Apa yang menjadi latar belakang lahirnya politik etis

Politik Etis atau politik balas budi adalah sebuah kebijakan politik yang dikeluarkan oleh parlemen Belanda. Gagasan politik etis adalah bersumber pada adanya kewajiban moral bagi pemerintah kolonial untuk memperhatikan mengenai kondisi tanah jajahan. Balas budi ini dianggap sebagai sesuatu yang harus dilakukan pemerintah kolonial karena penderitaan yang terjadi di Hindia Belanda. Terutama sejak diterapkannya Tanam Paksa pada tahun 1830, penduduk Hindia Belanda mengalami penderitaan yang luar biasa. Pada tahun 1901, Ratu Wilhelmina I menyatakan bahwa pemerintah kolonial perlu membayar hutang kepada Hindia Belanda.

Latar Belakang Politik Etis

Latar belakang utama dilaksanakannya Politik Etis tentunya dikarenakan penderitaan penduduk Hindia Belanda sejak diambil alih pemerintah pada tahun 1799. Sistem Tanam Paksa pada tahun 1830, dan dilanjutkan dengan perkebunan swasta pada tahun 1863 membuat penduduk bekerja untuk memenuhi kebutuhan pemerintah.

Kedua kebijakan ini memperlihatkan bahwa pemerintah tidak memiliki itikad untuk memerintah dengan baik dan memberikan perlindungan terhadap rakyat. Hal ini kemudian ditentang oleh kalangan humanis di parlemen Belanda. Pieter Brooshooft dan Conrad Theodor van Deventer menjadi pengusul utama bahwa pemerintah tidak semestinya menetapkan kebijakan yang menyengsarakan pemerintah. Keduanya berpendapat bahwa Belanda perlu membalas budi atas kebaikan Hindia Belanda selama puluhan tahun.

Isi Kebijakan Politik Etis

Kebijakan Politik Etis diterjemahkan ke dalam tiga aturan atau disebut dengan Trias Etika, yang diantaranya:

1. Edukasi

Kebijakan edukasi dimaksudkan untuk memberikan akses Pendidikan yang layak bagi masyarakat pribumi, meskipun belum dapat disetarakan dengan sekolah-sekolah orang Eropa. Kebijakan ini diharapkan dapat melahirkan generasi-generasi yang berpendidikan untuk kepentingan Hindia Belanda kedepannya. Kebijakan ini memunculkan sekolah-sekolah yang dapat diakses oleh pribumi antara lain :

  • Hollandsche Inlandsche School (HIS), sekolah dasar untuk masyarakat pribumi.
  • Europesche Lager School (ELS), sekolah dasar untuk anak Eropa dan pembesar pribumi.
  • Hogare Burgerlijke School (HBS), sekolah menengah yang diperuntukkan bagi lulusan ELS
  • Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), sekolah menengah bagi lulusan HIS.
  • Algemeene Middlebare School (AMS), sekolah menengah atas bagi lulusan HBS maupun MULO
  • School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA), sekolah pendidikan dokter Jawa.
  • Recht Hoge School (Hukum), Landbouw School (Pertanian), Technik Hoghe School (Teknik)

2. Transmigrasi

Pulau Jawa dianggap terlampau padat apabila dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya di Hindia Belanda. Hal ini membuat banyaknya pemuda Jawa menganggur, sedangkan di wilayah lain kekurangan sumber daya manusia. Kebijakan Transmigrasi ini digunakan untuk memudahkan pemindahan penduduk Jawa ke luar untuk memperoleh pekerjaan dan menggerakkan ekonomi. Namun kebijakan ini diselewengkan oleh pemerintah kolonial. Transmigrasi digunakan untuk memperoleh buruh lebih banyak dari Jawa untuk perkebunan di Sumatera yang semakin luas.

3. Irigasi

Hindia Belanda menerapkan pertanian dan perkebunan sebagai salah satu aktivitas ekonomi utama. Maka dari itu irigasi menjadi penting untuk direalisasikan. Diharapkan hal ini dapat meningkatkan produktivitas lahan dan memberikan keuntungan lebih bagi masyarakat. Namun hal ini lagi-lagi diselewengkan untuk mempermudah pengairan bagi perkebunan-perkebunan Belanda. Tentu tidak terasa keuntungannya bagi masyarakat pribumi.

Tujuan Diterapkannya Politik Etis

Tujuan utama dari diterapkannya Politik Etis adalah bagaimana Pemerintah Belanda dapat membalas budi atas kejahatan yang telah dilakukan di Hindia Belanda. Kebijakan-kebijakan yang menguntungkan Belanda, di sisi lain ternyata menyengsarakan penduduk pribumi. Secara khusus politik etis ditujukan untuk memajukan tiga bagian kehidupan masyarakat yang dianggap penting yaitu pendidikan, pengairan, dan perpindahan penduduk. Diharapkan dengan adanya politik etis, masyarakat pribumi dapat menerima kehidupan yang lebih baik di bawah kekuasaan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Hal ini juga tidak lebih dari upaya Belanda mempertahankan kekuasaan dan mencegah rongrongan akibat ketidakpuasan masyarakat.

Tokoh-Tokoh Politik Etis

1. Pieter Brooshoft

Pieter Brooshoft merupakan wartawan dan sastrawan Belanda yang mengelilingi Jawa pada tahun 1887. Ia mendokumentasikan kesengsaraan warga pribumi Hindia Belanda yang diakibatkan oleh kebijakan Tanam Paksa dan perkebunan swasta. Ia melaporkan hasilnya kepada 12 politisi Belanda, salah satunya berbentuk buku berjudul Memorie Over den Toestan in Indie (Catatan Mengenai Keadaan di Hindia) yang berisi kritik mengenai pajak dan bandar. Meski politik etis berhasil dirumuskan, ia kecewa dengan penerapannya yang penuh dengan penyimpangan, sehingga ia pulang ke Belanda pada tahun 1904. Tulisan Brooshooft menjadi salah satu inspirasi utama terbitnya politik etis selain karya lain seperti Max Havelaar oleh Multatuli.

2. Conrad Theodor van Deventer

Van Deventer merupakan ahli hukum Belanda yang datang menjadi pengusaha perkebunan di Hindia Belanda. Meskipun ia menikmati kekayaan, ia berpendapat bahwa perlu ada perlakuan yang lebih baik bagi kalangan pribumi Hindia Belanda. Pada tahun 1899 van Deventer menulis Een Ereschuld (Hutang Kehormatan). Artinya Belanda memiliki hutang kehormatan yang harus dibayar atas kekayaan yang diterima di atas penderitaan masyarakat pribumi. Sebagai anggota parlemen, ia menyelesaikan laporan mengenai kondisi Hindia Belanda kepada Menteri Daerah Jajahan Idenburg dan mempersalahkan kebijakan pemerintah atas kondisi tersebut.

Conrad Theodor van Deventer
Sumber gambar: jakarta.go.id

3. Edward dan Ernest Douwes Dekker

Edward Douwes Dekker atau Multatuli menulis buku berjudul Max Havelaar yang menjelaskan mengenai bagaimana masyarakat terhimpit antara kepentingan Belanda sekaligus kepentingan penguasa lokal yang ingin mempertahankan kekuasaannya. Ia mempersalahkan pemerintah yang harusnya lebih tegas kepada penguasa lokal, sekaligus membangun sistem pemerintahan yang berpihak kepada kesejahteraan rakyat.

Ernest Douwes Dekker atau Setiabudi merupakan keturunan dari Edward, ia memperjuangkan kalangan indo atau golongan campuran yang terabaikan dalam kebijakan politik etis. Kalangan indo tidak termasuk dalam orang-orang yang diprioritaskan dalam pendidikan politik etis, namun biaya pendidikan ke luar negeri terlampau mahal bagi mereka. Ia berharap pendidikan dapat diakses oleh semua kalangan.

Dampak Politik Etis

Politik Etis berdampak dalam beberapa hal bagi Hindia Belanda. Kebijakan ini menjadi titik balik menjamurnya pemikir-pemikir baru di Hindia. Tokoh-tokoh ini kemudian menjadi peletak dasar munculnya negara Indonesia modern. Hindia Belanda juga merasakan perubahan meskipun perlahan. Beberapa hal yang menjadi dampak politik etis antara lain :

1. Pembangunan Infrastruktur

Infrastruktur yang dibangun di Hindia salah satunya juga untuk keperluan produksi komoditas yang lebih masif bagi kepentingan Belanda. Namun tidak dapat dipungkiri jika itu juga bermanfaat bagi penduduk asli. Pembangunan jalur kereta api di antar wilayah dan bendungan merupakan infrastruktur baru yang juga menjadi salah satu dampak dari diterapkannya politik etis.

2. Akulturasi Kebudayaan Penduduk

Pendidikan yang menyatukan antara penduduk pribumi dan Eropa menyebabkan semakin mengalirnya percampuran budaya. Belanda yang semula tidak ingin berbagi budaya dengan penduduk asli, kini menjadi fenomen yang sulit dihindari. Dapat ditemui penduduk pribumi yang ahli berbahasa Belanda ataupun berpakaian seperti halnya orang Eropa. Sebaliknya, bisa ditemui juga orang-orang Eropa yang menikmati gaya hidup sebagai orang Jawa.

3. Lahirnya Kalangan Berpendidikan

Sekolah-sekolah bagi masyarakat pribumi melahirkan penduduk yang berpendidikan. Pada kelanjutannya kalangan terdidik ini terbagi menjadi dua bagian. Pertama, mereka yang memilih untuk memperjuangkan keadilan masyarakat dan memimpin pergerakan nasional melalui organisasi dan parlemen. Sementara kalangan kedua adalah mereka yang menjadi ambtenaar atau pegawai pemerintah. Kalangan kedua ini memanfaatkan pendidikannya untuk memperbaiki nasib dan memperoleh posisi-posisi strategis.

Artikel: Politik Etis Kontributor: Noval Aditya, S.Hum.

Alumni Sejarah FIB UI

Materi Sejarah lainnya di StudioBelajar.com:

  • Orde Baru
  • Kerajaan Demak
  • Perang Padri

Artikel ini menjelaskan tentang latar belakang munculnya politik etis dan juga faktor-faktor tumbuhnya kesadaran kebangsaan Indonesia

--

Sebelum kita masuk ke pembahasan faktor-faktor yang membuat tumbuhnya kesadaran kebangsaan masyarakat Indonesia, kita coba bahas sedikit nih tentang golongan elit baru di Indonesia. Golongan elit baru di Indonesia nggak tiba-tiba aja muncul tanpa angin tanpa ujan. Tapi, golongan itu muncul setelah lahirnya kebijakan politik etis di Belanda.

Nah, kebijakan politik etis lahir setelah sistem tanam paksa di Hindia Belanda dikritik oleh C. Th. van Deventer, seorang ahli hukum Belanda dan kemudian menjadi tokoh politik etis. Politik etis atau politik balas budi merupakan pemikiran yang menyatakan bahwa pemerintah Belanda memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan bumiputera.

C. Th. van Deventer. Sumber: resources.huygens.knaw.nl

Sebenarnya, banyak pihak yang menghubungkan kebijakan politik etis ini dengan tulisan-tulisan dan pemikiran van Deventer, salah satunya pada tulisan yang berjudul Een Eereschuld (Hutang Kehormatan) dimuat dalam harian De Gids tahun 1899.

Kritikan tersebut berisi perlunya pemerintah Belanda membayar utang budi dengan meningkatkan kesejahteraan rakyat di negara jajahan. Kritik-kritik ini menjadi perhatian serius dari pemerintah kolonial Belanda dan membuat Ratu Wilhelmina memunculkan kebijakan baru bagi daerah jajahan, yang dikenal dengan politik etis. Kemudian terangkum dalam program Trias van Deventer.

Ratu Wilhelmina. Sumber: Republika

Kebijakan politik etis serta program Trias van Deventer diterapkan di Indonesia pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Alexander W.F. Idenburg (1909-1916).

Irigasi diperlukan untuk memperbaiki taraf kehidupan masyarakat pribumi dalam bidang pangan. Emigrasi dilakukan demi mengirimkan tenaga kerja murah untuk dipekerjakan di wilayah Sumatera. Sedangkan pendidikan atau edukasi dilaksanakan untuk menghasilkan tenaga kerja yang diperlukan negara.

Edukasi menjadi program paling berpengaruh bagi masyarakat di Hindia Belanda. Penerapan program edukasi dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan menerapkan pendidikan gaya Barat.

Pendidikan gaya barat tersebut diterapkan di beberapa sekolah yang didirikan pemerintah Hindia Belanda antara lain:

Melalui sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan gaya barat tersebut, lahirlah golongan baru dalam masyarakat Hindia Belanda yang disebut golongan elite baru. Golongan elite baru disebut juga sebagai golongan priyayi. Golongan priyayi tersebut banyak yang berprofesi sebagai dokter, guru, jurnalis, dan aparatur pemerintahan.

Mereka memiliki pikiran yang maju serta semakin sadar terhadap penindasan-penindasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda. Selain itu, golongan elite baru berhasil mengubah corak perjuangan masyarakat dalam melawan penindasan pemerintah kolonial, dari yang tadinya bersifat kedaerahan menjadi bersifat nasional. Inilah titik di mana masa pergerakan nasional dimulai.

Kesadaran awal kebangsaan di antara kalangan bumiputera ini terjadi di awal abad 20 Squad. Tentunya hal itu nggak terjadi begitu saja dong. Ada beberapa faktor yang membuat kesadaran itu muncul.


Faktor-faktor yang ada di info grafis itu, berpengaruh besar dalam merubah karakteristik bangsa Indonesia untuk melawan penjajahan. Saat itu, pada abad 20. Lalu, seperti apa sih corak perjuangan bangsa Indonesia ketika menghadapi penjajahan di masa itu?

Baca Juga: 7 Strategi Perlawanan Indonesia terhadap Belanda Sampai Awal Abad 20

Nah, beberapanya bisa kamu lihat pada poin-poin di bawah ini Squad.

  • Dipimpin dan digerakkan oleh kaum terpelajar. Kaum terpelajar mendorong perjuangan melawan penjajahan barat melalui pendirian organisasi-organisasi pergerakan.
  • Bersifat nasional dan sudah ada persatuan antara daerah. Perjuangan yang dilakukan melalui organisasi berhasil menyatukan masyarakat Hindia Belanda yang terdiri dari beragam suku. Selain itu persamaan nasib membuat munculnya persatuan nasional di masa ini.
  • Melakukan perlawanan secara pemikiran. Perjuangan melalui pemikiran muncul karena masyarakat bumiputera sadar bahwa kekuatan persenjataan tidak mampu mengalahkan pemerintah Hindia Belanda. Alhasil perjuangan beralih melalui pemikiran yang muncul dalam berbagai cara, mulai dari kampanye lewat pers, rapat akbar, tulisan, hingga menolak bekerja sama dengan pemerintah kolonial.
  • Terorganisir dan ada kaderisasi yang jelas. Perjuangan melalui organisasi berhasil menciptakan kaderisasi anggota. Melalui kaderisasi anggota, faktor kepemimpinan dalam perjuangan tidak lagi terfokus pada pemimpin yang kharismatik, karena akan selalu muncul pemimpin dari kaderisasi yang dilakukan oleh organisasi.
  • Memiliki visi yang jelas yaitu Indonesia merdeka. Perjuangan masyarakat bumiputera di masa ini memiliki tujuan yang jelas yaitu Indonesia merdeka.

Wah keren ya, kaum-kaum terpelajar waktu itu bisa menjadi pemimpin dan penggerak perlawanan masyarakat terhadap penjajahan. Nah kalau kamu gimana nih sebagai kaum terpelajar? Udah ngelakuin apa buat bangsa kita ini? Pastinya pengen dong jadi pemimpin dan penggerak.

Menjadi penggerak dan pemimpin itu enggak harus berperang kok. Misalnya aja kamu berhasil menggerakkan teman-teman kamu untuk buang sampah pada tempatnya. Dengan begitu, berarti kamu sudah memperjuangkan negara kita ini menjadi calon negara terbersih dikemudian hari. 

Selain itu, pastinya kamu juga harus terus belajar, belajar apapun yang kamu senangi. Kalau kamu kesulitan memahami materi di sekolah, kamu bisa nih belajar menggunakan ruangbelajar. Kamu bisa menonton video belajar dengan animasi, bisa latihan soal, bisa juga lihat-lihat rangkuman. Pokoknya lengkap deh!

Referensi:

Sardiman AM, Lestariningsih AD. (2017) Sejarah Indonesia. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.

Sumber Foto:

Foto 'C. Th. van Deventer.' [Daring] Tautan: //resources.huygens.knaw.nl/bwn1880-2000/lemmata/bwn1/deventer

Foto 'Ratu Wilhemnia' [Daring] Tautan: //republika.co.id/berita/p07kvn282/politik-etis-ratu-wilhemina-dan-tanam-paksa-yang-menyiksa-pribumi

Foto 'Alexander WF Idenburg' [Daring] Tautan: //geheugen.delpher.nl/nl/geheugen/view?coll=ngvn&identifier=SFA03%3ASFA002007959

(Artikel terakhir diperbarui pada 18 November 2020)

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA