Apa makna kemerdekaan bagi Anak Anak yang sesuai dengan tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa

Apa makna kemerdekaan bagi Anak Anak yang sesuai dengan tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa
Apa makna kemerdekaan bagi Anak Anak yang sesuai dengan tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa

17 Agustus 2020 Disdikbud Aceh Besar, Artikel, Sekretariat 4225


Oleh : Dr. Silahuddin M. Ag*

OPINI--Pada 17 Agustus 2020, negara Indonesia sekarang sudah memasuki usianya yang ke-75 tahun, usia yang sudah terbilang tua tentunya, lantas setelah 75 tahun setelah diproklamirkannya Indonesia menjadi bangsa yang merdeka 100%? tentu saja wacana di atas perlu dan patut untuk direnungkan bersama dan diperoleh jawabannya.

Kemerdekaan bukan hanya dimaknai dengan lepasnya bangsa Indonesia dari penjajahan bangsa asing. Tetapi, lebih dari itu, kemerdekaan bangsa berarti kemerdekaan pula bagi seluruh rakyatnya, yakni terbebas dari segala bentuk eksploitasi, kebodohan, dan ketidakadilan.

Konstitusi mengatakan bahwa setiap Warga Negara Indonesia mempunyai hak untuk hidup adil dan sejahtera, sebagai prasyarat kemerdekaan seutuhnya.

Tetapi faktanya sungguh ironi karena masih banyak diskriminasi dan ketidakadilan. Bangsa Indonesia memang masih sangat jauh dari Kemerdekaan.

Merdeka itu adalah kekuasan untuk menentukan diri sendiri untuk bisa mengembangkan potensi diri.Jadi, ketika rakyat Indonesia belum dapat mengaktualisasikan dirinya sebagai manusia merdeka, maka bangsa Indonesia belum bisa dikatakan merdeka.

Apabila kita menginginkan kemerdekaan yang seutuhnya, yakni kedaulatan dalam segala aspek, negara Indonesia mempunyai tanggung jawab penting untuk membuat setiap rakyatnya untuk berdiri di kaki sendiri dan tidak bergantung terhadap bangsa atau pihak lain.

Untuk itu, pendidikan adalah alat yang tepat untuk membuat Indonesia menuju kemerdekaan seutuhnya.

Pendidikan dan Ragam Permasalahannya Semangat dan cita-cita yang diharapkan oleh sang proklamator, Ir. Soekarno dan Ki Hajar Dewantara tentang dunia pendidikan ternyata belum terwujud hingga saat ini.

Kegigihan untuk mewujudkan Indonesia Merdeka semakin memiliki ruang yang sempit. Bahkan pendidikan yang diyakini sebagai alat untuk untuk mewujudkan kemerdekaan telah dirundung berbagai persoalan.

Ada beberapa persoalan yang tercatat. Pertama, soal akses setiap warga negara terhadap pendidikan. Hingga sekarang ini masih banyak warga negara yang kesulitan mengakses pendidikan akibat biaya pendidikan yang mahal.

Kedua, soal fasilitas dan infrastruktur pendidikan yang belum memadai dan merata. Masih banyak sekolah yang tidak dilengkapi dengan infrastruktur pendidikan yang memadai, seperti ruang belajar yang memadai, buku-buku, perpustakaan, laboratorium, dan lain-lain. Ketiga, soal kualitas pendidikan yang masih jauh dari cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa.

Sekarang ini, akibat tuntutan pasar, kurikulum pendidikan disusun berdasarkan kebutuhan pasar tenaga kerja akan buruh terampil dan berupah murah. Keempat, gaji dan kesejahteraan para guru belum memadai.

Akibatnya, banyak guru atau tenaga pengajar yang dibebani pekerjaan sampingan untuk menopang ekonomi keluarganya.

Pendidikan Sebagai Wujud Cita-Cita Bangsa

Wacana mengenai pendidikan sebagai wujud sebuah kemerdekaan telah menjadi prioritas utama ketika bangsa Indonesia hendak mengumumkan dirinya menjadi Negara yang merdeka.

Hal ini tercantum didalam Isi pembukaan UUD 1945 yang menegaskan cita-cita mencerdaskan setiap manusia Indonesia.

Pendidikan sebagai cita-cita bangsa berarti perjuangan membawa rakyat Indonesia keluar dari keterjajahan dengan memerangi kebodohan dan keterbelakangan.

Kemudian, mengenai pendidikan sebagai pilar utama untuk menuju kemerdekaan diperkuat juga posisinya dengan pencantumannya beberapa pasal di dalam UUD 1945.

Peran Negara

Sebagaimana sudah dimandatkan dalam pembukaan UUD 1945, salah satu tujuan bernegara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini berarti negara, dalam hal ini penyelenggara negara atau pemerintah, harus mengambil peran besar dalam penyelenggaraan pendidikan nasional.

Pertama, paradigma pendidikan neoliberal, yang menihilkan peran negara, harus ditinggalkan. Paradigma pendidikan harus dikembalikan ke mandat konstitusi. Artinya, peran negara dalam penyelenggaraan pendidikan nasional harus kembali diperkuat.

Di sini negara harus berperan dalam memastikan setiap warga negara Indonesia bisa mengakses pendidikan dengan kualitas yang sama tanpa diskriminasi. Untuk itu, pada sisi anggaran, negara harus memastikan ketersediaan anggaran untuk memastikan seluruh rakyat bisa mengakses pendidikan.

Negara juga harus menggelontorkan dana yang cukup untuk membenahi infrastruktur pendidikan yang belum memadai. Kedua, orientasi pendidikan selama ini, yang sangat menekankan penciptaan tenaga kerja murah untuk pasar tenaga kerja, harus ditinggalkan.

Orientasi pendidikan harus diarahkan pada penciptaan manusia Indonesia yang cerdas dan bisa mendedikasikan pengetahuannya bagi bangsa dan negara.

Di sini dibutuhkan perombakan dalam kurikulum dan metode penyelenggaraan pengajaran.

Pendidikan di Aceh Besar

Pemerintah kabupaten Aceh Besar melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan terus melakukan berbagai hal kebijakan dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan baik itu terkait sarana dan prasarana pendidikan mulai dari jenjang PAU/TK, SD,dan SMP.

Peningkatan sarana dan prasarana tidak hanya untuk daerah daratan dan perkotaan, namun juga daerah pedalaman dan pulau terluar, Pulo Aceh.

Upaya yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) bukan hanya menyediakan sarana dan prasarana, namun juga pada ketersediaan tenaga pengajar walaupun harus dipahami dengan anggaran yang masih terbatas, sehingga memang ada yang masih belum terpenuhi ketersediaan tenaga pengajar dan administrasi di semua sekolah.

Artinya masih ada sekolah yang kekurangan guru dan tenaga administrasi, namun pihak Dinas tidak tinggal diam, dengan semangat kemerdekaan terus melakukan berbagai upaya untuk pemenuhan tenaga pendidik (tendik) pada semua sekolah.

Sistem Pendidikan Terpadu (SPT)

Untuk kurikulum pengajaran, ada perlakuan khusus yang diberlakukan dalam lingkup sekolah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Aceh Besar.

Penerapan Sistem Pendidikan Terpadu (SPT) yang memadukan kurikulum Nasional dengan kurikulum khusus (diniyah dan tahfizd) pada jenjang SD dan SMP yang untuk tahap awal pada 30-an sekolah dan InsyaAllah akan diterapkan untuk semua sekolah.

Penerapan SPT tersebut untuk menangkal berbagai hal dari akibat kemajuan modernisasi yang terkadang dapat menggerus karakter para siswa. Dalam program SPT, disediakan materi-materi yang berhubungan dengan penerapan karakter yang baik, akhlak dan budi pekerti di samping itu juga pemenuhan capacity building atau life skill bagi peserta didik.

Di samping penerapan program SPT, ada program yang sangat mulia dari pemerintah yaitu program satu desa satu hafizd. Program ini merupakan salah satu dari visi misi Bupati dan Wakil Bupati Aceh Besar, H Ir Mawardi Ali/Waled Husaini, sebagai salah satu cara untuk memerdekakan siswa dalam menghafal Alquran untuk menjadi calon-calon Imam dan biayanya gratis, sekolahnya terletak di Kota Jantho, SMPN 3 Fauzul Kabir.

Dengan semangat kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-75, semoga Pandemi Corona dapat segera berakhir, sehingga program-program yang sudah direncanakan sebelumnya untuk peningkatan mutu, kualitas, kapabilitas, kompetensi, keterlepasan dari ketergantungan keterjajahan, dan ketersediaan sarana dan prasarana, tenaga kependidikan dapat teraktualisasi dengan nyata.

*Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Aceh Besar