Apa yang harus dilakukan oleh orang tua agar anak usia dini tidak menghabiskan waktunya dengan permainan Gadget?

MEMBEBASKAN anak usia dini untuk menggunakan gadget berteknologi canggih cenderung menimbulkan dampak negatif bagi perkembangan sang buah hati. Peran orangtua sangat diperlukan agar mereka bisa mengetahui batasan dalam penggunaan gawai.

Pemerhati anak, Seto Mulyadi berujar, gadget seperti telefon genggam, laptop, komputer tablet, smartphone dan sejenisnya hanyalah sebuah alat. Orangtua tentu harus bisa mengendalikan pemakaian perangkat elektronik itu hanya untuk kepentingan perkembangan otak anak.

"Sekarang bagaimana menggunakan alat gadget itu. Kalau digunakan secara positif tentu akan bermanfaat untuk perkembangan jiwa anak," ucap Seto kepada Okezone, belum lama ini.

Adapun dampak positif gadget bagi anak menurut Seto, di antaranya menambah wawasan pengetahuan, memperluas jaringan pertemanan ke penjuru dunia, melatih kreativitas otak anak dan mempelajari bahasa asing. Namun, bila tidak dikontrol itu akan menyebabkan beragam masalah kepada sang buah hati.

"Tapi bisa juga negatif kalau yang dikonusumsi adalah hal-hal yang negatif, seperti pornografi, kekekarasn, radikalisme dan LGBT," kata pria berkacamata yang karib disapa Kak Seto itu.

Menurut Kak Seto, jika anak-anak yang sudah kecanduan gadget seperti handphone biasanya sudah enggan memikirkan hal lain, dan yang ada di benaknya hanyalah gadget.

Solusi terbaik agar putra-putri kita tidak terjebak dalam penggunaan gawai yang salah lanjut Kak Seto, para orangtua bisa mengajak sang buah hati untuk belajar agama dengan memanfaatkan perangkat elektronik tersebut.

"Penggunaan gadget ini oleh anak-anak dengan cara yang seimbang dengan cara dikaitkan dengan norma-norma etika ajaran agama," ucapnya.

Selain itu, komunikasi yang baik antara orangtua dan anak lanjut Kak Seto, merupakan kunci paling utama agar sang buah hati tidak terjerumus pada penggunaan gadget yang menyimpang. Harus menciptakan suasana yang bersahabat, sehingga anak akan membuka diri dan berbagi keluh kesah kepada orangtua ataupun keluarga.

"Memposisikan anak sebagai sahabat atau teman. Jadi, penuh dengan persahabatan, ngobrol, berdiskusi sering dan sebagainya. Jadi, harus ada demokratisasi dalam pendidikan keluarga," kata dia.

Kak Seto mengatakan, mendidik anak dengan cara memarahinya ketika berbuat salah tidak akan efektif memperbaiki sikap dan perilaku anak di kemudian hari. Cara paling efektif ialah dengan mengajaknya berdiskusi dengan suasana hangat penuh keakraban.

"Dalam suasana persahabatan, anak merasa dihargai," ucap pria berkacamata ini.

Bilamana orangtua tetap menggunakan cara yang kolot kata Kak Seto, maka hal itu cenderung akan membuat mereka merasa frustrasi lantaran tidak mendapat perhatian dari lingkungan terdekatnya, yakni seorang ayah atau ibu.

"Anak juga ingin diperhatikan. Jangan lagi berprestasi dicuekin, tapi lagi menyimpang dimarahin habis-habisan. Itu anak akan frustrasi," katanya menandaskan.

(put)