Apa yang dimaksud akulturasi pada perkembangan budaya Islam?



KONTAN.CO.ID - Akulturasi adalah percampuran dua kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling mempengaruhi.Ini adalah pengertian akulturasi berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).  Sementara akulturasi budaya adalah terjadinya suatu perubahan pola kebudayaan asli, tetapi tidak menyebabkan hilang unsur kedua kebudayaan tersebut. Biasanya, karena ada interaksi dari dua bahkan lebih budaya di dalamnya.  Pencampuran budaya atau akulturasi biasanya melalui suatu tahapan proses dan metode yang memakan waktu yang cukup lama dan matang.  Baca Juga: Sudah Dapat Tiket Vaksin Booster, Kemenkes: Sudah Bisa Divaksinasi Dikutip dari buku Ruang Rias: Menguak Budaya dan Estetika Keputren Puro Mangkunegaran Surakarta, akulturasi budaya adalah suatu proses sosial yang muncul ketika sekelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing.  Secara perlahan kebudayaan asing dapat diterima untuk diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menghilangkan unsur kebudayaan kelompok itu sendiri. Setelah mengetahui pengertian akulturasi, lantas seperti apa contoh akulturasi?  Baca Juga: Simak, Ini Caranya Membeli Pulsa di Tokopedia dan Shopee

5 Contoh akulturasi

Dirangkum dari laman Universitas Negeri Yogyakarta, lima contoh akulturasi yang sering digunakan antara lain: 1. Menara Kudus Contoh akulturasi antara Islam dengan Hindu adalah Masjid Menara Kudus. Masjid Menara Kudus fungsinya sebagai masjid sementara ciri fisiknya menyerupai bangunan pura pada agama Hindu.   2. Wayang Wayang juga merupakan contoh akulturasi kebudayaan Jawa dengan India. Termasuk dalam kebudayaan Jawa adalah tokoh wayang yakni Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong.  Sementara kebudayaan India adalah ceritanya diambil dari kitab Ramayana dan Mahabharata.  Baca Juga: Cara Beli Kuota Belajar Telkomsel, Belajar di Rumah Makin Nyaman!

Apa yang dimaksud akulturasi pada perkembangan budaya Islam?

tirto.id - Dalam konten edukasi sejarah kali ini, kita akan mempelajari contoh akulturasi budaya masyarakat nusantara dengan ajaran Islam.

Sejarah perkembangan masuknya agama Islam di Indonesia tidak terlepas dari akulturasi dengan budaya lokal. Ajaran Islam disambut dengan ragam budaya di Nusantara, atau Jawa, yang sudah berakulturasi dengan budaya Hindu, Buddha, juga tradisi nenek moyang.

Definisi atau pengertian akulturasi menjadi penting untuk dipahami dalam konteks ini, berlanjut dengan proses awal masuknya ajaran Islam di Nusantara yang pada akhirnya menjadi agama terbesar yang dianut oleh penduduk Indonesia.

Hasil akulturasi Islam dengan budaya lokal di Nusantara yang telah ada sebelumnya kemudian menghasilkan sesuatu yang baru dan merupakan perpaduan dari ragam budaya yang berbeda tersebut.

Perkembangan Akulturasi Islam di Indonesia

Apa yang dimaksud akulturasi pada perkembangan budaya Islam?

Akulturasi dimaknai sebagai fenomena yang terjadi ketika kelompok kelompok individu dengan budaya berbeda terlibat dalam kontak yang terjadi secara langsung. Proses ini disertai perubahan terus-menerus, sejalan dengan pola-pola budaya asal atau dari kedua kelompok itu.

Penelitian Berry Jhon W. bertajuk "Acculturation: Living Successfully in Two Cultures" dalam International Journal of Intercultural Relations (2005) mendefinisikan akulturasi sebagai proses belajar dari sosok individu yang memasuki budaya baru yang berbeda dari budaya sebelumnya.

Baca juga:

  • Teori Sejarah Masuknya Agama Hindu dan Buddha ke Indonesia
  • Sejarah Proses Masuknya Agama Kristen Katolik ke Indonesia
  • Penjelasan 4 Teori Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia

Akulturasi sering pula dideskripsikan sebagai perubahan dan adaptasi. Perubahan akulturasi bisa jadi merupakan konsekuensi dari transmisi/persinggungan budaya yang terjadi secara langsung.

Penyebab perubahan ini bisa saja berkembang dari faktor nonkultural, seperti modifikasi lingkungan dan demografi yang dibawa melalui pergeseran budaya.

Proses perubahannya berbeda-beda, tergantung dari masa penyesuaian terhadap masuknya budaya asing, yang bisa saja merupakan adaptasi reaktif atas kecenderungan cara hidup tradisional yang sudah terbiasa dilakukan sebelumnya.

Di Nusantara, ajaran Islam mampu berkembang dan menyebar dengan cukup pesat yang kini merupakan agama dengan pemeluk terbesar di Indonesia.

Kehadiran Islam di Nusantara relatif bisa diterima oleh masyarakat berkat gaya syiar yang tetap menghargai budaya atau tradisi sebelumnya. Gaya dakwah seperti ini dirintis oleh para Walisongo sejak abad ke-15 Masehi.

Hal ini menjadi salah satu faktor penyebab bahwa pada abad ke-17 M, ajaran Islam sudah menyebar ke berbagai wilayah di Nusantara, tulis Agus Sunyoto dalam Atlas Walisongo (2012).

Baca juga:

  • Sejarah Majapahit: Penyebab Runtuhnya Kerajaan & Daftar Raja-Raja
  • Nama-Nama Asli Wali Songo: Strategi Dakwah & Persebarannya
  • Sejarah Kesultanan Demak: Kerajaan Islam Pertama di Jawa

Contoh Akulturasi Budaya Masyarakat di Nusantara dengan Ajaran Islam di Indonesia

Beberapa contoh tradisi yang merupakan bentuk akulturasi Islam dengan budaya lokal di Nusantara, khususnya di Jawa antara lain tradisi kenduri atau kenduren untuk mendoakan arwah orang yang sudah meninggal dunia.

Kenduri ini sudah ada sejak zaman Hindu-Buddha di Jawa. Sunan Ampel menyesuaikan tradisi ini agar tidak menyimpang dari ajaran Islam.

Berikutnya ada beduk, peralatan untuk memberikan penanda waktu salat bagi umat Islam. Sebelumnya, beduk dipakai sebagai penanda waktu dalam peribadatan umat Buddha.

Baca juga:

  • Jalan Setapak Syekh Siti Jenar
  • Keruntuhan Kerajaan Demak: Penyebab dan Latar Belakang
  • Perang Paregreg: Awal Runtuhnya Kerajaan Majapahit

Wayang juga merupakan salah satu bentuk akulturasi Islam dengan budaya lokal di Jawa. Wayang yang sudah dikenal sejak zaman pra-Islam di Jawa digunakan oleh para Walisongo untuk berdakwah agar mudah diterima oleh masyarakat.

Walisongo juga memanfaatkan gamelan untuk menarik minat warga agar menghadiri pengajian sebagai salah satu bentuk syiar Islam.

Beberapa contoh akulturasi lainnya adalah tradisi Sekaten di Yogyakarta dan Surakarta, arsitektur sejumlah masjid di Jawa yang merupakan perpaduan corak Hindu/Buddha dan Islam, tembang-tembang Jawa yang sedikit diubah untuk dakwah, dan lain sebagainya.

Apa yang dimaksud akulturasi pada perkembangan budaya Islam?

Bentuk-Bentuk Akulturasi Kebudayaan Islam di Indonesia

Indonesia banyak memiliki akulturasi kebudayaan Islam yang terjadi di masyarakat. Hal tersebut terjadi karena sebelum Islam masuk sudah banyak terdapat kebudayaan suku asli, agama Hindu-Budha, dan lainnya.

Dikutip dari Jurnal Fikrah: Akulturasi Islam dan Budaya Jawa oleh Donny Khoirul Aziz (2013:266-273), Beberapa akulturasi kebudayaan Islam yang berkembang di Indonesia sebagai berikut:

1. Tradisi Bentuk Makam

Pada masa Hindu, masyarakat tidak memiliki tradisi memakamkan mayat. Masyarakat melakukan tradisi Hindu membakar mayar dan melarung abunya ke laut. Abu dari orang kaya akan disimpan dalam guci dan abu raja akan disimpan dalam sebuah candi.

2. Bentuk Nisan

Akulturasi budaya juga dapat dilihat dalam bentuk nisan. Bentuk nisan yang berkembang pada awalnya hanya berbentuk kapal terbalik (lurus) dari Persia. Kemudian, berkembang bentuk lain seperti teratai, keris, dan gunungan wayang yang dipengaruhi kebudayaan Jawa.

3. Arsitektur Bangunan Masjid

Banyak terdapat bangunan masjid di Indonesia seperti Masjid Agung Demak, Masjid Gede Mataram, Masjid Soko Tunggal Kebumen, dan lainnya. Beberapa arsitektur masjid yang dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu-Budha dan Barat sebagai berikut:

  • Bentuk atap masjid berbentuk kubah Ottoman data-style dan India data-style. Tedapat atas bersusun yang bentuknya semakin kecil ke atas serta bagian atas seperti mahkota. Atapnya berjumlah ganjil bilangan tiga atau lima.
  • Terdapat bedug sebagai penanda tibanya waktu salat.
  • Beberapa masjid seperti Masjid Agung Kudus memiliki atap tumpeng. Sedangkan, Masjid Agung Banten memiliki Menara berbentuk mercusuar.
  • Letak masjid bersifat strategis, yaitu terletak berdekatan dengan kraton, pasar, dan alun-alun.
4. Kesusasteraaan

Berkembang kesusastraan seperti hikayat dan syair. Di daerah Melayu karya sastra banyak ditulis menggunakan bahasa Arab. Sedangkan di Jawa menggunakan bahasa Jawa, walaupun beberapa kesusastraan menggunakan bahasa Arab terutama tentang soal keagamaan.

5. Seni Wayang

Berkembang seni kebudayaan berupa wayang yang digunakan untuk menyebarkan agama Islam oleh para Walisongo. Wayang merupakan bentuk samaran gambaran manusia supaya tidak melanggar aturan dalam Islam.

Baca juga:

  • Sejarah Runtuhnya Kerajaan Ternate dan Silsilah Raja atau Sultan
  • Sejarah Penyebab Keruntuhan Kerajaan Samudera Pasai
  • Sejarah Runtuhnya Tarumanegara: Sebab, Peninggalan, Raja

Baca juga artikel terkait AKULTURASI atau tulisan menarik lainnya Syamsul Dwi Maarif
(tirto.id - sym/isw)


Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Iswara N Raditya
Kontributor: Syamsul Dwi Maarif

Subscribe for updates Unsubscribe from updates