A. Pengertian dan Tujuan Diskusi kelompok kecil merupakan salah satu bentuk kegiatan belajar- mengajar yang penggunaannya cukup sering diperlukan. Diskusi adalah suatu percakapan antara dua orang atau lebih. Namun demikian, tidak semua percakapan dapat disebut diskusi. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, dengan maksud agar pembicaraan itu benar-benar bermanfaat dan berlangsung secara efektif. Menurut Hasibuan (1988:99) diskusi selalu dalam kelompok, baik kelompok besar maupun kelompok kecil. Diskusi kelompok kecil adalah percakapan dalam kelompok yang memenuhi syarat-syarat tertentu yaitu: 1) Melibatkan 3-9 orang peserta 2) Berlangsung dalam interaksi tatp muka yang informal, artinya setiap anggota dapat berkomunikasi langsung dengan anggota lainnya. 3) Mempunyai tujuan yang dicapai dengan kerja sama antar anggota lainnya. 4) Berlangsung menurut proses yang sistematis. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan diskusi kelompok kecil adalah suatu proses percakapan yang teratur, yang melibatkan sekelompok orang dalam interaksi tatap muka yang bebas dan terbuka, dengan tujuan berbagai informasi atau pengalaman (saling urun informasi atau pengalaman), mengambil keputusan atau memecahkan suatu masalah. Dengan demikian keterampilan dasar mengajar membimbing diskusi kelompok kecil ialah keterampilan melaksanakan kegiatan membimbing siswa agar dapat melaksanakan diskusi kelompok kecil dengan efektif dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran tertentu.instruksional tertentu. Tujuan penggunaan diskusi kelompok dalam proses belajar-mengajar di kelas, di samping sebagai alat untuk mencapai tujuan pembelajaran, juga untuk memperoleh berbagai keuntungan yang lain. Keuntungan itu antara lain: 1) Berbagi informasi dan pengalaman dalam menjelajah gagasan baru dan memecahkan masalah yang dipecahkan bersama 2) Meningkatkan pemahaman atas masalah penting 3) Meningkatkan keterlibatan dalam perencanaan dan pengambilan keputusan 4) Mengembangkan kemampuan berfikir dan berkomunikasi 5) Membina kerja sama yang sehat, kelompok yang kohesif, dan bertanggung jawab. Komponen keterampilan yang perlu dimiliki oleh pemimpin diskusi kelompok kecil adalah sebagai berikut: 1) Memusatkan perhatian, yang dapat dilakukan dengan cara:
2) Memperjelas masalah atau urunan pendapat, dengan cara:
3) Menganalisis pandangan siswa dengan cara:
4) Meningkatkan urunan siswa, dengan cara:
5) Menyebarkan kesempatan berpartisipasi, dengan cara:
6) Menutup diskusi yang dapat dilakukan dengan cara :
Dalam pelaksanaan diskusi, perlu diperhatikan hal-hal berikut: 1) Diskusi hendaknya berlangsung dalam iklim terbuka. 2) Diskusi yang efektif selalu didahului oleh perencanaan yang matang, yang mencakupi:
Beberapa contoh bentuk diskusi kelompok kecil adalah sebagai berikut.
Peserta didik dalam suatu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil. Anggota-anggota dalam setiap kelompok bertindak saling membelajarkan. Fokusnya adalah keberhasilan seorang akan berpengaruh terhadap keberhasilan kelompok dan demikian pula keberhasilan kelompok akan berpengaruh terhadap keberhasilan individu peserta didik lainnya. Penilaian didasari pada pencapaian hasil belajar individual maupun kelompok peserta didik. STAD termasuk pendekatan pembelajaran koperatif. Model Pembelajaran Koperatif tipe STAD merupakan pendekatan Cooperative Learning yang menekankan pada aktivitas dan interaksi di antara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Guru yang menggunakan STAD mengajukan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu mengunakan presentasi Verbal atau teks. Menurut Slavin (dalam Noornia, 1997: 21) ada lima komponen utama dalam pembelajaran kooperatif metode STAD, yaitu: 1) Penyajian Kelas Penyajian kelas merupakan penyajian materi yang dilakukan guru secara klasikal dengan menggunakan presentasi verbal atau teks. Penyajian difokuskan pada konsep-konsep dari materi yang dibahas. Setelah penyajian materi, siswa bekerja pada kelompok untuk menuntaskan materi pelajaran melalui tutorial, kuis atau diskusi. 2) Menetapkan siswa dalam kelompok Kelompok menjadi hal yang sangat penting dalam STAD karena di dalam kelompok harus tercipta suatu kerja kooperatif antar siswa untuk mencapai kemampuan akademik yang diharapkan. Fungsi dibentuknya kelompok adalah untuk saling meyakinkan bahwa setiap anggota kelompok dapat bekerja sama dalam belajar. Lebih khusus lagi untuk mempersiapkan semua anggota kelompok dalam menghadapi tes individu. Kelompok yang dibentuk sebaiknya terdiri dari satu siswa dari kelompok atas, satu siswa dari kelompok bawah dan dua siswa dari kelompok sedang. Guru perlu mempertimbangkan agar jangan sampai terjadi pertentangan antar anggota dalam satu kelompok, walaupun ini tidak berarti siswa dapat menentukan sendiri teman sekelompoknya. 3) Tes dan Kuis Siswa diberi tes individual setelah melaksanakan satu atau dua kali penyajian kelas dan bekerja serta berlatih dalam kelompok. Siswa harus menyadari bahwa usaha dan keberhasilan mereka nantinya akan memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi kesuksesan kelompok. 4) Skor peningkatan individual Skor peningkatan individual berguna untuk memotivasi agar bekerja keras memperoleh hasil yang lebih baik dibandingkan dengan hasil sebelumnya. Skor peningkatan individual dihitung berdasarkan skor dasar dan skor tes. Skor dasar dapat diambil dari skor tes yang paling akhir dimiliki siswa, nilai pretes yang dilakukan oleh guru sebelumnya melaksanakan pembelajaran kooperatif metode STAD. Pengakuan kelompok dilakukan dengan memberikan penghargaan atas usaha yang telah dilakukan kelompok selama belajar. Kelompok dapat diberi sertifikat atau bentuk penghargaan lainnya jika dapat mencapai kriteria yang telah ditetapkan bersama. Pemberian penghargaan ini tergantung dari kreativitas guru.
Titik tekan metode ini adalam pelaksanaan suatu proyek yang berorientasi pada penemuan, khususnya dalam bidang sains, matematika, dan ilmu pengetahuan sosial. Fokusnya adalah menumbuhkembangkan ketertarikan semua peserta didiksebagai anggota kelompok terhadap pokok bahasan. Metode ini umumnya digunakan dalam pembelajaran yang bersifat bilingual (menggunakan dua bahasa) dan di antara para peserta didik yang sangat heterogen. Penilaian didasari pada proses dan hasil kerja kelompok.
Metode ini merupakan kombinasi antara pembelajaran kooperatif/kolaboratif dengan pembelajaran individual. Secara bertahap, setiap peserta didik sebagai anggota kelompok diberi soal-soal yang harus mereka kerjakan sendiri terlebih dulu. Setelah itu dilaksanakan penilaian bersama-sama dalam kelompok. Jika soal tahap pertama telah diselesaikan dengan benar, setiap peserta didik mengerjakan soal-soal berikutnya. Namun jika seorang peserta didik belum dapat menyelesaikan soal tahap pertama dengan benar, ia harus menyelesaikan soal lain pada tahap yang sama. Setiap tahapan soal disusun berdasarkan tingkat kesukaran soal. Penilaian didasari pada hasil belajar individual maupun kelompok.
Pada penerapan metode pembelajaran ini setiap kelompok dibentuk dengan anggota dua peserta didik (berpasangan). Seorang peserta didik bertindak sebagai tutor dan yang lain menjadi tutee. Tutor mengajukan pertanyaan yang harus dijawab oleh tutee. Bila jawaban tutee benar, ia memperoleh poin atau skor yang telah ditetapkan terlebih dulu. Dalam selang waktu yang juga telah ditetapkan sebelumnya, kedua peserta didik yang saling berpasangan itu berganti peran.
Pada metode ini kelompok-kelompok sekelas beranggotakan peserta didik yang beragam kemampuannya. Tiap kelompok bekerjasama untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Satu kelompok hanya menerima dan mengerjakan satu set lembar tugas. Penilaian didasarkan pada hasil kerja kelompok.
Pada metode ini, setelah belajar bersama kelompoknya sendiri, para anggota suatu kelompok akan berlomba dengan anggota kelompok lain sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing. Penilaian didasari pada jumlah nilai yang diperoleh kelompok peserta didik. Pada metode ini semua anggota kelompok dituntut untuk merencanakan suatu penelitian beserta perencanaan pemecahan masalah yang dihadapi. Kelompok menentukan apa saja yang akan dikerjakan dan siapa saja yang akan melaksanakannya berikut bagaimana perencanaan penyajiannya di depan forum kelas. Penilaian didasari pada proses dan hasil kerja kelompok. Pembelajaran GI adalah salah satupendekatan yang mendukung keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar (Krismanto, 2003:6). Sudjana (Mudrika, 2007:15) mengemukakan bahwa GI dikembangkan oleh Herbert Thelen sebagai upaya untuk mengkombinasikan strategi mengajar yang berorientasi pada pengembangan proses pengkajian akademis. Kemudian Joyce dan Weil (1980:230) menambahkan bahwa model pembelajaran GI yang dikembangkan oleh Thelen yang bertolak dari pandangan John Dewey dan Michaelis yang memberikan pernyataan bahwa pendidikan dalam masyarakat demokrasi seyogyanya mengajarkan demokrasi langsung. Ide model pembelajaran group investigation bermula dari perpsektif filosofis terhadap konsep belajar. Untuk dapat belajar, seseorang harus memiliki pasangan atau teman. Pada tahun 1916, John Dewey, menulis sebuah buku Democracy and Education (Arends, 1998). Dalam buku itu, Dewey menggagas konsep pendidikan, bahwa kelas seharusnya merupakan cermin masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata. Pemikiran Dewey yang utama tentang pendidikan adalah (1) siswa hendaknya aktif, learning by doing; (2) Belajar hendaknya didasari motivasi intrinsik; (3) Pengetahuan adalah berkembang, tidak bersifat tetap; (4) Kegiatan belajar hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa; (5) Pendidikan harus mencakup kegiatan belajar dengan prinsip saling memahami dan saling menghormati satu sama lain, artinya prosedur demokratis sangat penting; (6) Kegiatan belajar hendaknya berhubungan dengan dunia nyata. Gagasan-gagasan Dewey akhirnya diwujudkan dalam model group-investigation yang kemudian dikembangkan oleh Herbert Thelen. Thelen menyatakan bahwa kelas hendaknya merupakan miniatur demokrasi yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial antar pribadi (Arends, 1998). Group Investigationn merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari melalui internet. Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Tipe ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok. Model Group Investigation dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran. Di sini guru lebih berperan sebagai konselor, konsultan, sumber kritik yang konstruktif. Peran tersebut ditampilkan dalam proses pemecahan masalah, pengelolaan kelas, dan pemaknaan perseorangan. Peranan guru terkait dengan proses pemecahan masalah berkenaan dengan kemampuan meneliti apa hakikat dan fokus masalah. Pengelolaan ditampilkan berkenaan dengan kiat menentukan informasi yang diperlukan dan pengorganisasian kelompok untuk memperoleh informasi tersebut. Pemaknaan perseorangan berkenaan dengan inferensi yang diorganisasi oleh kelompok dan bagaimana membedakan kemampuan perseorangan. Model group-investigation memiliki enam langkah pembelajaran (Slavin, 1995), yaitu: 1) Grouping (menetapkan jumlah anggota kelompok, menentukan sumber, memilih topik, merumuskan permasalahan) 2) Planning (menetapkan apa yang akan dipelajari, bagaiman mempelajari, siapa melakukan apa, apa tujuannya) 3) Investigation (saling tukar informasi dan ide, berdiskusi, klarifikasi, mengumpulkan informasi, menganalisis data, membuat inferensi) 4) Organizing (anggota kelompok menulis laporan, merencanakan presentasi laporan, penentuan penyaji, moderator, dan notulis). 5) Presenting (salah satu kelompok menyajikan, kelompok lain mengamati, mengevaluasi, mengklarifikasi, mengajukan pertanyaan atau tanggapan) 6) Evaluating (masing-masing siswa melakukan koreksi terhadap laporan masing- masing berdasarkan hasil diskusi kelas, siswa dan guru berkolaborasi mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan, melakukan penilaian hasil belajar yang difokuskan pada pencapaian pemahaman. Tutor sebaya atau tutor teman sebaya adalah perekrutan salah satu siswa guna memberikan satu per satu pengajaran kepada siswa lain, dalam menyelesaikan tugas yang diberikan melalui partisipasi peran tutor dan tutee. Tutor memiliki kemampuan lebih dibandingkan tutee, tapi pada beberapa variasi tutorial jarak pengetahuan yang dimiliki antara tutor dan tutee minimal (Roscoe & Chi, 2007). Hisyam Zaini (dalam Amin Suyitno, 2002:60) mengatakan bahwa metode belajar yang paling baik adalah dengan mengajarkan kepada orang lain. Oleh karena itu, pemilihan model pembelajaran tutor sebaya sebagai strategi pembelajaran akan sangat membantu siswa di dalam mengajarkan materi kepada teman-temannya. Penggunakan siswa sebagai guru atau tutor sebaya telah berlangsung di negara lain yang sudah maju dan telah menunjukkankeberhasilan. Dasar pemikiran tentang tutor sebaya adalah siswa yang pandaimemberikan bantuan belajar kepada siswa yang kurang pandai. Bantuan tersebut dapat dilakukan kepada teman-teman sekelasnya di sekolah atau di luar sekolah / di luar jam mata pelajaran (Semiawan, 1985:70). Metode tutor sebaya juga merupakan suatu metode pembelajaran yang dilakukan dengan cara memberdayakan siswa yang memiliki daya serap yang tinggi dari kelompok siswa itu sendiri untuk menjadi tutor bagi teman-temannya, dimana siswa yang menjadi tutor bertugas untuk memberikan materi belajar dan latihan kepada teman-temannya (tutee) yang belum faham terhadap materi/ latihan yang diberikan guru dengan dilandasi aturan yang telah disepakati bersama dalam kelompok tersebut, sehingga akan terbangun suasana belajar kelompok yang bersifat kooperatif bukan kompetitif. Inti dari metode pembelajaran tutor sebaya adalah pembelajaran yang pelaksanaannya dengan membagi kelas dalam kelompok-kelompok kecil, yang sumber belajarnya bukan hanya guru melainkan juga teman sebaya yang pandai dan cepat dalam menguasai suatu materi tertentu. Dalam pembelajaran ini, siswa yang menjadi tutor hendaknya mempunyai kemampuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan teman lainnya, sehingga pada saat dia memberikan bimbingan ia sudah dapat menguasai bahan yang akan disampaikan. Model pembelajaran tutor sebaya dalam kelompok kecil sangat cocok digunakan dalam pembelajaran matematika dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa sehingga siswa menjadi lebih aktif dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar dikelas dan siswa menjadi terampil dan berani mengemukakan pendapatnya dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran tutor sebaya dalam kelompok kecil dapat meningkatkan hasil belajar siswa dimana semua siswa aktif, siswa sangat antusias dalam melaksanakan tugas, semua perwakilan kelompok berani mengerjakan tugas didepan kelas, siswa berani bertanya dan respon siswa yang diajar sangat tinggi. Langkah-langkah model pembelajaran tutor sebaya dalam kelompok kecil ini adalah sebagai berikut. 3) Memilih materi yang memungkinkan materi tersebut dapat dipelajari siswa secara mandiri. Materi pelajaran di bagi menjadi sub-sub materi (segmen materi). 4) Bagilah siswa menjadi kelompok-kelompok kecil yang heterogen, sebanyak sub- sub materi yang akan disampaikan guru. Siswa-siswa pandai disebar dalam setiap kelompok dan bertindak sebagai tutor sebaya. 5) Masing-masing kelompok diberi tugas mempelajari satu bab materi. Setiap kelompok di pandu oleh siswa yang pandai sebagai tutor sebaya. 6) Memberi mereka waktu yang cukup, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. 7) Setiap kelompok melalui wakilnya menyampaikan sub materi sesuai dengan tugas yang telah diberikan. Guru bertindak sebagai nara sumber utama. 8) Setelah kelompok menyampaikan tugasnya secara berurutan sesuai dengan urutan sub materi, beri kesimpulan dan klarifikasi seandainya ada pemahaman siswa yang perlu diluruskan. |