Apa itu cinta kasih dalam agama Buddha?

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Metta adalah cinta kasih, sifat yang dapat menghaluskan hati seseorang, atau rasa persahabatan sejati. Metta dirumuskan sebagai keinginan akan kebahagiaan semua makhluk tanpa terkecuali. Metta juga sering dikatakan sebagai niat suci yang mengharapkan kesejahteraan dan kebahagiaan makhluk- makhluk lain, seperti seorang sahabat mengharapkan kebahagiaan temannya. Sifat bajik dan mulia merupakan corak yang khas dari metta.

Orang yang melatih metta akan selalu gembira dalam memajukan kesejahteraan orang lain. Orang yang selalu melatih metta pada dirinya akan memperoleh manfaat atau pahala metta yaitu:

  1. Orang yang penuh metta dapat tidur dengan tenang,
  2. ia akan disegani oleh orang lain,
  3. orang yang melatih metta akan dicintai makhluk-makhluk yang bukan manusia,
  4. para dewa akan melindungi karena kekuatan mettanya,
  5. orang yang penuh dengan meta akan mudah memusatkan pikiran,
  6. metta mempunyai pengaruh untuk menambah keindahan wajah seseorang,
  7. orang yang batinya penuh metta matinya akan tenang.

Dengan dimulai dari diri sendiri kita harus mengembangkan cinta kasih sedikit demi sedikit kepada semua makhluk, tanpa memandang kepercayaan, bangsa, ras, jenis kelamin, termasuk juga binatang sehingga kita bisa menyesuaikan diri terhadap segala sesuatu tanpa membeda-bedakan dalam mengembangkan cinta kasih kita.

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

  • Karuna
  • Mudita
  • Upekkha

Referensi[sunting | sunting sumber]

| Friday, 27 August 2021 7.46 AM Life


Apa itu cinta kasih dalam agama Buddha?



Sikap egois menghalangi rasa cinta kita kepada makhluk hidup, kita semua pernah mengalaminya dalam beragam kadar. Agar kebahagiaan datang, kita butuh sebuah pikiran yang tenang, dan sebuah kedamaian demikian hanya bisa didapatkan dari sikap penuh cinta kasih. Bagaimana caranya untuk mengembangkan sikap ini?

Pertama-tama kita harus jelas akan apa yang dimaksud dengan cinta kasih. Banyak bentuk cinta kasih tercampur dengan keinginan dan kemelekatan. Contohnya rasa cinta yang dimiliki oleh orang tua kepada anaknya sering dihubungkan dengan kebutuhan emosi mereka, jadi itu tidak sepenuhnya cinta kasih.

Biasanya ketika kita teringat akan seorang teman, kita sebut ini sebagai cinta kasih, namun ini juga merupakan sebuah kemelekatan. Juga dalam pernikahan, cinta di antara suami dan istri-umumnya pada awal, ketika setiap pasangan masih belum mengenal karakter pasangan terdalamnya dengan baik – bergantung pada sebuah kemelekatan daripada sebuah cinta yang sesungguhnya.

Pernikahan akan bertahan sementara, karena kurangnya cinta kasih; Keinginan kita bisa menjadi kuat kepada orang yang kita cintai sehingga terlihat tanpa cacat, pada kenyataannya orang tersebut penuh dengan kesalahan. Dan lagi, kemelekatan membuat kita membesarkan hal positif kecil.

Cinta kasih tanpa kemelekatan itu mungkin. Kita butuh menjernihkan perbedaan antara cinta kasih dan kemelekatan. Cinta kasih sesungguhnya bukan hanya sebuah reaksi emosional namun sebuah komitmen teguh. Karena dari dasar yang kokoh ini, sebuah cinta kasih kepada orang lain tidak berubah jika mereka bersikap negatif. Tidak peduli apakah orang tersebut kawan atau lawan, selama orang tersebut berharap untuk kedamaian dan kebahagiaan dan berharap untuk melampaui penderitaan. Ini adalah cinta kasih yang jernih. Bagi praktisi ajaran Buddha, tujuannya adalah untuk mengembangkan bentuk cinta kasih ini, cinta kasih ini murni untuk kebaikkan orang lain, kepada semua makhluk hidup di semesta.

Kita memiliki persamaan akan kebutuhan cinta, dan dasar kebersamaan ini, sangat mungkin untuk siapa pun yang kita temui, dalam situasi apa pun, adalah kakak dan adik.

Cinta kasih bisa dirasakan hanya ketika sikap mementingkan diri sendiri dihapus. Namun ini tidak berarti kita tidak bisa mulai untuk mengolah cinta kasih dan mulai untuk membuat kemajuan secepatnya.

*Disarikan dari The Compassionate Life, karya Dalai Lama.



Oleh: Bhikkhu Khemanando Thera

Pendahuluan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “Cinta” berarti: suka sekali, sayang sekali, kasih sekali, terpikat (antara laki-laki dan perempuan), ingin sekali, berharap sekali, rindu, susah hati dan risau. Dalam KBBI juga terdapat kata “Cintamani” yang berarti intan yang bertuah atau ular yang mendatangkan kebahagiaan (dalam percintaan).  

Bagaimana Cinta menurut Buddha Dhamma?

Dalam pembabaran dhammaNya, Buddha banyak menyebut kata cinta. Di dalam Dhammapada, ada bab yang berjudul Piyavagga yang berarti Kecintaan. Di dalama Majjhima Nikaya juga ada disebutkan yaitu sutta yang berjudul Piyajatika Sutta, khotbah mengenai orang-orang bercinta. Seorang Resi Vyatsyayana, yaitu seorang pujangga India yang sangat terkenal sampai hari ini karena karyanya yang masih banyak dipelajari sebagian orang di muka bumi ini, yaitu mengenai Kama Sutra bahkan karyanya tersebut di angkat ke layar lebar, dan Kitab Kama Sutra tersebut menghebohkan dan menjadi penutan bagi pasangan yang lagi falling in Love. Buddha juga pernah membabarkan Kitab yang sama yang terdapat di dalam Sutta Nipata, Kama Sutta. Isi kedua kitab tersebut sangat bertolak belakang. Kama Sutra mengajarkan mengenai teknik dalam bercinta, namun di dalam Kama Sutta Buddha mengajarkan mengenai kenikmatan nafsu indera yang harus dihindari. Beliau menuturkan: “Jika manusia yang hanya menginginkan kenikmatan-kenikmatan indera itu tidak memperolehnya, maka ia akan menderita bagaikan tertusuk anak panah” (SN-767). Dan juga didalam Sutta Nipata 769 beliau menuturkan: “Manusia yang menginginkan berbagai objek indera, seperti misalnya: rumah, kebun, emas, uang, binatang, pelayan, dan lain-lain, maka emosi yang kuat akan menguasainya, bahaya akan menghimpitnya, dan penderitaan akan mengikutinya bagaikan air yang masuk kedalam kapal yang karam.”

Pengertian Cinta dalam Agama Buddha

Piyadassi dalam bukunya “The Buddha’s Ancient Path” menyatakan cinta adalah suatu kekuatan aktif, setiap tindakan mencintai dilakukan dengan pikiran tak bernoda untuk menolong, membantu, menyenangkan, membuat jalan lebih mudah, lebih halus, menakhlukkan kesedihan dan merupakan kebahagiaan tertinggi (Dhammananda, 2003:242-243). Dalam agama Buddha banyak istilah mengenai kata Cinta,  seperti: Piya, Pema, Rati, Kama, Tanha, Ruci, dan Sneha yang memiliki arti: rasa sayang, kesenangan, cinta kasih, kasih sayang, kesukaan, nafsu indera, kemelekatan, dan sebagainya, yang terjalin antara laki-laki dan perempuan yang hidup dalam sebuah keluarga.

Buddha menjelaskan sifat metta atau cinta kasih secara rinci didalam Karanîya metta sutta: “Mâtâ yathâ niyam puttam, Âyusâ ekaputtamanurakkhe, Evampi sabbabhûtesu, Mânasambhâvaye aparimânam ; “Sama seperti seorang ibu yang melindungi anak satu-satunya, bahkan dengan resiko hidupnya sendiri, orang mengembangkan hati kepada semua makluk dengan pikiran cinta tanpa batas keseluruh penjuru dunia tanpa ada halangan, kebencian dan permusuhan.”

Pengertian Pengembangan Cinta

Pengembangan cinta dilakukan melalui pertimbangan buruknya suatu kebencian, manfaat membuang kebencian, mempertimbangkan kenyataan, sesuai dengan karma bahwa sesungguhnya tidak ada yang harus dibenci, kebencian adalah perasaan bodoh yang menimbulkan kegelapan dan menghalangi pengertian benar (Piyadassi, 2003:250). Kebencian menahan; cinta melepaskan. Kebencian mencekik; cinta membebaskan. Kebencian membawa penyesalan; cinta membawa kedamaian. Kebencian menghasut; cinta mendamaikan dan menenangkan. Kebencian memecah belah; cinta menyatukan.Kebencian mengeraskan; cinta melembutkan. Kebencian menghalangi; cinta menolong. Melalui cara yang tepat dan pemahaman benar tentang akibat kebencian dan manfaat cinta, hendaknya selalu mengembangkan cinta (Dhammananda, 2003:243).

Pengembangan cinta merupakan suatu cara agar manusia memiliki rasa toleransi, saling menghargai, menghormati dengan memperlakukan sesama dengan pikiran, ucapan dan perbuatan yang penuh cinta kasih (M.i.322-323), sehingga kedamaian, ketentraman dan kerukunan hidup tercipta. Pengembangan cinta dilakukan dengan selalu mengembangkan pikiran positif yang tidak terbatas dan menyingkirkan pikiran buruk atau negatif.

Pengembangan Cinta Menurut Pandangan Buddha Dhamma

Pembentukan prilaku melalui pelaksanaan sila dilakukan dengan ucapan, tindakan dan mata pencaharian benar. Ucapan benar berarti menghormati kebenaran, kesejahteraan orang lain dengan menghindari berdusta, memfitnah, berkata kasar dan omong kosong. Berkata dengan halus dan lembut dapat mengubah hati dan pikiran penjahat yang keji. Mengembangkan cinta dapat dilakukan dengan cara mengendalikan, membudayakan dan menggunakan ucapan secara positif. 

Pikiran, ucapan dan tindakan benar melibatkan rasa hormat pada kehidupan, kepemilikkan dan hubungan personal. Menghormati kehidupan berarti menghindari perbuatan membunuh karena hidup bernilai bagi semua makhluk, semua takut pada hukuman dan kematian. Menjauhkan diri dari mengambil kehidupan dan tidak menyakiti makluk hidup lainnya. Buddha memberikan nasihat “Hendaknya seseorang menjauhi pembunuhan, menahan diri dari pembunuhan makhluk, membuang alat pemukul dan pedang, malu dengan perbuatan kasar, hidup dengan cinta kasih, kasih sayang dan bijaksana terhadap semua makhluk yang hidup, ini sila yang harus dilaksanakan” (D.i.227).

Pikiran, ucapan dan tindakan benar dengan mengembangkan cinta kepada semua makhluk dilakukan melalui kebajikan-kebajikan seperti jujur, rendah hati, lemah lembut, tidak sombong, merasa puas dengan yang dimiliki, mudah dilayani, mudah disokong, hidup sederhana, tenang inderanya, tahu malu, tidak melekat pada keluarga, selalu berpikir semoga semua makhluk berbahagia dan tentram (Khp.8; Sn.143-145). Melakukan kebajikan tidak mengharap balasan dari orang yang diberikan kebajikan tersebut. Pengembangan cinta kasih melalui kebajikan ini membuat semua makhluk hidup rukun, damai, tentram dan bahagia. Semua makhluk saling percaya, menghormati, menghargai, tidak menyakiti serta memberikan kebebasan kepada setiap makhluk untuk hidup. Memiliki  sila yang baik membawa kebahagiaan di kehidupan sekarang dan kehidupan yang akan datang.

Kesimpulan

Dengan mengembangkan cinta akan membawa pada pembebasan atau nissarana dhatu. Kebebasan pikiran melalui cinta kasih atau metta cetovimutti dilakukan dengan cara mengembangkan cinta kasih keseperempat bagian dunia, kesetengah dunia, ketigaperempat dunia, dan keseluruh dunia. Dengan demikian seluruh dunia, di atas, di bawah, di sekeliling dan dimana saja, secara terus menerus mengembangkan cinta kasihnya hingga jauh, bertambah luas dan tidak terbatas (M.iii.152-162). Kebebasan pikiran melalui cinta kasih yang dikembangkan, diperbanyak, dijadikan kendaraan, dijadikan landasan, diperlancar, dipupuk dan dilaksanakan dengan baik. Membuat itikad jahat atau byapada tidak akan menguasai pikiran, karena kebebasan pikiran melalui cinta kasih merupakan kebebasan dari itikad jahat (D.iii.279). Buddha mengatakan: “Loko Patambhika Metta” artinya dengan cinta dapat menyelamatkan dunia. Maka dengan apa yang telah di ajarkan oleh Buddha yang dapat memberikan kekuatan dan inspirasi bagi kita untuk menolong semua makhluk tanpa batas. Dunia kita hari ini sedang dilanda berbagai masalah kronis yang tak mudah diselesaikan, dimana angka kriminalitas, kekerasan, kebencian, dendam, irihati, korupsi, kolusi dan nepotisme dan berbagai dekadensi moral yang akut terus meningkat, serta ancaman perang dari Negara-negara yang sedang bertikai. Marilah kita melakukan sesuatu pada dunia ini, dengan mengembangkan cinta di dalam diri kita lalu memancarkannya kepada semua makhluk. Peduli terhadap sesama, peduli kepada semua makhluk, dunia dan semuanya, agar mereka berbahagia dan kita semua akan bahagia. Sabbe satta bhavantu sukhitatta; semoga semua makhluk turut berbahagia.

Apa yang dimaksud cinta kasih dalam agama Buddha?

Agama Buddha sendiri mengajarkan bahwa cinta kasih adalah kebutuhan dasar manusia dan bersifat universal. Dia tidak terbatas hanya untuk orang-orang tertentu, tidak memandang latar belakang seseorang, dan tidak mengharapkan timbal balik. “Artinya, segenap alam dan mahluk hidup yang ada di dunia ini harus kita cintai.

Apa saja yang dimaksud dengan cinta kasih?

Karena itu cinta kasih dapat diartikan sebagai perasaan suka (sayang) kepada seseorang yang disertai dengan menaruh belas kasih. Dalam bukunya seni mencinta, Erich Fromm menyebutkan, bahwa cinta itu terutama memberi, bukan menerima. Dan memberi merupakan ungkapan yang paling tinggi dari kemampuan.

Apa itu Maitreya?

Maitreya merupakan figur masa depan dalam Buddha. Kedatangannya dijanjikan oleh Sidharta Gautama dalam khotbahnya yang terdapat dalam Tripitaka. Ia akan datang untuk membimbing umat manusia seperti yang dilakukan oleh Sidharta Gautama di masa lalu.

Buddha tidak boleh menikah beda agama?

Agama Buddha, kata dia, tidak dapat memiliki ajaran untuk merestui pernikahan antara dua orang yang berbeda keyakinan. Penasehat Sangha Mahayana Indonesia ini menyatakan, pernikahan anatara dua orang yang berbeda keyakinan tidak dapat dibenarkan.