Apa maksud tokoh pemuda dalam peristiwa Rengas Dengklok?

Peristiwa Rengasdengklok terjadi karena perbedaan pendapat antara golongan muda dan golongan tua, untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Peristiwa ini terjadi sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia, pada 17 Agustus 1945.

Latar Belakang Terjadinya Peristiwa Rengasdengklok

Latar belakang peristiwa Rengasdengklok terjadi ketika aktivis pergerakan mendengar kabar bom atom yang dijatuhkan sekutu di Hiroshima dan Nagasaki, Jepang. Saat itu Indonesia masih dijajah Jepang. 

Peristiwa bom atom itu terjadi tanggal 6 Agustus 1945. Pada 9 Agustus 1945, tiga tokoh Nasional yaitu Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, dan Radjiman Wedyodiningrat pergi ke Vietnam, bertemu dengan Marsekal Terauchi.

Berita kekalahan Jepang didengar golongan muda melalui siaran radio BBC (British Broadcasting Corporation). Berita tersebut didengar pada 10 Agustus 1945. Setelah berita kekalahan Jepang menyerah tanpa syarat pada sekutu.

Setelah kembali ke Indonesia, Sutan Syahrir (golongan muda) mendesak Mohammad Hatta secepatnya memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun usul Syahrir ditolak karena proklamasi kemerdekaan Indonesia diserahkan pada PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia).

Tetapi golongan muda berpendapat kemerdekaan harus diraih dan diperjuangkan sendiri, tanpa ikut campur dari tangan Jepang. Golongan muda menganggap PPKI adalah organisasi bentukan Jepang meski anggotanya orang Indonesia. Golongan muda ingin kemerdekaan Indonesia tanpa campur tangan Jepang.

Advertising

Advertising

Baca Juga

Mengutip dari buku Sejarah Indonesia Kelas XI, peristiwa Rengasdengklok terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945 jam 04.00 WIB.

Ketika itu golongan muda melaksanakan rapat di Cikini 71, Jakarta. Mereka sepakat untuk mengamankan Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta ke luar kota.

Peristiwa ini terjadi karena golongan muda gagal memaksa golongan tua untuk mempercepat proklamasi kemerdekaan.

Tujuan peristiwa Rengasdengklok adalah menculik Ir. Sokerno dan Drs. Moh. Hatta ke luar kota untuk menjauhkan pengaruh Jepang. Golongan muda khawatir kedua tokoh ini akan dipengaruhi oleh Jepang untuk menghalangi proklamasi kemerdekaan.

Soekarno dan Hatta  kemudian diamankan di Rengasdengklok atau markas PETA, berada 15 kilometer (km) dari Kedung Gede, Karawang.

Baca Juga

Sementara itu di Jakarta, Ahmad Soebardjo (golongan tua) bersama Wikana (golongan muda) mengadakan kesepakatan untuk proklamasi di Jakarta. Laksamana Maeda membolehkan rumahnya menjadi tempat perundingan untuk membuat naskah proklamasi.

Kesepakatan tersebut membuat Jusuf Kunto dari pihak pemuda membawa Ahmad Subardjo menjemput Ir. Soekarno ke Rengasdengklok.

Malam hari pada 16 Agustus 1945, rombongan sampai ke Jakarta. Soekarno-Hatta kemudian diantar ke rumah Laksamana Maeda di Jalan Imam Bonjol No.1 (sekarang menjadi tempat Duta Besar Inggris).

Kediaman Laksamana Maeda menjadi tempat untuk membuat naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Naskah disusun oleh Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, dan Ahmad Subarjo.

Konsep proklamasi dibuat dalam selembar kertas, kemudian disalin memakai mesin ketik. Sayuti Melik berperan mengetik naskah teks proklamasi. Naskah tersebut kemudian dibaca secara langsung tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB, di jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta.

Baca Juga

Selain golongan tua, golongan muda juga berjuang memerdekakan bangsa Indonesia tanpa campur tangan Jepang. Mengutip dari kemdikbud.go.id, berikut peran golongan muda dalam peristiwa Rengasdengklok:

  • Pelopor golongan muda yang mendesak Ir. Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan adalah Chaerul Saleh, Asmara Hadi, A.M. Hanafi, Soediro, Sayuti Melik, dan S.K Trimurti. Mereka juga menemui Soekarno setelah kembali dari Dalat, Vietnam, pada 14 Agustus 1945.
  • Golongan muda seperti Wikana, Darwis, Soeroto, Soebadio, dan Yusuf Kunto, Chaerul Saleh dan Dojhari Nur mengadakan rapat di Cikini 71, pada 16 Agustus 1945, pukul 01.30 WIB. Pembahasannya tentang rencana menculik Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok.
  • Kemudian golongan pemuda seperti Sodanco Singgih, Chaerul Saleh, Wikana, dr. Muwardi, Sukarni, dan Yusuf Kunto menjemput Sukarno-Hatta untuk dibawa ke Rengasdengklok. Penjemputan dilakukan pada 16 Agustus 1945, pukul 06.00 WIB.
  • Sukarni sebagai golongan muda bertugas memberi saran teks proklamasi ditandatangani oleh Soekarno dan Mohammad Hatta.
  • Sayuti Melik bertugas mengetik naskah teks proklamasi.
  • Suhud dan Latif Hendraningrat berperan sebagai pengibar bendera merah putih, ketika proklamasi kemerdekaan. Sedangkan pembawa bendera adalah SK Trimurti.

Jakarta -

Peristiwa Rengasdengklok merupakan salah satu peristiwa penting menjelang detik-detik proklamasi kemerdekaan RI. Peristiwa ini diawali dengan ketidakcocokan pendapat antara golongan tua dan golongan muda.

Peristiwa Rengasdengklok terjadi pada 16 Agustus 1945. Namun, detikers juga perlu mengetahui latar belakang peristiwa tersebut.

Menurut buku Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu 2B SMP Kelas VIII karya Anwar Kurnia, bersamaan dengan menyerahnya Jepang kepada sekutu, para pemuda yang dipimpin Chaerul Saleh mengadakan pertemuan di Gedung Lembaga Bakteriologi di Jalan Pegangsaan Timur No. 17 Jakarta. Kini, gedung tersebut merupakan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Pertemuan ini terjadi pada 15 Agustus 1945 pada pukul 20.00 WIB. Dari agenda tersebut, didapatkan beberapa keputusan, yaitu:

1. Mendesak Soekarno-Hatta untuk memproklamasikan kemerdekaan hari itu juga.

2. Menunjuk Tikana, Darwis, dan Subadio untuk menemui Soekarno-Hatta dan menyampaikan keputusan rapat. Namun dengan catatan, kemerdekaan tidak diproklamasikan melalui Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)

3. Membagi tugas kepada mahasiswa, pelajar, dan pemuda di seluruh Jakarta untuk merebut kekuasaan dari Jepang.

Sesuai keputusan tersebut, pada 22.00 WIB Wikana dan yang lain menemui Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, yang merupakan kediaman Soekarno. Ketika Wikana menyampaikan bahwa proklamasi harus dilaksanakan pada 16 Agustus 1945, Soekarno menolak.

Alasannya, ia tidak dapat melepas tanggung jawab sebagai ketua PPKI dan akan menanyakan hal tersebut pada wakil-wakil PPKI di keesokan harinya. Dari sinilah peristiwa Rengasdengklok dimulai.

Bagaimana peristiwa Rengasdengklok terjadi?

Terhadap penolakan tersebut, golongan muda tidak berputus asa. Mereka kembali bertemu di Asrama Baperpi di Jalan Cikini Nomor 71 Jakarta pada pukul 24.00 WIB.

Dari pertemuan tersebut, mereka memutuskan untuk membawa Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok. Tujuannya, adalah menjauhkan kedua tokoh tersebut dari tekanan atau pengaruh Jepang.

Sebagaimana rencana, tanggal 16 Agustus 1945 pada pukul 04.00 WIB, Soekarno-Hatta dibawa para pemuda yang dipimpin oleh Slodanco Singgih ke Rengasdengklok. Para pemuda menyampaikan alasan pada kedua tokoh tersebut bahwa semangat rakyat menyongsong kemerdekaan yang meluap dapat mengancam keduanya jika masih berada di Jakarta.

Setelah berdebat, Soekarno-Hatta akhirnya menerima alasan para pemuda.

Soekarno berangkat ke Rengasdengklok bersama Ibu Fatmawati dan Guntur yang kala itu masih bayi. Sementara Moh. Hatta dan pengawalnya ada di mobil lain.

Demi tidak dicurigai Jepang, Soekarno-Hatta dan para pengawal mereka memakai seragam Peta dan menuju rumah Jiu Kie Song di Rengasdengklok.

Ketika berada di Rengasdengklok, para pemuda mendesak Soekarno-Hatta untuk melaksanakan proklamasi yang terlepas dari pengrauh Jepang. Namun, kehendak tersebut tidak terlaksana dan para pemuda segan untuk terus mendesak.

Akhirnya, Syodanco Singgih berusaha berbicara kembali dengan Soekarno hingga ia setuju bahwa proklamasi akan diadakan tanpa campur tangan Jepang.

Soekarno setuju melakukannya dengan catatan, akan dilakukan jika sudah kembali ke Jakarta. Sehingga, para pemuda segera berencana kembali ke Jakarta.

Pada waktu yang bersamaan, diadakan juga pertemuan di Jakarta antara golongan tua yang diwakili Ahmad Soebarjo dan golongan muda yang diwakili Wikana. Keduanya bersepakat bahwa proklamasi harus dilakukan di Jakarta.

Kemudian, Ahmad Soebarjo menjemput Soekarno dari Rengasdengklok. Rombongan ini diantar Yusuf Kunto dari golongan pemuda dan Sudiro yang merupakan sekretarisnya.

Rombongan tersebut tiba di Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945 pukul 17.30 WIB. Ketika itu, Ahmad Soebarjo menjamin dengan nyawanya bahwa proklamasi akan dilaksanakan pada 17 Agustus 1945. Dengan jaminan itu, para pemuda bersedia melepaskan Soekarno-Hatta kembali ke Jakarta.

(nwy/nwy)

Peristiwa Rengasdengklok adalah peristiwa penculikan yang dilakukan oleh sejumlah pemuda antara lain Soekarni, Wikana, Aidit dan Chaerul Saleh dari perkumpulan "Menteng 31" terhadap Soekarno dan Hatta. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 03.00 WIB, Soekarno dan Hatta dibawa ke Rengasdengklok, Karawang, untuk kemudian didesak agar mempercepat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, sampai dengan terjadinya kesepakatan antara golongan tua yang diwakili Soekarno dan Hatta serta Mr. Achmad Subardjo dengan golongan muda tentang kapan proklamasi akan dilaksanakan terutama setelah Jepang mengalami kekalahan dalam Perang Pasifik.[1][2]

Apa maksud tokoh pemuda dalam peristiwa Rengas Dengklok?

Kamar peristirahatan Bung Karno di rumah Djiaw Kie Siong.

Menghadapi desakan tersebut, Soekarno dan Hatta tetap tidak berubah pendirian. Sementara itu di Jakarta, Chaerul dan kawan-kawan telah menyusun rencana untuk merebut kekuasaan. Tetapi apa yang telah direncanakan tidak berhasil dijalankan karena tidak semua anggota PETA mendukung rencana tersebut.

Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia rencananya akan dibacakan Bung Karno dan Bung Hatta pada hari Jumat, 17 Agustus 1945 di Lapangan IKADA (yang sekarang telah menjadi Lapangan Monas) atau di rumah Bung Karno di Jl. Pegangsaan Timur No. 56. Akhirnya, dipilihlah rumah Bung Karno karena di Lapangan IKADA sudah tersebar bahwa ada sebuah acara yang akan diselenggarakan, sehingga tentara-tentara Jepang sudah berjaga-jaga, untuk menghindari kericuhan, antara penonton-penonton saat terjadi pembacaan teks proklamasi, dipilihlah rumah Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur No. 56. Teks Proklamasi disusun di Rengasdengklok, di rumah Djiaw Kie Siong. Bendera Merah Putih sudah dikibarkan para pejuang di Rengasdengklok pada Kamis tanggal 16 Agustus, sebagai persiapan untuk proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Karena tidak mendapat berita dari Jakarta, maka Jusuf Kunto dikirim untuk berunding dengan pemuda-pemuda yang ada di Jakarta. Namun sesampainya di Jakarta, Kunto hanya menemui Wikana dan Mr. Achmad Soebardjo, kemudian Kunto dan Achmad Soebardjo ke Rengasdengklok untuk menjemput Soekarno, Hatta, Fatmawati dan Guntur. Achmad Soebardjo mengundang Bung Karno dan Hatta berangkat ke Jakarta untuk membacakan proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur No. 56. Pada tanggal 16 Agustus tengah malam rombongan tersebut sampai di Jakarta.

Keesokan harinya, tepatnya tanggal 17 Agustus 1945 pernyataan proklamasi dikumandangkan dengan teks proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diketik oleh Sayuti Melik menggunakan mesin ketik yang "dipinjam" (tepatnya sebetulnya diambil) dari kantor Kepala Perwakilan Angkatan Laut Jerman, Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler.[3]

 

Pada waktu itu Soekarno dan Moh. Hatta, tokoh-tokoh menginginkan agar proklamasi dilakukan melalui PPKI, sementara golongan pemuda menginginkan agar proklamasi dilakukan secepatnya tanpa melalui PPKI yang dianggap sebagai badan buatan Jepang. Selain itu, hal tersebut dilakukan agar Soekarno dan Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Para golongan pemuda khawatir apabila kemerdekaan yang sebenarnya merupakan hasil dari perjuangan bangsa Indonesia, menjadi seolah-olah merupakan pemberian dari Jepang.

Sebelumnya golongan pemuda telah mengadakan suatu perundingan di salah satu lembaga bakteriologi di Pegangsaan Timur Jakarta, pada tanggal 15 Agustus. Dalam pertemuan ini diputuskan agar pelaksanaan kemerdekaan dilepaskan segala ikatan dan hubungan dengan janji kemerdekaan dari Jepang. Hasil keputusan disampaikan kepada Ir. Soekarno pada malam harinya tetapi ditolak oleh Soekarno karena merasa bertanggung jawab sebagai ketua PPKI.

  • (Indonesia) Peristiwa Rengasdengklok Diarsipkan 2007-01-13 di Wayback Machine.
  • (Indonesia) Sekitar Proklamasi 3 oleh Rushdy Hoesein
  • (Indonesia) 16 Agustus 1945 - Film Pendek di Televisi Nasional menjelang 17 Agustus 2008

  1. ^ Adams, Cindy. (2007). Bung Karno, penyambung lidah rakyat Indonesia. Hadi, Syamsu., Yayasan Bung Karno (Jakarta). (edisi ke-Ed. rev). Jakarta: Yayasan Bung Karno. ISBN 979-96573-2-6. OCLC 230895721. 
  2. ^ "Ketika Sukarno Ditodong Pisau, Pedang dan Pistol". Republika Online. Diakses tanggal 2020-12-01. 
  3. ^ "Proklamasi dan Kisah Mesin Ketik Jerman". Majalah Tempo. Diakses tanggal 02 Mei 2021.  Periksa nilai tanggal di: |access-date= (bantuan)

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Peristiwa_Rengasdengklok&oldid=20098994"