Warna yang menggambarkan topeng yang sombong dan bengis pada topeng malangan adalah

(1)

1

KALIH WANDA

Oleh: Akhmad Rifai

Jurusan Tari, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Yogyakarta, Parangtritis KM6,5 Sewon, Bantul, Yogyakarta. Hp:089675449606, email:

___________________________________________________________________________________________________

ABSTRAK

Kalih Wanda merupakan judul yang dipilih untuk mewakili keseluruhan isi karya ini. Kalih Wanda berasal dari kata kalih yang berarti dua dan wanda yang berarti karakter, jadi kalih wanda artinya dua karakter. Karya tari ini terinspirasi dari dua karakter topeng Cirebon, yakni Topeng Panji dan Topeng Klana yang memiliki latar belakang yang berbeda namun berkaitan. Tari topeng Panji merupakan gambaran manusia suci yang baru lahir tanpa adanya dosa dengan gerakannya yang sedikit dan terlihat seperti orang tidak menari. Sedangkan tari Topeng Klana merupakan gambaran manusia buruk yang sombong, angkuh, dan memiliki sifat serakah, gerakannya yang dinamis dan memiliki gerak ciri khas yakni gerakan seperti orang tertawa.

Karya tari kalih wanda berlatar belakang dari kedua karakter topeng dengan karakter baik dari Panji dan karakter buruk dari Klana. Penata menilai bahwa dalam diri manusia itu terdapat dua sifat, yakni sifat baik dan sifat buruk. Hal tersebut seperti gambaran dunya pepasangan (dunia berpasangan), bahwa dalam kehidupan terdapat dua hal yang saling bertolak belakang seperti siang dan malam yang merupakan pasangan oposisi .

Tari wanda kalima ini menggunakan dua orang penari laki dan satu orang penari perempuan, satu penari laki-laki sebagai karakter buruk, satu penari perempuan sebagai karakter baik, dan satu penari laki-laki-laki-laki lainnya sebagai gambaran manusia yang memiliki dua sifat itu sendiri.

Kata kunci : Kalih Wanda, Koreografi, Dunya pepasangan.

(2)

2

ABSTRACT

Kalih Wanda is the title chosen to represent the entire contents of this work. Kalih Wanda comes from the word kalih which means two and wanda which means character, so it means that two mean characters. This dance work is inspired by two Cirebon mask characters, namely Mask Panji and Mask Klana which have different but related backgrounds. Panji mask dance is a picture of a new born human without any sin with a little movement and looks like someone does not dance. Whereas Klana Mask dance is a picture of a bad man who is arrogant, arrogant, and has a greedy character, his movements are dynamic and have characteristic movements, namely movements like people laughing.

Calm dance works are background from both mask characters with good characters from Panji and bad characters from Klana. The stylist considers that in humans there are two traits, namely good and bad traits. It is like the picture of dunya pepasangan (world in pairs), that in life there are two things that are contradictory like day and night which are opposition pairs.

This wanda kalima dance uses two male dancers and one female dancer, one male dancer as a bad character, one female dancer as a good character, and one other male dancer as a human image that has two traits themselves.

Kata kunci : kalih wanda, koreografi, dunya pepasangan.

(3)

3

I. Pendahuluan

Berbicara tentang kesenian tari topeng di Indonesia, Tentunya memiliki keberagaman yang khas pada setiap daerahnya. Salah satunya adalah Cirebon. Cirebon merupakan salah satu kota dan kabupaten yang berada di Jawa Barat yang terletak di sebelah timur Jawa Barat dan menjadi kota pembatas antara Propinsi Jawa Barat dan Propinsi Jawa Tengah (Toto Sudarto, 2001: 27). Cirebon memiliki kesenian tari topeng yang kental akan budaya kecirebonannya. Dinamakan tari topeng karena pada saat menari, sang penari menggunakan topeng. Dalam pengertian yang sempit, istilah topeng adalah penutup muka dengan berbagai warna, wajah, jenis, bahan, fungsi, dan karakternya. Topeng pada mulanya dikenakan untuk menyembunyikan identitas asli pemakainya dan bukan untuk memerankan tokoh-tokoh tertentu pada sebuah lakon. Topeng juga seringkali difungsikan sebagai sarana pemujaan kepada roh nenek-moyang (buyut) yang dilaksanakan dalam bentuk upacara tertentu dan biasanya dibarengi dengan dukungan tari-tarian dan nyanyian (Toto Amsar, 2015: 1).

Pengertian topeng menurut Toto Amsar Suanda dalam bukunya yang berjudul topeng Cirebon bahwa kata topeng dalam arti yang sempit adalah penutup muka. Kata topeng di daerah Cirebon mempunyai konotasi yang beragam, makna semantiknya berbeda. Kata topeng bagi masyarakat Cirebon bukanlah sebuah benda sebagai penutup muka melainkan sebutan untuk berbagai identitas. Di dalam buku ini juga menjelaskan bahwa topeng yang berada di daerah Cirebon terdapat sembilan jenis topeng. Kesembilan topeng tersebut

merupakan topeng Panji, Samba, Rumyang,

Tumenggung, Klana, Jinggananom, Pentul, Semblep, dan Aki.

Topeng sudah menjadi ikon dan identitas kota dan masyarakat Cirebon. Keberadaannya telah dikenal publik secara internasional. Orisinalitas dan daya

tariknya telah membawa topeng Cirebon

melanglangbuana melakukan pertunjukan di luar negeri, baik di Asia maupun di Eropa. Menurut Yanti Heriyawati di dalam bukunya yang berjudul Seni Pertunjukan dan Ritual menjelaskan bahwa tari topeng Cirebon diduga sudah populer sejak tahun 1300 sampai dengan 1400 tarikh masehi. Tari topeng Cirebon tersebar ke beberapa daerah di Cirebon dan sekitarnya yakni di daerah Losari, Slangit, Lelea di Indramayu, dan Beber di Majalengka. Masing-masing wilayah memiliki gaya tersendiri baik

pada tariannya, kedok atau topeng, kostum, musik

pengiringnya, dan keseluruhan pada gaya

pertunjukannya. Menurut Suanda, gaya merupakan sebagai gaya ungkap. Mengungkapkan hal yang sama namun dengan bahan ungkap (idiom) yang berbeda. Perbedaan gaya juga mempengaruhi pembentukan karakter. Tiga karakter dasar yaitu halus, lincah dan gagah, dirumuskan dan diekspresikan sangat beragam. Menurut Endo Suanda juga yang dimaksud dengan karakter adalah yang berhubungan dengan pancaran ekspresi atau suasana kejiwaan, seperti tenang, manis, bengis, lucu, seram, dan sebagainya. Rumusan karakter pada topeng Cirebon dibangun oleh beberapa aspek, diantaranya topeng, rias dan busana, gerak tari, dan musik. Masing-masing saling mempengaruhi hingga terumuskan satu karakter tertentu. ( Heriyawati, 2016: 186 )

Tari Topeng Cirebon sering dipentaskan di tempat yang terbuka dan berbentuk setengah lingkaran, misalnya di halaman rumah, di blandongan (tenda pesta)

atau di bale (panggung) dengan obor sebagai

penerangannya, namun dengan berkembangnya zaman dan teknologi, tari topeng Cirebon juga dipertunjukan didalam gedung dengan lampu listrik sebagai tata cahayanya ( Sulastianto, 2006: 23). Oleh karena itu, bentuk penyajiannya mengadaptasi lingkungan pentas sesuai dengan permintaan penanggap dan posisi penonton. Hal ini sesuai dengan fungsi tari topeng,

(4)

4

seperti topeng bebarang atau mengamen yang

dipertontonkan dari tempat satu ketempat lainnya, topeng tanggapan atau dinaan yang biasa dilaksanakan satu hari pada acara hajatan, atau topeng ngunjung yang biasa dipentaskan ditempat khusus untuk upacara ritual agama (Toto Amsar, 2015: 53)

Karakter yang terdapat pada beberapa Topeng Cirebon tersebut saling berhubungan satu sama lainnya, Karena Tari Topeng Cirebon menceritakan siklus hidup manusia, dari bayi baru lahir, masa kanak kanak, masa dewasa, hingga manusia itu menjadi orang yang memiliki kedudukan. Karakter tari Topeng Cirebon tersebut, antara lain:topeng Panji berasal dari kata Mapan Ingkang Siji yang berarti percaya kepada yang satu sebagai cermin dari kewibawaan dan ketenangan manusia; Topeng Samba/Pamindo berasal dari kata samban artinya setiap, dan pingdo yang artinya kedua, Topeng Samba/Pamindo ini adalah simbol awal kehidupan semesta, tarian ini adalah gambaran keberadaan masa kanak kanak;

Topeng Rumyang berasal dari kata Arum Sang Hyang

yang artinya Harum Sang Tuhan, Topeng Rumyang digambarkan sebagai manusia yang sudah mulai terang dalam melihat kehidupan di dunia, walaupun terlihat ragu-ragu dalam gerakannya; Topeng Tumenggung/Patih ini adalah gambaran pejabat negara atau kerajaan yang bijaksana dalam tingkah lakunya; Topeng Klana berasal dari kata kelana yang artinya mencari, namun banyak yang menyebutkan bahwa topeng klana adalah gambaran

sosok Rahwana. Padahal kedua tokoh tersebut

merupakan berbeda, hanya saja memiliki karakter yang mirip. ( Toto Amsar, 2009: 32-36)

Dari kesembilan topeng itu terdapat dua karakter yang unik dan saling bertolak belakang, yakni topeng Panji dan topeng Klana. Topeng Panji yang menggambarkan seorang bayi suci yang baru lahir dengan gerakannya yang lembut, lungguh dan berwatak halus. Tari topeng Panji ini merupakan tarian yang sangat paradok yang memiliki arti dan makna dalam setiap

gerak dengan iringannya. Tari topeng ini sangat monoton atau membosankan, karena gerakannya yang pelan seperti tidak bergerak, posisinya yang selalu berdiam pada saat menari. Berbanding terbalik dengan Topeng Klana yang menggambarkan seorang raja yang sombong, angkuh, angkara murka dan berwatak keras, dan dengan penampilan yang dinamis atau tidak monoton, sehingga atraksinya paling disukai oleh masyarakat Cirebon.

Karakter topeng Panji yang halus dan karakter topeng Klana yang keras merupakan penggambaran dua sifat yang terdapat pada diri manusia. Sifat itu merupakan pandangan dari baik dan buruk manusia. Karakter halus selalu dipandang sebagai kebaikan, dan karakter kasar yang selalu dipandang sebagai keburukan. Baik dan buruknya manusia memiliki takaran atau nilai sebagai tolak ukur untuk membedakannya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata baik dapat diartikan sebagai: elok; patut; teratur (apik, rapi, tidak ada celanya); mujur; beruntung (tentang nasib); berguna; manjur (tentang obat); jujur; tidak jahat (tentang kelakuan, budi pekerti, keturunan); sembuh; pulih (tentang luka, barang yang rusak); selamat (tidak kurang suatu apapun); selayaknya; sepatutnya; ya (untuk

menyatakan setuju); kebaikan; kebijakan.

(//kbbi.web.id/baik.html) Sedangkan kata buruk dapat diartikan sebagai: rusak atau busuk karena sudah lama; jahat; tidak menyenangkan (tentang kelakuan); tidak cantik; tidak elok; jelek (tentang muka dan rupa). (//kbbi.web.id/buruk.html) Dari dua sifat tersebut menjadi inspirasi untuk menciptakan karya tari yang berjudul KALIH WANDA.

Berdasarkan pengalaman empiris penata yang pernah menarikan dan juga menyaksikan pertunjukan tari topeng Klana dan tari topeng Panji di Cirebon. Penata terdapat sebuah ide untuk membuat karya tari yang bersumber pada tari topeng Panji dan Klana. Sifat yang terkandung di dalam dua karakteristik tari topeng tersebut merupakan dua sifat yang memiliki nilai sosial

(5)

5

manusia. Seperti halnya menggambarkan pola pemikiran

Jawa tentang dualisme semesta yakni ada hitam dan putih, siang dan malam, kanan dan kiri, atas dan bawah, depan dan belakang. Dualisme ini merupakan pasangan oposisi yang sama-sama hadir dalam kehidupan manusia.

Pola tersebut merupakan gambaran dari dunya

pepasangan (dunia berpasangan). Dari latar belakang yang diuraikan maka muncul pertanyaan kreatif sebagai berikut:

a. Bagaimana menciptakan karya tari yang

bersumber pada tari topeng Cirebon? b. Pesan apa yang dapat disampaikan melalui

karya koreografi kalih wanda ini?

c. Seperti apakah busana yang membedakan

karakter baik dan buruk pada karya tari? Dari beberapa pertanyaan kreatif di atas, mengantarkan pada rumusan ide penciptaan kaya tari yang

berjudul Kalih Wanda, yaitu memvisualisasikan

dualisme sifat (baik dan buruk) yang ada pada diri manusia ke dalam lima adegan. Introduksi menampilkan dua sifat manusia yang digambarkan oleh topeng Panji dan topeng Klana sebagai objek utama dalam karya ini. Adegan satu mempresentasikan sifat baik manusia. Dilanjutkan adegan dua yaitu memvisualisasikan sifat buruk manusia. Adegan ketiga mempresentasikan dua sifat manusia. Kemudian ending dalam karya ini akan memvisualisasikan manusia.

Topeng yang digunakan dalam karya ini menggunakan topeng Panji dan topeng Klana di Cirebon. Topeng Panji berkarakter halus, lembut, dan tenang, sebagai ekspresi ungkapan sifat baik dari manusia. Topeng Klana berkarakter dinamis, sombong dan angkuh

sebagai ekspresi ungkapan sifat buruk dari manusia. Pada dasarnya kedua topeng yang digunakan sudah memiliki pakem sendiri baik dari segi kostum, gerak dan sikap tarinya. Pada karya Kalih Wanda ini, topeng tersebut dipinjam dan digunakan sebatas sebagai properti. Walaupun demikian, penata tetap mengadopsi beberapa elemen dari topeng tersebut sikap tubuh, teknik gerak gerak topeng dan beberapa asesoris dalam topeng tersebut.

Gerak yang digunakan untuk memvisualisasikan karya ini menggunakan sikap dan motif-motif gerak tari topeng Cirebon. Pada tari topeng Panji, gerak yang digunakan untuk karya ini seperti nggremet, lembean,

owet-owetan, buang rawis, dan obah bahu. Kemudian

pada tari topeng Klana, gerak yang digunakan dalam karya ini seperti kiber soder, galeong, tumpang tali

lontang kembar, ngumis, kepret, gedhig dan kenyut.

Motif-motif gerak tari topeng Cirebon sebagai pijakan, mengingat objek penciptaan karya tari ini ialah orang Cirebon dan dasar kepenarian penata adalah Tari Topeng Cirebon.

Tujuan dan manfaat penciptaan adalah:

a. Melestarikan dan mengembangkan budaya

Cirebon sekaligus mengangkat kearifan lokal Cirebon.

b. Memberikan pengalaman baru kepada para

penari dalam hal mengenal dan menarikan Topeng Cirebon.

c. Terciptanya koreografi baru yang berpijak pada dua karakter topeng yang berbeda.

d. Mengetahui dan memahami dengan lebih

baik lagi tentang topeng di Cirebon.

e. Menginterpretasikan dan mengaplikasikan

landasan koreografi karya tari yang bertipe fragmented dan segmented.

(6)

6

f. Memberikan pengalaman baru kepada

penata dan penari dalam hal mengenal dan menarikan Tari Topeng Cirebon.

g. Mendapatkan pengalaman baru kepada

penata dalam membuat sebuah karya tari yang mengangkat dua karakter yang berbeda.

II. Pembahasan a. Rangsang Tari

Setiap mengawali pembuatan sebuah karya tari biasanya ide yang muncul karena adanya sebuah rangsang. Rangsang diartikan sesuatu yang dapat membangkitkan daya fikir serta mampu mendorong keinginan melakukan sebuah kegiatan. Rangsang terdiri dari lima macam, yaitu berupa rangsang auditif, rangsang visual, rangsang gagasan atau idesional, rangsang peramba, dan rangsang kinestetik. (Smith Jacqueline. Terjemahan Ben Suharto. 1985: 20.)

Rangsang awal dalam karya ini yakni rangsang gagasan (idesional) pada saat penata melihat pertunjukan Topeng Klana dan Topeng Panji Cirebon, selain rangsang ide selanjutnya hadir rangsang kinestetik. Melalui rangsang kinestetik penata tertarik dengan beberapa motif gerak yang terdapat dalam tari topeng Klana dan topeng Panji. Gerak atau frase gerak tertentu berfungsi sebagai rangsang kinestetis. (Smith Jacqueline. Terjemahan Ben Suharto. 1985: 20-21.) Penata mengeksplorasi gerak tersebut, mengkombinasikan dan mengkomposisikan suatu karya tari yang dari beberapa motif yang sesuai dengan konsep penciptaan karya ini sehingga tercipta gerak-gerak baru yang berdasarkan esensi gerak dari motif itu sendiri.

b. Tema Tari

Tema karya tari ini adalah sifat manusia, yakni visualisasi sifat baik dan buruk yang ada pada manusia. Tema ini muncul berawal dari pengamatan penata tentang sifat manusia yang hadir terkadang baik dan

terkadang buruk. Dari kedua sifat tersebut, selanjutkan dijadikan sumber kreativitas perwujudan karya Kalih Wanda.

c. Judul Tari

Judul merupakan identitas sebuah karya yang dapat dijadikan sumber informasi singkat tentang apa yang akan disampaikan oleh penata dalam karya tarinya. Judul karya tari ini adalah Kalih Wanda diambil dari dua kata Bahasa Cirebon yakni kalih yang memiliki arti dua, dan wanda yang yang memiliki arti karakter. Kalih Wanda berarti dua karakter yang ada pada diri manusia. Judul ini sangat berkaitan dengan tema yaitu visualisasi sifat baik dan buruk yang ada pada manusia.

d. Tipe Tari

Karya tari Kalih Wanda dapat disebut sebagai tari bertipe dramatik. Hal ini berkenan dengan paparan dua sifat manusia yang diekspresiakan secara variatif menciptakan sebuah alur dramatik dengan penekanan pada penggambaran suasana di setiap aktivitas melalui teba gerak (waktu, intensitas gerak), pola permainan musik (ritmis, dinamis, ilustratif), dan pola permainan warna pada lighting. Smith mengatakan tari dramatic akan memusatkan perhatian pada sebuah kejadian atau suasana yang tidak menggelarkan cerita atau sebaliknya dramatari mempunyai cerita untuk mengungkapkan dan begitu juga sebenarnya pada episode tari dramatik. (Smith Jacqueline. Terjemahan Ben Suharto. 1985: 27.)

e. Bentuk dan Cara Ungkap

Karya tari ini diciptakan dalam koreografi kelompok dengan menggunakan tiga penari yang terdiri satu penari perempuan dan dua penari laki-laki. Pemilihan penari dianggap sesuai dengan kebutuhan karya yang digarap, selain itu jumlah penari juga dapat mempermudah penata dalam membuat komposisi yang dibutuhkan.

(7)

7

Bentuk dan cara ungkap merupakan salah satu

cara mengungkapkan maksud dan makna sebuah karya tari baik secara langsung maupun tidak langsung termasuk kedalam mode penyajian. Cara penyajian Pada karya ini menggunakan mode penyajian representasional dan nonrepresentasional (simbolik). Dalam karya ini

selain penonton menyaksikan penyajian yang

disajikan,juga mengajak emosi penonton untuk

merasakan konflik yang terdapat dalam karya tari ini. Karya tari ini dibagi menjadi lima bagian, adapun beberapa adegan yang akan direncanakan penata sebagai berikut:

1) Introduksi

Pada bagian introduksi dimulai dengan

menyuguhkan musik gamelan bernuansa

Cirebonan dan menampilkan dua penari menggunakan Topeng Panji dan Topeng Klana

di bagian affront panggung. Topeng Panji

dianggap sebagai kebaikan dengan warna putih dan halus geraknnya, sedangkan Topeng Klana dianggap sebagai keburukan dengan warna merah dank keras gerakannya. Munculnya topeng Panji dan Klana sebagai perkenalan terhadap objek yang akan ditampilkan dan dibahas dalam karya tari ini.

2) Adegan 1

Pada adegan ini memvisualisasikan dari terlahirnya manusia yang ditandai dengan satu penari laki-laki duduk di depan kotak topeng yang diartikan sebagai rumah atau tempat tinggal manusia tersebut. Dilanjut dengan munculnya dua penari dari samping kanan-kiri panggung yang memvisualisasikan sebagai sifat baik dari manusia dengan menggunakan Topeng Panji yang ditutupi menggunakan kain, kain tersebut diartikan

bahwa kebaikan manusia tidak untuk

diperlihatkan. Gerak yang digunakan pada adegan ini menggunakan sikap serta gerak tari

pada tari Topeng Panji seperti nggremet,

lembean, owet-owetan dan menggunakan sikap

adeg-adeg dengan diiringi musik gamelan yang

ritmis dan ilustratif.

3) Adegan 2

Pada adegan ini penata

memvisualisasikan dari sifat keburukan yang ada pada manusia. Adegan ini memunculkan satu penari di bagian belakang panggung atau back stage. kemudian masuk dua penari dari samping kanan dan kiri panggung dengan

gerakan kiber sampur dengan music gamelan

yang keras, kemudian kepala dari dua penari

masuk kedalam sett wing kedua untuk

menggunakan Topeng Klana. Kemudian kedua penari masuk kedalam panggung dengan menggunkan Topeng Klana. Gerak yang

digunakan dalam adegan ini seperti kiber

sampur, galeong, tumpang tali lontang kembar,

kepretan ngumis, gedhig dan banting

tangan/kepret dengan menggunakan sikap

adegiadeg yang ada pada tari Topeng Klana.

4) Adegan 3

Pada adegan ketiga ini menghadirkan tiga penari yang akan memvisualisasikan dari gambaran dua sifat manusia yang berbeda dengan munculnya penari sebagai gambaran

manusia tersebut. Satu penari laki-laki

menggunakan Topeng Klana sebagai

penggambaran sifat buruk dari manusia, satu penari perempuan dengan menggunakan Topeng Panji sebagai penggamabaran dari sifat baik yang ada dalam diri manusia, kemudian satu penari laki-laki lainnya tanpa menggunakan

(8)

8

topeng sebagai penggamabaran dari manusia itu

sendiri.

5) Ending

Pada adegan terakhir ini penata ingin

memvisualisasikan manusia yang memiliki dua sifat dengan pola lantai berbaris dan menggunakan musik ilustratif.

f. Gerak

Gerak merupakan elemen dasar dalam aspek koreografi, kemudian tubuh sebagai instrumennya. Pemilihan gerak dalam karya ini melalui hasil pengamatan eksplorasi dan improvisasi yang dilakukan bersama para penari. Gerak-gerak yang digunakan dalam karya ini berdasarkan pengembangan gerak yang dieksplorasi dari gerakan topeng Klana dan topeng Panji, terutama gerakaan yang menjadi ciri khas dalam tari topeng Klana dan Panji. Topeng Klana yang lebih cenderung dengan gerakan meluas dan lebih dinamis, sedangkan tari topeng Panji dengan gerakan yang diem seperti tidak bergerak.

g. Penari

Karya ini akan menggunakan tiga penari, dua penari laki - laki dan satu penari perempuan. Satu penari laki-laki dan satu penari perempuan sebagai sifat dasar , disimbolkan sebagai sifat baik dan sifat buruk dari sisi lain manusia, sedangkan penari laki-laki satunya lagi disimbolkan sebagai manusia itu sendiri.

h. Musik Tari

Musik pada karya Kalih Wanda diciptakan

dengan menggunakan gamelan berlaras Pelog dan Slendro. Dipilihnya gamelan Pelog Slendro merupakan harmonisasi suasana dari dua jenis instrumen nada yang

berbeda. Gamelan dipilih karena penata ingin

menampilkan suasana dari para pemusik untuk

menunjang suasana panggung karena penata

menempatkan gamelan diatas panggung atau berada di belakang penari. Visualisasi gamelan dan para pemusik yang di atas panggung dapat disimbolkan sebagai riuhnya kehidupan ini.

i. Rias dan Busana

Rias yang digunakan oleh penari menggunakan rias korektif, para penari menggunakan topeng. Busana yang dikenakan menggunakan kain motif Cirebonan, dengan baju khas dari topeng Cirebon yakni sobrah/tekes atau penutup kepala yang berbentuk setengah lingkaran yang terbuat dari rambut.

j. Properti dan Setting

Properti yang digunakan dalam karya ini menggunakan Topeng Panji berjumlah tiga topeng, ketiga topeng tersebut untuk digunakan pada tiga orang penari sebagai visualisasi kebaikan dari manusia. Selain Topeng Panji, terdapat Topeng Klana untuk karya ini, Topeng Klana digunakan untuk tiga penari dan sebagai visualisasi dari sifat buruk dari manusia. Karya ini juga mengguanakan asesoris kepala yang berbentuk setengah lingkaran yang terbuat dari rambut untuk digunakan di atas kepala yang bernama sobrah atau tekes sebagai penguatn karakter Topeng Cirebon itu sendiri.

Setting yang digunakan dalam karya ini

menghadirkan Gantungan, Gantungan adalah gambaran

rasa syukur masyarakat atas rezeki dan hasil bumi yang

telah memberikan kehidupan. Karya ini juga

menggunkan kotak topeng yang biasa difungsikan sebagai tempat menyimpan alat-alat dan asesoris pada tari Topeng Cirebon. Kotak topeng untuk simbol awal dan akhir suatu kehidupan dan ruangan di sekitarnya sabagai panggung kehidupan itu sendiri.

k. Pemanggungan

1) Ruang tari

(9)

9

Ruang tari yang digunakan dalam

karya ini menggunakan panggung Proscenium pada jurusan tari Institut Seni Indonesia Yogyakarta.

2) Area atau Lokasi Pementasan

Area pementasan yang digunakan menggunkan Auditorium Jurusan Tari Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Yogyakarta di jalan Parangtritis km 6,5 Sewon, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

3) Tata Suara

Tata suara merupakan hal yang tidak bisa ditinggalkan dalam pertunjukan tari. Tata suara yang digunakan dalam karya ini menggunakan soudsystem yang disediakan oleh pihak produksi dalam resital tari.

4) Pencahayaan

Tata cahaya sangat penting

peranannya dalam seni pertunjukan, yang mana harus mampu menciptakan suatu suasana yang diinginkan dalam karya tersebut, serta mampu

memberikan perhatian penonton terhadap

tontonannya. (Hendro Martono, 2010: 11.)

Karya koreografi ini akan

mempermainkan komposisi pola lantai penari, dan properti tari, tentu sangat membutuhkan dukungan penyinaran yang baik, selain untuk menyampaikan kesan dan pesan dari setiap elemen tersebut, juga mengajak penonton ikut merasakan emosi yang diciptakan diatas panggung pementasan dan juga mengajak penonton untuk berimajinasi. Pencahayaan ini juga berfungsi sebagai membangun karakter yang diinginkan oleh penata. Pencahayaan dalam koreografi ini lebih menggunakan lampu

atau global agar mendapatkan kesan

kerakyatannya.

III. Simpulan

Karya tari kalih wanda merupakan

karya lanjutan dari karya pada koreografi mandiri, namun yang membedakan dalam karya ini merupakn suatu perbedaan karakter dari Panji dan Klana. Perbedaan ini dianggap sudah menjadi hukum alam yang telah ada. Karya tari ini merupakan masih tahap pembelajaran dan

implementasi dari hasil belajar selama

menempuh pendidikan di Jurusan Tari Fakultas Seni Pertunjukan ISI Yogyakarta. Mata kuliah koreografi dan matakuliah lainnya serta proses

latihan yang penata ikuti memberikan

konstribusi besar dalam penciptaan karya tari ini. Karya tari ini diharapkan selain memberikan pengalaman visual kepada penikmat atau penonton juga memberitahukan bahwa dalam diri manusia tentunya memiliki sifat baik dan sifat buruk.

IV. Daftar Pustaka

Amsar, Toto, S. dkk. 2015. Menjelajahi topeng Jawa Barat. Bandung: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat.

Amsar, Toto, S. 2009. Topeng Cirebon.

Bandung: Jurusan Tari STSI Bandung.

Caturwati, Endang. 2007. Tari Di Tatar

Sunda.Bandung: STSI Bandung.

Hadi, Sumandiyo Y. 2014. Koreografi Bentuk -

Teknik Isi. Yogyakarta : Cipta Media

Hadi, Sumandiyo Y.. 2017. Koregrafi Ruang

Prosenium. Yogyakarta : Cipta Media.

Heryadi, Yedi, dkk. 2009. Kompilasi Istilah

Tari Sunda. Bandung: Jurusan Tari STSI

Bandung.

Heryawatii, Yanti. 2016. Seni Pertunjukan Dan Ritual, Yogyakarta: Penerbit Ombak.

(10)

10

Martono, Hendro. 2010Mengenal Tata Cahaya

Seni Pertunjukan.Yogyakarta: Cipta Media Rosala, Dedi, dkk. 1999. Bunga rampai tarian

khas jawa barat. Bandung: Humaniora Utama

Press

Sulastianto, Harry. dkk. 2006. Seni Budaya

untuk Kelas X Sekolah Menengah

Atas.Bandung : Grafindo Media Pratama Smith, Jacqluine. 1985 Komposisi Tari : Sebuah

Petunjuk Praktis Bagi Guru. Ikalasti

Yogyakarta. Terjemahan Ben Suharto.

Baca lebih lajut

Video

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA