Apa yang di ketahui tentang kwalitas

Miscellaneous

Sobat Reas, tentu sudah sangat familiar dengan istilah Sample maupun Sampling. Bahkan tentu kita sangat sering melakukan kegiatan sampling untuk olah data sehari-hari. Misalnya menghitung loss ratio produk dari tahun ke tahun, atau analisa experience produk dengan sample data klaim tertanggung dan masih banyak lagi. Namun, sebenarnya apakah yang dimaksud dengan sample itu? Dan bagaimana seharusnya kita melakukan sampling agar data yang kita olah benar-benar menggambarkan kondisi populasi?

Apa itu Sample?

Apa jadinya kalau misalnya dikehidupan sehari-sehari tidak mengenal sample? Mungkin ada yang menganggap biasa saja, tapi jauh dari itu ternyata sample adalah sesuatu yang sangat penting. Dalam beberapa kasus kita harus melakukana sample. Secara matematis sample sendiri diartikan sebagai himpunan bagian dari sebuah populasi. Atau secara sederhana sample diartikan sebagai sebagian data yang diambil dari populasi. Ilustrasinya sebagaimana gambar di bawah ini:

Apa yang di ketahui tentang kwalitas

Lantas, mengapa kita harus melakukan sample? Bukankah lebih teliti jika analisa dilakukan pada populasi? Bukankah analisa pada sample bisa saja bias? Pertanyaan-pertanyaan tersebut sangat wajar muncul. Namun demikian, ternyata sample memang sangat penting dilakukan. Disamping biasanya menghemat waktu dan biaya karena pengumpulan data populasi sangat sulit dan lama, beberapa kasus memang mengharuskan adanya sampling agar analisanya bermakna. Contohnya? Rapid tes yang akhir-akhir ini dilakukan. Bayangkan kalau misalnya rapid tes dilakukan pada darah bukan pada sample darah. Jika dilakukan pada darah, maka seluruh darah yang ada di tubuh kita dikeluarkan terlebih dahulu, kemudian dibawa ke laboratorium untuk diperiksa. Apa yang terjadi? Berbahaya bukan? Untungnya kita mengenal metode sample sehingga kita hanya perlu beberapa ml darah kita saja untuk mendeteksi adanya virus di tubuh kita. Contoh lainnya adalah pada industri otomotif. Sebelum dijual dipasaran biasanya dilakukan uji coba pada beberapa mobil apakah sesuai dengan kualitas produk yang diinginkan. “Beberapa mobil” yang diuji juga mengikuti kaidah sample. Bayangkan jika yang diuji harus semua mobil, bukankah tidak jadi ada mobil baru yang akan dijual? Alasan perlu adanya sample selain karena ukuran populasinya memang sangat besar, masalah waktu, biaya dan menghindari beberapa percobaan yang bersifat merusak, seperti yang telah dicontohkan sebelumnya.

Sample yang baik didapatkan dengan Sampling yang bagaimana? 

Tujuan utama analisa pada sample adalah menarik kesimpulan atas parameter-parameter populasi melalui beberapa anggota populasi tersebut. Diharapkan, parameter-parameter yang didapatkan dari sample atau yang dikenal dengan statistik dapat merepresentasikan kondisi sebenarnya populasi. Sebagai contoh, jika kita mengambil sample beberapa penduduk di Indonesia dan didapatkan rata-rata nya adalah 38th. Maka diharapkan rata-rata dari seluruh penduduk Indonesia tidak jauh dari yang diperkirakan yaitu 38th. Pemaparan tersebut adalah contoh sample yang tak bias atas populasi. Lantas bagaimana cara mendapatkan sample yang tak bias? Sample yang baik bukan perkara banyaknya sample yang diambil, hal tersebutlah yang melatarbelakangi beberapa pembahasan statistik, tidak dijumpai ukuran baku untuk menentukan minimum sample. Ketimbang memperhitungkan banyaknya, maka penarikan sample lebih baik memperhitungkan ke-representatif-annya. Sample yang kecil belum tentu tidak representatif dan begitu pula, ukuran sample besar tidak menjamin bahwa sample tersebut representatif.

Beberapa teknik sampling dapat digunakan agar penarikan sample mendapatkan data yang representatif. Teknik atau cara sampling yang perlu diketahui tersebut antara lain:

1. Simple Random Sampling
Sesuai dengan namanya, simple random sampling adalah teknik sample yang dapat digunakan untuk memilih data sample. Kata kunci dari teknik sampling ini adalah random. Seluruh anggota populasi memiliki kemungkinan yang sama untuk terpilih mewakili populasinya. Konsekuensi atas kondisi tersebut, peneliti harus benar-benar melakukan pemilihan secara acak. Artinya tidak ada kesengajaan memilih atau mengeliminasi data tertentu. 

Apa yang di ketahui tentang kwalitas

https://www.99.co/id/panduan/cluster-random-sampling-adalah

Simple random sampling baik digunakan untuk data yang homogen. Cara pengambilan sampel dengan simple random sampling dapat dilakukan dengan metode undian atau tabel bilangan random.     

2.      Convenience Sampling (Accidental Sampling)


Banyak yang mengira bahwa simple random sampling adalah teknik termudah dari sebuah sampling. Namun demikian, teknik yang paling mudah sebenarnya adalah teknik yang didasarkan pada sebuah “accidental” atau kebetulan. Convenience Sampling atau yang sering disebut Accidental Sampling adalah cara memilih siapa saja yang secara kebetulan dijumpai oleh peneliti. Misalkan sebuah penelitian ingin meneliti produk asuransi apa yang kira-kira dibutuhkan oleh millenial. Menggunakan teknik ini, peneliti akan mewancarai millenial yang secara accidental ditemui. Namun, proses ini tentu harus tetap memperhatikan kaidah random atas suatu sampling. Sehingga teknik ini dianggap teknik yang paling tidak dianjurkan karena faktor “pilih memilih” sangat dekat dengan teknik ini.       

3.      Cluster Random Sampling


Teknik sampling ini memandang populasi sebagai bagian-bagian kelompok atau cluster. Cluster-cluster tersebut biasanya terbentuk secara geografis. Setelah dipandang sebagai cluster-cluster, kemudian secara random dipilih sebagian cluster untuk dijadikan sample. Semua anggota cluster yang terpilih akan menjadi sample penelitian.     

Apa yang di ketahui tentang kwalitas

https://sites.google.com/site/panoramaindonesia2008/jawa.jpg

Contoh teknik ini adalah misalkan peneliti membagi pulau Jawa menjadi beberapa cluster berdasarkan kabupaten. Kemudian dipilih secara acak 15 Kabupaten yang selanjutnya semua penduduk pada 15 kabupaten terpilih akan dijadikan sample penelitian dengan populasi pulau Jawa.

4.      Stratified Random Sampling    


Hampir mirip dengan cluster random sampling, pada Stratified Random Sampling, populasi dibagi kedalam kelompok-kelompok. Bedanya, jika pada Cluster Random Sampling pembagian kelompok secara geografis, maka pada Stratified Random Sampling pembagian kelompok secara non-geografis misalnya gender, usia, atau tingkat pendidikan. Kelompok-kelompok yang terbentuk bukan bernama cluster, melainkan strata. Selanjutnya pada masing-masing strata dipilih kembali data yang akan dijadikan “perwakilan” strata yang kemudian akan menjadi sample penelitian.

Apa yang di ketahui tentang kwalitas

https://www.99.co/id/panduan/cluster-random-sampling-adalah

Misalkan peneliti ingin mengetahui produk asuransi yang paling diminati. Peneliti kemudian membagi populasi menjadi strata-strata berdasarkan usia. Misalkan usia 20 sd 30, usia 31 sd 40, usia 41 sd 50, dan usia 51 sd 60. Kemudian pada masing-masing strata, dipilih secara random beberapa anggotanya untuk mewakili menjadi sample penelitian. Teknik sampling ini baik untuk data yang heterogen. Keheterogen pada contoh diwakili oleh usia populasi yang beragam.

Setelah diuraikan beberapa contoh teknik sampling seperti diatas, diharapkan suatu penelitian atau analisa data bisa dilakukan dengan baik dan benar. Jika memang diperlukan suatu sampling karena beberapa keterbatasan yang disampaikan, maka peneliti dapat menarik sample yang representatif untuk menghindari kesimpulan yang bias terhadap populasi.

Apa yang di ketahui tentang kwalitas

Dalam setiap perusahaan, kepercayaan konsumen adalah hal yang menjadi prioritas utama. UU Perlindungan Konsumen adalah salah satu hal penting yang wajib diketahui, mengapa? Agar dikemudian hari kita tidak akan tertipu atau merasa dirugikan dengan suatu barang atau hal yang dibeli lalu dikonsumsi. 

Apa saja hak bagi konsumen? Apakah ada peraturan untuk melindungi konsumen? Berikut adalah penjelasan singkat tentang peraturan serta perlindungan konsumen yang wajib dipahami.

Pengertian Perlindungan Konsumen

Perlindungan konsumen adalah keseluruhan peraturan dan hukum yang mengatur hak dan kewajiban konsumen dan produsen yang timbul dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dan mengatur upaya-upaya untuk menjamin terwujudnya perlindungan hukum terhadap kepentingan konsumen (Sidobalok 2014:39).

Hal ini dapat bersifat dalam segala transaksi jual beli, secara langsung maupun secara online seperti yang kini kian marak. Walaupun adanya transaksi yang tidak melalui tatap muka, konsumen tetap berhak untuk mendapatkan barang yang sesuai dengan pemberitahuan sebelumnya atau barang yang sesuai dengan yang dijanjikan.

Baca Juga: Pengertian Pro Bono dan Pro Deo

Hak Konsumen

Hak sebagai konsumen diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia yang berlandaskan pada Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33 yang dapat diketahui sebagai berikut:

Hak dalam memilih barang

Konsumen memiliki hak penuh dalam memilih barang yang nantinya akan digunakan atau dikonsumsi. Tidak ada yang berhak mengatur sekalipun produsen yang bersangkutan. Begitu juga hak dalam meneliti kualitas barang yang hendak dibeli atau dikonsumsi pada nantinya.

Hak mendapat kompensasi dan ganti rugi

Konsumen berhak untuk mendapatkan kompensasi maupun ganti rugi atas kerugian yang diterimanya dalam sebuah transaksi jual beli yang dilakukan. Apabila tidak adanya kecocokan dalam gambar maupun kualitas, konsumen berhak melakukan sebuah tuntutan terhadap produsen. 

Hak mendapat barang/jasa yang sesuai

Konsumen berhak untuk mendapat produk dan layanan sesuai dengan kesepakatan yang tertulis. Sebagai contoh dalam transaksi secara online, apabila terdapat layanan gratis ongkos kirim, maka penerapannya harus sedemikian. Bila tidak sesuai, konsumen berhak menuntut hak tersebut. 

Hak menerima kebenaran atas segala informasi pasti

Hal yang paling utama bagi para konsumen, guna mengetahui apa saja informasi terkait produk yang dibelinya. Produsen dilarang menutupi ataupun mengurangi informasi terkait produk maupun layanannya. Sebagai contoh apabila ada cacat atau kekurangan pada barang, produsen berkewajiban untuk memberi informasi kepada konsumen. 

Hak pelayanan tanpa tindak diskriminasi

Perilaku diskriminatif terhadap konsumen merupakan salah satu bentuk pelanggaran atas hak konsumen. Pelayanan yang diberikan oleh produsen tidak boleh menunjukkan perbedaan antara konsumen yang satu dengan konsumen yang lainnya. 

Baca Juga: Mengenal Serba Serbi UU Arbitrase dan Arbitrase di Indonesia

Alasan Mengapa Konsumen Butuh Perlindungan

Perlindungan konsumen dibutuhkan untuk menciptakan rasa aman bagi para konsumen dalam melengkapi kebutuhan hidup. Kebutuhan perlindungan konsumen juga harus bersifat tidak berat sebelah dan harus adil. Sebagai landasan penetapan hukum, asas perlindungan konsumen diatur dalam Pasal 2 UUPK 8/1999, dengan penjelasan sebagai berikut:

Asas Manfaat 

Konsumen maupun pelaku usaha atau produsen berhak memperoleh manfaat yang diberikan. Tidak boleh bersifat salah satu dari kedua belah pihak, sehingga tidak ada salah satu pihak yang merasakan manfaat ataupun kerugian.

Asas Keadilan

Konsumen dan produsen/pelaku usaha dapat berlaku adil dengan perolehan hak dan kewajiban secara seimbang atau merata. 

Asas Keseimbangan

Sebuah keseimbangan antara hak dan kewajiban para produsen dan konsumen dengan mengacu pada peraturan hukum perlindungan konsumen. 

Asas Keamanan dan Keselamatan 

Sebuah jaminan hukum bahwa konsumen akan memperoleh manfaat dari produk yang dikonsumsi/dipakainya dan sebaliknya bahwa produk itu tidak akan mengganggu keselamatan jiwa dan harta bendanya.

Asas Kepastian Hukum 

Sebuah pemberian kepastian hukum bagi produsen maupun konsumen dalam mematuhi dan menjalankan peraturan hukum dengan apa yang menjadi hak dan kewajibannya. Hal ini dilakukan tanpa membebankan tanggung jawab kepada salah satu pihak, serta negara menjamin kepastian hukum.

Penjelasan UU Perlindungan Konsumen

Sebagaimana yang sudah dijelaskan bahwa perlindungan konsumen diperuntukan untuk pemberian kepastian, keamanan serta keseimbangan hukum antara produsen dan konsumen. Tujuan dibuatnya perlindungan konsumen dapat dijelaskan dalam dalam Pasal 3 UUPK 8/1999, yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

  1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
  2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian dan/atau jasa.
  3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
  4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.

Perlindungan konsumen adalah hal yang sangat penting atau utama dalam segala transaksi jual beli. Konsumen dan produsen berhak untuk menerima manfaat yang bersifat tidak merugikan salah satu pihak. Keterbukaan informasi juga menjadi tolak ukur utama yang dilakukan produsen terhadap konsumen, guna mendapat kepercayaan maupun kenyaman terhadap konsumen sebagai pengguna barang atau produk yang dibeli.