Siapa yang menggantikan Nabi Muhammad saat di tempat tidur?

Rencana pembunuhan Nabi Muhammad oleh kafir Quraisy menemui kegagalan.

Beliau memberitahu dirinya akan berhijrah ke Madinah (Yatsrib) dan dimintanya Ali untuk tetap tinggal terlebih dulu di Makkah. Menetapnya Ali di Makkah antara lain untuk menyelesaikan barang-barang amanat orang yang dititipkan Rasulullah SAW, dan beliau diminta menggunakan mantel hadrami berwarna hijau pada malam hari dan berbaring di tempat tidur Rasul.

Karena keimanan serta keberanian Sayyidina Ali telah ditempa selama tinggal dengan Rasulullah, tak sedikit pun khalifah keempat Islam itu menolak. Ketika malam tiba, para pemuda yang disiapkan kaum Quraisy pun datang dan mengintip ke tempat tidur Rasulullah SAW.

Mereka melihat ada sesosok tubuh di tempat tersebut dan meyakini itulah Nabi Muhammad SAW. Dalam versi lain disebutkan, para pemuda itu sepakat akan mencegahnya di pintu keluar setelah tengah malam sambil menunggu anggota mereka lengkap. Namun, konon mereka mendengar suara-suara perempuan dari dalam rumah itu seperti suara Saudah, Ummu Kultsum, Fatimah, dan Ummu Aiman.

Hal itu membuat mereka harus berpikir ulang untuk melancarkan rencana jahatnya. Salah seorang dari mereka menaiki dinding dan masuk ke dalam rumah, maka nama mereka akan tercela untuk selamanya dan merupakan aib besar di kalangan masyarakat Arab sebab mereka telah melanggar kebebasan perempuan yang disepakati kabilah mereka.

Padahal, sesungguhnya mereka tidak tahu Nabi Muhammad SAW telah meninggalkan Makkah jelang larut malam menuju rumah Abu Bakar. Keduanya keluar dari jendela pintu belakang dan terus bertolak ke arah selatan menuju Gua Saur.

Di sisi lain, Sayyidina Ali yang telah mendapat bimbingan rohani, akhlak, dan strategi jelang hijrah yang mantap dari Rasulullah, berada dalam posisi tenang meski nyawanya terancam. Sebab keteguhan, keimanan, dan keberaniannya itu, Allah menyelamatkan Ali dari beragam tipu daya kaum Quraisy yang otomatis gagal melancarkan misinya. Kemudian, Sayyidina Ali segera menyusul Rasulullah ke Madinah seorang diri menempuh perjalanan 477 kilometer jauhnya di malam pekat.

Oleh: Nurokhim, S. Ag. S.Kons.

Tak lama berselang, datang seorang Quraisy mendekati para pemuda jagoan yang masih mengepung pintu rumah Nabi. ”Apa yang kalian tunggu di sini?” tanyanya yang menyadarkan para pemuda jagoan itu.

”Kami menunggu Muhammad,” jawab pemuda itu.

Orang itu berkata, ”Demi Allah, Muhammad sudah keluar dari rumahnya dan telah pergi jauh mengurus urusannya” jawab orang itu.

“Dia tebarkan tanah di kepala kalian. Apakah kalian tidak menyadari apa yang terjadi kepada kalian?” katanya lagi.

“Demi Allah kami tidak melihatnya.” Kata mereka.

Para pemuda itu termasuk Abu Jahal saling berpandangan, heran mendengar penuturan itu. Lalu meraba kepalanya yang ternyata kotor dengan tanah. Para pemuda gagah itu bangkit, sambil membersihkan pasir di kepala mereka, “Aduh, pasir di kepala kita! Sungguh keterlaluan! Keterlaluan!”

Dengan rasa tak percaya mereka kemudian menerobos masuk lewat pintu rumah dan memasuki kamar dengan pedang terhunus. Hanya dalam waktu beberapa detik mereka mengelilingi tempat tidur Nabi Muhammad SAW. Dalam keremangan lampu minyak yang bersinar lemah dari miskat dinding, di atas ranjang mereka melihat ada seseorang tidur berselimut hijau.

”Orang berselimut ini pasti Muhammad,” kata mereka.

“Kita habisi Muhammad, mumpung dia sedang lengah.” Tegas yang lainnya.

Mereka segera menghampiri sosok yang tengah tidur itu, mereka dengan kasar menarik selimut dan pedang pedang terangkat siap untuk dihujamkan sambil berkata:

“Hai, Muhammad! Bangunlah! Kami datang untuk membunuhmu!”

Ketika pedang-pedang terhunus diarahkan ke atas ranjang, tiba-tiba tubuh yang berbaring itu bangkit. Selimut tersingkap. Lantas orang itu berdiri di pinggir ranjang. Dalam cahaya lampu yang remang itu, semua pemuda jagoan terkejut. Mereka mengenali sosok orang yang baru bangun dari ranjang itu adalah Ali bukan Muhammad.

“Aku bukan Muhammad yang kalian cari.”

Orang-orang Quraisy yang hendak membunuh Rasulullah tersebut kaget. Wajah para pemuda yang hendak membunuh Rasulullah itu seakan akan membeku pucat. Mereka tak percaya dengan apa yang mereka lihat. Ternyata bukan rasulullah yang mereka dapati di atas tempat tidur, melainkan Ali bin Abi Thalib yang terbangun dari tempat tidur Nabi Muhammad SAW.

Orang-orang yang hendak membunuh Nabi Muhammad SAW. Menanyai keberadaan Nabi Muhammad SAW. kepada Ali bin Abi Thalib.

“Hai, Ali! Kenapa bukan Muhammad yang tidur disini? Di mana dia berada?” Mereka menghardik sayidina Ali Bin Abi Thalib dengan kasar.

“Aku tidak tahu.” Jawab Ali dengan santainya.

Orang-orang Quraisy tersebut marah dan kecewa karena mereka gagal membunuh Rasulullah SAW. Mereka seperti kehilangan akal setelah mengeti bahwa yang tidur di tempat tidur Rasulullah adalah Ali bin Abi Thalib dan mereka kehilangan jejak Rasulullah. Yang merka lakukan pertama kali adalah menggiring dan menyeret Ali bin Abu Thalib ke dekat Ka’bah serta menahannya. Di sana mereka memukul, menendang, dan menampar wajah beliau. Namun, Ali lebih baik mati daripada mengatakan di mana Rasulullah berada. Dengan putus asa, mereka pun melepaskan Ali bin Abu Thalib yang telah bertahan demikian berani.

Dalam penjelasan dari sejarawan O. Hashem, seseorang yang datang belakangan, yang memberitahu para pemuda Quraisy bahwa Rasulullah telah meninggalkan rumahnya, adalah orang tua dari Najd (yaitu Iblis yang menyaru). Mereka baru menyerbu ke dalam rumah Rasulullah ketika diberitahu olehnya Rasulullah telah pergi.

Mereka pun mengumpat-umpat. ”Orang tadi berkata benar. Muhammad telah lolos,” kata para pemuda itu buru-buru keluar rumah mengejar jejak Nabi. Tapi mereka bingung ke arah mana Nabi pergi. Dengan perasaan dongkol dan kecewa mereka meninggalkan rumah Nabi. Rencana membunuh Nabi beramai-ramai pun gagal.

Mungkin kita bertanya, mengapa para pemuda pilihan Quraisy itu, yang kuat-kuat dan jumlah mereka lebih banyak, tidak sedari awal menyerbu ke dalam rumah Rasulullah, mengapa harus menunggu beliau keluar terlebih dahulu baru menyerangnya?

Menurut sejarawan O. Hashem, karena selain Rasulullah dan Ali, di rumah tersebut ada dua orang wanita, yaitu Ummu Kultsum dan Fatimah. Sementara itu dua putri lainnya, Zainab, sedang berada di rumah suaminya yang musyrik, Abu al-Ash; dan Ruqayyah, telah hijrah ke Madinah bersama suaminya, Utsman.

Keyakinan masyarakat Arab pada waktu itu, adalah suatu aib jika mereka menyerang ke dalam rumah yang di dalamnya ada wanita. Hal itu lah yang membuat mereka menahan diri untuk tidak menyerang ke dalam rumah sejak awal.

Selanjutnya mereka melempari rumah Rasulullah dengan batu, dengan harapan orang yang mereka sangka Rasulullah yang sedang tertidur di dalam jubahnya – yakni Ali – terpancing untuk keluar. Namun Ali tidak keluar karena mengikuti perintah Rasulullah. Barulah di pagi hari mereka menyadari bahwa orang di balik jubah itu bukan Rasulullah.

Ketika pagi, sekelompok orang yang telah mengintai dan menunggu Rasulullah masuk ke dalam rumahnya. Ali bangkit dari tempat tidurnya, dan ketika mereka mendekatinya, mereka mengenalinya dan berkata, “Di mana temanmu?”

Dia menjawab, “Aku tidak tahu. Apakah kalian mengharapkan aku untuk terus mengawasinya? Kalian menyuruhnya untuk pergi (lihat artikel seri sebelumnya tentang diskusi para bangsawan Quraisy di Darun Nadwah-pen), dan dia telah pergi.”

Mereka membentak dan memukulinya. Kemudian mereka membawanya ke masjid dan memenjarakannya untuk sementara waktu, tetapi setelah itu mereka meninggalkannya sendirian. Demikianlah, Allah menyelamatkan utusan-Nya dari rencana mereka (untuk membunuhnya).

Ketika mereka tak mampu mengorek sedikitpun keterangan dari Ali, mereka segera menuju ke rumah Abu Bakar. Namun mereka pun tak dapat menemukan Abu Bakar. Mereka menggedor pintu rumahnya dan menanyakan keberadaan Abu Bakar. Asma’ binti Abu Bakar menemui mereka di ambang pintu.

“Mana ayahmu?” Tanya mereka.

“Demi Allah aku tidak tahu dimana ayahku berada” Jawab Asma’.

Abu Jahal yang merupakan seorang pemimpin di antara orang-orang yang ingin membunuh Rasulullah curiga bahwa Asma binti Abu Bakar adalah kaki tangan dalam menyembunyikan Nabi. Abu Jahal marah besar dan memaksa memberitahu di mana ayahnya dan Nabi bersembunyi.

Tapi Asma menghadapi kemarahan Abu Jahal dengan berani. Begitu Abu Jahal menyadari bahwa kemarahannya tidak membuat Asma untuk memberi tahu di mana tempat orang-orang yang bersembunyi dari upaya pembunuhannya. , ia langsung mengangkat tangannya dan menampar pipi Asma yang sedang hamil dengan sangat kuat sehingga anting- antingnya terlepas.

Bersambung...

Siapa yang menggantikan Nabi Muhammad berbaring di tempat tidur?

Menjelang petang, Nabi melangkah meninggalkan rumah beliau dengan tenang. Setelah terbangun, sekelompok kaum kafir tersebut segera memasuki rumah Nabi SAW, namun tidak lagi mendapati Nabi kecuali hanya ada Sayyidina Ali bin Abi Thalib yang sedang berbaring di kasur menggantikan posisi Nabi.

Siapa yang menggantikan Rasulullah berbaring di tempat tidur kamar Rasulullah Saat Nabi dan Abu Bakar mencoba keluar dari rumah?

b.Usman bin Affan.