Apa maksud dari lambang ug pada hormon

Sesuai Permenkes No. 917/MENKES/PER/X/1993 tentang Wajib Daftar Obat Jadi pada Pasal 1 Bagian 3 bahwa yang dimaksud dengan GOLONGAN OBAT adalah penggolongan obat yang dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan ketetapan penggunaan serta pengamanan distribusi yang terdiri dari obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotik, obat keras, psikotropika dan narkotika.

Yang termasuk di dalam golongan tersebut di atas adalah obat yang dibuat dengan bahan-bahan kimia dan/atau dengan bahan-bahan dari unsur tumbuhan dan hewan yang sudah dikategorikan sebagai bahan obat atau campuran/paduan keduanya, sehingga berupa obat sintetik dan obat semi-sintetik, secara berturut-turut. Obat herbal/ tradisional (TR) tidak termasuk dalam kelompok ini.

Penggolongan obat berdasarkan penandaan pada kemasan obat terdiri atas:

Obat bebas dapat dibeli bebas tanpa resep dokter dan dapat dibeli di apotek dan toko obat berizin untuk mengatasi problem ringan (minor illness) yang bersifat nonspesifik. Obat bebas relatif paling aman, boleh digunakan untuk menangani penyakit-penyakit simptomatis ringan yang banyak diderita masyarakat luas yang penanganannya dapat dilakukan sendiri oleh penderita atau self medication (penanganan sendiri atau swamedikasi). Obat ini telah digunakan dalam pengobatan secara ilmiah (modern) dan terbukti tidak memiliki risiko bahaya yang mengkhawatirkan.

Penandaan pada kemasan: dot lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam.

Contoh: Oralit, beberapa analgetik atau pain killer (obat penghilang rasa nyeri) dan beberapa antipiretik (obat penurun panas) seperti parasetamol, ibuprofen, asetosal (aspirin), beberapa suplemen vitamin dan mineral / multivitamin  seperti vitamin C, dan vitamin B kompleks, antasida DOEN, minyak kayu putih, OBH, obat gosok, obat luka luar, dll.

  1. Obat Bebas Terbatas (OBT)

Obat bebas terbatas disebut juga obat daftar W (W: Waarschuwing = peringatan/waspada) adalah obat keras yang dapat dibeli tanpa resep dokter namun penggunaannya harus memperhatikan informasi obat pada kemasan. Pada penjualannya memiliki batasan jumlah dan kadar isi berhasiat harus disertai tanda peringatan, peringatan P1 – P6. Dibatasi hanya dapat dibeli di apotek atau toko obat berijin. Obat bebas terbatas relatif aman selama sesuai aturan pakai.

Penandaan pada kemasan: dot lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam dan kotak peringatan berwarna hitam berisi pemberitahuan berwarna putih.

Contoh: Obat flu kombinasi (tablet), antihistamin (CTM, difenhidramin, dimenhidrinat), bromheksin, antiemetik (antimo), piperazin, prometazon, mebendazol, klorokuin, kalii kloras, suppositoria, obat tetes mata untuk iritasi ringan, dll.

SK Menkes No. 2380/A/SK/VI/1983 tentang tanda khusus obat bebas dan obat bebas terbatas dan Sesuai dengan SK MenKes RI No.6355/Dirjen/SK/1969, pada kemasan OBT harus tertera peringatan yang berupa kotak kecil berukuran 5×2 cm berdasar warna hitam atau kotak putih bergaris tepi hitam, dengan tulisan sebagai berikut:

Apa maksud dari lambang ug pada hormon

(lihat gambar)

P1 : Awas! Obat keras! Baca aturan pakainya.

Contoh: Antimo, Decolgen, Vicks Formula 44 DT

P2 : Awas! Obat keras! Hanya untuk kumur. Jangan ditelan.

Contoh: Gargarisma Kan, He

P3 : Awas! Obat keras! Hanya untuk bagian luar badan.

Contoh: Tinctura Jodii, Neo ultrasiline

P4 : Awas! Obat keras! Hanya untuk dibakar.

Contoh: Sigaret astma

P5 : Awas! Obat keras! Tidak boleh ditelan.

Contoh: Sulfanilamide steril

P6 : Awas! Obat keras! Obat wasir, tidak ditelan.

       Contoh: Anusol suppositoria.

Pada keadaaan dan batas-batas tertentu, sakit yang ringan masih dibenarkan untuk melakukan pengobatan sendiri (self medication) menggunakan obat-obatan dari golongan OB dan OBT yang dengan mudah diperoleh masyarakat. Namun dianjurkan untuk tidak sekali pun melakukan uji coba obat sendiri terhadap obat-obat yang seharusnya diperoleh dengan menggunakan resep dokter, baca lebih lanjut di SK MenKes RI No.2380 tahun 1983.

Setelah upaya self medication, apabila kondisi penyakit semakin serius, tidak kunjung sembuh setelah sekitar 3-5 hari, maka sebaiknya segera memeriksakan diri ke dokter. Oleh karena itulah semua kemasan OB dan OBT wajib mencantumkan tanda peringatan “apabila sakit berlanjut segera hubungi dokter” (SK MenKes RI No.386 tahun1994).

Untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah kesehatan, dirasa perlu ditunjang dengan sarana yang dapat meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman, dan rasional. Peningkatan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional dapat dicapai melalui peningkatan penyediaan obat yang dibutuhkan untuk pengobatan sendiri yang sekaligus menjamin penggunaan obat yang secara tepat, aman dan rasional. Oleh karena itu, ditetapkan kriteria obat yang dapat diserahkan tanpa resep dengan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 919/MENKES/PER/X/1993 tentang Kriteria Obat Yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep.

Pasal 1 dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :

  1. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker pengelola apotik untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  2. Rasio khasiat keamanan adalah perbandingan relatif dari keuntungan penggunaannya dengan mempertimbangkan resiko bahaya penggunaannya.
  3. Menteri adalah Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Kriteria Obat Yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep terdapat pada Pasal 2 bahwa obat yang dapat diserahkan tanpa resep harus memenuhi kriteria :

  1. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.
  2. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko pada kelanjutan penyakit.
  3. Penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan.
  4. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia.
  5. Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.

Pasal 3 ayat (1) bahwa Daftar Obat yang dapat diserahkan tanpa resep ditetapkan oleh Menteri  dan pada ayat (2) Penilaian terhadap obat yang dapat digolongkan menjadi obat yang dapat diserahkan tanpa resep dilakukan secara terus menerus dengan mempertimbangkan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebutuhan masyarakat.

Dalam rangka self medication menggunakan OB atau OBT, perhatikan kemasan dan brosur yang terdapat di dalamnya. Berdasarkan SK MenKes No. 917 tahun 1993, pada setiap kemasan/brosur OB dan  OBT harus menyebutkan informasi obat sebagai berikut:

  • Nama obat (merek dagang dan kandungannya);
  • Daftar dan jumlah bahan berkhasiat yang terkandung di dalamnya;
  • Nama dan alamat produsen tertulis dengan jelas;
  • Izin beredar ditunjukkan dengan adanya nomor batch dan nomor registrasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) atau Departemen Kesehatan (DepKes);
  • Kondisi obat masih baik. Perhatikan tanggal kadaluwarsa (masa berlaku) obat
  • Indikasi (petunjuk kegunaan obat);
  • Kontra-indikasi (petunjuk penggunaan obat yang tidak diperbolehkan);
  • Efek samping (efek negatif yang timbul, yang bukan merupakan kegunaan obat);
  • Petunjuk cara penggunaan;
  • Dosis (takaran) dan aturan penggunaan obat;
  • Cara penyimpanan obat;
  • Peringatan;
  • Informasi tentang interaksi obat yang bersangkutan dengan obat lain yang digunakan dan/atau dengan makanan yang dikonsumsi.
  1. Obat Keras (termasuk Obat Wajib Apotek dan Psikotropika)

Obat keras (Obat daftar G atau ”Gevaarlijk”, berbahaya) termasuk juga psikotropika untuk memperolehnya harus dengan resep dokter dan dapat dibeli di apotek atau rumah sakit. Namun ada obat keras yang bisa di beli di apotek tanpa resep dokter yang diserahkan oleh apoteker disebut dengan Obat Wajib Apotek (OWA) seperti linestrenol, antasid, salbutamol, basitrasin krim, ranitidin, dll. Terdapat daftar jenis obat OWA beserta jumlah yang dapat diserahkan oleh apoteker tanpa resep dokter yang dapat dibaca lebih lanjut di peraturan tentang OWA 1, 2 dan 3. Lalu untunk informasi lebih lanjut dapat membaca UU Obat Keras STATBLAD 1937 No. 541 diperbaharui STATBLAD 1949 N0. 419 dan SK Menkes No. 2396/A/SK/VI/83 tentang tanda khusus obat keras daftar G.

Berdasarkan Kepmenkes No. 347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek tujuan adanya OWA adalah :

  1. Untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah kesehatan,
  2. Meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional,
  3. Meningkatkan peran apoteker di apotek dalam pelayanan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) serta pelayanan obat kepada masyarakat.

Kewajiban Apoteker dalam Pelayanan OWA:

  1. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat perpasien yang disebutkan dalam Obat Wajib Apotek yang bersangkutan.
  2. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan.
  3. Memberikan informasi meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi, efek samping, dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien.

Dasar Pemberian OWA mengikuti Kriteria Obat Yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep terdapat pada Pasal 2 Peraturan Menteri Kesehatan nomor 919/MENKES/PER/X/1993 bahwa obat yang dapat diserahkan tanpa resep harus memenuhi kriteria :

  1. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun
  2. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko pada kelanjutan penyakit.
  3. Penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan.
  4. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia
  5. Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.

Termasuk didalam obat keras adalah Psikotropika namun Psikotropika digolongkan tersendiri dari obat keras lainnya.

 Psikotropika (dahulu disebut juga OKT, Obat Keras Terbatas/Tertentu) Psikotropika golongan I tidak untuk pengobatan. Psikotropika diatur dalam UU No. 5 tahun 1997. Psikotropik adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang termasuk obat keras, tetapi bedanya dapat berkhasiat psikoaktif dengan mempengaruhi Susunan Saraf Pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku / mempengaruhi aktivitas psikis. Contoh: Lisergid Acid Diathylamine (LSD), psilosibina, metilen dioksi metamfetamin, amfetamin, diazepam, fenobarbital, klorpromazin, lorasepam, klordiazepoksid, dll.

Psikotropika dibagi menjadi 4 golongan:

Psikotropika golongan 1 ini sampai sekarang kegunaannya hanya ditujukan untuk ILMU PENGETAHUAN, dilarang diproduksi, dan tidak digunakan untuk pengobatan/terapi serta mempunyai Potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.

Contoh: Ekstasi, shabu, metilen dioksi metamfetamin, Lisergid Acid Diathylamine (LSD), brolamfetamine, DMA, MDMA (ekstasi), meskalin, dll

  • Golongan II (kuat), III (sedang), IV (ringan)

Dapat digunakan untuk PENGOBATAN asalkan sudah didaftarkan. Namun, kenyataannya saat ini hanya sebagian dari golongan IV saja yang terdaftar dan digunakan, seperti: amfetamin (II); fenobarbital (III), pentobarbital (III); flunitrazepam (III), diazepam (IV), bromazepam (IV), lorasepam (IV), nitrazepam (IV), dan klordiazepoksid (CPZ).

Golongan II merupakan psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh: Amfetamin, metamfetamin (shabu), metakualon.

Golongan III merupakan psikotropik yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh: Flunitrazepam, pentobarbital, amobarbital,  fenobarbital, flunitrazepam, pentazosine.

Golongan IV merupakan psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untnuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh: Apprazolam, diazepam, klobazam, klorazepam, bromazepam, lorasepam, klordiazepoxide, dan nitrazepam.

Golongan obat keras berbahaya jika pemakaiannya tidak berdasarkan resep dokter/Prescription, tidak memperhatikan dosis, aturan pakai dan peringatan. Mempunyai khasiat mengobati, menguatkan, membaguskan, mendesinfeksikan, dll.

Penandaan pada kemasan: dot lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam dan huruf K di tengah yang menyentuh garis tepi.

Contoh: semua obat dalam bentuk injeksi, adrenalin, infus asering, antibiotik (seperti amoksilin, tetrasiklin), obat jantung, obat mengandung hormone, obat diabetes, obat penenang, asam mefenamat, piroksikam, antihipertensi seperti captopril, antihistamin, deksametason, prednisone, diazepam, INH, semua obat baru, dll.

Secara awam obat narkotika disebut sebagai “obat bius”.  Hal ini karena dalam bidang kedokteran, obat-obat narkotika umum digunakan sebagai anestesi/obat bius dan analgetik/obat penghilang rasa nyeri. Seperti halnya psikotropika, obat narkotika sangat ketat dalam hal pengawasan mulai dari pembuatannya, pengemasan, distribusi, sampai penggunaannya.

Narkotika (Daftar O atau ”Opium atau opiat”) hanya boleh diperjualbelikan di apotek atau rumah sakit dengan resep dokter, dengan menunjukkan resep asli dan resep tidak dapat dicopy. Tiap bulan apotek wajib melaporkan pembelian dan penggunannya kepada pemerintah.

Narkotika diatur dalam UU 22 tahun 1997 dan diperbarui dengan UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika bahwa Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan, baik sintetis atau semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan tingkat kesadaran (fungsi anastesi/bius), hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri (sedatif), munculnya semangat (euphoria), halusinasi atau timbulnya khayalan, dan dapat menimbulkan efek ketergantungan bagi penggunanya. Oleh karenanya, narkotika diawasi secara ketat untuk membatasi penyalahgunaan (drug abuse).

Narkotika merupakan kelompok obat paling berbahaya karena dapat menimbulkan addiksi (ketagihan/ketergantungan) dan toleransi sehingga obat ini hanya dapat diperoleh dengan resep dokter dan apotek wajib melaporkan jumlah dan macamnya. Karena berbahaya, dalam peredaran, produksi, dan pemakaiannya narkotika diawasi secara ketat.

Pengawasan dilakukan antara lain:

Setiap institusi yang menggunakan atau menjual narkotika seperti apotek dan rumah sakit harus melaporkan ke Depkes atau BPOM tentang pembelian, penggunaan, dan penjualannya. Disamping itu, produksi, impor, dan distribusinya hanya dilaksanakan oleh 1 Badah Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu Kimia Farma.

Penandaan pada kemasan: palang berwarna merah di dalam lingkaran bergaris tepi merah.

Contoh: Tanaman Papaver somniferum (opium), Erythroxylon coca, dan tanaman Cannabis sativa (ganja), heroin, kokain, morfin, petidin, kodein, doveri, kodipron, dll. Narkotika golongan I tidak untuk pengobatan.

Narkotika dibagi menjadi 3 golongan:

Narkotika yang hanya digunakan untuk kepentingan PENELITIAN, pengembangan ILMU PENGETAHUAN, dan teknologi, reagensia diagnostik, dan reagensia laboratorium serta dilarang diproduksi atau tidak digunakan untuk pengobatan atau dalam terapi, mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.

Contoh: Tanaman Papaver somniferum L. (opium), dan tanaman Cannabis sativa (ganja/marijuana), heroin, kokain.

Narkotika yang dapat digunakan untuk pengobatan asalkan sudah memiliki izin edar (nomor registrasi).

Contoh: morfin (II), petidin (II), kodein (III), doveri, dan kodipron.

Golongan II

Narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: Fentanil, morfin, petidin, metadon.

Golongan III

Narkotik yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh: Kodein.

Obat adalah racun, hanya dalam takaran yang sesuai dan penggunaan yang tepat maka ia akan bermanfaat. Apabila digunakan tidak mengikuti aturan, ia akan merugikan bahkan menimbulkan efek-efek yang tidak diinginkan bahkan kematian. Jangan sekali-sekali mencoba menggunakan obat yang seharusnya hanya dapat diperoleh dengan resep dokter. Konsultasikan kepada apoteker yang siap sedia membantu Anda di apotek.

Jangan sekali-sekali mendekati atau mencoba menggunakan narkoba karena rasa penasaran/ingin tahu. Di samping karena berpotensi menyebabkan kecanduan, narkoba yang beredar di masyarakat sudah pasti ilegal sehingga akan dikenai sanksi hokum. Jangan pertaruhkan masa depan Anda, jangan kecewakan orang tua, keluarga, dan orang-orang yang mengasihi Anda dan Anda kasihi. Say No to Drug.

Obat bebas dan obat bebas terbatas termasuk ke dalam obat OTC (Over The Counter) dimana penjulaan ini dikenal sebagai pelayanan HV (Hand Verkoop), sementara obat keras, obat wajib apotek, psikotropika dan narkotika termasuk Prescription artinya harus dengan resep dokter.

Bagaimana penjelasan terkait penggolongan obat berdasarkan penandaan pada kemasan obat dan apa arti simbol atau logo lingkaran dan warna pada kemasan obat serta 6 ketentuan khusus peringatan pada obat bebas terbatas???

Selamat menyaksikan di kanal Youtube kami PharmEdu Official.

Semoga bermanfaat…

Terima Kasih.

Oleh: apt. Hadi Kurniawan, S.Farm., M.Sc.

Dosen Prodi Farmasi Fakultas Kedokteran Untan