Apa saja bagian bagian yang ada di Monumen Nasional?

Monas atau Monumen Nasional merupakan ikon kota Jakarta. Terletak di pusat kota Jakarta, menjadi tempat wisata dan pusat pendidikan yang menarik bagi warga Jakarta dan sekitarnya.  Monas selalu ramai dikunjungi wisatawan untuk melihat keindahan kota Jakarta dari puncak Monas, menambah wawasan sejarah Indonesia di ruang diorama ataupun menikmati segarnya hutan kota seluas kira-kira 80 hektar di tengah kota Jakarta.

Setiap hari libur, Monas selalu dikunjungi banyak wisatawan. Banyak jenis wisata dan bahan pendidikan yang bisa dinikmati. Monumen yang menjulang tinggi dapat dinaiki hingga ke puncak Monas. Selain itu areal  berolahraga dan taman yang indah dengan berbagai pepohonan yang rimbun dan asri serta  hiburan air mancur yang menarik. Wilayah taman hutan kota di sekitar Monas dahulu dikenal dengan nama Lapangan Gambir. Kemudian sempat berubah nama beberapa kali Lapangan Merdeka, Lapangan Monas dan kemudian menjadi Taman Monas.

Sejarah Monas

Sejarah monas berawal dari Pembangunan Monumen Nasional yang awalnya di rencanakan oleh Presiden Soekarno, yang merencanakan ingin membangun sebuah monumen yang mirip dengan Menara Eiffel di lapangan yang berada tepat di depan Istana Merdeka. Pembangunan monumen ini dengan tujuan untuk mengenang perjuangan yang telah di lakukan bangsa Indonesia saat merebut kemerdekaan negara Indonesia pada tahun 1945. Selain itu, agar generasi penerus nantinya bisa terus dibangkitkan inspirasi dan juga semangat patriotismenya.

Rencana Presiden Soekarno tersebut selanjutnya menjadikan terbentuknya sebuah komite nasional untuk pembangunan Monas tersebut. Komite itu dibentuk pada tanggal 17 Agustus 1954, dan kemudian diadakan sayembara untuk mendesain Monas pada tahun 1955. Sejak sayembara tersebut di mulai, ada sekitar 51 karya yang sudah masuk, tetapi hanya satu karya yang dirasa memenuhi kriteria yang telah ditentukan, yaitu milik Frederich Silaban. Ia mendesain Monas dengan menggambarkan karakter bangsa Indonesia dan juga dapat bertahan selama berabad-abad.

Pada tahun 1960, sayembara kedua pun di buat kembali. Namun dari 136 peserta yang mengikuti sayembara tersebut, taka da satupun yang memenuhi kriteria. Hingga akhirnya ketua juri dari sayembara tersebut meminta Silaban untuk menunjukan hasil desainnya pada Soekarno. Tapi, Soekarno kurang menyukai desain Silaban tersebut. Karena Soekarno menginginkan sebuah monumen yang berbentuk lingga dan yoni.

Dengan begitu, Soekarno meminta Silaban merancang ulang desain monumen tersebut menggunakan lingga dan yoni, namun dikarenakan anggaran yang diperlukan terlalu besar sedangkan kondisi ekonomi Indonesia saat itu sedang tidak baik, maka Soekarno akhirnya meminta arsitek lain untuk melanjutkan desain tersebut. Arsitek tersebut adalah R.M. Soedarsono.

Kemudian R.M. Soedarsono, merancang monument tersebut dengan memasukkan angka 17, 8, dan juga 45, angka-angka tersebut melambangkan hari kemerdekaan Indonesia, yaitu 17 Agustus 1945. Dan akhirnya monumen peringatan tersebut di bangun pada area seluas 80 hektare, yang diarsiteki oleh Friedrich Silaban dan juga R.M. Soedarsono, dan mulai dibangun pada 17 Agustus 1961.

Pembangunan monument ini  terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama yaitu kurun waktu 1961/1962 sampai 1964/1965, yang di mulai pembangunannya secara resmi oleh Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1961. Saat itu Soekarno secara seremonial menancapkan pasak beton pertama pembangunan Monas. Total pasak beton yang dipakai untuk fondasi bangunan ini adalah 284 pasak, dan juga 360 pasak bumi yang ditanam untuk menjadi fondasi museum sejarah nasional. Keseluruhan pemancangan fondasi tersebut selesai pada bulan Maret 1962. Kemudian dinding museum yang berada di dasar bangunan selesai pada bulan Oktober tahun yang sama. Selanjutnya adalah pembangunan obelisk yang selesai pada bulan Agustus tahun 1963.

Pembangunan tahap kedua berlangsung dengan kurun waktu mulai 1966 sampai dengan 1968, namun karena adanya Gerakan 30 September 1965 dan juga upaya kudeta, mengharuskan tahap pembangun ini sempat tertunda.

Lalu selanjutnya tahap terakhir berlangsung mulai tahun 1969 sampai dengan 1976, dengan menambahkan diorama pada museum sejarah yang ada di monument tersebut. Kemudian monument ini resmi dibuka dan juga diresmikan pada tanggal 12 Juli 1975, oleh Soeharto, yang merupakan presiden Indonesia saat itu.

Struktur Bangunan Monumen Nasional

Berdasarkan yang direncanakan oleh Soekarno, maka tugu Monas ini di desain dengan konsep Lingga dan Yoni. Menurutnya konsep tersebut adalah ciri khas budaya Indonesia yang juga ditunjukan lewat konsep bangunan candi-candi bersejarah. Lingga di Monas ini adalah tugu obelisk yang melambangkan laki-laki, elemen maskulin, bersifat aktif dan juga positif, dan juga melambangkan siang hari. Sementara Yoni di tugu ini adalah pelataran cawan landasan obelisk, yang melambangkan perempuan, elemen feminism, pasif dan juga negative, dan melambangkan malam hari. Lingga dan Yoni ini merupakan suatu lambing yang menggambarkan kesuburan dan juga kesatuan yang harmonis yang keduanya saling melengkapi dari masa prasejarah Indonesia dulu.

Sejarah Monas melalui Bentuk tugunya ini juga bisa diartikan sebagai “alu” dan “lesung”, yang merupakan alat penumbuk padi yang bisa kita dapati di setiap rumah petani di Indonesia.

Monas ini memiliki ketinggian 132 meter. Dengan puncak monumen terdapat cawan yang diatasnya terdapat api yang terbuat dari perunggu dengan ketinggian 17 meter dengan diameter 6 meter dan memiliki berat 14,5 ton. Api perunggu ini dilapisi oleh emas yang memiliki berat 50 kilogram. Api yang berada di puncak Monas tersebut terdiri dari 77 bagian yang disatukan. Api yang berada di puncak Monas tersebut menjadi lambang semangat perjuangan bangsa Indonesia yang ingin meraih kemerdekaan.

Awalnya api tersebut dilapisi emas seberat 35 kilogram, namun saat perayaan setengah abad kemerdekaan Indonesia pada tahun 1995, lapisan emas tersebut dilapis ulang hinga mencapai berat 50 kilogram. Emas yang berada di api Monas tersebut merupakan sebuah sumbangan dari Teuku Markam, yang merupakan seorang pengusaha asal Aceh yang pernah menjadi salah satu orang terkaya di Indonesia pada saat itu.

Ukuran dan Isi Monas

Monas dibangun setinggi 132 meter dan berbentuk lingga yoni. Seluruh bangunan ini dilapisi oleh marmer.

Lidah Api

Di bagian puncak terdapat cawan yang di atasnya terdapat lidah api dari perunggu yang tingginya 17 meter dan diameter 6 meter dengan berat 14,5 ton. Lidah api ini dilapisi emas seberat 45 kg. Lidah api Monas terdiri atas 77 bagian yang disatukan. Api yang berada di puncak Monas di lapisi oleh emas ini  merupakan sumbangan dari dari Teuku Markam, yang merupakan seorang pengusaha asal Aceh yang pernah menjadi salah satu orang terkaya di Indonesia pada saat itu. Puncak Monas yang berupa “Api Nan Tak Kunjung Padam” ini memiliki makna tersendiri, yaitu bermakna agar bangsa Indonesia selalu senantiasa bersemangat yang menyala dalam perjuangan dan juga tidak pernah surut atau padam sepanjang masa.

Pelataran Puncak

Pelataran puncak luasnya 11x11 m. Untuk mencapai pelataran puncak, pengunjung bisa menggunakan lift dengan lama perjalanan sekitar 3 menit. Di sekeliling lift terdapat tangga darurat. Dari pelataran puncak Monas, pengunjung bisa melihat gedung-gedung pencakar langit di kota Jakarta. Bahkan jika udara cerah, pengunjung dapat melihat Gunung Salak di Jawa Barat maupun Laut Jawa dengan Kepulauan Seribu.

Pelataran Bawah

Pelataran bawah luasnya 45x45 m. Tinggi dari dasar Monas ke pelataran bawah yaitu 17 meter. Di bagian ini pengunjung dapat melihat Taman Monas yang merupakan hutan kota yang indah. Kolam di Taman Medan Merdeka Utara berukuran 25 x 25 meter dirancang sebagai bagian dari sistem pendingin udara sekaligus mempercantik penampilan Taman Monas. Di dekatnya terdapat kolam air mancur dan patung Pangeran Diponegoro yang sedang menunggang kudanya, terbuat dari perunggu seberat 8 ton. Patung itu dibuat oleh pemahat Italia, Prof. Coberlato sebagai sumbangan oleh Konsul Jenderal Kehormatan, Dr. Mario, di Indonesia.

Pintu masuk Monas terdapat di taman Medan Merdeka Utara dekat patung Pangeran Diponegoro. Pintu masuk melalui terowongan yang berada 3 m di bawah taman dan jalan silang Monas inilah, pintu masuk pengunjung menuju tugu Monas. Loket tiket berada di ujung terowongan. Ketika pengunjung naik kembali ke permukaan tanah di sisi utara Monas, pengunjung dapat melanjutkan berkeliling melihat relief sejarah perjuangan Indonesia; masuk ke dalam museum sejarah nasional melalui pintu di sudut timur laut, atau langsung naik ke tengah menuju ruang kemerdekaan atau lift menuju pelataran puncak monumen.

Museum Sejarah Perjuangan Nasional

Di bagian bawah Monas terdapat sebuah ruangan yang luas yaitu Museum Nasional. Tingginya yaitu 8 meter. Museum ini menampilkan sejarah perjuangan Bangsa Indonesia. Luas dari museum ini adalah 80x80 m. Pada keempat sisi museum terdapat 48 diorama (jendela peragaan) dan 3 diorama berada di tengah ruangan, jadi total ada 51 diorama dalam ruangan museum tersebut. Diorama-diorama ini memiliki cerita tersendiri, mulai dari masa pra sejarah, masa kemaharajaan kuno seperti Sriwijaya dan Majapahit, lalu ada juga yang menceritakan tentang masa penjajahan bangsa Eropa, perlawanan para pahlawan saat pra kemerdekaan yang melawan VOC dan juga pemerintah Hindia Belanda. Hingga diorama yang menceritakan tentang masa pergerakan nasional Indonesia di awal abad ke 20, pendudukan Jepang, perang memperebutkan kemerdekaan, masa revolusi dan juga masa Orde Baru pada pemerintahan Soeharto.

Ruang Kemerdekaan di Monumen Nasional

Di bagian dalam cawan dari Monas, terdapat sebuah ruangan yang merupakan Ruang Kemerdekaan yang berbentuk amphitheater. Untuk menuju ruangan ini Anda bisa melalui tangga berputar dari pintu di sisi utara dan selatan. Di ruangan ini disimpan lambang kenegaraan dan kemerdekaan Indonesia, yaitu naskah asli dari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang disimpan di dalam kotak kaca di dalam sebuah gerbang berlapis emas yang terbuat dari perunggu seberat 4 ton, berhiaskan ukiran bunga Wijaya Kusuma yang melambangkan keabadian, dan juga bunga Teratai yang melambangkan kesucian. Pintu tersebut berada di sisi barat tepat di tengah ruangan dan berlapiskan marmer hitam. Pintu ini di sebut dengan nama Gerbang Kemerdekaan yang secara otomatis akan membuka dan memperdengarkan lagu “Padamu Negeri” dan diikuti rekaman suara Soekarno yang sedang membacakan naskah proklamasi sata 17 Agustus 1945.

 Selain itu ada symbol negara Indonesia berupa patung Garuda Pancasila, yang terbuat dari perunggu dengan berat 3,5 ton dan berlapiskan emas. Ada juga peta kepulauan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berlapis emas, bendera merah putih, dan juga terdapat sebuah dinding bertuliskan naskah proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dengan huruf terbuat dari perunggu. Ruangan ini memang digunakan untuk ruang tenang mengheningkan cipta dan bermeditasi untuk mengenang perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Jejak Telapak Kaki Ala “Walk Of Fame”

Di sekitar kawasan Monas terdapat jejak telapak kaki para Presiden Indonesia. Jejak-jejak kaki ini berada di trotoar yang berlokasi di Jalan Merdeka Utara, Gambir, Jakarta Pusat.

Para pejalan kaki yang melintasi area tersebut memang banyak yang tidak menyadari bahwa trotoar yang dilalui tersebut adalah cetakan kaki dari 6 Presiden yang telah memimpin Indonesia.

Dari sisi paling timur di trotoar Jalan Merdeka Utara itu, terdapat cetakan sepatu dari Presiden Soekarno. Hanya cetakan kaki Soekarno saja yang tidak ada, namun di gantikan dengan cetakan sepatu miliknya. Pada cetakan tersebut, terdapat tulisan dengan huruf besar yang berisi nama Dr. Ir. Soekarno, yang merupakan presiden RI pertama, periode 1945-1967, dan sekaligus sebagai proklamator Kemerdekaan Indonesia. Tidak jauh dari cetakan tersebut, ada sebuah cetakan kaki Soeharto. Di bawah cetakan tersebut tertulis periode kepememimpinan presiden kedua Indonesia ini, yaitu 1967-1998. Kemudian ada cetakan kaki milik presiden ketiga Indonesia periode 1998-1999, Baharuddin Jusuf Habibie. Yang selanjutnya, yaitu cetakan kaki KH. Abdurrahman Wahid, yang merupakan presiden Indonesia yang keempat, periode 2000-2001. Setelahnya ada cetakan kaki presiden Indonesia kelima, yaitu Megawati Soekarnoputri. Dan yang terakhir adalah cetakan kaki milik Susilo Bambang Yudhoyono, yang juga pernah memimpin Indonesia.

Mengenai penempatan cetakan kaki para Presiden di trotoar Jalan Merdeka Utara, alasannya karena di tempat itu adalah bersebrangan dengan Istana Negara yang menjadi tempat para Presiden menjalankan tugas kenegaraannya. Dan cetakan kaki para presiden tersebut adalah asli, termasuk cetakan sepatu Soekarno, itupun juga asli.

Di trotoar Jalan Medan Merdeka Selatan, juga terdapat jejak kaki, namun dari orang yang berbeda. Yaitu di belakang halte bus Transjakarta, Monas, terdapat cetakan sepatu Letjen (Purn) Tjokro Pranolo, Gubernur DKI Jakarta pada periode 1977-1982, cetakan kaki Letjen (Purn) HR Soeprapto (1982-1987) dan Letjen (Purn) Wiyogo Atmodarminto (1987-1992), serta Jenderal (Purn) Surjadi Soedirdja (1992-1997). Dan ada juga cetakan kaki Sutiyoso yang pernah memimpin Jakarta pada 1997-2007.

Nomor Urut SK. 475/1993 : 17

Nama Bangunan               : Monumen Nasional (MONAS)

Nama Lama                      : Tugu Nasional

Lokasi                              : Jalan Taman Silang Monas, Kelurahan Gambir, Kecamatan Gambir, Jakarta 10110

Pemilik                             : Pemda DKI Jakarta

Tahun dibangun                : 17 Agustus 1961 – 1975

Arsitek                             : Ir. Soekarno (Presiden Pertama RI) dibantu IR. Rooseno

Gaya Arsitektur                 : Indonesia Kuno Perpaduan antara simbol Lingga dan Yoni ( Nasionalism)

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA