Tuliskan 5 kewajiban sebagai warga negara yang bersifat pribadi

Perkara Nomor: 3/PUU-XIV/2016

Putusan Uji Materil atas Pasal2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP)

Pemohon:
  1. Agus Humaedi Abdilah (Pemohon-1)
  2. Muhammad Hafidz (Pemohon-2)
  3. Solihin (pemohon-3)
  4. Chairul Eillen Kurniawan (Pemohon-4)
Termohon:

Permohonan Pengujian undang-undang di MK

Adapun pihak-pihak pembentuk undang-undang adalah :

  1. DPR RI
  2. Pemerinta RI Cq Menteri Hukum dan HAM dan Menteri Komunikasi dan Informatika
Obyek Permohonan:

Pasal 2 ayat (4) UU IKP bertentangan terhadap, 28D ayat (1) dan Pasal 28F UUD NRI 1945.

Pokok Permohonan:

Pemohon berpendapat bahwa Nota Pemeriksaan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan sepanjang terkait dengan pelanggaran letentuan perundang-undangan ketenagakerjaan yang berakibat hukum perdata, maka tidaklah dapat dikualifikasikan sebagai informasi publik yang bersifat rahasia, sebagaimana diatur Pasal 2 ayat (4) UU 14/2008, sebab Nota Pemeriksaan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan yang berakibat hokum perdata tersebut tidak dapat dianggap sebagai bagian dari informasi publik yang dapat membahayakan negara.

Telah diputus dengan amar Menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima.

yang diucapkan dalam sidang pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari Rabu, tanggal 11 Januari2017 oleh sembilan Hakim Konstitusi.

Perkara Nomor: 77/PUU-XIV/2016

Putusan Uji Materil atas Pasal33 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), khususnya sepanjang frasa diangkat kembali

Pemohon:
  1. Yayasan Penguatan Partisipasi Inisiatif dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (YAPPIKA) (Pemohon I)
  2. Yayasan Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) (Pemohon II)
  3. Yayasan Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (PERLUDEM) (pemohon III)
  4. Muhammad Djufryhard (Pemohon IV)
  5. Desiana Samosir (Pemohon V)
Termohon:

Permohonan Pengujian undang-undang di MK

Adapun pihak-pihak pembentuk undang-undang adalah :

  1. DPR RI
  2. Pemerinta RI Cq Menteri Hukum dan HAM dan Menteri Komunikasi dan Informatika
Obyek Permohonan:

Pasal 33 UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi terhadap Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28D ayat (3), dan Pasal 28F UUD NRI 1945.

Pokok Permohonan:

Ketidakpastian hukum sebagai implikasi dari rumusan Pasal 33 UU KIP nampak dari proses dan mekanisme pengisian pimpinan dan anggota Komisi Informasi di Gorontalo Periode 2015-2019, dimana pengisian jabatannya dilakukan tanpa melalui proses dan mekanisme pemilihan, dengan kata lain Pasal 33 UU KIP telah dimaknai dan diimplementasikan bahwa anggota Komisi Informasi yang telah berakhir masa jabatannya untuk 4 tahun pertama, tidak perlu diseleksi kembali dan dapat langsung diangkat oleh Kepala Daerah dengan mengeluarkan SK.

Telah diputus dengan amar

  1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya;
  2. Menyatakan frasa dapat diangkat kembali dalam Pasal 33 UU KIP bertentangan secara bersyarat dengan UUD NRI 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidk dimaknai dipilih kembali melalui suatu proses seleksi sebagaimana diatur dalam Pasal 30 dan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
  3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya

yang diucapkan dalam sidang pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari Selasa, tanggal 7Februari2017 oleh sembilan Hakim Konstitusi.

Perkara Nomor: I/PUU-XII/2015

Penetapan Uji Materil atas Pasal27 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (1)Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)

Pemohon:

Muhammad Ibrahim (Pemohon)

Termohon:

Permohonan Pengujian undang-undang di MK

Adapun pihak-pihak pembentuk undang-undang adalah :

  1. DPR RI
  2. Pemerinta RI Cq Menteri Hukum dan HAM dan Menteri Komunikasi dan Informatika
Obyek Permohonan:

Penetapan Uji Materil atas Pasal27 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (1)Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

Pokok Permohonan:

Permohonan Pemohon terhadap pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (1) terkait UU ITE bahwa Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dapat di pidana dengan penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bertentangan dengan Undang-undang dasar Negara Republik Indonesia 1945

Telah diputus dengan amar Mengabulkan Penarikan Kembali Permohonan Pemohon;

yang diucapkan dalam sidang pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari kamis, tanggal 5 Februari2015 oleh delapan Hakim Konstitusi yaitu Hakim Konstitusi

Perkara Nomor: 031/PUU-IV/2006

Putusan Uji Materil atas Pasal62 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (5) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Penyiaran (UU Penyiaran)

Pemohon:

Komisi Penyiaran Indoensia

Termohon:

Permohonan Pengujian undang-undang di MK

Adapun pihak-pihak pembentuk undang-undang adalah :

Pemerinta RI Cq Menteri Hukum dan HAM dan Menteri Komunikasi dan Informatika

Obyek Permohonan:
  1. Pasal62 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (5) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Penyiaran (UU Penyiaran) bertentangan terhadap Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945;
  2. Pasal 33 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran bertentangan tehadap Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945
Pokok Permohonan:
  1. Pemohon berpendapat bahwa pengaturan kewenangan Pemohon tentang penyiaran yang dilakukan dengan Peraturan Pemerintah justru tidak sejalan dengan konsep lembaga negara independen yang sudah diakui Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 005/PUU-I/2003. Karena ketidakkonsistenan tersebut maka aturan Pasal 62 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran demikian nyata-nyata telah menimbulkan ketidakpastian hukum dan karenanya bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945.
  2. Rumusan Pasal 33 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran tidak menggunakan frasa oleh Pemerintah, tetapi oleh Negara. Dengan demikian sewajibnya makna negara itu bukanlah Pemerintah. Namun, karena interpretasi dalam praktik masih diartikan izin diberikan oleh Pemerintah maka interpretasi demikian menimbulkan ketidakpastian hukum, dan karenanya bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945

Telah diputus dengan amar Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima (NO);

yang diucapkan dalam sidang pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari Senin, tanggal 16 April2007 oleh delapan Hakim Konstitusi yaitu Hakim Konstitusi.

Perkara Nomor: 62 PUU-XIV 2016

Putusan Uji Materil atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Penyiaran (UU Penyiaran)

Pemohon:
  1. Alem Sonni (Pemohon I)
  2. Fajar Arifianto Isnugroho, S.sos, M.si (II)
  3. Achmad Zamzami, S.E.,M.M (Pemohon III)
  4. Arie Andyka, S.H. (Pemohon IV)
  5. Majelis Sinergi Kalam (MASIKA) Ikatan Cendikiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI) Organisasi Wilayah Sulawesi Selatan (Pemohon V)
Termohon:

Permohonan Pengujian undang-undang di MK

Adapun pihak-pihak pembentuk undang-undang adalah :

  1. DPR RI
  2. Pemerinta RI Cq Menteri Hukum dan HAM dan Menteri Komunikasi dan Informatika
Obyek Permohonan:

Pasal 10 ayat (2) dan Pasal 61 (2) UU Penyiaran bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3), Pasal 28F, Pasal 28I ayat (2) dan Pasal 28J ayat (2) UUD 1945.

Pokok Permohonan:
  • Bahwa UU Penyiaran merupakan Undang-undang hasil inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
  • Berlakunya UU Penyiaran telah mengakibatkan terjadinya perubahan fundamental dalam pengelolaan system penyiaran di Indonesia. Perubahan paling fenomenal adalah adanya pendelegasian kewenangan secara terbatas (limited of authority) terhadap pengelolaan penyiaran yang sebelumnya.
  • Berdasarkan Penjelasan Pasal 52 ayat (1) UU Penyiaran maka proses proses pemilihan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi KPI dilakukan secara langsung oleh DPR. Pemerintah, dalam hal ini Presiden, hanya memiliki keterkaitan administrasi dan keuangan KPI.
  • Pada Pasal 10 ayat ayat (1) UU Penyiaran mengatur mengenai untuk dapat diangkat menjadi anggota KPI dan Pada Pasal 10 ayat (2) UU Penyiaran mengatur mengenai Anggota KPI Pusat dipilih oleh DPR dan KPI daerah dipilih oleh DPRD dari masyarakat melalui uji kepatutan dan kelayakan secara terbuka.
  • Pada Pasal 61 ayat (2) UU Penyiaran mengatur tentang posisi pemerintah dalam proses pemilihan anggota KPI.
  • Mengingat dictum dalam Pasal 61 ayat (2) UU penyiaran serta mekanisme procedural yang diatur dalam Pasal 10 ayat (2) UU Penyiaran, ditegaskan bahwa sesungguhnya dalam proses pemilihan anggota KPI tidak dikenal adanya mekanisme melalui Panitia Seleksi.

Telah diputus dengan amar Menyatakan permohonan Para Pemohon tidak dapat diterima;

yang diucapkan dalam sidang pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari Kamis, tanggal 13Oktober2016 oleh sembilan Hakim Konstitusi yaitu Hakim Konstitusi.