Tuliskan bentuk lahan pertanian yang mengandalkan air hujan

Photo credit: Pexels

Indonesia dianugerahi dengan kekayaan alam yang melimpah. Hampir di setiap wilayah di Tanah Air memiliki hasil komoditas unggulan terbaiknya, baik di dataran tinggi maupun dataran rendah. Tidak heran, bila banyak masyarakat mengembangkan aktivitas pertanian di dua wilayah tersebut.

Aktivitas pertanian di Indonesia dibedakan menjadi tiga jenis, yakni pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, dan perkebunan. Berikut ulasan mengenai ketiganya yang bisa perlu ketahui.

Aktivitas Pertanian Lahan Basah

Ilustrasi lahan basah. Foto: Pixabay

Pada umumnya, pertanian lahan basah dikenal oleh masyarakat luas sebagai sawah. Aktivitas pertanian ini sangatlah cocok dikembangkan di dataran rendah yang ketinggiannya kurang dari 300 meter. Di daerah inilah, jumlah debit air sangat melimpah yang berasal dari sungai, saluran irigasi hingga sumbernya langsung.

Selain itu, syarat dari aktivitas pertanian lahan basah yang produktif adalah memiliki lahan subur dan memiliki unsur hara yang tinggi. Di Indonesia, jenis sawah atau pertanian lahan basah dibedakan lagi menjadi dua jenis, yakni sawah irigasi dan sawah tadah hujan.

Kedua jenis sawah tersebut memiliki perbedaan tertentu. Sawah irigasi misalnya, dapat digunakan untuk masa panen 2-3 kali dalam setahun, sehingga hasilnya lebih melimpah. Beda halnya dengan sawah tadah hujan yang mengandalkan sumber airnya dari curah hujan dan bisa dikelola saat musim penghujan tiba.

Untuk jenis sawah tadah hujan, tidak bisa ditanami padi pada musim kemarau. Menyiasati hal itu, para petani biasanya menanam jenis tanaman palawija yang lebih menguntungkan saat kemarau.

Aktivitas Pertanian Lahan Kering

Ladang pertanian di lereng Sindoro. Foto: Muhammad Naufal/kumparan

Aktivitas pertanian lahan kering juga menjadi hal penting dalam menopang pertanian di Indonesia. Masyarakat lebih mudah untuk menyebut pertanian lahan kering sebagai kegiatan berladang. Bila sawah cocok diterapkan di daerah rendah, maka berladang sering dilakukan di wilayah dengan dataran tinggi. Tolok ukurnya adalah daerah dengan ketinggian mulai dari 500-1.500 meter di atas permukaan laut (Mdpl).

Ladang biasanya memiliki karakteristik tersendiri, di antaranya banyak dilakukan di wilayah dengan kadar air yang kurang atau tidak mencukupi. Selain itu, aktivitas berladang tidaklah dilakukan di satu tempat saja, melainkan berpindah-pindah dengan membuka lahan baru.

Berbeda dengan sawah, ladang cocok untuk ditanami jenis tanaman tertentu saja dan tidak heterogen. Contohnya adalah umbi-umbian, kacang-kacangan, dan jagung. Pertanian lahan kering juga tepat untuk ditanami berbagai jenis buah-buahan.

Meski begitu, pertanian lahan kering memiliki tanah yang lebih stabil dan kuat bila dibandingkan lahan basah. Inilah yang membuat ladang dapat menahan akar-akar yang berasal dari pohon besar di sekitarnya.

Ilustrasi perkebunan tebu Foto: JamesDeMers/Pixabay

Selain kedua hal di atas, aktivitas pertanian lainnya yang dikembangkan di Indonesia adalah perkebunan. Perkebunan memiliki pengertian penggunaan lahan pada area yang luas untuk beragam jenis tanaman dalam pemenuhan kebutuhan manusia.

Kebanyakan semua tanaman yang ditanam di perkebunan memiliki nilai jual yang cukup tinggi, terutama untuk diekspor ke luar negeri. Sebagai contohnya adalah kopi, cokelat, teh, karet, rempah-rempah, dan sebagainya.

Perkebunan di Indonesia hingga saat ini masih dikelola oleh pemerintah. Secara umum, perkebunan terbagi menjadi dua, yakni perkebunan besar dan perkebunan rakyat.

Perkebunan besar memiliki ciri, yaitu dikelola secara profesional dan intensif. Dari segi peralatan, perkebunan besar lebih mengutamakan teknologi canggih. Modal yang diperlukan pun sangat besar dan tenaga kerja yang tidak sedikit. Hasil perkebunan sebagian besar digunakan untuk keperluan ekspor.

Sementara itu, perkebunan rakyat, dari modal dan tenaga kerja yang digunakan tidaklah begitu besar. Pengelolaannya pun masih dilakuan secara sederhana di lahan yang sempit, sedangkan hasilnya lebih banyak digunakan untuk kepentingan masyarakat sendiri dan tidak mengutamakan ekspor.

Di atas adalah tiga aktivitas pertanian yang banyak kita jumpai di Indonesia, Bukan tidak mungkin di masa mendatang ketiganya akan semakin optimal dengan penggunaan teknologi dan inovasi-inovasi baru. Hal tersebut pada akhirnya memudahkan petani dalam menhasilkan produk pertanian unggulan dan mampu untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga dan terciptanya kedaulatan pangan di Indonesia.

Page 2

Diperpa - Irigasi merupakan sebuah alternatif pengairan lahan tadah hujan pada musim kemarau. Dengan adanya irigasi, lahan tidak lagi mengandalkan hujan yang tidak menentu waktunya. Ada banyak jenis irigasi pertanian dan masing-masing akan memberikan kebutuhan air dengan cara yang berbeda.

Jenis tanaman yang dibudidayakan juga menentukan pemilihan teknik irigasi yang akan diterapkan. Jenis tanaman yang diusahakan sebaiknya tanaman yang bernilai ekonomi tinggi karena umumnya pembuatan irigasi membutuhkan biaya yang cukup tinggi.

1.  Irigasi permukaan (surface irrigation)

Irigasi permukaan merupakan penerapan irigasi dengan cara mendistribusikan air ke lahan pertanian memanfaatkan gravitasi atau membiarkan air mengalir dengan sendirinya di lahan. Jenis irigasi ini adalah cara yang paling banyak digunakan petani.

Pemberian air bisa dilakukan dengan mengalirkan di antara bedengan supaya lebih efektif. Pemberian air biasanya juga dilakukan dengan menggenangi lahan dengan air sampai ketinggian tertentu. Irigasi permukaan cocok digunakan pada tanah yang bertekstur halus sampai sedang.

2.  Irigasi curah (sprinkler irrigation)

Irigasi curah merupakan cara irigasi dengan menyemprotkan air ke udara kemudian air jatuh ke permukaan tanah seperti air hujan. Tujuan dari cara ini adalah agar air dapat diberikan secara merata dan efisien pada areal pertanaman.

Sistem irigasi curah cocok pada daerah dimana kecepatan angin tidak terlalu besar, yang menyebabkan sebagian air yang diberikan hilang melalui evaporasi. Dengan demikian, efisiensi penggunaan air irigasi yang lebih tinggi dapat dicapai.

3.  Irigasi mikro atau irigasi tetes

Irigasi tetes merupakan cara pemberian air pada tanaman secara langsung, baik pada permukaan tanah maupun di dalam tanah melalui tetesan secara berkesinambungan dan perlahan pada tanah di dekat tumbuhan. Alat pengeluaran air pada sistem irigasi tetes disebut emiter atau penetes.

Setelah keluar dari penetes (emiter), air menyebar ke dalam profil tanah, baik secara horizontal maupun vertikal akibat gaya kapilaritas dan gravitasi. Irigasi tetes cocok untuk tanah yang tidak terlalu kering.

4.  Irigasi bawah permukaan (sub-surface irrigation)

Sistem irigasi bawah permukaan merupakan salah satu bentuk dari irigasi mikro, tetapi jaringan atau alat irigasinya diletakkan di bawah permukaan tanah. Irigasi ini bisa berupa pipa-pipa semen dengan diameter 10 cm dan tebal dinding 1 cm yang disambung-sambung.

Sistem irigasi bawah permukaan lebih sesuai diterapkan pada daerah dengan tekstur tanah sedang sampai kasar. Hal ini agar tidak sering terjadi penyumbatan pada lubang-lubang tempat keluarnya air.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA