dana APBN dicurahkan untuk memajukan provinsi termuda ini. GNP per kapita Timor Timur sebesar $1500 semasa integrasi. Presiden Soeharto juga memerintahkan pembangunan patung Kristus Raja yang menjadi ikon pariwisata Timor Timur dan simbol toleransi terhadap umat Katolik. Patung itu menjadi patung Yesus Kristus terbesar kedua di dunia setelah di Rio de Janeiro. Adalah suatu hal yang unik jika salah satu negara mayoritas Muslim terbesar memiliki patung Yesus Kristus terbesar kedua di dunia. Almarhum presiden kedua kita juga memerintahkan pendirian Monumen Integrasi berbentuk liurai dengan borgol yang terputus di kedua tangan untuk memeringati perjuangan heroik rakyat Timor Timur dari penjajahan Portugis hingga bersatu dengan Indonesia.


Page 2

Timor Timur, wilayah yang pernah menjadi provinsi ke-27 Indonesia, kini telah menjadi sebuah negara yang bernama "Timor Leste". Timor Timur awalnya merupakan wilayah jajahan Portugal hingga tahun 1975. Kemudian berintegrasi dengan Indonesia sesuai dengan keinginan mayoritas rakyat Timor Timur saat itu. Selama Timor Timur berintegrasi dengan Indonesia, rakyat Timor Timur jauh lebih sejahtera dan lebih maju dibandingkan masa penjajahan Portugis dan setelah melepaskan diri dari NKRI. Timor Timur akhirnya lepas dari NKRI setelah diadakan referendum yang penuh kecurangan pada tahun 1999. Saat ini Timor Leste menjadi negara termiskin ke-7 di dunia.

Masa Kolonial Portugis

Bangsa Portugis menjajah Timor Timur selama kurang lebih 450 tahun. Rakyat Timor Timur hidup dalam kemiskinan, sebagian besar rakyat buta huruf, dan penuh diskriminasi bahkan dalam pendiskriminasian penduduk pribumi dilarang menginjak jalan aspal. Sebuah diskriminasi yang dapat dinilai keterlaluan. Hanya ada sedikit sekali lulusan akademi yang dihasilkan bangsa Portugis selama menjajah Timor Timur. Orang-orang pada umumnya hanya tahu Ir. Mario Viegas Carrascalao. Alfred Russel Wallace, seorang naturalis dan ilmuwan, di tahun 1861 pernah mencatat kondisi kota Dili sebagai pusat administrasi Timor Portugis : "Tempat paling miskin bahkan dibandingkan kota-kota termiskin di Hindia Belanda sekalipun. Tak ada tanda-tanda orang bercocok tanam atau peradaban di sekitarnya." Bisa dikatakan nasib bangsa Indonesia ketika dijajah Belanda lebih beruntung walaupun yang namanya penjajahan selalu tidak enak.

Pemberlakuan pemberian finta (upeti) kepada pemerintah kolonial Portugis menimbulkan kebencian di antara para liurai (raja setempat) dan pernah timbul perlawanan pada tahun 1710. Pemberontakan tahun 1710 ini memaksa orang-orang Portugis memindahkan pusat administrasi kolonialnya dari Lifau ke Dili untuk seterusnya sampai orang-orang Portugis hengkang dari bumi Lorosae pada tahun 1975. Pada tahun 1859, gubernur Timor Portugis Afonso de Castro membuat kebijakan tanam paksa yakni tanaman untuk diekspor khususnya kopi. Kebijakan yang menyengsarakan rakyat ini kembali menimbulkan perlawanan terhadap penjajah Portugis yang dipimpin oleh para liurai pada tahun 1861. Sistem kerja paksa kemudian dilanjutkan oleh Gubernur Jose Celestino da Silva dalam bentuk pembangunan jalan. Di tahun 1908, Gubernur da Silva juga mengganti finta dengan pajak kepala.

Perlawanan liurai yang terbesar dan terakhir adalah perlawanan yang dipimpin oleh Dom Boaventura (liurai Manufahi). Dom Boaventura melanjutkan perlawanan ayahnya, Dom Duarte, yang dipaksa menyerah di tahun 1900. Ia mulai mengadakan perlawanan di tahun 1911. Pemerintah kolonial Portugis mengerahkan pasukan pribumi Timor Portugis ditambah pasukan yang didatangkan dari Afrika Timur Portugis (sekarang Mozambik). Perlawanan berhasil ditumpas pada tahun 1912. Diperkirakan 25 ribu orang tewas selama kampanye militer menumpas perlawanan Dom Boaventura. Sang liurai ditangkap dan diasingkan ke Pulau Atauro sampai akhir hidupnya. Kemudian pemerintah Timor Portugis memberikan kewenangan langsung kepada suco (desa) sebagai pemerintahan lokal. Dengan demikian, kekuasaan dan pengaruh para liurai menjadi kecil dan penjajah Portugis dapat mengontrol secara langsung hingga ke pedalaman.

Pada tahun 1974, di Portugal terjadi Revolusi Bunga (atau disebut juga Revolusi Anyelir) yang mendorong Portugal mengeluarkan kebijakan dekolonisasi dan mulai meninggalkan wilayah jajahannya termasuk Timor Timur. Partai-partai politik mulai berdiri di Timor Timur : APODETI, FRETILIN, UDT, TRABALHISTA, KOTA. UDT (Uniao Democratica Timorense) menginginkan Timor Timur tetap berada di bawah kekuasaan Portugal. APODETI (Associacao Popular Democratica Timorense) menginginkan Timor Timur berintegrasi dengan Indonesia. FRETILIN (Frente Revolucionaria de Timor Leste Independente) menginginkan Timor Timur merdeka sebagai sebuah negara berdaulat. Ketiganya merupakan tiga partai terbesar. Dua partai kecil lainnya, KOTA (Klibur Oan Timor Aswain) menginginkan pemerintahan tradisional yang fokus pada kepemimpinan liurai sedangkan TRABALHISTA yang didukung oleh komunitas Tionghoa dan Arab hanya menginginkan perubahan yang terkendali. Secara garis besar, dua partai kecil ini sejalan dengan cita-cita APODETI.

Kerusuhan dan pertumpahan darah merebak ke seluruh bumi Lorosae. Dari sisi kekuatan senjata, FRETILIN merupakan fraksi yang terkuat sebab mendapat dukungan dari pasukan pribumi militer Timor Portugis. Pasukan FRETILIN memberikan perlawanan yang hebat baik terhadap pasukan UDT maupun pasukan APODETI. UDT akhirnya memutuskan untuk meninggalkan tujuan utamanya memertahankan Timor Timur berada di bawah Portugal dan bersatu dengan APODETI untuk menghadapi FRETILIN. FRETILIN membantai puluhan ribu rakyat yang menginginkan Timor Timur bergabung dengan Indonesia termasuk beberapa tokoh APODETI. Gubernur Timor Portugis waktu itu (gubernur terakhir), Mario Lemos Pires, yang seharusnya bertanggung jawab memulihkan ketertiban dan keamanan justru mengevakuasi sebagian besar pasukan Portugis ke Pulau Atauro dan membiarkan koloni Portugal tersebut dalam kekacauan.

FRETILIN menurunkan bendera Portugal dan memroklamirkan kemerdekaan Timor Timur pada tanggal 28 November 1975. APODETI, UDT, TRABALHISTA, dan KOTA segera mengadakan proklamasi tandingan di Balibo pada tanggal 30 November 1975 yang menyatakan bahwa Timor Timur menjadi bagian dari NKRI. Naskah proklamasi tersebut ditandatangani oleh Arnaldo dos Reis Araujo (ketua APODETI) dan Francisco Xavier Lopes da Cruz (ketua UDT). Pernyataan sikap politik keempat partai diiringi dengan persiapan pembentukan pasukan gabungan yang direkrut dari para pengungsi yang jumlahnya sekitar 40 ribu orang. Dari perbatasan NTT, pasukan yang terdiri dari para pengungsi ini kembali ke Timor Timur dan menyerang kedudukan pasukan FRETILIN secara bergerilya. Tak lama kemudian, TNI datang dan membebaskan Timor Timur dari kebiadaban FRETILIN. Upaya pembebasan itu dikenal dengan nama Operasi Seroja.

Masa Integrasi dengan Indonesia

Gabungan partai yang pro integrasi membentuk PSTT (Pemerintahan Sementara Timor Timur) dan mengangkat Arnaldo dos Reis Araujo sebagai gubernur pertama serta Francisco Xavier Lopes da Cruz sebagai wakil gubernur. Timor Timur resmi menjadi provinsi ke-27 Indonesia setelah disahkannya UU no. 7 tahun 1976 tentang Pengesahan Penyatuan Timor Timur ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Timor Timur menjadi provinsi yang paling unik karena provinsi Indonesia lainnya merupakan bekas wilayah jajahan Belanda, Timor Timur merupakan satu-satunya provinsi Indonesia bekas wilayah jajahan Portugal. Presiden Soeharto menyebut bersatunya Timor Timur sebagai "kembalinya anak yang hilang".

Berbagai infrastruktur mulai dibangun di provinsi termuda itu, mulai dari jalan beraspal hingga bandara. Bangunan sekolah mulai dari tingkat SD hingga universitas dibangun di Timor Timur. Bandara Komoro (sekarang Bandara Nicolau Lobato) dibangun di Dili sehingga berbagai pesawat dapat mendarat dan terbang ke dan dari Timor Timur. Banyak subsidi dari dana APBN dicurahkan untuk memajukan provinsi termuda ini. GNP per kapita Timor Timur sebesar $1500 semasa integrasi. Presiden Soeharto juga memerintahkan pembangunan patung Kristus Raja yang menjadi ikon pariwisata Timor Timur dan simbol toleransi terhadap umat Katolik. Patung itu menjadi patung Yesus Kristus terbesar kedua di dunia setelah di Rio de Janeiro. Adalah suatu hal yang unik jika salah satu negara mayoritas Muslim terbesar memiliki patung Yesus Kristus terbesar kedua di dunia. Almarhum presiden kedua kita juga memerintahkan pendirian Monumen Integrasi berbentuk liurai dengan borgol yang terputus di kedua tangan untuk memeringati perjuangan heroik rakyat Timor Timur dari penjajahan Portugis hingga bersatu dengan Indonesia.


Apa yang menyebabkan Timor Timur menjadi provinsi yang unik

Lihat Humaniora Selengkapnya


Page 3

Timor Timur, wilayah yang pernah menjadi provinsi ke-27 Indonesia, kini telah menjadi sebuah negara yang bernama "Timor Leste". Timor Timur awalnya merupakan wilayah jajahan Portugal hingga tahun 1975. Kemudian berintegrasi dengan Indonesia sesuai dengan keinginan mayoritas rakyat Timor Timur saat itu. Selama Timor Timur berintegrasi dengan Indonesia, rakyat Timor Timur jauh lebih sejahtera dan lebih maju dibandingkan masa penjajahan Portugis dan setelah melepaskan diri dari NKRI. Timor Timur akhirnya lepas dari NKRI setelah diadakan referendum yang penuh kecurangan pada tahun 1999. Saat ini Timor Leste menjadi negara termiskin ke-7 di dunia.

Masa Kolonial Portugis

Bangsa Portugis menjajah Timor Timur selama kurang lebih 450 tahun. Rakyat Timor Timur hidup dalam kemiskinan, sebagian besar rakyat buta huruf, dan penuh diskriminasi bahkan dalam pendiskriminasian penduduk pribumi dilarang menginjak jalan aspal. Sebuah diskriminasi yang dapat dinilai keterlaluan. Hanya ada sedikit sekali lulusan akademi yang dihasilkan bangsa Portugis selama menjajah Timor Timur. Orang-orang pada umumnya hanya tahu Ir. Mario Viegas Carrascalao. Alfred Russel Wallace, seorang naturalis dan ilmuwan, di tahun 1861 pernah mencatat kondisi kota Dili sebagai pusat administrasi Timor Portugis : "Tempat paling miskin bahkan dibandingkan kota-kota termiskin di Hindia Belanda sekalipun. Tak ada tanda-tanda orang bercocok tanam atau peradaban di sekitarnya." Bisa dikatakan nasib bangsa Indonesia ketika dijajah Belanda lebih beruntung walaupun yang namanya penjajahan selalu tidak enak.

Pemberlakuan pemberian finta (upeti) kepada pemerintah kolonial Portugis menimbulkan kebencian di antara para liurai (raja setempat) dan pernah timbul perlawanan pada tahun 1710. Pemberontakan tahun 1710 ini memaksa orang-orang Portugis memindahkan pusat administrasi kolonialnya dari Lifau ke Dili untuk seterusnya sampai orang-orang Portugis hengkang dari bumi Lorosae pada tahun 1975. Pada tahun 1859, gubernur Timor Portugis Afonso de Castro membuat kebijakan tanam paksa yakni tanaman untuk diekspor khususnya kopi. Kebijakan yang menyengsarakan rakyat ini kembali menimbulkan perlawanan terhadap penjajah Portugis yang dipimpin oleh para liurai pada tahun 1861. Sistem kerja paksa kemudian dilanjutkan oleh Gubernur Jose Celestino da Silva dalam bentuk pembangunan jalan. Di tahun 1908, Gubernur da Silva juga mengganti finta dengan pajak kepala.

Perlawanan liurai yang terbesar dan terakhir adalah perlawanan yang dipimpin oleh Dom Boaventura (liurai Manufahi). Dom Boaventura melanjutkan perlawanan ayahnya, Dom Duarte, yang dipaksa menyerah di tahun 1900. Ia mulai mengadakan perlawanan di tahun 1911. Pemerintah kolonial Portugis mengerahkan pasukan pribumi Timor Portugis ditambah pasukan yang didatangkan dari Afrika Timur Portugis (sekarang Mozambik). Perlawanan berhasil ditumpas pada tahun 1912. Diperkirakan 25 ribu orang tewas selama kampanye militer menumpas perlawanan Dom Boaventura. Sang liurai ditangkap dan diasingkan ke Pulau Atauro sampai akhir hidupnya. Kemudian pemerintah Timor Portugis memberikan kewenangan langsung kepada suco (desa) sebagai pemerintahan lokal. Dengan demikian, kekuasaan dan pengaruh para liurai menjadi kecil dan penjajah Portugis dapat mengontrol secara langsung hingga ke pedalaman.

Pada tahun 1974, di Portugal terjadi Revolusi Bunga (atau disebut juga Revolusi Anyelir) yang mendorong Portugal mengeluarkan kebijakan dekolonisasi dan mulai meninggalkan wilayah jajahannya termasuk Timor Timur. Partai-partai politik mulai berdiri di Timor Timur : APODETI, FRETILIN, UDT, TRABALHISTA, KOTA. UDT (Uniao Democratica Timorense) menginginkan Timor Timur tetap berada di bawah kekuasaan Portugal. APODETI (Associacao Popular Democratica Timorense) menginginkan Timor Timur berintegrasi dengan Indonesia. FRETILIN (Frente Revolucionaria de Timor Leste Independente) menginginkan Timor Timur merdeka sebagai sebuah negara berdaulat. Ketiganya merupakan tiga partai terbesar. Dua partai kecil lainnya, KOTA (Klibur Oan Timor Aswain) menginginkan pemerintahan tradisional yang fokus pada kepemimpinan liurai sedangkan TRABALHISTA yang didukung oleh komunitas Tionghoa dan Arab hanya menginginkan perubahan yang terkendali. Secara garis besar, dua partai kecil ini sejalan dengan cita-cita APODETI.

Kerusuhan dan pertumpahan darah merebak ke seluruh bumi Lorosae. Dari sisi kekuatan senjata, FRETILIN merupakan fraksi yang terkuat sebab mendapat dukungan dari pasukan pribumi militer Timor Portugis. Pasukan FRETILIN memberikan perlawanan yang hebat baik terhadap pasukan UDT maupun pasukan APODETI. UDT akhirnya memutuskan untuk meninggalkan tujuan utamanya memertahankan Timor Timur berada di bawah Portugal dan bersatu dengan APODETI untuk menghadapi FRETILIN. FRETILIN membantai puluhan ribu rakyat yang menginginkan Timor Timur bergabung dengan Indonesia termasuk beberapa tokoh APODETI. Gubernur Timor Portugis waktu itu (gubernur terakhir), Mario Lemos Pires, yang seharusnya bertanggung jawab memulihkan ketertiban dan keamanan justru mengevakuasi sebagian besar pasukan Portugis ke Pulau Atauro dan membiarkan koloni Portugal tersebut dalam kekacauan.

FRETILIN menurunkan bendera Portugal dan memroklamirkan kemerdekaan Timor Timur pada tanggal 28 November 1975. APODETI, UDT, TRABALHISTA, dan KOTA segera mengadakan proklamasi tandingan di Balibo pada tanggal 30 November 1975 yang menyatakan bahwa Timor Timur menjadi bagian dari NKRI. Naskah proklamasi tersebut ditandatangani oleh Arnaldo dos Reis Araujo (ketua APODETI) dan Francisco Xavier Lopes da Cruz (ketua UDT). Pernyataan sikap politik keempat partai diiringi dengan persiapan pembentukan pasukan gabungan yang direkrut dari para pengungsi yang jumlahnya sekitar 40 ribu orang. Dari perbatasan NTT, pasukan yang terdiri dari para pengungsi ini kembali ke Timor Timur dan menyerang kedudukan pasukan FRETILIN secara bergerilya. Tak lama kemudian, TNI datang dan membebaskan Timor Timur dari kebiadaban FRETILIN. Upaya pembebasan itu dikenal dengan nama Operasi Seroja.

Masa Integrasi dengan Indonesia

Gabungan partai yang pro integrasi membentuk PSTT (Pemerintahan Sementara Timor Timur) dan mengangkat Arnaldo dos Reis Araujo sebagai gubernur pertama serta Francisco Xavier Lopes da Cruz sebagai wakil gubernur. Timor Timur resmi menjadi provinsi ke-27 Indonesia setelah disahkannya UU no. 7 tahun 1976 tentang Pengesahan Penyatuan Timor Timur ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Timor Timur menjadi provinsi yang paling unik karena provinsi Indonesia lainnya merupakan bekas wilayah jajahan Belanda, Timor Timur merupakan satu-satunya provinsi Indonesia bekas wilayah jajahan Portugal. Presiden Soeharto menyebut bersatunya Timor Timur sebagai "kembalinya anak yang hilang".

Berbagai infrastruktur mulai dibangun di provinsi termuda itu, mulai dari jalan beraspal hingga bandara. Bangunan sekolah mulai dari tingkat SD hingga universitas dibangun di Timor Timur. Bandara Komoro (sekarang Bandara Nicolau Lobato) dibangun di Dili sehingga berbagai pesawat dapat mendarat dan terbang ke dan dari Timor Timur. Banyak subsidi dari dana APBN dicurahkan untuk memajukan provinsi termuda ini. GNP per kapita Timor Timur sebesar $1500 semasa integrasi. Presiden Soeharto juga memerintahkan pembangunan patung Kristus Raja yang menjadi ikon pariwisata Timor Timur dan simbol toleransi terhadap umat Katolik. Patung itu menjadi patung Yesus Kristus terbesar kedua di dunia setelah di Rio de Janeiro. Adalah suatu hal yang unik jika salah satu negara mayoritas Muslim terbesar memiliki patung Yesus Kristus terbesar kedua di dunia. Almarhum presiden kedua kita juga memerintahkan pendirian Monumen Integrasi berbentuk liurai dengan borgol yang terputus di kedua tangan untuk memeringati perjuangan heroik rakyat Timor Timur dari penjajahan Portugis hingga bersatu dengan Indonesia.


Apa yang menyebabkan Timor Timur menjadi provinsi yang unik

Lihat Humaniora Selengkapnya


Page 4

Timor Timur, wilayah yang pernah menjadi provinsi ke-27 Indonesia, kini telah menjadi sebuah negara yang bernama "Timor Leste". Timor Timur awalnya merupakan wilayah jajahan Portugal hingga tahun 1975. Kemudian berintegrasi dengan Indonesia sesuai dengan keinginan mayoritas rakyat Timor Timur saat itu. Selama Timor Timur berintegrasi dengan Indonesia, rakyat Timor Timur jauh lebih sejahtera dan lebih maju dibandingkan masa penjajahan Portugis dan setelah melepaskan diri dari NKRI. Timor Timur akhirnya lepas dari NKRI setelah diadakan referendum yang penuh kecurangan pada tahun 1999. Saat ini Timor Leste menjadi negara termiskin ke-7 di dunia.

Masa Kolonial Portugis

Bangsa Portugis menjajah Timor Timur selama kurang lebih 450 tahun. Rakyat Timor Timur hidup dalam kemiskinan, sebagian besar rakyat buta huruf, dan penuh diskriminasi bahkan dalam pendiskriminasian penduduk pribumi dilarang menginjak jalan aspal. Sebuah diskriminasi yang dapat dinilai keterlaluan. Hanya ada sedikit sekali lulusan akademi yang dihasilkan bangsa Portugis selama menjajah Timor Timur. Orang-orang pada umumnya hanya tahu Ir. Mario Viegas Carrascalao. Alfred Russel Wallace, seorang naturalis dan ilmuwan, di tahun 1861 pernah mencatat kondisi kota Dili sebagai pusat administrasi Timor Portugis : "Tempat paling miskin bahkan dibandingkan kota-kota termiskin di Hindia Belanda sekalipun. Tak ada tanda-tanda orang bercocok tanam atau peradaban di sekitarnya." Bisa dikatakan nasib bangsa Indonesia ketika dijajah Belanda lebih beruntung walaupun yang namanya penjajahan selalu tidak enak.

Pemberlakuan pemberian finta (upeti) kepada pemerintah kolonial Portugis menimbulkan kebencian di antara para liurai (raja setempat) dan pernah timbul perlawanan pada tahun 1710. Pemberontakan tahun 1710 ini memaksa orang-orang Portugis memindahkan pusat administrasi kolonialnya dari Lifau ke Dili untuk seterusnya sampai orang-orang Portugis hengkang dari bumi Lorosae pada tahun 1975. Pada tahun 1859, gubernur Timor Portugis Afonso de Castro membuat kebijakan tanam paksa yakni tanaman untuk diekspor khususnya kopi. Kebijakan yang menyengsarakan rakyat ini kembali menimbulkan perlawanan terhadap penjajah Portugis yang dipimpin oleh para liurai pada tahun 1861. Sistem kerja paksa kemudian dilanjutkan oleh Gubernur Jose Celestino da Silva dalam bentuk pembangunan jalan. Di tahun 1908, Gubernur da Silva juga mengganti finta dengan pajak kepala.

Perlawanan liurai yang terbesar dan terakhir adalah perlawanan yang dipimpin oleh Dom Boaventura (liurai Manufahi). Dom Boaventura melanjutkan perlawanan ayahnya, Dom Duarte, yang dipaksa menyerah di tahun 1900. Ia mulai mengadakan perlawanan di tahun 1911. Pemerintah kolonial Portugis mengerahkan pasukan pribumi Timor Portugis ditambah pasukan yang didatangkan dari Afrika Timur Portugis (sekarang Mozambik). Perlawanan berhasil ditumpas pada tahun 1912. Diperkirakan 25 ribu orang tewas selama kampanye militer menumpas perlawanan Dom Boaventura. Sang liurai ditangkap dan diasingkan ke Pulau Atauro sampai akhir hidupnya. Kemudian pemerintah Timor Portugis memberikan kewenangan langsung kepada suco (desa) sebagai pemerintahan lokal. Dengan demikian, kekuasaan dan pengaruh para liurai menjadi kecil dan penjajah Portugis dapat mengontrol secara langsung hingga ke pedalaman.

Pada tahun 1974, di Portugal terjadi Revolusi Bunga (atau disebut juga Revolusi Anyelir) yang mendorong Portugal mengeluarkan kebijakan dekolonisasi dan mulai meninggalkan wilayah jajahannya termasuk Timor Timur. Partai-partai politik mulai berdiri di Timor Timur : APODETI, FRETILIN, UDT, TRABALHISTA, KOTA. UDT (Uniao Democratica Timorense) menginginkan Timor Timur tetap berada di bawah kekuasaan Portugal. APODETI (Associacao Popular Democratica Timorense) menginginkan Timor Timur berintegrasi dengan Indonesia. FRETILIN (Frente Revolucionaria de Timor Leste Independente) menginginkan Timor Timur merdeka sebagai sebuah negara berdaulat. Ketiganya merupakan tiga partai terbesar. Dua partai kecil lainnya, KOTA (Klibur Oan Timor Aswain) menginginkan pemerintahan tradisional yang fokus pada kepemimpinan liurai sedangkan TRABALHISTA yang didukung oleh komunitas Tionghoa dan Arab hanya menginginkan perubahan yang terkendali. Secara garis besar, dua partai kecil ini sejalan dengan cita-cita APODETI.

Kerusuhan dan pertumpahan darah merebak ke seluruh bumi Lorosae. Dari sisi kekuatan senjata, FRETILIN merupakan fraksi yang terkuat sebab mendapat dukungan dari pasukan pribumi militer Timor Portugis. Pasukan FRETILIN memberikan perlawanan yang hebat baik terhadap pasukan UDT maupun pasukan APODETI. UDT akhirnya memutuskan untuk meninggalkan tujuan utamanya memertahankan Timor Timur berada di bawah Portugal dan bersatu dengan APODETI untuk menghadapi FRETILIN. FRETILIN membantai puluhan ribu rakyat yang menginginkan Timor Timur bergabung dengan Indonesia termasuk beberapa tokoh APODETI. Gubernur Timor Portugis waktu itu (gubernur terakhir), Mario Lemos Pires, yang seharusnya bertanggung jawab memulihkan ketertiban dan keamanan justru mengevakuasi sebagian besar pasukan Portugis ke Pulau Atauro dan membiarkan koloni Portugal tersebut dalam kekacauan.

FRETILIN menurunkan bendera Portugal dan memroklamirkan kemerdekaan Timor Timur pada tanggal 28 November 1975. APODETI, UDT, TRABALHISTA, dan KOTA segera mengadakan proklamasi tandingan di Balibo pada tanggal 30 November 1975 yang menyatakan bahwa Timor Timur menjadi bagian dari NKRI. Naskah proklamasi tersebut ditandatangani oleh Arnaldo dos Reis Araujo (ketua APODETI) dan Francisco Xavier Lopes da Cruz (ketua UDT). Pernyataan sikap politik keempat partai diiringi dengan persiapan pembentukan pasukan gabungan yang direkrut dari para pengungsi yang jumlahnya sekitar 40 ribu orang. Dari perbatasan NTT, pasukan yang terdiri dari para pengungsi ini kembali ke Timor Timur dan menyerang kedudukan pasukan FRETILIN secara bergerilya. Tak lama kemudian, TNI datang dan membebaskan Timor Timur dari kebiadaban FRETILIN. Upaya pembebasan itu dikenal dengan nama Operasi Seroja.

Masa Integrasi dengan Indonesia

Gabungan partai yang pro integrasi membentuk PSTT (Pemerintahan Sementara Timor Timur) dan mengangkat Arnaldo dos Reis Araujo sebagai gubernur pertama serta Francisco Xavier Lopes da Cruz sebagai wakil gubernur. Timor Timur resmi menjadi provinsi ke-27 Indonesia setelah disahkannya UU no. 7 tahun 1976 tentang Pengesahan Penyatuan Timor Timur ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Timor Timur menjadi provinsi yang paling unik karena provinsi Indonesia lainnya merupakan bekas wilayah jajahan Belanda, Timor Timur merupakan satu-satunya provinsi Indonesia bekas wilayah jajahan Portugal. Presiden Soeharto menyebut bersatunya Timor Timur sebagai "kembalinya anak yang hilang".

Berbagai infrastruktur mulai dibangun di provinsi termuda itu, mulai dari jalan beraspal hingga bandara. Bangunan sekolah mulai dari tingkat SD hingga universitas dibangun di Timor Timur. Bandara Komoro (sekarang Bandara Nicolau Lobato) dibangun di Dili sehingga berbagai pesawat dapat mendarat dan terbang ke dan dari Timor Timur. Banyak subsidi dari dana APBN dicurahkan untuk memajukan provinsi termuda ini. GNP per kapita Timor Timur sebesar $1500 semasa integrasi. Presiden Soeharto juga memerintahkan pembangunan patung Kristus Raja yang menjadi ikon pariwisata Timor Timur dan simbol toleransi terhadap umat Katolik. Patung itu menjadi patung Yesus Kristus terbesar kedua di dunia setelah di Rio de Janeiro. Adalah suatu hal yang unik jika salah satu negara mayoritas Muslim terbesar memiliki patung Yesus Kristus terbesar kedua di dunia. Almarhum presiden kedua kita juga memerintahkan pendirian Monumen Integrasi berbentuk liurai dengan borgol yang terputus di kedua tangan untuk memeringati perjuangan heroik rakyat Timor Timur dari penjajahan Portugis hingga bersatu dengan Indonesia.


Apa yang menyebabkan Timor Timur menjadi provinsi yang unik

Lihat Humaniora Selengkapnya