Apa itu fault recorder beserta fungsinya

Thank you for interesting in our services. We are a non-profit group that run this website to share documents. We need your help to maintenance this website.

To keep our site running, we need your help to cover our server cost (about $400/m), a small donation will help us a lot.

Please help us to share our service with your friends.

Apa itu fault recorder beserta fungsinya

BAB IV ANALISA DFR (Digital Fault Recorder)

Apa itu fault recorder beserta fungsinya

Tugas Akhir BAB II. TEORI DFR (Digital Fault Recorder)

Apa itu fault recorder beserta fungsinya

PROSEDUR PEMELIHARAAN PEMBANGKIT & PERALATAN PENDUKUNG

Apa itu fault recorder beserta fungsinya

PROSEDUR PENGADAAN DAN PEMELIHARAAN PERALATAN

Apa itu fault recorder beserta fungsinya

Teknik Pemeliharaan Peralatan Telekomunikasi Pelanggan

Apa itu fault recorder beserta fungsinya

1. PEMELIHARAAN PERALATAN LISTRIK TEGANGAN TINGGI

Apa itu fault recorder beserta fungsinya

MANUAL PROSEDUR PEMELIHARAAN DAN PERBAIKAN PERALATAN LABORATORIUM

Apa itu fault recorder beserta fungsinya

BAB III TROUBLESHOOTING DAN KALIBRASI DFR

Apa itu fault recorder beserta fungsinya

E8-DFR konfigurációs leírás

Apa itu fault recorder beserta fungsinya

DFR Digitális vízkeverő 001

Apa itu fault recorder beserta fungsinya

BAB 3 PERALATAN DAN PROSEDUR PENELITIAN

Apa itu fault recorder beserta fungsinya

Disturbance v lesních ekosystémech

Apa itu fault recorder beserta fungsinya

DISTURBANCE A DISTURBANČNÍ REŽIMY

Apa itu fault recorder beserta fungsinya

PEMELIHARAAN PERALATAN HUBUNG BAGI (KUBIKEL) 20kV PELANGGAN BESAR

Apa itu fault recorder beserta fungsinya

PENGGUNAAN DAN PEMELIHARAAN PERALATAN DAN PERLENGKAPAN TEMPAT KERJA

Apa itu fault recorder beserta fungsinya

FAULT 01 INDESIT FAULT 02 INDESIT

Apa itu fault recorder beserta fungsinya

Lekce 9A Narušení (disturbance)

Apa itu fault recorder beserta fungsinya

Disturbance v lesních ekosystémech

Apa itu fault recorder beserta fungsinya

Disturbance v lesních ekosystémech

Apa itu fault recorder beserta fungsinya

Disturbance v lesních ekosystémech

Apa itu fault recorder beserta fungsinya

Disturbance v lesních ekosystémech

(1)

2.1Penjelasan Umum Alat Bantu Perekam Gangguan

Keandalan penyaluran tenaga listrik merupakan hal yang sangat vial dalam dunia kelistrikan. Kontinuitas penyaluran energi listrik tersebut merupakan tolak ukur masyarakat bagi kinerja PLN. Namun dalam sistem tenaga listrik tidak luput dari terjadinya Gangguan/ Fault. Gangguan pada sistem tenaga listrik terbagi menjadi dua yaitu gangguan sistem dan juga gangguan non system.

Untuk mengevaluasi jenis gangguan yang terjadi dibutuhkan peralatan bantu yang memonitor peralatan sistem tenaga listrik secara real time dan merekam gangguan/anomali yang terjadi. Layaknya seperti “ Black Box” dalam sebuah pesawat terbang “, alat ini akan membantu dengan memberikan data-data yang

berhasil direkam pada waktu sebelum, selama dan sesudah peralatan yang dimonitor mengalami gangguan/anomali. Data hasil rekaman tersebut menjadi sangat penting karena dapat digunakan untuk menganalisa penyebab dan akibat gangguan/anomali yang terjadi dan bahkan dapat menentukan langkah-langkah antisipasi agar gangguan/anomali yang sifatnya merusak peralatan atau mengganggu operasional dan pelayanan tidak terjadi lagi.

(2)

peralatan primer dan skunder lain yang terhubung ke peralatan perekam/recorder tersebut.

Peralatan perekam/record kejadian yang terpasang di instalasi PLN secara umum adalah sebagai berikut :

1. PQM (Power Quality Meter)

PQM merupakan peralatan perekam/recorder dan pengolah kondisi sistem dengan inputan analog arus dan tegangan pada kondisi normal maupun gangguan berdasarkan durasi waktu maupun sensor triger (perubahan arus, tegangan, frekuensi dan harmonisa) pada level setting yang telah ditentukan, seperti terlihat pada Gambar 1.

Gambar 2. 1 PQM Portable merk Dranetz

2. Fault locator

(3)

menentukan jarak lokasi gangguan pada saluran transmisi. Ada beberapa jenis fault locator yang ada, yaitu :

a. Fault locator yang bekerja berdasarkan prinsip teori impedansi dengan inputan arus dan tegangan, seperti terlihat Gambar 2. Fault locator jenis ini yang masih beroperasi secara independent (tidak menyatu dengan relay jarak) adalah merk ABB type RANZA yang terpasang di GITET Gandul arah Balaraja 1-2 dan GITET Suralaya arah Balaraja 1-2.

Gambar 2. 2 Fault locator merek ABB RANZA

b. Fault locator yang bekerja berdasarkan prinsip teori impedansi dengan inputan arus dan tegangan tetapi pengoperasiannya menyatu dengan relay jarak (distance relay). Contoh ; relay jarak dengan merek GE D60, Areva P443, Siemens 7SJ6xx atau Toshiba GRZ100.

(4)

dan penentuan lokasi titik gangguan berdasarkan teori gelombang berjalan, seperti terlihat pada Gambar 3. Fault locator ini harus dioperasikan dengan menggunakan PC yang sudah dimasukkan

softwarenya.

Gambar 2. 3 TWS (Travelling Wave System) merk Qualitrol Hathaway

3. SER (Sequnce Event Record)

SER merupakan peralatan perekam/pengolah inputan digital/event/kontak (open/close) melakukan proses recording untuk memberikan informasi peralatan sistem tenaga listrik seperti PMT, PMS line, PMS tanah yang bekerja, seperti terlihat pada Gambar 4.

(5)

4. DFR (Digital Fault Recorder)

DFR merupakan peralatan perekam/recorder yang bekerja berdasarkan Input analog arus dan tegangan, inputan digital/event/kontak yang berasala dari peralatan primer (seperti buka,tutup dan tripnya PMT) atau inputan dari peralatan sekunder (seperti bekerjanya relay proteksi), seperti terlihat pada Gambar 5. Peralatan ini akan merekam dan menyimpan data kondisi sistem secara otomatis pada saat sebelum, gangguan/fault berlangsung dan sesudah gangguan, yang hasilnya dapat dilihat dalam bentuk cetakan (print out) atau melalui software pembuka rekaman gangguan. Informasi yang bisa diperoleh adalah besarnya fault (nilai arus dan tegangan), lama gangguan/kejadian, event/kontak dan sensor yang bekerja.

Gambar 2. 5 DFR IDM yang terpasang di instalasi PLN

2.1.1 Pengertian dan Prinsip Kerja DFR

(6)

pada saat sebelum, selama dan setelah gangguan/kejadian terjadi. Peralatan ini bekerja secara real time, terus menerus untuk memonitor kondisi peralatan kita.

Secara umum DFR bekerja karena adanya input analog arus, tegangan dan digital/event yang seluruhnya dikonversikan ke bentuk digital, setelah input yang dirasakan diluar batas setting maka proses recording berlangsung dan hasilnya berupa data disimpan di dalam memori dan dicetak melalui printer. Hasil rekaman DFR berupa tampilan gelombang sinusoidal dan untuk analisanya menggunakan software pembuka atau bisa diketahui secara langsung.

(7)

Gambar 6 merupakan contoh gelombang sinusoidal yang memiliki korelasi dengan hasil record yang yang akan dilakukan proses analisa. Beberapa hal yang bisa dijelaskan dari gambar tersebut adalah :

a. Waktu yang diperlukan oleh arus bolak-balik untuk kembali pada harga yang

sama dan arah yang sama (1 cycle) disebut periode, dengan symbol T dan dinyatakan dalam detik/cycle. Sedangkan Frekwensi arus bolak-balik adalah jumlah perubahan arus perdetik

b. Amplitudo adalah harga maximum arus yang ditunjukkan garis grafik. c. Harga sesaat adalah harga yang ditunjukkan garis grafik pada suatu saat.

d. Karena frekwensi sistem PLN adalah 50 Hz, sedangkan durasi gelombang dari hardprint adalah dalam cycle, maka untuk perhitungan durasi gangguan perlu dikalikan 50 untuk memperoleh waktunya.

T = f * cycle ( jumlah _ gelombang).

2.1.2 Fungsi DFR

Digital Fault Recorder (DFR) akan bekerja secara real time untuk memonitor kondisi listrik dan peralatan terkait lainnya pada saat terjadi gangguan, karena menggunakan sistem digital maka semua data dikonversikan ke bentuk digital dan disimpan di memori, hasil monitoring tersebut akan tersimpan secara permanen dalam bentuk hasil cetakan di kertas dan data memori.

……….. (1)

(8)

Secara umum, fungsi Disturbance Fault Recorder (DFR) adalah :

a. Mengetahui besaran listrik seperti arus (A), tegangan (V) dan Frekuensi (F) b. Mengetahui lamanya gangguan (fault clearing time)

c. Mengetahui peralatan sistem proteksi yang bekerja d. Melihat harmonik dari sistem tenaga listrik

e. Melihat apakah CT normal/tidak jenuh

f. Memastikan bahwa peralatan sistem proteksi bekerja dengan baik g. Mendeteksi jenis gangguan

h. Dokumentasi

2.1.3 Jenis DFR

Berdasarkan konstruksinya, DFR dapat dibedakan menjadi : a. DFR yang tergabung dengan peralatan proteksi

b. DFR yang terpisah dengan peralatan proteksi

Berdasarkan cara komunikasi data, DFR dapat dibedakan menjadi : a. DFR tipe Dial Up (menggunakan modem)

b. DFR tipe TCP/IP (menggunakan jaringan internet)

(9)

(IDM). Saat ini, untuk efektivitas serta keandalan pengambilan data, sedang dilakukan migrasi dari tipe Dial Up menjadi TCP/IP dengan cara :

1. Pembelian tipe IDM yang baru

2. Upgrade tipe DFR II menjadi semi IDM dengan penggantian modul komunikasi datanya

3. Modifikasi tipe DFR II menjadi DFR II + PC, dengan penambahan PC di lokasi GI/GITET

2.1.4 Diagram Data DFR

Secara umum blok diagram data DFR terdiri dari :

a. Media Input yang terdiri dari sumber data analog (CT, PT, CVT, GPS) dan digital data (Event Status) yang merupakan data masukan ke Media Processor. b. Media Processor yang berupa Data Aquisition Unit (DAU) yang mengolah

data input menjadi tampilan grafik maupun urutan kejadian ke media Output c. Media Output yang merupakan media yang menerima output data dari Media

Processor, yang dapat berupa printer, alarm relay dan media komunikasi. Media komunikasi akan mengirimkan data ke Master DFR.

(10)

Diagram blok data DFR tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 2. 7 Blok Diagram Data DFR

2.1.5 Bagian – Bagian DFR

Bagian-bagian dari DFR (Digital Fault Recorder) adalah : a. Power Supply

(11)

b. Data Input

- Analog Input: Merupakan komponen yang berfungsi melakuan pengukuran data-data analog dari input CT/PT dan melakukan perubahan data secara digital. - Digital Input: Merupakan komponen yang berfungsi melakukan pengukuran data-data pada saat terjadinya perubahan status akibat berubahnya status close/open peralatan.

Pada Gambar 8 terlihat contoh koneksi input analog dengan menggunakan probe dan shunt R.

Gambar 2. 8 Rangkaian analog input untuk arus

c. Sensor

(12)

digunakan di Sistem Jawa Bali, setiap peralatan DFR terjadi dari 16 analog input, 32 digital input serta 6 sensor. Secara umum setiap modul DFR dapat digunakan untuk 2 bay di GI, dengan rincian tiap bay digunakan untuk 8 analog input (4 channel arus dan 4 channel tegangan).

d. Data Acquisition Unit

Komponen yang berfungsi sebagai tempat proses akuisisi data yang berasal dari komponen input selanjutnya memberikan output berupa informasi semua kondisi dan hasil pengukuran parameter .

(13)

e. Front Panel

Pada front panel terdapat fasilitas sistem alarm dan keypad sebagai interface user ke bagian/ fungsi DFR.

Gambar 2. 10 Front Panel type DFR IDM

Gambar 2. 11 Front Panel type DFR II

f. Sistem Alarm

(14)

Gambar 2. 12 Alarm DFR type IDM

g. Printer

Printer merupakan peralatan bantu yang diperlukan untuk melakukan pencetakan secara hard copy hasil record DFR (Disturbance Fault Recorder) ke dalam bentuk teks maupun grafik

h. Wiring

Wiring merupakan interkoneksi yang menghubungkan komponen ekternal ke peralatan DFR. Wiring eksternal ini meliputi :

- Wiring Chanel Analog (Input Analog Tegangan dan Arus) - Wiring Sensor. (Input Triger dari setting Arus dan Tegangan). - Wiring Event. (Input dari External Triger).

- Wiring komunikasi. (Komunikasi antar DFR & Komunikasi Master) - Wiring GPS

(15)

i. Sistem komunikasi

Sistem Komunikasi merupakan satu kesatuan peralatan komunikasi yang terpasang pada DFR (Digital Fault Recorder), baik berupa modul pada yang ditambahkan pada internal DFR (Digital Fault Recorder) dan atau peralatan yang ditambahkan diluar DFR bekerja melakukan proses komunikasi data antar DAU (Data Acquisition Unit), melakukan proses komunikasi hasil record/informasi dari DAU (DFR on site) ke Komputer Master DFR (Digital Fault Recorder).

j. GPS (Global Positioning Sistem)

Master Clock/GPS (Global Positioning Sistem) merupakan satu kesatuan peralatan yang bekerja untuk melakukan sinkronisasi waktu melalui satelit, sehingga penunjukkan waktu di tiap-tiap DFR yang berbeda lokasi menjadi sama.

(16)

k. LSU (Local Storage Unit)

LSU adalah salahsatu media penyimpanan data hasil rekaman selain memori internal. Pada produk-produk DFR terakhir media ini memiliki kapasitas yang besar dan sudah terpisah dengan CPU sehingga data- data yang semakin banyak tidak membebani kerja dari CPU.

l. Master Komputer DFR

Kontrol DFR dapat dikembangkan lebih jauh dengan menambahkan jaringan komunikasi serta menginstalnya kedalam suatu bentuk master station di pusat kontrol.Master Komputer DFR dapat mengontrol dan meremote komunikasi DAU dan dapat menyediakan :

- Rekaman data DAU yang tersimpan dalam bentuk digital dan dapat dipindahkan dari DAU ke disk master komputer DFR

- Mencetak rekaman gangguan di master komputer DFR, yang diremote di DAU setempat

- Menampilkan rekaman gangguan, yang diremote dari DAU setempat, dengan grafik warna pada monitor master komputer DFR Master station dapat terhubung hingga 250 DAU, dengan komunikasi dan kontrol masing-masing yang dapat berkomunikasi dengan master station DFR.

2.2Klasifikasi Saluran Transmisi Berdasarkan Tegangan

(17)

memahami bahwa transmisi adalah proses penyaluran energi listrik dengan menggunakan tegangan tinggi dan melalui saluran udara (over head line). Namun sebenarnya, transmisi adalah proses penyaluran energi listrik dari satu tempat ke tempat lainnya, yang besaran tegangannya adalah Tegangan Ultra Tinggi (UHV), Tegangan Ekstra Tinggi (EHV), Tegangan Tinggi (HV), Tegangan Menengah (MHV), dan Tegangan Rendah (LV).

Sedangkan Transmisi Tegangan Tinggi, adalah:

a. Berfungsi menyalurkan energi listrik dari satu gardu induk ke gardu induk lainnya.

b. Terdiri dari konduktor yang direntangkan antara tiang-tiang (tower) melalui isolator- isolator, dengan sistem tegangan tinggi.

c. Standar tegangan tinggi yang berlaku di Indonesia adalah : 30 KV, 70 KV dan 150 KV.

Beberapa hal yang perlu diketahui:

a. Transmisi 30 KV dan 70 KV yang ada di Indonesia, secara berangsur-angsur mulai ditiadakan (tidak digunakan).

b. Transmisi 70 KV dan 150 KV ada di Pulau Jawa dan Pulau lainnya di Indonesia. Sedangkan transmisi 275 KV dikembangkan di Sumatera.

(18)

Di Indonesia, kosntruksi transmisi terdiri dari :

a. Menggunakan kabel udara dan kabel tanah, untuk tegangan rendah, tegangan menengah dan tegangan tinggi.

b. Menggunakan kabel udara untuktegangan tingg dan tegangan ekstra tinggi.

Berikut ini disampaikan pembahasan tentang transmisi ditinjau dari klasifikasi tegangannya:

1. Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 200 KV – 500 KV

a. Pada umumnya digunakan pada pembangkitan dengan kapasitas di atas 500

MW.

b. Tujuannya adalah agar drop tegangan dan penampang kawat dapat direduksi secara maksimal, sehingga diperoleh operasional yang efektif dan efisien. c. Permasalahan mendasar pembangunan SUTET adalah: konstruksi tiang (tower)

yang besar dan tinggi, memerlukan tapak tanah yang luas, memerlukan isolator yang banyak, sehingga pembangunannya membutuhkan biaya yang besar. d. Masalah lain yang timbul dalam pembangunan SUTET adalah masalah sosial,

yang akhirnya berdampak pada masalah pembiayaan, antara lain: Timbulnya protes dari masyarakat yang menentang pembangunan SUTET, Permintaan ganti rugi tanah untuk tapak tower yang terlalu tinggi tinggi, Adanya permintaan ganti rugi sepanjang jalur SUTET dan lain sebagainya.

(19)

2. Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 30 KV – 150 KV a. Tegangan operasi antara 30 KV sampai dengan 150 KV.

b. Konfigurasi jaringan pada umumnya single atau double sirkuit, dimana 1 sirkuit

terdiri dari 3 phasa dengan 3 atau 4 kawat. Biasanya hanya 3 kawat dan penghantar netralnya digantikan oleh tanah sebagai saluran kembali.

c. Apabila kapasitas daya yang disalurkan besar, maka penghantar pada masing-masing phasa terdiri dari dua atau empat kawat (Double atau Qudrapole) dan Berkas konduktor disebut Bundle Conductor.

d. Jika transmisi ini beroperasi secara parsial, jarak terjauh yang paling efektif adalah 100 km.

e. Jika jarak transmisi lebih dari 100 km maka tegangan jatuh (drop voltaje) terlalu besar, sehingga tegangan diujung transmisi menjadi rendah.

f. Untuk mengatasi hal tersebut maka sistem transmisi dihubungkan secara ring

system atau interconnection system. Ini sudah diterapkan di Pulau Jawa dan akan dikembangkan di Pulau-pulau besar lainnya di Indonesia.

3. Saluran Kabel Tegangan Tinggi (SKTT) 30 KV – 150 KV

SKTT dipasang di kota-kota besar di Indonesia (khususnya di Pulau Jawa), dengan beberapa pertimbangan :

(20)

b. Untuk Ruang Bebas juga sangat sulit dan pasti timbul protes dari masyarakat, karena padat bangunan dan banyak gedung-gedung tinggi.

c. Pertimbangan keamanan dan estetika.

d. Adanya permintaan dan pertumbuhan beban yang sangat tinggi.

1. Jenis kabel yang digunakan:

- Kabel yang berisolasi (berbahan) Poly Etheline atau kabel jenis Cross Link Poly Etheline (XLPE).

- Kabel yang isolasinya berbahan kertas yang diperkuat dengan minyak (oil paper impregnated).

2. Inti (core) kabel dan pertimbangan pemilihan:

- Single core dengan penampang 240 mm2 – 300 mm2 tiap core. - Three core dengan penampang 240 mm2 – 800 mm2 tiap core. - Pertimbangan fabrikasi.

- Pertimbangan pemasangan di lapangan.

Kelemahan SKTT:

a. Memerlukan biaya yang lebih besar jika dibanding SUTT.

(21)

(Pemkot) sampai dengan jajaran terbawah, PDAM, Telkom, Perum Gas, Dinas Perhubungan, Kepolisian, dan lain-lain.

Panjang SKTT pada tiap haspel (cable drum), maksimum 300 meter. Untuk desain dan pesanan khusus, misalnya untuk kabel laut, bisa dibuat tanpa sambungan sesuai kebutuhan.

Pada saat ini di Indonesia telah terpasang SKTT bawah laut (Sub Marine Cable) dengan tegangan operasi 150 KV, yaitu:

- Sub marine cable 150 KV Gresik – Tajungan (Jawa – Madura). - Sub marine cable 150 KV Ketapang – Gilimanuk (Jawa – Bali).

Beberapa hal yang perlu diketahui:

- Sub marine cable ini ternyata rawan timbul gangguan.

- Direncanakan akan didibangun sub marine cable Jawa – Sumatera.

- Untuk Jawa – Madura, saat ini sedang dibangun SKTT 150 KV yang dipasang (diletakkan) di atas Jembatan Suramadu.

4. Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) 6 KV – 30 KV

(22)

b. Transmisi SUTM digunakan pada jaringan tingkat tiga, yaitu jaringan distribusi yang menghubungkan dari Gardu Induk, Penyulang (Feeder), SUTM, Gardu Distribusi, sampai dengan ke Instalasi Pemanfaatan (Pelanggan/ Konsumen). c. Berdasarkan sistem pentanahan titik netral trafo, efektifitas penyalurannya

hanya pada jarak (panjang) antara 15 km sampai dengan 20 km. Jika transmisi lebih dari jarak tersebut, efektifitasnya menurun, karena relay pengaman tidak bisa bekerja secara selektif.

d. Dengan mempertimbangkan berbagai kondisi yang ada (kemampuan likuiditas atau keuangan, kondisi geografis dan lain-lain) transmisi SUTM di Indonesia melebihi kondisi ideal di atas.

5. Saluran Kabel Tegan (SKTM) 6 KV – 20 KV

Ditinjau dari segi fungsi , transmisi SKTM memiliki fungsi yang sama dengan transmisi SUTM. Perbedaan mendasar adalah, SKTM ditanam di dalam tanah.

Beberapa pertimbangan pembangunan transmisi SKTM adalah: - Kondisi setempat yang tidak memungkinkan dibangun SUTM.

- Kesulitan mendapatkan ruang bebas (ROW), karena berada di tengah kota dan pemukiman padat.

(23)

Beberapa hal yang perlu diketahui:

a. Pembangunan transmisi SKTM lebih mahal dan lebih rumit, karena harga kabel yang jauh lebih mahal dibanding penghantar udara dan dalam pelaksanaan pembangunan harus melibatkan serta berkoordinasi dengan banyak pihak.

b. Pada saat pelaksanaan pembangunan transmisi SKTM sering menimbulkan masalah, khususnya terjadinya kemacetan lalu lintas.

c. Jika terjadi gangguan, penanganan (perbaikan) transmisi SKTM relatif sulit dan memerlukan waktu yang lebih lama jika dibandingkan SUTM.

d. Hampir seluruh (sebagian besar) transmisi SKTM telah terpasang di wilayah PT. PLN (Persero) Distribusi DKI Jakarta & Tangerang.

6. Saluran Udara Tegangan Rendah (SUTR) 40 VOLT – 1000 VOLT

Transmisi SUTR adalah bagian hilir dari sistem tenaga listrik pada tegangan distribusi di bawah 1000 Volt, yang langsung memasok kebutuhan listrik tegangan rendah ke konsumen. Di Indonesia, tegangan operasi transmisi SUTR saat ini adalah 220/ 380 Volt.

Radius operasi jaringan distribusi tegangan rendah dibatasi oleh: a. Susut tegangan yang disyaratkan.

b. Luas penghantar jaringan.

(24)

e. susut tegangan yang diijinkan adalah + 5% dan – 10 %, dengan radius pelayanan berkisar 350 meter.

Saat ini transmisi SUTR pada umumnya menggunakan penghantar Low Voltage Twisted Cable (LVTC).

7. Saluran Kabel Tegangan Rendah (SKTR) 40 VOLT – 1000 VOLT

Ditinjau dari segi fungsi, transmisi SKTR memiliki fungsi yang sama dengan transmisi SUTR. Perbedaan mendasar adalah SKTR di tanam didalam di dalam tanah. Jika menggunakan SUTR sebenarnya dari segi jarak aman/ ruang bebas (ROW) tidak ada masalah, karena SUTR menggunakan penghantar berisolasi.

Penggunaan SKTR karena mempertimbangkan:

a. Sistem transmisi tegangan menengah yang ada, misalnya karena menggunakan transmisi SKTM.

b. Faktor estetika.

Oleh karenanya transmisi SKTR pada umumnya dipasang di daerah perkotaan, terutama di tengah-tengah kota yang padat bangunan dan membutuhkan aspek estetika.

Dibanding transmisi SUTR, transmisi SKTR memiliki beberapa kelemahan, antara lain:

a. Biaya investasi mahal.

(25)

c. Jika terjadi gangguan, perbaikan lebih sulit dan memerlukan waktu relatif lama untuk perbaikannya.

2.3Bentuk Saluran Transmisi Berdasarkan Konduktornya

Bentuk saluran transmisi berdasarkan konstruksi konduktornya dapat dibedakan atas :

a. Kawat

Kawat yaitu penghantar yang konduktornya tidak dilindungi oleh lapisan isolasi sebagai pelindung luar (dibiarkan telanjang). Tipe konstruksi demikian hanya diperuntukkan pada pasangan luar (outdoor) yang diharapkan terbebas dari sentuhan, misalnya untuk pasangan overhead. Pemilihan kawat penghantar yang digunakan untuk saluran udara didasarkan pada besarnya beban yang dilayani, makin luas beban yang dilayani maka makin besar ukuran penampang kawat yang digunakan. Penghantar yang umum digunakan pada jaringan transmisi adalah jenis AAAC, ACSR, TASCR.

b. Kabel

(26)

tersebut dipasang. Pemasangan saluran kabel ini dilakukan dengan pertimbangan apabila saluran udara tidak memungkinkan untuk dipasang. Saluran kabel antara lain dipasang pada gardu induk yang terdapat di tengah kota dimana tidak memungkinkan untuk dibangun tower. Saluran kabel yang umum digunakan pada saluran jaringan transmisi adalah jenis XLPE dan CVT.

2.4Bentuk Saluran Transmisi Berdasarkan Tempat Peletakannya

Bentuk saluran transmisi berdasarkan tempat peletakannya dapat dibedakan menjadi: a. Saluran Udara

Saluran udara baik digunakan pada daerah dengan kerapatan beban kecil. Saluran udara banyak digunakan karena harga pembelian hak jalan untuk hantaran udara dan harga materialnya relatif murah. Kelebihan lain saluran udara ini antara lain adalah mudah melakukan perluasan pelayanan, mudah melakukan pemeriksaan apabila terjadi gangguan pada jaringan, mudah melakukan pemeriksaan, serta tiang – tiang jaringan transmisi primer dapat digunakan untuk

jaringan transmisi dan keperluan pemasangan trafo atau gardu tiang.

(27)

untuk kawat penghantar terdiri atas kawat tembaga telanjang (BCC), alumunium telanjang (AAC), serta bahan campuran yang berbasis alumunium (AAAC).

b. Saluran Bawah Tanah

Saluran bawah tanah baik digunakan untuk daerah dengan kerapatan beban yang tinggi, misalnya di pusat kota atau pusat industri. Saluran bawah tanah banyak digunakan dalam kawasan tersebut karena banyak terdapat bangunan– bangunan tinggi, sehingga pemasangan hantaran udara akan mengganggu, baik dari segi keindahan maupun dari keamanan. Pemasangan saluran udara dalam kawasan tersebut dapat membahayakan keselamatan manusia.

Bahan untuk kabel tanah pada umumnya terdiri atas tembaga dan alumunium. Sebagai isolasi digunakan bahan – bahan berupa kertas serta perlindungan mekanikal berupa timah hitam. Jenis tegangan menengah sering dipakai juga minyak sebagi isolasi. Jenis kabel demikian dinamakan GPLK (Gewapend Papier Load Cable) yang merupakan standar Belanda. Pada saat ini bahan isolasi buatan berupa PVC (Polivinyl Chloride) dan XLPE (Cross-linked Polyethilene) telah berkembang pesat dan merupakan bahan isolasi yang handal (Kadir, 2006:39).

(28)

jika terjadi gangguan dan gangguan tersebut bersifat permanen, serta waktu dan biaya yang diperlukan untuk menanggulangi jika terjadi gangguan lebih lama dan lebih mahal.

c. Saluran Kabel Bawah Laut

Saluran bawah laut (submarine cable) yaitu saluran yang dipasang di dasar laut untuk keperluan suplai antar pulau. Kabel jenis ini juga dirancang khusus atau disesuaikan dengan kondisi lingkungan tempat pemasangannya.

2.5Definisi Padam (Outage) Pada Sistem Tenaga Listrik

Listrik sekarang sudah bukan menjadi barang mewah. Listrik berubah menjadi suatu kebutuhan primer bagi masyarakat modern, bahkan menjadi isu yang dapat mempengaruhi perekonomian dan keamanan suatu negara. Oleh karena itu keandalan penyaluran tenaga listrik menjadi mutlak diperlukan.

Padamnya tenaga listrik yang tidak terencana menjadi masalah yang serius pagi peralatan listrik. Padahal di dalam jaringan listrik, mesin dan peralatan listrik memiliki berbagai tipe gangguan/masalah ketika beroperasi. Ketika gangguan itu muncul, nilai karakteristik (seperti impedansi) dari sbuah mesin dapat berubah dari nilai eksisting menjadi nilai lain sampai dengan gangguan itu hilang.

(29)

kegagalan isolasi dan kegagalan jalur penyaluran yang mengakibatkan hubung singkat dan open circuit konduktor.

Sedangkan definisi dari sebuah padam (outage) dalam tenaga listrik menurut The American Heritage Dictionary of The English Language (2003) adalah kegagalan sementara fungsi atau gangguan dari sumber listrik terutama hilangnya daya listrik. 2.5.1. Jenis padam (Outage)

Outage atau pemadaman tenaga listrik dikategorikan dalam 4 jenis yaitu sebagai berikut :

1. Planned Outage : adalah jenis pemadaman yang telah direncanakan/

diminta satu bulan sebelumnya. Biasanya pemadaman jenis ini dilakukan untuk pemeliharaan rutin pada peralatan tenaga listrik atau disebut juga preventif maintenance

2. Unplanned Outage : adalah jenis pemadaman yang diminta 3 hari sebelum hari pemadaman. Jenis pemadaman ini dilakukan untuk perbaikan peralatan listrik hasil temuan dari inspeksi .atau disebut juga Corrective Maintenance.

3. Emergency Outage : adalah jenis pemadaman yang diminta kurang dari 24 jam dimana permintaan tersebut sangat penting untuk mencegah kegagalan peralatan. Kasus yang paling sering untuk permintaan emergency outage adlah temuan hotspot pada peralatan tenaga listik. 4. Force Outage : adalah jenis pemadaman yang terjadi akibat

(30)

2.5.2. Jenis gangguan (Fault)

Gangguan dalam sistem tenaga listrik adalah keadaan tidak normal dimana keadaan ini dapat mengakibatkan terganggunya kontinuitas pelayanan tenaga listrik. Sebuah gangguan (electrical fault) dapat didefiniskan antara lain : 1. Electrical flashover

2. Kegagalan peralatan utama

3. Deviasi parameter eletrik (tegangan, arus, frekuensi, daya) dari batasan nilai normal operasi

Secara umum klasifikasi gangguan pada system tenaga listrik disebabkan oleh 2 faktor, yaitu:

1. Gangguan yang berasal dari system (System Fault) Penyebab gangguan dari sistem dibagi menjadi 2 yaitu :

a. System Fault Active yang disebabkan oleh petir, crane, kegagalan isolasi, CT/CVT meledak, gangguan trafo dll

b. System Fault Passive yang disebabkan oleh over/under frequency, power swing, overvoltage, overloading

2. Gangguan yang berasal dari luar system (Non System Fault)

(31)

terjadi untuk sistem kelistrikan bawah tanah serta pengaruh cuaca seperti hujan, angin, serta surja petir.

Bila ditinaju dari segi lamanya waktu gangguan, maka dapat dikelompokkan menjadi :

1. Gangguan yang bersifat temporer (temporer fault), yang dapat hilang dengan sendirinya atau dengan memutuskan sesaat bagian yang terganggu dari sumber tegangannya. Gangguan sementara jika tidak dapat hilang dengan segera, baik hilang dengan sendirinya maupun karena bekerjanya alat pengaman dapat berubah menjadi gangguan permanen.

2. Gangguan yang bersifat permanen (permanent fault), dimana untuk membebaskannya diperlukan tindakan perbaikan dan/atau menyingkirkan penyebab gangguan tersebut.

3. Untuk gangguan yang bersifat sementara setelah arus gangguannya terputus misalnya karena terbukanya circuit breaker oleh rele pengamannya, peralatan atau saluran yang terganggu tersebut siap dioperasikan kembali. Sedangkan pada gangguan permanen terjadi kerusakan yang bersifat permanen sehingga baru bisa dioperasikan kembali setelah bagian yang rusak diperbaiki atau diganti.

(32)

maksimum yang diijinkan, sehingga terjadi kenaikan temperatur yang dapat mengakibatkan kerusakan pada peralatan listrik yang digunakan.

2.5.3. Penyebab Timbulnya Gangguan (Electrical Fault)

Dalam sistem tenaga listrik tiga fasa, gangguan–gangguan arus lebih yang

mungkin terjadi adalah sebagai berikut yaitu : a. Gangguan beban lebih (overload)

Gangguan ini sebenarnya bukan gangguan murni, tetapi bila dibiarkan terus menerus berlangsung dapat merusak peralatan listrik yang dialiri arus tersebut. Pada saat gangguan ini terjadi arus yang mengalir melebihi dari kapasitas peralatan listrik dan pengaman yang terpasang.

b. Gangguan hubung singkat

(33)

c. Hampir semua gangguan yang terjadi pada sistem tenaga listrik adalah gangguan tidak simetris. Gangguan tidak simetri ini terjadi sebagai akibat gangguan hubung singkat satu fasa ke tanah, gangguan hubung singkat dua fasa, atau gangguan hubung singkat dua fasa ke tanah.

Gangguan-gangguan tidak simetri akan menyebabkan mengalirnya arus tak seimbang dalam sistem sehingga untuk analisa gangguan digunakan metode komponen simetri untuk menentukan arus maupun tegangan di semua bagian sistem setelah terjadi gangguan. Gangguan ini akan mengakibatkan arus lebh pada fasa yang terganggu dan juga akan dapat mengakibatkan kenaikan tegangan pada fasa yang tidak terganggu. Gangguan dapat diperkecil dengan cara pemeliharaannya.

2.5.4. Dampak terjadinya gangguan (Impact of Electrical Fault)

Adapun akibat-akibat yang ditimbulkan dengan adanya gangguan hubung singkat tersebut antara lain:

a. Rusaknya peralatan listrik yang berada dekat dengan gangguan yang disebabkan arus-arus yang besar, arus tak seimbang maupun tegangan-tegangan rendah.

b. Berkurangnya stabilitas daya system tersebut.

(34)

e. Mengurangi lifetime peralatan

Gangguan pada saluran transmisi harus cepat diketahui dan segera diperbaiki. Hal ini dilakukan agar gangguan tidak menyebar ke sistem lainnya. Untuk meminimalisir gangguan pada saluran transmisi dipasang peralatan proteksi yaitu relay distance. Relay distance akan mendeteksi jarak gangguan yang terjadi pada saluran transmisi.

Untuk mengatasi gangguan tersebut, pengawas pekerjaan memerintahkan regu pemeliharaan jaringan (harjar) untuk menulusuri gangguan tersebut. Dalam penelusuran gangguan tersebut, membutuhkan banyak waktu karena regu harjar harus menelusuri satu per satu tower sepanjang jaringan yang terganggu.

Hal ini sangat berpengaruh terhadap kinerja unit berdasarkan TLOD, semakin lama durasi untuk penanganan gangguan maka semakin buruk kinerja suatu unit. Oleh karena itu diperlukan penyelesaian masalah agar gangguan dapat segera teratasi.

2.6Dasar Perhitungan Electrical Fault Pada Sistem Tenaga Listrik

(35)

Tabel 2. 1 Data Impedansi Penghantar Wilayah APP Semarang Tahun 2016

Untuk memperoleh nilai besaran impedansi line (ZL) maka menggunakan perhitungan berikut ini:

Untuk menghitung impedansi gangguan menggunakan persamaan dibawah ini dengan mamasukkan nilai parameter arus dan tegangan gangguan dari data DFR (Digital Fault Recorder).

Untuk menghitung gangguan fasa-fasa maka menggunakan persamaan berikut :

(36)

Gambar 2. 15 Gangguan Fasa-Fasa

Untuk mencari nilai Z1 dengan mensubstitusi persamaan (1) dan (2) sebagai berikut:

(37)

persamaan berikut ini:

Gambar 2. 16 Ganguan Fasa-Tanah

(38)

Untuk menghitung jarak gangguan fasa-fasa dan fasa-tanah dapat menggunakan rumus berikut: