Apa sikap yang dibutuhkan dalam menyikapi adanya keberagaman budaya di sekitar?

Lihat Foto

freepik.com/pikisuperstar

Ilustrasi keberagaman

KOMPAS.com - Indonesia terkenal dengan keberagaman suku dan budayanya.

Keberagaman ini harus dihormati oleh semua orang yang berada di Indonesia.

Dalam buku Kebudayaan dan Lingkungan Dalam Perspektif Antropologi (2000) karya Hari Poerwanto, dijelaskan bahwa keanekaragaman masyarakat manusia, di samping karena sejarah mereka masing-masing, tetapi juga karena pengaruh alam dan struktur internalnya.

Baca juga: Toleransi dalam Keberagaman

Oleh karenanya suatu unsur atau adat dalam masyarakat bukan dari kebudayaan lain, melainkan dari sistem nilai yang ada dalam kebudayaan itu sendiri.

Keberagaman suku bangsa di Indonesia dapat disikapi dalam bentuk:

  • Menghargai perbedaan, kita bisa menggunakan bahasa Indonesia dengan teman yang memiliki bahasa daerah yang berbeda dengan kita.
  • Tidak mengolok-olok teman dengan aksen atau bahasa yang khas.
  • Mengapresiasi budaya lain dengan cara berusaha mengenal dan mempelajari.
  • Tidak mengeksploitasi atau menggunakan kebudayaan sakral suku lain untuk kesenangan atau hiburan semata.
  • Tidak mencemooh adat istiadat, pakaian adat, atau budaya yang berbeda dengan budaya kita.
  • Berteman dan berbuat baik terhadap semua orang tanpa memandang suku dan budayanya.
  • Menganggap semua ras, suku, dan budaya sama. Tidak ada yang lebih baik dari yang lainnya.
  • Ikut gotong royong bersama teman baik di sekolah atau di rumah, tanpa memandang suku atau budaya mereka.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berikutnya

UNS‘Solidarity in Diversity’ was appointed as the theme of the Sebelas Maret Islamic Festival (SIFT) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta in 2020. The webinar entitled ‘Islam, Tasamuh, and Plurality’ was also held as one of the SIFT webinar series by Jamaah Nurul Huda Islamic Student Activity Unit (JN-UKMI) UNS, Saturday (26/9/2020).

Present as a speaker, Prof. Dr. H. Abdul Mu’ti, M.Ed. who is a lecturer at the Faculty of Tarbiyah and Teacher Training (FITK) of UIN Syarif Hidayatullah, discussing tolerance in addressing diversity. Prof. Mu’ti explained that in responding to diversity, ‘tasamuh’ or tolerance is needed. Namely attitudes and behaviors that recognize and respect differences in both religious aspects and various other aspects of life.

“The word tasamuh, he added, is not found in the Koran. However, the attitudes and behavior of tasamuh are Islamic teachings and values ​​which are affirmed in several suras. Among other things, QS. Al-Kafirun (109): 1-6 and QS. Al-An’am (6): 107-108, “explained Prof. Mu’ti who is also a member of the Indonesia United Council of Religion and Pluralism.

Furthermore, Prof. Mu’ti also described the five attitudes and behaviors of tasamuh. First, understand and realize the differences between humans with one another. This includes understanding the points of difference and similarities and their causes.

After understanding these differences, the next attitude is to respect differences as a belief and personal choice. To act not to criticize, blame, demean, disbelieve, or impose one’s will on other people or parties.

“If we see differences more often as a product, not a process, it will create fanaticism. We are different, yes, but don’t vilify or criticize other groups. It is also not allowed for those of different religions. It is better to race with good, not evil and sentiments that end up criticizing others,” he added.

The third attitude is to accept the existence of different friends, while maintaining and maintaining personal or group beliefs and identities. Accepting this existence, can also be shown by providing opportunities, accommodating, and facilitating others to be able to carry out their beliefs and maintain their identity.

Because being different does not mean disagreeing, a priori, and not caring about other people or parties. Being different does not mean independent ”. This Tasamuh also encourages to help and foster love between humans. During, said Prof. Mu’ti, the origin of which is creed is not mixed.

This is in line with what Prof. emphasized. Mu’ti then, namely the importance of the process of knowing and associating with friends from various backgrounds. Where in the association, still apply a tolerant attitude to create peace. However, of course by not loosening self-confidence and covering up our identity.

“Tell us who we are. There is no need to hide each other’s beliefs. It is precisely this plurality that encourages us to show our beliefs. There are limits where we can be together, there are limits where we are different,” explained Prof. Mu’ti.

In his material, Prof. Mu’ti also explained that plurality is characterized by physical, intellectual, and religious differences that occur due to natural, scientific, and amaliah causes. Natural factors, he added, are factors that follow God’s law in various processes and events in the universe.

For example, people with different ethnicities, languages, nations, and other natural differences are evidence of God’s power. These variations show the existence of humans from one another. 
Meanwhile, scientific factors are related to intellectual processes, including the ijtihad method. In this case, humans differ in terms of religion, madhzab, strategy, and religious manhaj.

“Then, the amaliah factor relates to the context, orientation, and strategy of the struggle as well as personal matters,” added Prof. Mu’ti.

On this occasion, Prof. Kuncoro Diharjo as Vice Chancellor for Student Affairs and Alumni UNS to open the webinar. In his speech, Prof. Kuncoro thanked all those who have been willing to help and join SIFT UNS this year and invited the audience to always instill a sense of togetherness in differences. UNS Public Relations

Reporter: Kaffa Hidayati
Editor: Dwi Hastuti

Ilustrasi toleransi antar umat beragama. Sumber: //www.freepik.com/

Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia. Diperkirakan penduduk Indonesia berjumlah sekitar 270 juta. Selain dengan jumlah penduduk yang besar, Indonesia terkanal akan banyaknya suku dan budaya.

Dengan banyaknya banyaknya penduduk Indonesia dengan latar belakang yang berbeda-beda, diperlukan adanya sikap toleransi agar tidak ada perselisihan dan permusuhan. Berikut 3 cara menyikapi keragaman yang ada dengan toleransi di Indonesia.

3 Cara Menyikapi Keragaman dengan Toleransi

Mengutip buku berjudul Pendidikan Toleransi Berbasis Kearifan Lokal karangan Muhammad Japar, ‎Syifa Syarifa, ‎dan Dini Nur Fadhillah (2020: 15), toleransi berasal dari bahasa Latin “tolerantia” yang artinya kelonggarran, kelembutan hati, keringanan dan kesabaran. Sehingga makna toleransi adalah kemampuan individu untuk memperlakukan seseorang atau sesuatu dengan kesenangan atau kesabaran.

Dengan menghormati hak asasi manusia untuk menjalankan hak dan kebebasannya, karena esensi dari toleransi adalah menghargai, membolehkan, membiarkan pendirian pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan dan sebagainya yang lain atau yang bertentangan dengan pendirian sendiri.

Untuk menyikapi keragaman yang ada di Indonesia, sikap toleransi sangat diperlukan. Berikut 3 cara menyikapi keragaman dengan toleransi.

Ilustrasi toleransi antar suku di Indonesia. Sumber: //www.freepik.com/

1. Memahami dan Menerima Keberagaman

Tak dapat dipungkiri, dalam kehidupan sehari-hari selalu menemui seseorang yang beragam. Sebagai manusia sosial, kita tidak dapat acuh terhadap orang lain yang berbeda dari kita. Memahami dan menerima keberagaman adalah cara yang tepat untuk berhubungan terhadap orang lain yang berbeda dari kita.

Indonesia adalah negara demokrasi yang menjujung tinggi musyawarah untuk mufakat. Dalam memecahkan masalah, pasti banyak yang melontarkan pendapat. Kita tidak boleh melarang atau memaksa kehendak pribadi. Dengan menghargai pendapat orang lain, permasalahan akan segera terpecahkan dan tidak ada omongan di belakang setalah selesainya musyawarah.

3. Sikap Peduli dan Empati

Memiliki sikap peduli dan empati dapat menumbuhkan toleransi. Apabila seseorang tertimpa bencana, kita juga harus merasakan kesedihannya dan juga membantunya. Dengan sikap saling peduli dan saling membantu, tidak ada lagi warga Indonesia yang kekurangan karena tertimpa bencana.

Menumbuhkan 3 sikap bertoleransi, dapat mempersatukan bangsa Indonesia dari perbedaan ras, suku, budaya, bahasa, dan daerah. (MZM)

Page 2

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA