Apa yang dimaksud trias politika jelaskan

Trias Politika adalah sebuah teori yang menerapkan pembagian kekuasaan pemerintahan negara menjadi tiga jenis kekuasaan, yaitu kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, serta kekuasaan yudikatif.  Trias Politika pertama kali dikemukakan oleh Montesquieu, seorang pemikir politik asal Prancis. Saat ini, penerapan Trias Politika dilakukan di banyak negara, termasuk Indonesia.

Montesquieu mengemukakan teori Trias Politika yang membagi kekuasaan pemerintahaan menjadi tiga jenis. Teorinya ini kemudian banyak disadur dan diadopsi pada diskusi-diskusi mengenai pemerintahan dan diterapkan pada banyak konstitusi di seluruh dunia.

Tiga jenis kekuasaan pada teori Trias Politica meliputi kekuasaan (pelaksana undang-undang), kekuasaan legislatif (pembuat undang-undang), dan kekuasaan yudikatif atau kekuasaan kehakiman (pengawas pelaksanaan undang-undang).

(baca juga asas kewarganegaraan)

Apa yang dimaksud trias politika jelaskan

Trias Politika

Nah di bawah ini akan dijelaskan lebih lanjut dan lebih lengkap mengenai pengertian dan teori Trias Politika beserta fungsi, tujuan, dan penerapannya di negara Indonesia.

Pengertian Teori Trias Politika

Pengertian Trias Politika adalah teori yang membagi kekuasaan pemerintahan negara menjadi tiga jenis kekuasaan, yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif.

1. Eksekutif

Kekuasaan eksekutif merupakan lembaga yang melaksanakan undang-undang. Kekuasaan eksekutif dipimpin oleh seorang kepala negara, bisa berupa presiden, perdana menteri, atau raja. Selain menjalankan undang-undang, kekuasaan eksekutif juga memiliki kewenangan di bidang diplomatik, yudikatif, administratif, legislatif, dan militer.

Dalam menjalankan kekuasaan eksekutif ini, presiden selaku kepala negara dibantu oleh wakil presiden, para pejabat dan menteri-menteri dalam kabinet, sesuai yang diatur dalam undang-undang.

2. Legislatif

Kekuasaan legislatif merupakan lembaga yang berwenang dalam membuat dan menyusun undang-undang. Kekuasaan legislatif dipegang oleh parlemen yang menjadi perwakilan rakyat. Selain kekuasaan membuat undang-undang, kekuasaan legislatif berwenang mengawasi dan meminta keterangan pada kekuasaan eksekutif.

Adanya kekuasaan legislatif juga berfungsi untuk membatasi kekuasaan eksekutif atau presiden, sehingga presiden tidak bisa sewenang-wenang memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

3. Yudikatif

Kekuasaan yudikatif merupakan lembaga yang memiliki kekuasaan dan kewenangan untuk mengontrol seluruh lembaga negara yang menyimpang atas hukum yang berlaku pada negara tersebut. Lembaga yudikatif dibentuk sebagai alat penegakan hukum, hak penguji material, penyelesaian penyelisihan, hak mengesahkan peraturan hukum atau membatalkan peraturan apabila bertentangan dengan dasar negara.

Fungsi kekuasaan yudikatif penting untuk memutus pelanggaran hukum yang terjadi dalam struktur ketatanegaraan, termasuk juga menyelesaikan sengketa dan perselisihan lainnya.

Penerapan Trias Politika di Indonesia

Meski tidak sepenuhnya, namun Indonesia juga menerapkan prinsip Trias Politika secara implisit. Pembagian kekuasaan di Indonesia juga terbagi menjadi tiga fungsi, yakni fungsi eksekutif, fungsi legislatif, dan fungsi yudikatif atau kehakiman. Hal-hal mengenai peraturan kekuasaan telah diatur dalam UUD 1945 selaku landasan konstitusi utama di negara Indonesia.

Lembaga tinggi negara seperti Presiden (eksekutif), MPR, DPR, DPR (legislatif), serta MK, MA dan KY (yudikatif) telah diberikan kekuasaannya lewat UUD 1945. Adapun hal-hal mengenai fungsi dan ketentuan lebih lanjut mengenai lembaga-lembaga tersebut diatur dalam peraturan perundang-undangan, asalkan tidak bertentangan dengan UUD 1945.

1. Kekuasaan Eksekutif Dipegang oleh Presiden dan Para Pembantunya

Kekuasaan eksekutif di Indonesia dipegang oleh Presiden, dibantu oleh Wakil Presiden dan pembantu presiden seperti menteri dalam kabinet. Sementara di tingkat daerah, lembaga eksekutif meliputi gubernur di tingkat provinsi, bupati/walikota di tingkat kabupaten/kota, camat di tingkat kecamatan, serta kepala desa/lurah di tingkat desa/kelurahan.

Lembaga-lembaga eksekutif ini masuk dalam sebuah rezim pemerintah dalam suatu periode. Indonesia menganut sistem presidensil. Presiden bertindak sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan sekaligus dalam sistem pemerintahan Indonesia.

Tolak ukur kesuksesan presiden dapat dilihat dalam berbagai faktor dan bidang, mulai dari kestabilan ekonomi, pembangunan infrastruktur, layanan pendidikan dan kesehatan, aspek sosial budaya, serta pemenuhan janji-janji politik saat masa kampanye. Tugas dan wewenang presiden selaku lembaga eksekutif juga telah diatur dalam UUD 1945, di antaranya menjalankan undang-undang.

2. Kekuasaan Legislatif Dipegang oleh MPR, DPR, dan DPD

Kekuasaan legislatif di Indonesia dipegang oleh beberapa lembaga tinggi negara, yakni MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat), DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), dan DPD (Dewan Perwakilan Daerah) di tingkat nasional, serta DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) di tingkat pemerintahan daerah.

Lembaga-lembaga legislatif ini berwenang untuk menyusun dan membuat undang-undang, serta mengatur dan memberi persetujuan mengenai anggaran negara. DPR menjadi perwakilan rakyat di pemerintahan dan parlemen. Beberapa hak-hak DPR yang didapatkan misalnya hak interpelasi dan hak angket. Pemilihan anggota DPR dan DPD dipilih melalui pemilihan umum legislatif secara langsung.

Adapun MPR sempat menjadi lembaga negara tertinggi, sebelum dirubah melalui amandemen UUD 1945, sehingga menjadi lembaga tinggi negara saja. MPR juga berwenang melantik presiden dan wakil presiden terpilih lewat hasil pemilu, dan jika terjadi kekosongan kekuasaan eksekutif karena faktor tertentu, MPR bertugas mencari dan melantik penggantinya.

3. Kekuasaan Yudikatif Dijalankan oleh MA, MK, dan KY

Kekuasaan yudikatif di Indonesia dipegang oleh beberapa lembaga seperti MA (Mahkamah Agung), MK (Mahkamah Konstitusi), dan KY (Komisi Yudisial). Lembaga yudikatif menjadi lembaga tinggi dengan elemen terkuat, namun penerapannya masih cenderung lemah, karena masih banyak ditemui hakim yang korup dan menyalahgunakan kekuasaan.

Fungsi lembaga yudikatif sangat penting guna memberi tindak sanksi bagi pelanggaran hukum pada lembaga tinggi negara. Dalam hal ini tugas dan wewenang Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi juga telah diatur dalam UUD 1945 dan peraturan perundang-undang lebih lanjut lainnya.

Namun dalam penerapannya, masih banyak ditemui kasus kejaksaan yang disusupi kepentingan politik. Hakim-hakim sangat rentan akan suap dan korupsi, terutama jika mengusut kasus yang melibatkan tokoh politik berpengaruh. Hal ini masih jadi tugas penting bagi lembaga kehakiman di Indonesia.

Nah demikian referensi mengenai pengertian dan teori Trias Politika beserta fungsi, pembagian kekuasan, dan penerapan Trias Politika di pemerintahan Indonesia. Secara umum jenis-jenis kekuasaan pada Trias Politika dibagi menjadi tiga yakni eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Trias Politika merupakan pemhaman terkait dengan pemisahan dan pembagian kekuasaan didalam sistem pemerintahan. Pemisahan kekuasaan berarti bahwa kekuasaan negara itu terpisah dalam beberapa bagian, baik mengenai orangnya maupun mengenai fungsinya Sedangkan pembagian kekuasaan berarti bahwa kekuasaan itu memang dibagi dalam beberapa bagian, tetapi tidak dipisahkan. Hal ini membawa konsekuensi bahwa diantara bagian-bagian itu dimungkingkan adanya kerjasama.

Teori pemisahan kekuasaan dipopulerkan melalui ajaran Trias Politica Montesquieu. Dalam bukunya yang berjudul L’Espirit des lois (The Spirit of Laws) Montesquieu mengembangkan apa yang lebih dahulu di ungkapkan oleh John Locke (1632-1755) dalam bukunya “Two Treaties on Civil Government” dan praktek ketatanegaraan Inggris.

Locke membedakan tiga macam kekuasaan, yaitu:

  1. kekuasaan perundang-undangan (legislative) ;

  2. kekuasaan melaksanakan hal sesuatu (executive) pada urusan dalam negeri, yang meliputi Pemerintahan dan Pengadilan; dan

  3. kekuasaan untuk bertindak terhadap anasir asing guna kepentingan negara atau kepentingan warga negara dari negara itu yang oleh Locke dinamakan federative power.

Montesquieu membuat analisis atas pemerintahan Inggris yaitu :

  1. ketika kekuasaan legislatif dan eksekutif disatukan pada orang yang sama, atau pada lembaga tinggi yang sama, maka tidak ada kebebasan;

  2. tidak akan ada kebebasan, jika kekuasaan kehakiman tidak dipisahkan dari kekuasaan legislatif dan eksekutif;

  3. dan pada akhirnya akan menjadi hal yang sangat menyedihkan bila orang yang sama atau lembaga yang sama menjalankan ketiga kekuasaan itu, yaitu menetapkan hukum, menjalankan keputusan-keputusan publik dan mengadili kejahatan atau perselisihan para individu.

Kondisi ini menyebabkan raja atau badan legislatif yang sama akan memberlakukan undang-undang tirani dan melaksanakannya dengan cara yang tiran sehingga kebebasan oleh masyarakat atau rakyat tidak akan terasakan. Namun, menurut Montesquieu bila mana kekuasaan eksekutif dan legislatif digabungkan, maka kita masih memiliki pemerintahan yang moderat, asalkan sekurang-kurangya kekuasaan kehakiman dipisah.

Ajaran pembagian kekuasaan yang lain diajukan oleh C. van Vollenhoven, Donner dan Goodnow. Menurut van Vollenhoven, fungsi-fungsi kekuasaan negara itu terdiri atas empat cabang yang kemudian di Indonesia biasanya diistilahkan dengan catur praja , yaitu :

  • fungsi regeling (pengaturan);
  • fungsi bestuur (penyelenggaraan pemerintahan);
  • fungsi rechtsspraak atau peradilan; dan
  • fungsi politie yaitu berkaitan dengan fungsi ketertiban dan keamanan.

Berbeda dengan pendapat Montesquieu, bestuur menurut van Vollenhoven tidak hanya melaksanakan undang-undang saja tugasnya, karena dalam pengertian negara hukum modern tugas bestuur itu adalah seluruh tugas negara dalam menyelenggarakan kepentingan umum, kecuali beberapa hal ialah mempertahankan hukum secara preventif (preventive rechtszorg) , mengadili (menyelesaikan perselisihan) dan membuat peraturan (regeling).

Sedangkan Donner dan Goodnow mempunyai pandangan yang hampir sama dalam melihat pembagian kekuasaan negara. Menurut Donner, semua kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh penguasa hanya meliputi dua bidang saja yang berbeda, yaitu;

  • bidang yang menentukan tujuan yang akan dicapai atau tugas yang akan dilakukan;
  • bidang yang menentukan perwujudan atau pelaksanaan dari tujuan atau tugas yang ditetapkan itu.

Sementara Goodnow mengembangkan ajaran yang biasa di istilahkan dengan dwipraja , yaitu :

  • policy making function (fungsi pembuatan kebijakan); dan
  • policy executing function (fungsi pelaksanaan kebijakan).

Namun pandangan yang paling berpengaruh didunia mengenai soal ini adalah seperti yang dikembangkan oleh Montesquieu, yaitu adanya tiga cabang kekuasaan negara yang meliputi fungsi legislatif, eksekutif dan yudikatif.

Negara yang konsekuen melaksanakan teori Montesquieu ini adalah Amerika Serikat, tetapi inipun tidak murni, karena antara ketiga badan kenegaraan yang masing-masing mempunyai pekerjaan sendiri-sendiri, dalam menyelesaikan sesuatu pekerjaan tertentu diawasi oleh badan kenegaraan lainnya. Sistem ini dikenal dengan sebagai sistem “check and balance” atau “sistem pengawasan”33. Menurut Kusnardi dan Bintan R. Saragih menguraikan bahwa untuk mencegah jangan sampai suatu parlemen mempunyai kekuasaan yang melebihi badan-badan lainnya, bisa diadakan suatu sistem kerjasama dalam suatu tugas yang sama, yaitu membuat undang-undang antara parlemen dengan pemerintah, atau dalam parlemen di bentuk dua kamar yang saling mengimbangi kekuatan dan untuk mencegah kekuasaan eksekutif melebihi daripada kekuasaan lainnya, maka perlu dibatasi kekuasaannya untuk tunduk kepada badan legislatif34.

Trias Politica di Indonesia

Pemisahan ataukah Pembagian Kekuasaan yang dianut Indonesia dalam UUD 1945? Untuk melihat itu semua tidaklah bisa lepas dari sejarah pembentukan dan perubahan UUD 1945 yang dipahami menganut pemisahan kekuasaan atau pembagian kekuasaan. UUD 1945 memang secara tegas tidak menyebutkan mengenai trias politica tapi secara implisit bisa ditelaah bahwa Indonesia menghendaki pembagian kekuasaan. Hal ini jelas dari pembagian bab dalam Undang-Undang Dasar 1945. Misalnya Bab II tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Bab III tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara, Bab VII tentang Dewan Perwakilan Rakyat dan Bab IX tentang Kekuasaan Kehakiman. Kekuasaan legislatif dijalankan oleh Presiden bersama-sama dengan DPR. Kekuasaan eksekutif dijalankan oleh Presiden dibantu oleh menteri-menteri, sedangkan kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman.

Pembagian kekuasaan yang ada di Indonesia merupakan sebuah konsekuensi dasar dari pemberlakuan sistem demokrasi. Dengan sistem pemerintahannya adalah Presidensiil. Maka kabinet tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan oleh karena itu tidak dapat dijatuhkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dalam masa jabatannya. Sebaliknya Presiden juga tidak dapat membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat. Jadi, pada garis besarnya, ciri-ciri azas Trias Politica dalam arti pembagian kekuasaan terlihat dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Akan tetapi pada masa Demokrasi Terpimpin adausaha untuk meninggalkan gagasan Trias Politica . Hal tersebut diutarakan Presiden Soekarno dikarenakan Presiden Soekarno menganggap sistem Trias Politica bersumber dari liberalisme . Sehingga pada masa tersebut terjadi kepincangan sistem Trias Politica.

Jimly Assiddiqie berpendapat bahwa pemisahan kekuasaan bersifat horizontal dalam arti kekuasaan dipisah-pisahkan ke dalam fungsi-fungsi yang tercermin dalam lembaga-lembaga negara yang sederajat dan saling mengimbangi (check and balances).

Sedangkan pembagian kekuasaan bersifat vertikal dalam arti perwujudan kekuasaan itu dibagikan secara vertikal ke bawah kepada lembaga-lembaga tinggi negara di bawah lembaga pemegang kedaulatan rakyat yang mana lembaga pemegang kedaulatan rakyat inilah yang dulu dikenal sebagai Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Referensi
  • Moh. Kusnardi dan Ibrahim Harmaily, 1988, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara FH UI.
  • Prodjodikoro Wirjono, 1983, Azas-Azas Hukum Tata Negara di Indonesia , Jakarta Timur: Dian Rakjat.
  • Montesquieu, 2007, The Spirit of Laws, Dasar-Dasar Ilmu Hukum dan Ilmu Politik , diterjemahkan oleh M. Khoiril Anam, Bandung: Nusamedia
  • Jimly Asshiddiqie, 2006, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi , Jakarta: Konstitusi Press.
  • Bachsan Mustafa, 1990, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara , Bandung: PT. Citra Aditya Bakti
  • Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Susunan Pembagian Kekuasaan menurut Sistem Undang-Undang Dasar 1945 , Jakarta : PT Gramedia.