Lihat Foto KOMPAS.com - Proklamasi kemerdekaan Indonesia dipicu oleh kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II. Kekalahan Jepang memberi celah Indonesia untuk dapat segera memproklamasikan kemerdekaan. Sebelumnya, Jepang juga sudah memberikan janji kemerdekaan kepada Indonesia. Untuk memenuhi janji tersebut, Jepang membentuk dua buah badan, yaitu Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Ketika Jepang menyerah terhadap Sekutu, mereka menyembunyikan berita ini dari Indonesia. Sampai akhirnya Sutan Sjahrir, salah satu tokoh golongan muda, mendengar kabar melalui sebuah radio bahwa Jepang telah menyerah tanpa alasan kepada Sekutu. Mereka mendesak Soekarno dan Hatta untuk mempercepat proklamasi kemerdekaan Indonesia. Baca juga: Raden Dewi Sartika: Kehidupan, Gagasan, dan Kiprahnya Golongan Muda menolak Proklamasi melalui PPKIPada 14 Agustus 1945 Jepang secara sembunyi-sembunyi telah menyerah kepada Sekutu. Berita ini mereka sembunyikan agar Indonesia tidak mengetahui peristiwa itu. Semua alat komunikasi di Indonesia telah dikuasai oleh Jepang. Namun, beberapa pejuang kemerdekaan, khususnya golongan muda, berhasil mengetahui info kekalahan Jepang.
JAKARTA - Peristiwa Rengasdengklok memiliki makna mendalam bagi Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Rengasdengklok tak hanya menjadi nama sebuah tempat, melainkan menjadi saksi bisu perjalanan sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia. Peristiwa Rengasdengklok terjadi karena adanya perbedaan pendapat antara golongan tua dan golongan muda terkait proklamasi kemerdekaan. Pada saat itu, golongan muda menginginkan Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia karena Jepang telah menyerah pada sekutu. Namun, golongan tua menentang hal tersebut dikarenakan masih mempertimbangkan berbagai hal termasuk keamanan. Pada 16 Agustus 1945, sekira pukul 03.00 WIB, para pemuda tersebut kemudian menculik Soekarno dan Hatta dari Jakarta ke Rengasdengklok, Karawang. Tujuan penculikan tersebut, salah satunya untuk agar Soekarno dan Hatta tidak terpengaruh dengan Jepang. Penculikan terhadap dua tokoh golongan tua tersebut dikomandoi oleh Shodanco Singgih. Di Rengasdengklok, Soekarno dan Hatta kembali didesak oleh para pemuda untuk segera memproklamirkan kemerdekaan. Namun, Soekarno kukuh menolak. Hingga akhirnya, terjadi kesepakatan bahwa kemerdekaan tidak akan ada campur tangan pihak Jepang, asalkan proklamasi dilaksanakan setelah Soekarno berada di Jakarta. Peristiwa Rengasdengklok ini mempercepat terjadinya proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia. Hal itu juga tidak terlepas dari pertimbangan dan kebijakan golongan tua sehingga Indonesia dapat memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Mungkin tanpa adanya peristiwa Rengasdengklok yang dilakukan oleh golongan muda, proklamasi tidak akan pernah terwujud.
Perjuangan para golongan tua dan golongan muda untuk memerdekakan Indonesia tentunya bukan tanpa alasan. Sebagai pejuang kemerdekaan tentunya menginginkan untuk dapat menentukan masa depan bangsanya sendiri dengan mewujudkan kehidupan yang bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Perjuangan para penduhulu bangsa Indonesia layak untuk dikenang dan juga dilestarikan. Karena itu, untuk mewujudkan cita-cita bangsa hendaknya kita tetap menanamkan jiwa nasionalisme dan selalu melaksanakan kehidupan yang rukun antar umat beragama, budaya, dan suku.
Suasana Rumah Sejarah Rengasdengklok atau rumah pengasingan Bung Karno dan Bung Hatta di Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat, Minggu (16/8/2020). Lantas Apa itu Peristiwa Rengasdengklok? Berikut Latar Belakang, Sejarah, dan Tokohnya
TRIBUNNEWS.COM - Peristiwa Rengasdengklok merupakan perstiwa yang bersejarah bagi Bangsa Indonesia. Kecamatan di Kabupaten Karawang, Jawa Barat ini menjadi saksi bisu perjuangan menuju proklamasi kemerdekaan Indonesia. Peristiwa yang terjadi pada 16 Agustus 1945 itu merupakan peristiwa penculikan terhadap Soekarno dan Hatta yang dipicu oleh adanya perbedaan paham antara golongan tua dan golongan muda. Latar Belakang terjadinya peristiwa Rengasdengklok Baca juga: Liputan Khusus Rumah Rengasdengklok (1): Tempat Bersejarah Berusia 100 Tahun Baca juga: Baca Teks Proklamasi, Puan Maharani Renungi Perjuangan Sang Kakek 76 Tahun Lalu Dikutip dari buku Ilmu Pengetahuan Sosial kelas VIII semester 2 kurikulum 2013, pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945 di Kota Hiroshima dan Nagasaki, Amerika Serikat menjatuhkan bom. Akibat dari kedua bom tersebut, banyak korban jiwa yang berjatuhan dan berbagai fasilitas hancur. Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu pada 14 Agustus 1945. Ketiga tokoh Indonesia yakni Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, dan Dr. Radjiman Widyodiningrat, yang dipanggil Jepang telah kembali ke tanah air. Terjadi perubahan yang sangat drastis pada keadaan politik Indonesia. Para tokoh tanpa menunggu keputusan Jepang, mempunyai ide untuk segera memproklamasikan kemerdekaan. Proklamasi Kemerdekaan yang kita peringati setiap tanggal 17 Agustus adalah sebuah peristiwa bersejarah bagi bangsa Indonesia. Proklamasi, telah mengubah perjalanan sejarah, membangkitkan rakyat dalam semangat kebebasan. Merdeka dari segala bentuk penjajahan. Proklamasi, ternyata didahului oleh perdebatan hebat antara golongan pemuda dengan golongan tua. Baik golongan tua maupun golongan muda, sesungguhnya sama-sama menginginkan secepatnya dilakukan Proklamasi Kemerdekaan dalam suasana kekosongan kekuasaan dari tangan pemerintah Jepang. Hanya saja, mengenai cara melaksanakan proklamasi itu terdapat perbedaan pendapat. Golongan tua, sesuai dengan perhitungan politiknya, berpendapat bahwa Indonesia dapat merdeka tanpa pertumpahan darah, jika tetap bekerjasama dengan Jepang. Karena itu, untuk memproklamasikan kemerdekaan, diperlukan suatu revolusi yang terorganisir. Soekarno dan Hatta bermaksud membicarakan pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Dengan cara itu, pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan tidak menyimpang dari ketentuan pemerintah Jepang. Sikap inilah yang tidak disetujui oleh golongan pemuda. Mereka menganggap, bahwa PPKI adalah badan buatan Jepang. Sebaliknya, golongan pemuda menghendaki terlaksananya Proklamasi Kemerdekaan itu, dengan kekuatan sendiri. Lepas sama sekali dari campur tangan pemerintah Jepang. Para pemuda berpikir, bahwa menyerahnya Jepang kepada Sekutu, berarti di Indonesia sedang kosong kekuasaan. Proklamasi dipercepat adalah pilihan yang tepat, sekaligus tanpa campur tangan Jepang. Sedangkan Golongan Tua berpendapat bahwa untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, tidak perlu tegesasa dan perlu dibicarakan dengan PPKI agar tidak menyimpang dari ketentuan. Perbedaan pendapat antara golongan tua dan golongan muda adalah berkaitan dengan pelaksanaan proklamasi kemerdekaan Indonesia dari mulai proses persiapan hingga pelaksanaan proklamasi. Golongan Muda.
Golongan Tua
Dengan demikian, perdebatan antara golongan tua dengan golongan muda menjelang proklamasi kemerdekaan Indonesia terkait tentang waktu yang tepat untuk proklamasi kemerdekaan Indonesia. Golongan muda yang ingin kemerdekaan diproklamasikan segera, setelah Jepang menyerah dan sebelum datangnya pasukan Sekutu (termasuk Belanda) ke Indonesia untuk menghindari vacuum of power (kekosongan kekuasaan). Golongan tua berpendapat bahwa proklamasi didiskusikan terlebih dahulu dengan PPKI, untuk mencegah pertumpahan darah dengan pasukan Jepang yang masih berada di Indonesia. |