Agar tidak menyerupai manusia apa yang dilakukan sunan kalijaga dalam mengubah wayang kulit

Jum'at, 15 Januari 2021 - 13:26 WIB

Ilustrasi/Ist

DALAM peresmian Masjid Demak , Sunan Kalijaga mengusulkan agar dibuka dengan pertunjukan wayang kulit yang pada waktu itu bentuknya masih wayang beber yaitu gambar manusia yang dibeber pada sebuah kulit binatang. Usul ini ditolak oleh Sunan Giri . Dalam ajaran Islam, wayang yang bergambar manusia, menurut Sunan Giri, haram hukumnya.

Baca juga: Raden Paku: Sunan Giri Berjuluk Sultan Abdul Fakih Pemimpin Kaum Putihan

Buku " Kisah dan Ajaran Wali Sanga " karya H. Lawrens Rasyidi memaparkan jika Sunan Kalijaga mengusulkan peresmian Masjid Demak itu dengan membuka pegelaran wayang kulit, kemudian diadakan dakwah dan rakyat berkumpul boleh masuk setelah mengucapkan syahadat , maka Sunan Giri mengusulkan agar Masjid Demak diresmikan pada saat hari Jum’at sembari melaksanakan salat jamaah Jum’at .

Sunan Kalijaga akhirnya mengadakan kompromi dengan Sunan Giri. Sunan Kalijaga mengubah bentuk wayang kulit sehingga gambarannya tidak bisa disebut sebagai gambar manusia lagi. Lebih mirip karikatur seperti bentuk wayang yang ada sekarang ini. Sunan Kalijaga membawa wayang kreasinya itu di hadapan sidang para Wali. Karena tak bisa disebut sebagai gambar manusia maka akhirnya Sunan Giri menyetujui wayang kulit itu digunakan sebagai media dakwah.

Baca juga: Raden Paku, Sehari Menikah Dua Kali, Salah Satu Istrinya Putri Sunan Ampel

Perubahan bentuk wayang kulit itu adalah dikarenakan sanggahan Sunan Giri, karena itu, Sunan Kalijaga memberi tanda khusus pada momentum penting itu. Pemimpin para dewa dalam pewayangan oleh Sunan Kalijaga dinamakan Sang Hyang Girinata, yang arti sebenarnya adalah Sunan Giri yang menata.

Maka perdebatan tentang peresmian Masjid Demak bisa diatasi. Peresmian itu akan diawali dengan salat Jum’at, kemudian diteruskan dengan pertunjukan wayang kulit yang dimainkan oleh Ki Dalang Sunan Kalijaga. (Bersambung)

Baca juga: Ketika Nyai Ageng Pinatih Menyadari Siapa Sejatinya Raden Paku

Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --

Islam datang ke Nusantara dengan damai. Ajaran Islam diterima masyarakat tanpa ada paksaan. Di Pulau Jawa, Islam disebarkan para ulama yang dikenal dengan julukan Walisongo: Sunan Gresik, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kudus, Sunan Giri, Sunan Kalijaga, Sunan Muria, serta Sunan Gunung Jati, melalui dakwah kultural. Para wali berdakwah dengan bahasa lokal, memperhatikan kebudayaan dan adat, serta kesenangan dan kebutuhan masyarakat setempat. Ketika masyarakat Jawa amat senang dengan kesenian, para wali menggunakan berbagai kesenian itu sebagai media dakwah. Salah satu kesenian rakyat yang dijadikan media dakwah adalah wayang. Sunan Kalijaga, misalnya, mengembangkan wayang purwa, yakni wayang kulit bercorak Islam. Selain itu, Sunan Kalijaga juga menciptakan corak batik bermotif burung (kukula) yang mengandung ajaran etik agar seseorang selalu menjaga ucapannya. Wayang secara harfiah berarti bayangan. Ia merupakan istilah untuk menunjukkan teater tradisional di Indonesia. Ada yang berpendapat, wayang berasal dari India dan rekaman pertama pertunjukan wayang telah ada sejak 930 M. Namun, ada pula yang meyakini wayang kulit sebagai salah satu dari berbagai akar budaya seni tradisional Indonesia. “Ada yang menginterpretasikan bahwa wayang berasal dari India, meskipun apabila kita menunjukkan wayang kepada orang-orang India, mereka tidak tahu apa-apa,” ujar Dr  Suyanto, pengajar ISI Surakarta dalam “Diskusi Wayang, Islam, dan Jawa” di Solo, akhir November lalu. R Gunawan Djajakusumah dalam bukunya, Pengenalan Wayang Golek Purwa di Jawa Barat, mengungkapkan bahwa wayang adalah kebudayaan asli Indonesia, khususnya  Pulau Jawa. Ada yang berpendapat, kata wayang berasal dari Wad an Hyang, artinya “leluhur”. Sejatinya, wayang merupakan media yang digunakan Wali Songo untuk menyebarkan Islam di Nusantara. Cikal bakal wayang berasal dari wayang beber—yang gambarnya mirip manusia dan lakonnya bersumber dari sejarah sekitar zaman Majapahit. Wayang dinilai sebagai media dakwah Islam yang sukses di Indonesia. Wayang dianggap berhasil sebagai media dakwah dan syiar Islam karena menggunakan pendekatan  psikologi, sejarah, pedagogi, hingga politik. Dulu, wayang dipertunjukkan di masjid dan masyarakat bebas untuk menyaksikan. Namun, dengan syarat, mereka harus berwudhu dan mengucap syahadat dulu sebelum masuk masjid. Memang, wayang kulit merupakan produk budaya yang  telah ada sebelum Islam berkembang di Pulau Jawa. Namun, sejak Islam datang dan disebarkan, wayang telah mengalami perubahan. Budaya keislaman dalam wayang kulit purwa tak hanya dijumpai pada wujudnya, tetapi juga pada istilah-istilah dalam bahasa padhalangan, bahasa wayang, nama tokoh wayang, dan lakon (cerita) yang dipergelarkan.

Nama-nama tokoh pewayangan khas Jawa (Punakawan), seperti Semar, Petruk, Bagong, dan Gareng pun berasal dari bahasa Arab. Setiap tokoh memiliki karakter tertentu, yang memiliki peran sebagai media penyampai syiar dan dakwah Islam pada zaman itu. Tema utama edisi ini secara khusus mengupas tentang peran wayang sebagai media dakwah Islam.

Silakan akses epaper Republika di sini Epaper Republika ...

Latar belakang penelitian ini adalah proses penyebaran agama Islam di Pulau Jawa yang dilakukan oleh Walisongo. Salah satu anggota Walisongo yang terkenal akan dakwahnya adalah Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga terkenal karena model dan media dakwah yang dipakai berbeda dengan model dan media dakwah anggota Walisongo lainnya. Sunan Kalijaga memakai model dakwah kultural yang berkaitan erat dengan kebudayaan rakyat setempat. Alasan Sunan Kalijaga memakai model dakwah kultural sebagai jalan dakwahnya karena beranggapan bahwa lebih mudah menyebarkan agama Islam dengan cara memadukan dengan unsur kebudayaan masyarakat setempat yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Pelaksanaan dakwah kultural ini diharapkan dapat segera menarik hati masyarakat setempat yang masih banyak memeluk agama lama yaitu Hindu dan Buddha. Selain itu diharapkan masyarakat setempat bersedia memeluk agama Islam dengan senang hati dan tanpa adanya paksaan. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yaitu: (1) Apa yang melatarbelakangi Raden Sahid (Sunan Kalijaga) dalam menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa? (2) Bagaimana bentuk usaha yang dilakukan oleh Raden Sahid (Sunan Kalijaga) dalam menyebarkan agama Islam dengan media wayang kulit dan suluk?. Sedangkan tujuan yang ingin dicapai oleh penulis adalah: (1) Untuk menganalisis latar belakang Raden Sahid (Sunan Kalijaga) dalam menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa; (2) Untuk mengkaji bentuk usaha yang dilakukan oleh Raden Sahid (Sunan Kalijaga) dalam menyebarkan agama Islam dengan media wayang kulit dan suluk. Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini yaitu: (1) bagi peneliti,sebagai sarana latihan dalam melakukan penelitian dan penulisan karya ilmiah, latihan berfikir dan memecahkan masalah secara kritis dan logis memperdalam pengetahuan tentang peranan Raden Sahid (Sunan Kalijaga) dalam penyebaran agama Islam melalui seni budaya wayang kulit dan suluk. (2) bagi Mahasiswa dan calon guru sejarah dapat menambah wawasan mengenai peranan Raden Sahid (Sunan Kalijaga) dalam penyebaran agama Islam melalui seni budaya wayang kulit dan suluk; (3) bagi almamater dapat menambah koleksi perpustakaan mengenai peranan Raden Sahid (Sunan Kalijaga) dalam penyebaran agama Islam melalui seni budaya wayang kulit dan suluk ; (4) bagi Pembaca dapat menambah wawasan mengenai peranan Raden Sahid (Sunan Kalijaga) dalam penyebaran agama Islam melalui seni budaya wayang kulit dan suluk. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah yang terdiri dari beberapa langkah yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Sosiologi Agama. Penelitian ini juga menggunakan teori Otoritas atau Legitimasi Kekuasaan dari Max Weber sebagai dasar dalam pemecahan masalah yang akan dikaji. Simpulan dari pembahasan dalam penelitian ini antara lain; (1) faktor yang melatar belakangi Raden Sahid (Sunan Kalijaga) dalam menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa adalah ingin meraih kesejatian hidup dan ingin membebaskan masyarakat dari kesengsaraan yang diakibatkan oleh pemerintah yang lalai pada saat itu. (2) Sedangkan tindakan Raden Sahid (Sunan Kalijaga) dalam menyebarkan agama Islam melalui media wayang kulit dan suluk adalah dengan menjadi penanggung jawab perubahan segala aspek tentang pertunjukkan wayang sehingga tidak bertentangan dengan agama Islam. Selain itu pada budaya suluk, Raden Sahid (Sunan Kalijaga) membuat beberapa suluk yang ditujukan untuk menambah keimananan dan ketakwaan masyarakat yang telah memeluk Islam. Salah satu suluk ciptaan Raden Sahid (Sunan Kalijaga) yang paling terkenal adalah Suluk Linglung.

Sunan Kalijaga menjadi salah satu Wali Songo yang mengajarkan agama Islam melalui kesenian. Jenis seni yang populer digunakan oleh Sunan Kalijaga adalah wayang.

Sunan Kalijaga terlahir pada tahun 1450 Masehi di Tuban. Beliau wafat di Kadilangu, Demak pada tahun 1513 Masehi.

Ayahnya seorang bangsawan bernama Raden Ahmad Sahuri yang merupakan Adipati Tuban VIII. Sedangkan ibunya adalah puteri dari Raden Kidang Telangkas yakni Dewi Nawangarum.

Beliau sangat berperan penting dalam penyebaran agama Islam, tak hanya di kawasan Jawa Tengah, tapi juga Jawa Barat. Hal ini diperkuat dengan keikutsertaannya dalam pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak.

Baca Juga: Mengenal 9 Wali Songo, Para Tokoh Penyebaran Ajaran Islam di Pulau Jawa

Nama Asli Sunan Kalijaga

Foto: wikimedia.org

Sunan Kalijaga memiliki nama asli Pangeran Santi Kusumo. Berhubung beliau adalah anak adipati Tuban, maka namanya pun memiliki gelar sebagai Raden Mas Syahid.

ADVERTISEMENT

Penyematan nama Sunan Kalijaga ini ada alasannya. Jadi pada saat beliau menjadi murid Sunan Bonang, Sunan Bonang mencoba mengetes kegigihannya. Caranya dengan menyuruh Sunan Kalijaga untuk menjaga tongkat Sunan Bonang yang sengaja ditancapkan di pinggir kali.

Sunan Kalijaga pun menjaga tongkat tersebut selama berhari-hari tanpa meninggalkan tempatnya hingga Sunan Bonang datang kembali mengambil tongkatnya. Dari sinilah Sunan Bonang memberikan nama Sunan Kalijaga karena telah menjaga tongkat yang ditancapkan di pinggir kali.

Ada juga yang mengatakan kalau nama Sunan Kalijaga ini didapat karena di awal-awal masa berdakwahnya, beliau memilih lokasi di Desa Kalijaga dengan masyoritas penduduknya yang merupakan orang Indramayu dan Pamanukan.

Berhubung tempat berdakwah pertamanya ini adalah Desa Kalijaga, maka nama Kalijaga pun disematkan kepada beliau.

Selain julukan sebagai Sunan Kalijaga, beliau juga menyandang banyak nama karena mahir dalam mendalang. Beberapa julukan yang didapat adalah Ki Dalang Sida Brangti, Ki Dalang Bengkok, Ki Dalang Kumendung, dan Ki Unehan.

Tapi ada satu nama yang akan mengingatkan Sunan Kalijaga akan sejarah kelam kehidupannya, yakni nama Lokajaya. Sunan Kalijaga mendapatkan nama tersebut karena dulunya beliau ini gemar merampok dan membunuh orang.

Baca Juga: Mengenal Candi Singosari yang Jadi Peninggalan Terakhir Kerajaan Singasari

Awalnya Seorang Berandalan yang Bertobat

Foto: pexels.com/Monstera

Di masa mudanya, Sunan Kalijaga memang merupakan seorang berandalan yang sangat suka melakukan kejahatan seperti merampok hingga membunuh orang.

Perilaku yang dimilikinya ini sebenarnya ada alasannya. Pada waktu itu, beliau merasa tidak terima dengan pemerintahan yang ada di Tuban. Para rakyat jelata kelaparan karena mengalami kemarau panjang, tapi pemerintah Tuban justru menarik pajak dan upeti dari mereka.

Oleh karena itu, sebagai bentuk protes, maka Sunan Kalijaga memutuskan untuk merampok harta para bangsawan dan pejabat. Harta rampasan tersebut tak semerta-merta dinikmati oleh Sunan Kalijaga, tetapi beliau akan membagikannya kepada rakyat jelata.

Baca Juga: Kisah Nabi Muhammad SAW, Nabi dan Rasul Terakhir Suri Tauladan Umat Islam

Pernah Merampok Sunan Bonang

ADVERTISEMENT

Foto: wikimedia.org

Perilaku tidak terpujinya ini pun berhenti setelah beliau bertemu Sunan Bonang. Pertemuan keduanya ini bisa dikatakan merupakan pertemuan yang tidak menyenangkan karena waktu itu Sunan Kalijaga berniat untuk merampok Sunan Bonang yang sedang lewat di daerah Tuban.

Setelah Sunan Kalijaga bercerita mengenai alasannya merampok, Sunan Bonang justru memarahinya dan melarangnya untuk melakukan hal tersebut lagi. Sunan Bonang mengerti maksud dari niat Sunan Kalijaga, tapi memberikan sedekah kepada orang dengan cara merampok orang lain sama saja dengan membersihkan pakaian dengan air kencing.

Setelah bertemu dengan Sunan Bonang itulah, Sunan Kalijaga lalu bertobat dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya lagi. Beliau pun menjadi murid dari Sunan Bonan.

Baca Juga: 7+ Tradisi Islam di Nusantara, Beda Daerah Beda juga Tradisinya, Unik!

Berdakwah dengan Menggunakan Wayang

Foto: www.indonesia.travel

Sunan Kalijaga sangat dikenal oleh masyarakat sebagai pendalang yang handal. Beliau bisa mendalang dengan sangat baik. Saat beliau mendalang tersebut, disisipkanlah unsur-unsur serta ajaran Islami.

Jadi secara tidak langsung, masyarakat akan mulai mengetahui tentang ajaran Islam melalui pertunjukan wayang yang digelar oleh Sunan Kalijaga.

Masyarakat Jawa yang pada masa itu sangat menyukai wayang akhirnya mulai berbondong-bondong untuk datang menonton pertunjukan wayang dari Sunan Kalijaga.

Banyaknya penonton yang datang untuk menyaksikan pertunjukan wayang Sunan Kalijaga tidak hanya karena beliau mahir dalam mendalang, tetapi juga karena tiket masuknya ini gratis alias tidak dipungut biaya sepeser pun.

Hal ini membuat semua kalangan masyarakat, terutama kalangan bawah pun bisa menikmati pertunjukan wayang sebagai hiburan tanpa perlu membayar.

Tapi ada syarat yang diberlakukan oleh Sunan Kalijaga bagi orang-orang yang ingin menonton pertunjukan wayangnya, yakni mengucapkan dua kalimat syahadat sebagai tiket masuk.

Baca Juga: Memahami Arti Kedutan Dagu Berdasarkan Medis dan Primbon Jawa

Pertunjukan Wayang Sunan Kalijaga Memadukan Naskah Kuno dengan Ajaran Islam

Foto: www.djarumfoundation.org

Tentu tidak mudah bagi masyarakat Jawa yang pada saat itu menganut animisme untuk menerima ajaran Islam.

Oleh karena itu, supaya masyarakat Jawa bisa menerima secara pelan-pelan agama Islam, Sunan Kalijaga pun memadukan naskah kuno dengan ajaran Islam dalam pertunjukan wayangnya.

Naskah kuno yang dipentaskan seperti lakon Dewa Ruci, Layang Kalimasada, Lakon Petruk menjadi Raja, dan lain sebagainya. Nanti di dalamnya akan disisipkan ajaran-ajaran kebaikan dari Islam.

Selain itu, Sunan Kalijaga juga menambahkan karakter-karakter baru yang hingga saat ini masih sangat populer seperti Semar, Bagong, Petruk, dan Gareng.

Baca Juga: 10 Tradisi Jawa Tengah yang Hingga Kini Masih Dilestarikan

Sunan Kalijaga Juga Menggunakan Kesenian Lain dalam Berdakwah

Foto: pexels.com/Artem Beliaikin

Ternyata tidak hanya menggunakan wayang dalam berdakwah, tapi Sunan Kalijaga juga menggunakan jenis kesenian lainnya seperti tembang. Beberapa tembang ternama yang masih sering dinyanyikan oleh masyarakat Jawa adalah ilir-ilir.

Dalam lagu ilir-ilir tersiratkan makna kalau kita diharapkan bisa bangun dari kesedihan, berjuang untuk mendapatkan kebahagiaan, mengumpulkan amalan kebaikan sebanyak mungkin, dan lain sebagainya.

Selain membuat tembang, Sunan Kalijaga juga bekerjasama dengan seniman dalam membuat topeng, pakaian untuk pementasan kesenian, dan lain sebagainya.

Cara berdakwahnya yang menggunakan kesenian ini dipengaruhi dari ajaran Sunan Bonang yang juga sama-sama menggunakan seni dalam berdakwah.

Itulah sekilas cerita sejarah tentang Sunan Kalijaga yang perlu Moms ketahui. Menurut Moms, apakah cara berdakwah seperti Sunan Kalijaga masih bisa kita jumpai saat ini?

Sumber

  • //id.wikipedia.org/wiki/Sunan_Kalijaga
  • //www.kompas.com/skola/read/2020/02/29/100000569/sunan-kalijaga-berdakwah-lewat-wayang?page=all
  • //www.detik.com/edu/detikpedia/d-5547695/kisah-wali-songo-sunan-kalijaga-dakwah-dengan-wayang-dan-tembang-jawa/2
  • //nasional.okezone.com/read/2021/04/28/337/2401932/kisah-sunan-kalijaga-mengubah-tanah-jadi-emas-dan-beras-jadi-pasir?page=3
  • //tirto.id/sejarah-hidup-sunan-kalijaga-dakwah-wali-songo-mantan-bromocorah-gb1r
  • //www.cnnindonesia.com/nasional/20210421143315-20-632847/jalan-hidup-sunan-kalijaga-berandal-tobat-yang-menjadi-wali

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA