Apa yang kamu ketahui tentang tumpang sari brainly?

Gejala serangan S. frugiperda di pertanaman jagung pada tahun 2019 dan 2020 di Kabupaten Bantul (Foto: Dewi N & Crisnha)

Pendahuluan

Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu komoditas tanaman yang memiliki peran penting untuk pemenuhan kebutuhan pangan manusia. Jagung juga banyak dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan pakan ternak. Hal ini merupakan peluang bagi petani untuk mengembangkan budidaya tanaman jagung agar produksi jagung meningkat.

Salah satu kendala dalam budidaya tanaman jagung adalah adanya organisme penganggu tumbuhan (OPT). Dalam Peraturan Menteri Pertanian Tahun 2009 Nomor 46  disebutkan bahwa OPT adalah semua organisme yang dapat merusak, menganggu kehidupan atau menyebabkan kematian pada tumbuhan. Saat ini OPT yang mulai menganggu produktivitas jagung adalah ulat grayak (Spodoptera frugiperda).

Menurut (Nonci et al. 2019) gejala serangan S. frugiperda terlihat pada  bagian  daun  muda  yang  masih  menggulung  terdapat lubang-lubang  bekas gigitan dan adanya kotoran. Adanya telur FAW pada bagian daun dan terkadang di batang, serta larva FAW yang memiliki ciri khas adanya huruf Y terbalik pada bagian  kepala  dan  empat  titik  yang  membentuk  persegi  pada bagian segmen kedua dari belakang.

Pada saat dilakukan kegiatan pengamatan oleh Tim Dinas Pertanian Pangan Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bantul bersama tim teknis lapangan, dapat diketahui bahwa S. frugiperda mulai masuk dan menyerang pertanaman jagung di Kabupaten Bantul. Awal masuknya S. frugiperda ke Kabupaten Bantul belum dapat diketahui secara pasti, Namun pada tahun 2019 dan tahun 2020 gejala serangan telah ditemukan di beberapa Kecamatan di Kabupaten Bantul.

Biologi Spodoptera Frugiperda

Spodoptera frugiperda merupakan salah satu genus serangga hama yang dikenal karena kemampuannya untuk menyebabkan kerusakan yang cukup berat. Salah satu jenis Spodoptera yang saat ini sedang banyak diperbincangkan adalah Spodoptera frugiperda atau yang sering disebut FAW (Fall Armyworm). Hama ini berasal dari daratan Amerika lalu menyebar ke belahan dunia lain termasuk Indonesia. Hama ini memiliki lebih dari 80 jenis tanaman inang (polifag), dapat menyebar dengan cepat dan dapat bertahan sepanjang tahun. Penyebaran FAW bisa melalui dua cara yaitu bermigrasi maupun penyebaran lokal. Dalam bermigrasi ngengat dapat terbang hingga lebih dari 500 km (Huesing et al 2018; Maris et.al, 2019).  Siklus hidup S. frugiperda di negara asalnya, Amerika, berbeda setiap musimnya. Pada musim panas siklus hidup berlangsung 30 hari, musim semi 60 hari, musim gugur 60 hari dan musim dingin 90 hari. S. frugiperda memiliki siklus hidup mulai dari telur, larva (6 stadia), pupa, imago. Pada saat  S. frugiperda baru menetas (larva instar 1), biasanya memiliki kepala yang lebih besar daripada badan. Setelah mulai berkembang, ukuran kepala akan mulai terlihat lebih proporsional dengan badannya. Instar 2, garis literal berwarna kemerahan mulai terbentuk dan akan tampak lebih jelas di instar 3. Garis Y yang menjadi penanda S. frugiperda akan mulai jelas di larva instar 4.Imago jantan dan betina dapat dibedakan mulai dari corak sayap depan, dimana imago betina biasanya berukuran lebih besar dari imago jantan (Prada et al 2018; Maris et.al, 2019).

Pengendalian

Pengendalian S. frugiperda dapat dilakukan dengan tindakan pencegahan dan tindakan pengendalian. Tindakan pencegahan dilakukan dengan memilih benih yang memiliki daya kecambah yang baik, bebas dari penyakit dan varietas tahan. Hindari terlambatnya waktu penanaman dan waktu penanaman yang tidak seragam pada satu lahan untuk memutus tersedianya inang. Memperhatikan kondisi tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang sehat. Keanekaragaman  jenis  tanaman/ tumpang sari merupakan   satu  aspek  penting dari pencegahan serangan FAW. Petani sesering mungkin ke lahannya untuk  mengamati,  mempelajari,  dan  mengambil  tindakan sedini mungkin. Memperhatikan kehadiran  musuh  alami  FAW.  Pengendalian dengan insektisida sintetik kurang ekonomis dan memiliki risiko yang buruk bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Insektisida juga dapat membunuh musuh alami dari FAW yang dapat mengendalikan FAW seacara alami  (Nonci et al. 2019).

Tindakan pengendalian FAW dapat dilakukan: 1) Secara mekanis (mencari dan membunuh larva dan telur FAW secara mekanis/ dihancurkan dengan tangan). Petani mengunjungi lahan setidaknya dua kali seminggu saat fase vegetatif terutama pada saat tingginya peletakkan telur, kunjungan dapat dilakukan seminggu sekali atau 15 hari sekali saat tahap pertumbuhan lebih lanjut. Ngengat FAW meletakkan telur FAW pada bagian tanaman secara berkelompok sehingga telur dapat ditemukan dan dihacurkan dengan mudah. Larva muda sebaiknya diambil sebelum melakukan penetrasi lebih jauh ke dalam daun muda yang masih menggulung. Beberapa petani di Amerika menggunakan abu, pasir, serbuk gergaji, dan tanah pada bagian daun muda yang masih menggulung untuk mengendalikan larva FAW. Abu, pasir, serbuk gergaji dapat mengeringkan larva. Tanah dapat mengandung nematoda entomopatogenik, virus NPV, atau bakteri seperti Bacillus sp. yang dapat membunuh larva FAW. Selain itu menggunakan kapur, garam, dan sabun yang bersifat sangat basa. Beberapa petani juga mengumpulkan larva yang mati akibat patogen (bakteri, virus, cendawan) dan menghancurkannya dengan blender atau ditumbuk kemudian disaring dan dilarutkan ke dalam air dan disemprotkan kembali ke tanaman yang terserang sebagai insektisida alami. Penyemprotan beberapa cairan (gula, minyak) yang dapat menarik semut dan tawon juga dilaporkan dilakukan oleh beberapa petani. Studi secara ilmiah terhadap beberapa metode tersebut belum banyak dilakukan, akan tetapi keberhasilan metode-metode tersebut telah banyak dilaporkan. 2) Menggunakan agensia pengendali hayati. Musuh alami merupakan bagian penting dari pengendalian hama terpadu yang bertujuan untuk menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi sambil menjaga kondisi lingkungan dan kesehatan manusia. Agen pengendali hayati terdiri dari: 1) predator yang memangsa hama; 2) parasitoid yang tahap larvanya merupakan parasit serangga lain (hama FAW); 3) parasit dan patogen seperti nematoda, cendawan, bakteri, virus yang dapat menyebabkan kematian (Nonci et al. 2019).

Upaya pengendalian S. frugiperda yang telah dilakukan di lahan pertanian di Kabupaten Bantul selama ini adalah dengan dilakukan pengendalian secara mekanis dan menggunakan agensia hayati. Pengendalian secara mekanis dilakukan dengan mencari dan membunuh secara langsung larva S. frugiperda dan juga menggunakan abu, pasir, serbuk gergaji, dan tanah pada bagian daun muda yang masih menggulung. Selain itu menggunakan agen hayati berupa Nomuraea rileyi. Agen hayati ini diaplikasikan pada saat kerusakan daun mencapai 12,5%. Namun upaya pengendalian yang telah dilakukan masih perlu dikaji lebih lanjut efektifitasnya.

Dewi Novitasari, S.P. (POPT DPPKP Kabupaten Bantul)

REFERENSI

Deptan. (2009). Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor 46, Tahun 2009, tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengendali Organisme Penganggu Tumbuhan dan Angka Kreditnya.

Maris, P., et.al, (2019). Warta Penenlitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Vol. 25: 2, 27-31.

Nonci, N., et.al, (2019). Pengenalan Fall Armyworm. Maros: Balai Penelitian Tanaman Serealia.

Tumpang sari adalah suatu bentuk pertanaman campuran (polyculture) berupa pelibatan dua jenis atau lebih tanaman pada satu areal lahan tanam dalam waktu yang bersamaan atau agak bersamaan. Tumpang sari yang umum dilakukan adalah penanaman dalam waktu yang hampir bersamaan untuk dua jenis tanaman budidaya yang sama, seperti jagung dan kedelai, atau jagung dan kacang tanah. Dalam kepustakaan, hal ini dikenal sebagai double-cropping. Penanaman yang dilakukan segera setelah tanaman pertama dipanen (seperti jagung dan kedelai atau jagung dan kacang panjang) dikenal sebagai tumpang gilir (relay cropping).

Apa yang kamu ketahui tentang tumpang sari brainly?

Tumpang sela cabai di antara pertanaman pepaya.

Tumpang sari dapat pula dilakukan pada pertanaman tunggal (monokultur) suatu tanaman perkebunan besar atau tanaman kehutanan sewaktu tanaman pokok masih kecil atau belum produktif. Hal ini dikenal sebagai tumpang sela (intercropping). Jagung atau kedelai biasanya adalah tanaman sela yang dipilih.

Sistem budidaya surjan, suatu bentuk kearifan lokal dari Yogyakarta selatan, juga dapat digolongkan sebagai tumpang sari.

Konsep serupa tumpang sari dapat diperluas dalam kelas usaha tani lain. Dalam kehutanan, kombinasi pertanaman antara tanaman semusim dengan pohon hutan dikenal sebagai wana tani. Suatu konsep serupa juga diterapkan bagi budidaya padi dan ikan air tawar pada lahan sawah yang dikenal sebagai mina padi.

Pola penanaman tumpang sari dapat memaksimalkan lahan dibandingkan pola monokultur karena:

  1. Hasil panen pada lahan tidak luas bisa beberapa kali dengan usia panen dan jenis tanaman berbeda,
  2. petani mendapat hasil jual yang saling menguntungkan atau menggantikan dari tiap jenis tanaman berbeda dan,
  3. risiko kerugian dapat ditekan karena terbagi pada setiap tanaman.

Penggunaan pupuk majemuk dalam tumpang sari lebih menguntungkan karena:

  • lebih murah dibandingkan dengan pupuk tunggal dan,
  • pemakaiannya sekali.

Namun sistem teknologi model tersebut masih sedikit orang yang melaksanakannya.

  • Penerapan model tumpang sari dan penggunaan pupuk majemuk pada agribisnis hortikultura dataran rendah dalam penanggulangan penurunan produktivitas lahan dan pendapatan usaha tani di desa mitra lingkar kampus IPB Darmaga
 

Artikel bertopik pertanian atau perkebunan ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Tumpang_sari&oldid=16546256"