Warga negara mempunyai hak dalam bidang hukum contoh implementasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia warga negara adalah penduduk sebuah negara atau bangsa berdasarkan keturunan, tempat kelahiran, dan sebagainya yang mempunyai kewajiban dan hak penuh sebagai seorang warga dari negara itu. Hal ini ditegaskan lagi oleh UUD 1945 Pasal 26, di mana untuk menjadi warga negara maka harus disahkan dalam Undang-Undang.

Istilah warga negara menurut Encyclopedia of the Social Science mengandung 2 komponen konseptual antara lain:

  • Pertama, warga negara merupakan bagian keanggotaan dari suatu negara atau city-state. Hal ini merujuk pada istilah negara kota yang terdapat pada di masa Yunani Kuno (Kota Athena) dulu disebut sebagai negara polis lalu di masa modern bertransformasi secara demokratis-revolusioner menjadi the nation-state.
  • Kedua, keanggotaan negara membawa resiprositas kewajiban dan hak-hak tergantung tempat dan waktu serta beberapa hak bersifat universal.

Kewarganegaraan bersifat dinamis. Artinya, setiap orang bisa mendapatkan atau kehilangan kewarganegaraannya sewaktu-waktu. Setiap orang bisa memperoleh warga negara bila memenuhi ketentuan yang berlaku dalam UU No. 12 Tahun 2006 Pasal 4.

Bagi orang asing yang ingin menjadi WNI, dapat dilakukan naturalisasi selama memenuhi ketentuan yang ada. Begitu juga, setiap WNI yang tidak lagi ingin menjadi Warga Negara Indonesia berhak mengajukan pelepasan status warga negara tersebut.

Setiap warga negara memiliki hak yang dapat diperoleh atas dasar menyandah kewarganegaraan suatu negara. Dengan kata lain, hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan melulu oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain manapun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya.

Baca Juga

Di Indonesia, hak warga negara diatur dalam UUD 1945 Pasal 26-34. Tidak seperti HAM, hak warga negara bisa saja dicabut sewaktu-waktu apabila warga negara tersebut melanggar suatu ketentuan yang berlaku.

Advertising

Advertising

Dalam pasal 26 disebutkan bahwa untuk menjadi warga negara harus memenuhi Undang-Undang yang berlaku. Apabila seorang warga negara tidak lagi memenuhi ketentuan, ia bisa saja kehilangan kewarganegaraannya dan tidak lagi memiliki hak warga negara tersebut.

Hak Warga Negara Indonesia dalam UUD 1945

Hak warga negara Indonesia telah tertuang dalam Undang-Undang 1945 di sejumlah pasal, yakni:

  1. Pasal 27 ayat 1: persamaan kedudukan di dalam hukum.
  2. Pasal 27 ayat 2: hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.
  3. Pasal 28 : kemerdekaan berserikat (hak politik).
  4. Pasal 28 A–J : hak atas HAM.
  5. Pasal 29 : hak atas agama.
  6. Pasal 30 : hak atas pembelaan negara.
  7. Pasal 31 : hak atas pendidikan.
  8. Pasal 32 : hak atas budaya.
  9. Pasal 33 : hak atas perekonomian.
  10. Pasal 34 : hak atas kesejahteraan sosial.

Contoh Hak Warga Negara

  • Setiap warga negara berhak memeluk dan menjalankan agama yang mereka yakini.
  • Setiap warga negara berhak menyuarakan pendapat mereka secara lisan dan tulisan sesuai undang-undang yang berlaku.
  • Setiap warga negara berhak menerima pendidikan dan pengajaran.
  • Setiap warga negara berhak menikah.
  • Setiap warga negara berhak mendapatkan penghidupan yang layak.
  • Setiap warga negara berhak memiliki kedudukan yang sama di mata hukum dan mendapat perlindungan hukum.

Sebagaimana telah ditetapkan dalam UUD 1945 pada pasal 28, hak warga negara dan penduduk untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan maupun tulisan, dan sebagainya, syarat-syaratnya diatur dalam undang-undang. Pasal ini mencerminkan bahwa negara Indonesia bersifat demokrasi.

Para pejabat dan pemerintah pun hidup setara dengan warga sipil. Harus menjunjung bangsa Indonesia ini kepada kehidupan yang lebih baik dan maju. Yaitu dengan menjalankan hak-hak dan kewajiban dengan seimbang. Dengan memperhatikan rakyat-rakyat kecil yang selama ini kurang mendapat kepedulian dan tidak mendapatkan hak-haknya.

Baca Juga

Sementara itu, kewajiban sebagai warga negara dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang harus dilakukan oleh seorang warga negara dengan penuh tanggung jawab dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Sama halnya dengan hak asasi, kewajiban sebagai warga negara juga berbeda dari kewajiban asasi, sebagai kewajiban dasar yang dimiliki setiap orang. Kewajiban warga negara serupa dengan hak warga negara, juga dibatasi oleh kewarganegaraan orang tersebut. Kewajiban kita sebagai warga dari negara Indonesia juga sudah diatur dalam UUD 1945, yaitu:

  1. Pasal 27 ayat 1: Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
  2. Pasal 27 ayat 3: Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
  3. Pasal 28 J ayat 1: Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
  4. Pasal 28 J ayat 2: Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
  5. Pasal 30 ayat 1: Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
  6. Pasal 31 ayat 2: Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.

Kewajiban Warga Negara dalam UUD 1945

  • Kewajiban untuk membayar pajak dan retribusi yang ditetapkan pemerintah baik pusat maupun daerah.
  • Kewajiban untuk menaati, tunduk, dan patuh pada peraturan hukum yang berlaku di wilayah negara Indonesia
  • Kewajiban untuk menghargai orang lain
  • Kewajiban untuk mengikuti pendidikan dasar
  • Kewajiban untuk melakukan pembelaan kedaulatan negara
  • Kewajiban untuk tunduk kepada pembatasan atas hak kebebasan

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hak dan kewajiban warga negara telah melekat pada diri seseorang terhadap suatu negara. Sebagai warga negara Indonesia, seseorang mendapatkan hak dan kewajiban yang sama.

Baca Juga

Ada kewajiban yang harus dijalankannya sebagai warga Indonesia untuk memajukan negeri. Saat menjalankan kewajiban, warga negara juga mempunyai hak yang harus diperjuangkan oleh negara. Hak inilah yang disebut sebagai hak warga negara.

Poin utama yang tidak boleh dilanggar dalam hak dan kewajiban warga negara adalah bahwa hak asasi manusia juga harus terpenuhi.

Tidak ada dan tidak boleh ada negara ataupun warga negara yang melanggar hak asasi manusia, terlepas dari apapun negara yang ia tinggali dan menjadi warga negara di dalamnya.

Hak dan Kewajiban telah dicantumkan dalam UUD 1945 pasal 26, 27, 28, dan 30, yaitu :

  1. Pasal 26, ayat (1), yang menjadi warga negara adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. Dan pada ayat (2), syarat-syarat mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan undang-undang.
  2. Pasal 27, ayat (1), segala warga negara bersamaan dengan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahannya, wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu. Pada ayat (2), taip-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
  3. Pasal 28, kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan, dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
  4. Pasal 30, ayat (1), hak dan kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam pembelaan negara. Dan ayat (2) menyatakan pengaturan lebih lanjut diatur dengan undang-undang.

Mensitir pendapat Sulayman Ibn ‘Abd al-Qawi Ibn Abd al-Karim Ibn Sa’id atau yang populer dengan sebutan Najm ad-Din at-Tufi, seorang filosof Islam dari Bagdad menyatakan bahwa “ kemaslahatan manusia pada dasarnya adalah tujuan di dalam dirinya sendiri. Akibatnya perlindungan terhadapnya menjadi prinsip hukum tertinggi atau sumber hukum paling kuat”.[2] Pendapat tersebut di Indonesia sejalan dengan pemahaman populer dari Prof Cip (baca: Prof. Sacipto Raharjo) yang menyatakan bahwa hukum untuk manusia bukan manusia untuk hukum; konsekwensi pemahaman dimaksud adalah bahwa keberadaan hukum sebagai tatanan kehidupan harus mampu mengayomi dan melindungi manusia dari berbagai keadaan dan kebutuhan sepanjang dalam ranah keadilan (out of the book) ,bukan manusia dipaksa untuk mengikuti bunyi teks hukum (teks of the book).

 Gustav Radbruch seorang filosuf Jerman mengingatkan bahwa hukum itu harus mampu membawa pesan keadilan kepastian dan kemanfaatan[3] sebagai tujuan hukum, timbul pertanyaan apakah perangkat hukum selama ini sudah mampu memberikan tiga pesan tersebut. Ada dua hal berbeda yang perlu diharmonisasikan oleh pembuat hukum,penegak dan pemakai hukum,karena sistem hukum suatu Negara yang menyusun tatanan hukum dengan produk hukum positif adalah masih terkait dengan ranah politik berbeda dengan pemakai hukum yaitu warga Negara adalah tidak dalam ranah itu.

Penegak hukum adalah ranah netral dari kepentingan politik untuk menjembatani instrumen hukum yang dibuat lembaga resmi dengan warga Negara sebagai pemakai hukum. Ada bebrapa pilar penegak dalam hukum yaitu Hakim,Jaksa,Polisi dan Advokat dari beberapa pilar tersebut harus sinergi untuk menuju alur keadilan dalam menggali hukum demi kemaslahatan semua pihak.

Untuk memudahkan membaca,penulis perlu memilah dengan alur rumusan masalah,antara lain:

  1. Mengapa warga Negara harus di lindungi kepentingan hukumnya?
  2. Bagaimana bentuk perlindungan yang harus diberikan kepada warga Negara?
  1. Perlunya perlindungan kepentingan hukum bagi Warga Negara.

Hukum dalam kehidupan berbangsa dan berNegara dipilah menjadi beberapa kelompok, dari sisi materiilnya ada hukum positif ada hukum Islam dan hukum adat. Dari sisi hukum yang dikodifikasi  dipilah lagi ada hukum pidana, hukum perdata,hukum dagang/bisnis,hukum tata usaha Negara dan lain sebagainya .   Dari sisi sistemnya ada yang menggunakan sistem statute law / Eropa kontinental, ada yang anglo sexon / common law ada yang mixe antara dua sistem tersebut dan hukum Islam.

Pemahaman warga Negara terhadap perangkat hukum tidak semua dapat digeneralisir bahwa mereka telah mengetahui sebagaimana slogan bahwa warga Negara wajib tahu undang-undang (ajaran fiksi hukum). Asas fiksi hukum menyatakan, setiap orang dianggap mengetahui adanya suatu undang-undang yang telah diundangkan. Dengan kata lain, fiksi hukum menganggap semua orang tahu hukum (presumptio iures de iure).[4]

Fakta di lapangan menunjukkan terjadi fariasi,baik antara mereka yang tau dan sadar hukum kemudian mematuhi, ada yang tau dan sadar itu aturan hukum tetapi tidak mematuhi dan sengaja melanggar serta ada yang betul-betul tidak mengatahui. Pada hal  dalam ajaran itu ketidaktahuan rakyat atas undang-undang tidak dapat dimaafkan (ignorantia jurist non excusat). Fiksi hukum dapat digolongkan merupakan asas yang mengandung alasan pembenar dari Negara untuk memberi rambu rambu kepada warga Negara bahwa semua warga Negara wajib tau dan taat pada undang-undang.

Mereka yang sudah mengetahui aturan itu saja ternyata berbeda dalam mensikapinya, misal kejadian viral yang terjadi akhir-akhir ini dengan kasus” Nurul Fahmi” yang membawa bendera merah putih bertuliskan kaligrafi kalimat thoyyibah dan gambar pedang saat demo ,kemudian di tangkap dengan alasan menodai dan menghina bendera Negara, pada hal masih banyak kasus lain serupa dengan berbagai moment  tetapi tidak diusut. Pemahaman ini berangkat dari terjadinya perbedaan pemahaman UU No 24 tahun 2009 tentang Bendera,Bahasa dan Lambang Negara yang berfariatif, ada yang mendasarkan harus ada pelapor baru di tindak lanjuti, ada menyatakan harus dilihat motifnya dulu dari tulisan itu digoreskan dalam bendera tersebut dan lain sebagainya.

Fakus dalam bidang perorangan/ perdata hukum sudah memberikan rambu-rambu sebagai batasan antara hak dan kewajiban warga Negara dengan warga Negara lainya atau warga Negara dengan Negara dan lain sebagainya. Keseimbangan  (balance) dan hak proporsional menjadi keniscayaan bagi semua warga Negara tanpa kecuali, memang hak dan kewajiban hukum warga Negara tidak dapat disama ratakan. Di situlah menurut tradisi keadilan dipandang sebagai pemeliharaan atau pemulihan keseimbangan (balance) atau jatah bagian (proportion) ,dan kaidah pokoknya seringkali dirumuskan sebagai “ perlakuan hal-hal yang serupa dengan cara yang serupa”, kendatipun perlu menambahkan kepadanya “dan perlakuan hal-hal yang berbeda dengan cara yang berbeda”.[5]

Negara sebagai wadah warga Negara mempunyai peran harus menciptakan kesejahteraan bagi warga Negaranya, dari sisi sosial maupun dari sisi hukum dan kesejahteraan di berbagai bidang. Karena kewajiban tersebut Negara membuat perangkat hukum sebagai landasan yuridis agar alur dalam menjalankan perannya Negara selalu on the track, sehingga semua regulasi yang diundangkan harus dimaknai sebagai upaya Negara mewujudkan perannya dalam rangka memberikan perlindungan dan kesejahtraan dalam berbagai bidang. Islam sebagai bagian dari hukum di Indonesia  dalam dogmanya sudah sejak awal memberikan dukungan penuh dengan kaidah-kaidahnya maupun materiilnya telah selaras dengan peran mewujudkan kesejahteraan yaitu dengan kaidah dalam fiqhiyah yaitu : sebagaimana tersebut dalam Kitab Al-Ashbah Wa al- Nadloir Halaman 128 :

تصرف الام على الرعبة منوط بِالْمَصْلَحَةِ

Artinya : “ Pemerintah mengurus rakyatnya sesuai dengan kemaslahan”.

Dari sisi konstitusi perlindungan adalah merupakan hak asasi yang dilindungi sebagaimana ketentuan pasal  28 UUD 1945, berangkat dari maksud uraian di atas inilah mengapa warga Negara dari berbagi karakter dan kondisinya wajib dilindungi dari semua kepentingannya.

  1. Bentuk perlindungan yang harus diberikan.

Sistem hukum akan berjalan apabila didukung tiga unsur yaitu sebagaimana disebutkan di bawah ini berjalan seirama, Lawrence M.Friedman memilah operasional hukum  menjadi tiga yang dalam operasional aktualnya merupakan sebuah organisme kompleks dimana struktur ,substansi dan kultur  berinteraksi.[6]Apabila dipahami secara sederhana bahwa struktur ini menyangkut tubuh institusional yang terdiri dari hakim dan orang-orang yang terkait dengan berbagai jenis di pengadilan, Sustansi adalah perangkat hukum yang lahir dari berbagai aturan di institusi itu dijalankan, sedangkan kultur adalah elemen sikap dan nilai sosial.[7]

Pendistribusian kekuasaan di Indonesia dibagi menjadi tiga; eksekutif,legislatif dan yudikatif. Masing-masing tersebut memiliki peran dan tanggtung jawab berbeda, akan tetapi masih dalam rangka mewujudkan kesejahteraan dan ketertiban di semua bidang.

Peran eksekutif adalah sangat luas diantaranya menjamin hak-hak warga Negara terwujud tanpa kecuali, legislatif  berkwajiban mengawasi dan menyediakan perangkat hukum bersama eksekutif, sedangkan yudikatif adalah solusi akhir apabila problem hak dan kwajiban warga Negara tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya. Sudah disediakan berbagai perangkat aturan untuk mewujudkan cita-cita luhur tersebut, tinggal warga Negaranya sendiri tanggap apa tidak dengan hak-haknya apakah karena kepekaan aparautrnya yang kurang tanggap; hal itu harus ditelusuri demi tuntutan kostitusi yaitu mensejahterakan warga Negara secara keseluruhan.

Disadari tidak semua perangkat hukum yang disediakan eksekutif dan legislatif mampu menjawab kepentingan warga Negara, hal itu karena hukum yang diciptakan baru sebatas ketentuan garis besar. Adapun tugas penjabaran secara detail kepada warga Negara adalah tugas yudikatif dengan berbagai hak interpretasinya.

Sinergitas tiga lembaga di atas menunjukkan bahwa peran suatu Negara dalam rangka memberikan keadilan adalah keharusan yang tidak dapat ditawar lagi, sehingga apapun kesulitan dan keruwetan warga Negara agar terpenuhi hak –hak hukumnya merupakan kewajiban Negara terhadap warga Negaranya dalam berbagai hal.

  1. Kesimpulan
    1. Setiap warga Negara harus mendapat perlindungan hukum dari Negara dalam segala hal, apapun kondisinya agar akses publik dapat dirasakan tanpa diskriminasi.
    2. Caranya adalah dengan menempatkan warga Negara sebagai subyek yang harus dilindungi. Apabila terdapat kesulitan secara yuridis untuk  mengakses pelayanan publik; yudikatif sebagai muara akhir untuk memberi jaminan hak hukum warga Negara harus mampu tampil memberikan solusi demi kemanusiaan.

Demikian tulisan sederhana ini disampaikan semoga memberikan manfaat kemanusiaan yang lebih luas,sehingga tidak terdapat diskriminasi pelayanan dan perlindungan hukum kepada seluruh warga Negara. Wa Allahu al a’lam bi al shawab.

[1] . Wakil Ketua Pengadilan Agama kelas  1 A  Pekalongan.

[2] . ‘Abdallah M.al-Husayn al-Amiri ,2004,Dekonstruksi Sumber Hukum Islam Pemikiran Hukum Najm ad-Din Thufi, Gaya Media Pratama,Jakarta,h.42.

[3]. Ahmad Ali,2013,Menguak Teori Hukum (Legal Theory ) dan Teori Peradilan (Jurisprudence), Kencana ,Vol.1, cetakan ke 5,h.288.

[4].  //www.riaupos.co/857-opini-menggugat-asas-fiksi-hukum-.html#. WIgQJF wv3IU# ixzz4 WjmYyBwm.

[5] . HLA.Hart,2013,Konsep Hukum,terjemahan M.Khozin, Nusa Media,Bandung,h.246.

[6][6] . Lawrence M.Friedman,2011, Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial,  terjemah M.Khozin, Nusa Media, cetakan ke IV,h.17.

[7] . Ibid,h. 16-17.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA