Indonesia Kembali ke UUD 45: Presiden Kembali Dipilih MPR?
Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI oleh MPR. (Foto: Setneg) Lihat komentar Sejak era reformasi, masyarakat Indonesia menikmati salah satu hak politik yang hilang di era Orde Baru, yaitu memilih langsung pemimpinnya. Namun, wacana untuk kembali ke UUD 1945 versi awal, mungkin akan menghapus lagi hak itu. Pembelian suara, biaya politik tinggi, pemimpin tanpa kapasitas dalam Pemilu di era reformasi nampaknya membuat resah mantan Wakil Presiden Try Sutrisno. Dia merasa, sistem pemilihan langsung semacam itu keliru. Jenderal Angkatan Darat yang hampir masuk usia 84 tahun itu bahkan rela berkeliling daerah untuk mengajak rakyat kembali pada pola lama. Wakil Presiden 1993-1998 itu berbicara di depan para purnawirawan Angkatan Darat di Yogyakarta, Selasa (29/10). Pesannya jelas, Indonesia sebaiknya kembali pada sistem lama yang diatur dalam UUD 1945 versi awal. Segala perubahan yang dilakukan melalui amendemen sepanjang era reformasi, dikeluarkan dan dikumpulkan tersendiri sebagai adendum atau lampiran. Kata Try Sutrisno, yang baik diambil dan yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa tak perlu dipakai lagi. Mantan Wakil Presiden Try Sutrisno. (Foto: VOA/Nurhadi) Dia mengkritik keras amendemen yang dimulai sejak era Amien Rais menjadi Ketua MPR. Baginya, amendemen bermakna menyempurnakan. Sedangkan yang dilakukan politisi pasca-Soeharto adalah mengganti UUD 45. Try Sutrisno tegas menyebut, pilihan langsung bukan jiwa Pancasila, amendemen telah merusak UUD 45, dan sistem politik baru memecah belah bangsa. Semua harus dikoreksi. Bangsa Indonesia gemar bermusyawarah, harusnya memilih Presiden dengan cara sama. Kalau dipilih oleh MPR, artinya mengandalkan atau mencari hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan-perwakilan. Jadi yang dicari hikmat kebijaksanaan. Presiden yang terpilih akan tepat kalau dengan hikmat kebijaksanaan, bukan dengan kekuatan suara seperti sekarang, tandasnya. Tidak hanya tentara, kelompok nasionalis juga setuju dengan wacana itu. Agus Subagyo, Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) Keluarga Besar Marhaenis Yogyakarta juga menilai, pemilihan langsung terlalu banyak dampak negatifnya. Organisasi ini bahkan telah cukup lama mendiskusikan wacana tersebut. Marhaenis adalah organisasi pengagum Bung Karno, yang mewarisi pemikiran dan nilai-nilai pendiri bangsa tersebut. Sidang Tahunan MPR RI Tahun 16 Agustus 2019. (Foto: Humas Kemenpan RB) Bagi kelompok Marhaen, demokrasi di Indonesia bukan demokrasi liberal. Demokrasi di Indonesia dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dengan prinsip musyawarah mufakat. Mengembalikan pilihan kepada DPRD atau MPR, tidak menghapus sistem demokrasi di Indonesia, kata Agus. Allan FG Wardhana. (Foto: dok pribadi) Semua lembaga negara ada check and balances-nya. Kemudian pemilihan Presiden, pemilihan legislatif itu juga semuanya diserahkan kepada rakyat. Kalau misalkan kita kembali ke Undang-Undang Dasar 45 yang lama, itu namanya kemunduran. Saya katakan kemunduran karena nanti akan mengembalikan kedaulatan rakyat kembali berada di tangan MPR, ujar Allan. Your browser doesnt support HTML5 Kembali ke UUD 45: Presiden Kembali Dipilih MPR? Praktik politik uang atau politik berbiaya tinggi tidak dapat dijadikan alasan untuk mengembalikan hak memilih Presiden ke MPR. |