Sisa sisa tulang belulang makhluk hidup yang terkubur sekian lama dan sudah membatu disebut

sisa-sisa tulang-belulang manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan yang sudah membatu disebut juga?

  1. fosil
  2. relikui
  3. kerangka
  4. artefak
  5. Semua jawaban benar

Jawaban yang benar adalah: A. fosil.

Dilansir dari Ensiklopedia, sisa-sisa tulang-belulang manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan yang sudah membatu disebut juga fosil.

Pembahasan dan Penjelasan

Menurut saya jawaban A. fosil adalah jawaban yang paling benar, bisa dibuktikan dari buku bacaan dan informasi yang ada di google.

Menurut saya jawaban B. relikui adalah jawaban yang kurang tepat, karena sudah terlihat jelas antara pertanyaan dan jawaban tidak nyambung sama sekali.

Menurut saya jawaban C. kerangka adalah jawaban salah, karena jawaban tersebut lebih tepat kalau dipakai untuk pertanyaan lain.

Menurut saya jawaban D. artefak adalah jawaban salah, karena jawaban tersebut sudah melenceng dari apa yang ditanyakan.

Menurut saya jawaban E. Semua jawaban benar adalah jawaban salah, karena setelah saya coba cari di google, jawaban ini lebih cocok untuk pertanyaan lain.

Kesimpulan

Dari penjelasan dan pembahasan serta pilihan diatas, saya bisa menyimpulkan bahwa jawaban yang paling benar adalah A. fosil.

Jika anda masih punya pertanyaan lain atau ingin menanyakan sesuatu bisa tulis di kolom kometar dibawah.

Paleontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang fosil. Fosil adalah sisa-sisa makhluk hidup yang sudah membatu dan tersimpan dalam lapisan bumi selama ribuan tahun atau bahkan jutaan tahun. Fosil yang dimaksud dapat berasal dari manusia, hewan, atau tumbuhan yang berupa tulang belulang atau daun yang tersimpan dalam batuan.

Fosil mempunyai nilai yang sangat penting dalam mempelajari evolusi dan stratigrafi (ilmu menelaah tentang lapisan batuan). Fosil memberikan bukti yang sangat penting untuk mendukung berbagai teori kehidupan pada masa lalu.

Nilai utama fosil terletak pada fungsinya sebagai rekaman yang tidak diragukan lagi mengenai perkembangan kehidupan dari zaman ke zaman di bumi ini.

Page 2

Ibnu Hamid

Cetakan ke-4, 2007

21x28 cm, 2 warna, 44 hlm

Isi: HVS 60 gr.; Sampul: Ivory 170 gr.

ISBN: 979-692-021-2

Page 3

Bung SmasCetakan 2, 200715x21 cm, BW, 80 hlm.Isi: HVS 60 gr. Sampul: Ivory 170 gr.

ISBN: 979-692-812-4

Page 4

Harlina PribadiCetakan ke-1, 201117.5x25 cm, 72 hlm, full colour. Isi: HVS 70 gr.; Sampul: AC 210 gr.

ISBN: 978-979-692-030-3

Page 5

Tio MuhammadCetakan ke-6, 200821x28 cm, 32 hlm, full colourIsi: HVS 80 gr.; Sampul: Ivory 170 gr.

ISBN: 979-692-147-2

Page 6

Tuhan menciptakan berbagai makhluk hidup sebagai salah satu tanda kebesaran-Nya. Salah satu hewan ciptaan-Nya adalah hewan mamalia atau hewan menyusui. Tuhan menciptakan hewan mamalia ini dengan berbagai keunikan untuk diketahui dan dimanfaatkan oleh manusia.

Hewan mamalia mempunyai banyak kesamaan sifat dengan manusia. Tuhan menciptakan semua bayi mamalia menyusu kepada induknya. Hewan mamalia juga bisa berkomunikasi dengan cara-cara yang unik. Seperti halnya makhluk hidup yang lain, mamalia juga memiliki ciri dan cara hidup yang khas. Hanya saja, masih banyak anak-anak yang belum me-ngetahui secara jelas tentang kehidupan mamalia ini, seperti jenis, bentuk, habitat, perkembangbiakan, pertumbuhan, dan berbagai hal yang berhubungan dengan mamalia.

Melalui buku inilah anak-anak dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang kehidupan mamalia. Misalnya, hewan apa saja yang termasuk mamalia? Di mana mamalia hidup? Bagaimana mamalia berkembang biak? Serta berbagai ciri dan cara hidup mamalia lainnya.

Page 7

Tuhan menciptakan berbagai makhluk hidup sebagai salah satu tanda kebesaran-Nya. Salah satu hewan ciptaan-Nya adalah Ikan. Tuhan menciptakan ikan dengan berbagai keunikan untuk diketahui dan dimanfaatkan oleh manusia. Ikan sangat banyak manfaatnya bagi manusia. Ikan ada yang dapat kita makan, ada juga yang tidak.

Meskipun tidak dapat dimakan, ikan tersebut tetap bermanfaat bagi manusia, misalnya ikan hias. Ikan ini tidak dimakan oleh manusia, tetapi berguna untuk memusnahkan jentik-jentik nyamuk. Seperti halnya makhluk hidup yang lain, ikan juga memiliki ciri dan cara hidup yang khas.

Akan tetapi, masih banyak anak-anak yang belum mengetahui secara jelas tentang kehidupan ikan ini, seperti jenis, bentuk, habitat, perkembangbiakan, pertumbuhan, dan berbagai hal yang berhubungan dengan ikan. Melalui buku inilah anak-anak dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang kehidupan ikan.

Misalnya, Apa ciri khas ikan? Di mana ikan hidup? Bagaimana ikan berkembang biak? Serta berbagai ciri dan cara hidup ikan yang khas lainnya.

Page 8

Kenampakan alam di bumi ini sangat beraneka ragam, yaitu berupa gunung, laut, daratan, hutan, dan sebagainya. Tuhan YME menciptakan itu semua untuk kehidupan makhluknya. Salah satu kenampakan alam di bumi ini, yaitu berupa hutan.

Lalu apakah hutan itu? Apa pula hutan hujan tropis itu? Dan makhluk apa saja yang hidup di hutan? Pertanyaan-pertanyaan tersebut serta berbagai pertanyaan lainnya mengenai hutan, jawabannya dapat kita temukan dengan membaca buku ini.

Dengan kata lain, melalui buku ini kita akan mendapatkan pengetahuan mengenai hutan hujan tropis di Asia (Indonesia, India, Indo Cina, Filipina), di Amerika (Kosta Rika, Brasil, Peru), dan di Afrika (Kongo, Zaire, Kamerun).

Selain itu, kita juga akan mendapat pengetahuan mengenai jenis-jenis hutan, manfaat hutan bagi kehidupan manusia, keanekaragaman hayati hutan hujan tropis, hutan terluas di dunia, dan negara-negara yang memiliki hutan hujan tropis.

Page 9

Juliani Nur AzizaCetakan ke-5, 200821x28 cm, full colour, 32 hlm.Isi: HVS 80 gr.; Sampul: Ivory 170 gr.

ISBN: 979-514-217-7

Page 10

Bahrudin SupardiCetakan ke-7, 200921x28 cm, 2 warna, 36 hlmIsi: HVS 60 gr.; Sampul: Ivory 170 gr.

ISBN: 979-514-666-0

Sisa-sisa tulang-belulang manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan yang sudah membatu disebut?

  1. peninggalan
  2. artefak
  3. tulang-belulang
  4. relikui
  5. fosil

Jawaban: E. fosil

Dilansir dari Encyclopedia Britannica, sisa-sisa tulang-belulang manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan yang sudah membatu disebut fosil.

Kemudian, saya sangat menyarankan anda untuk membaca pertanyaan selanjutnya yaitu Berdasarkan tempat penemuannya, dapat disimpulkan bahwa manusia purba lebih senang mendiami daerah? beserta jawaban penjelasan dan pembahasan lengkap.

Gambar 3. Informasi tentang Balung Buto tampak di dalam ruang pamer Museum Manyarejo, salah satu klaster pengembangan di Situs Sangiran (sumber: BPSMP Sangiran)

Secara etimologi fosil diartikan sebagai sisa tulang belulang binatang atau sisa-sisa tumbuhan dari zaman purba yang membatu atau yang tertanam di bawah lapisan tanah (Badudu dan Zein, 2001). Suatu benda bisa disebut fosil apabila memiliki syarat antara lain: merupakan sisa organisme, terawetkan secara alamiah, pada umumnya padat/kompak/ keras, mengandung kadar oksigen dalam jumlah sedikit, dan berumur lebih dari 10.000 tahun (Palmer, 2002). Fosil sebagai peninggalan penting bagi ilmu pengetahuan juga memiliki sisi lain yang menarik, karena menghadirkan cerita yang berujung mitos dibalik bentuk dan ukurannya maupun kisah penemuannya. Banyak mitos atau dongeng dari berbagai wilayah di dunia yang berawal dari penemuan, imajinasi dan interpretasi tentang fosil. Mitos tentang fosil dapat dijumpai di berbagai wilayah di dunia, seperti Cina, kawasan Mediterania, Yunani, bahkan Indonesia.

Cerita tentang fosil dari Cina melahirkan mitos tentang naga. Pada zaman dahulu di Cina, fosil dinosaurus dianggap sebagai “tulang naga” atau dragon bone sehingga naga dipercaya benar-benar ada. Dalam sejarahnya, penggalian fosil dinosaurus di lokasi yang termasuk provinsi Sichuan dianggap sebagai penemuan tulang naga (Zhiming, 1992), dan bahkan didokumentasikan dalam suatu dokumen (abad ke-3 SM) oleh sejarawan Cina bernama Chang Qu. Karena naga adalah makhluk mitologis-sakral di Cina, segala hal yang berkaitan naga dianggap berkhasiat, termasuk tulang-belulangnya. Oleh karena itu, fosil naga dicari dan dipakai sebagai ramuan obat tradisional.

Penemuan fosil tengkorak gajah purba di Pulau Sicilia, Italia (termasuk kawasan Mediterania, Eropa Selatan) melahirkan legenda Cyclop, raksasa bermata satu dari dongeng Yunani kuno. Tengkorak gajah purba yang sangat besar dianggap sebagai kepala raksasa. Secara anatomis, tengkorak gajah tersebut memiliki lubang rongga hidung lebar (untuk saluran belalai) yang ditafsirkan sebagai rongga mata, karena dianggap terletak di dahi.

Gambar 1. Saluran belalai yang diinterpretasikan sebagai rongga mata (Sumber://lms.aau.ac.id/library/ebook/R_1930_03_PB/files/res/download/downloads_0008.pdf)

Bangsa Yunani kuno juga mempelajari fosil purba dan diperkirakan menjadikannya sebagai sumber inspirasi mitos mereka. Sepotong tulang paha hewan purba telah menjadi sumber inspirasi dalam pembentukan mitos bangsa Yunani kuno. Potongan tulang yang dikenal dengan nama tulang Nichoria itu diperkirakan merupakan bagian dari tubuh mamalia purba raksasa yang hidup di selatan Yunani sekitar satu juta tahun yang lalu. Setelah orang-orang Yunani kuno menemukannya, muncul makhluk-makhluk buas dalam mitologi Yunani klasik yang inspirasinya bersumber dari tulang tersebut.

Gambar 2. Ilustrasi orang Yunani Kuno berdiri di samping tulang paha gajah purba
(Sumber: Adrienne Mayor. 2000. The First Fossil Hunters: Paleontology in Greek and Roman Times. Princeton and Oxford: Princeton University Press)

Fosil-fosil hewan purba raksasa, seperti halnya tulang Nichoria, kemungkinan besar menjadi sumber inspirasi dan imajinasi bagi terciptanya makhluk-makhluk buas legendaris dari mitologi klasik. Tedapat hubungan antara beberapa mitos Yunani klasik dengan bukti yang menunjukkan fosil prasejarah ditemukan di tempat yang sama berkembangnya mitos tentang makhluk raksasa tersebut muncul. Orang Yunani kuno diperkirakan menemukan fosil tulang tersebut dalam tambang batu bara muda di sebuah daerah yang dikenal dengan nama cekungan Megalopolis, yang dalam kajian prasejarah dikenal sebagai “medan pertempuran para raksasa”. Banyaknya fosil tulang raksasa di tempat itu memunculkan mitos tetang terbunuhnya seluruh tentara raksasa oleh hantaman petir Dewa Zeus, salah satu dewa utama dalam mitologi Yunani klasik (Mayor, 2000).

“Medan pertempuran para raksasa” juga ditemukan di Indonesia, tepatnya di Sangiran (Sragen) dan Patiayam (Kudus)-kedua daerah ini termasuk dua situs purbakala penting yang ada di Indonesia. Masyarakat Sangiran mengenal istilah raksasa dengan sebutan Buto. Berkaitan dengan fosil, kemudian muncul mitos Balung Buto di masyarakat. Balung buto merupakan istilah dalam bahasa Jawa, balung berarti tulang, sedangkan buto berarti raksasa. Dengan demikian secara harfiah balung buto memiliki arti tulang raksasa.

Nama balung buto tidak hanya dikenal sebagai tulang raksasa, tetapi terekam pula di dalam ingatan masyarakat Sangiran dalam bentuk mitos. Selama puluhan tahun penduduk Sangiran percaya kepada mitos yang mengisahkan perang besar antara ksatria yang bernama Raden Bandung dengan raksasa yang dipimpin Raja Tegopati yang pernah terjadi di kawasan perbukitan Sangiran. Dalam pertempuran tersebut banyak raksasa yang gugur dan terkubur di bukit. Oleh karena itu, fosil-fosil yang memiliki ukuran besar yang banyak bermunculan di lereng-lereng perbukitan Sangiran dinamakan balung buto (Sulistyanto: 2003). Di samping itu beberapa peristiwa yang terjadi di dalam mitos ini juga terabadikan dalam bentuk nama-nama wilayah di kawasan Sangiran yang oleh sebagian masyarakat masih dipercaya kebenarannya.

Gambar 3. Informasi tentang Balung Buto tampak di dalam ruang pamer Museum Manyarejo, salah satu klaster pengembangan di Situs Sangiran (sumber: BPSMP Sangiran)

Mitos tentang balung buto juga dikenal oleh masyarakat yang berdiam di sekitar daerah Patiayam (± 74 Km sebelah utara Situs Sangiran). Narasi mitos balung buto yang hidup dalam benak masyarakat Patiayam hampir sama dengan yang ada di Sangiran, yakni mengisahkan peperangan antara raksasa dengan ksatria. Pada akhirnya dalam peperangan tersebut sang raksasa berhasil dikalahkan, namun karena kesaktian sang raksasa maka setelah mati akan hidup kembali setelah jasadnya utuh. Oleh karena itu, tubuh sang raksasa akhirnya dipotong-potong lalu dipisahkan jauh satu sama lain, dan pada akhirnya bukti tulang-belulangnya ditemukan (Siswanto, 2013). Perbedaan mitos di kedua tempat ini salah satunya adalah mitos balung buto di Patiayam tidak menyebutkan tokoh yang berperang, sedangkan mitos balung buto di Sangiran memunculkan nama Raden Bandung dan Tegopati sebagai tokoh dalam mitos.

Beberapa mitos di atas menunjukkan sisi lain makna fosil bagi masyarakat maupun khazanah ilmu pengetahuan. Secara geografis lokasi tempat mitos berkembang tersebut berjauhan satu sama lain, tetapi mitos-mitos di atas agak mirip dalam satu atau beberapa bagiannya, seperti imajinasi dan interpretasi tentang  makhluk raksasa yang hampir selalu dapat ditemukan dalam mitos-mitos di atas. Mitos tentang fosil ini dapat memperkaya pengetahuan masyarakat, khususnya mitos sebagai produk imajinasi manusia maupun sebagai fenomena budaya. (Muh. Mujibur Rohman)

Daftar Pustaka

Badudu, J.S. dan S.M. Zein. 2001. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Mayor, Adrienne. 2000. The First Fossil Hunters: Paleontology in Greek and Roman Times. Princeton and Oxford: Princeton University Press

Palmer, D. 2002. Buku saku Fosil. Jakarta: Erlangga, dalam Listya Mustika Dewi, “Penelitian Fosil Kayu: Status dan Prospeknya di Indonesia”, makalah Diskusi Litbang Anatomi Kayu Indonesia di IPB International Convention Center. 2013.

Siswanto, 2013. “Peran Publik dalam Pengelolaan Situs”, dalam Atmosudiro dan Prasodjo (Ed). Arkeologi dan Publik. Yogyakarta: Kepel Press.

Sulistyanto, Bambang.  2003. Balung Buto: Warisan Budaya Dunia dalam Perspektif Masyarakat Sangiran. Yogyakarta: Kunci Ilmu.

Zhiming, Dong. 1992. Dinosaurian Faunas of China. Beijing: China Ocean Press.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA