Siapa nama Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang menerapkan?

TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah Belanda selama masa pemerintahannya 1916-1942 telah menerapkan berbagai kebijakan.

Satu dari beberapa kebijakan yang paling membekas di hati rakyat Indonesia yakni sistem tanam paksa.

Sistem tanam paksa ini membuat rakyat Indonesia menderita.

Sistem tanam paksa adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Johannes van den Bosch pada tahun 1830.

Baca juga: Apakah Sistem Tanam Paksa Itu? Kunci Jawaban Tema 7 Kelas 5 Buku Tematik SD Halaman 30

Baca juga: Sikap-sikap yang Dapat Diteladani dari Raden Ajeng Kartini, Jawaban Kelas 6 SD: Tema 7 Subtema 1

Sistem ini mewajibkan seluruh penduduk yang menanam kopi, tebu, teh, tarum dan tanaman komoditas ekspor lainnya untuk diserahkan kepada pemerintah kolonial.

Dikutip dari Buku Tematik Tema 7 Kelas 5, pada masa kepemimpinan Johanes Van Den Bosch, Belanda memperkenalkan sistem tanam paksa.

Sistem tanam paksa pertama kali diperkenalkan di Jawa dan dikembangkan di daerah-daerah lain di luar Jawa.

Sejak tahun 1847, sistem ini sudah ada di Sumatera Barat.

Saat itu, penduduk yang telah lama menanam kopi secara bebas dipaksa menanam kopi untuk diserahkan kepada pemerintah kolonial.

Sistem yang hampir sama juga dilaksanakan di tempat lain seperti Minahasa, Lampung, dan Palembang.

Kopi merupakan tanaman utama di Sumatera Barat dan Minahasa.

Sementara di Lampung dan Palembang, lada menjadi tanaman utama.

Di Minahasa, kebijakan yang sama kemudian juga berlaku pada tanaman kelapa.

Pembukaan perkebunan di kawasan Priangan sekitar tahun 1907-1937. Era budidaya tanaman kopi berdasarkan kerja paksa dimulai di Priangan pada awal abad ke-19. Konsep ini disebut Preangerstelsel. Sistem inilah yang kemudian mengilhami Cultuurstelsel atau tanam paksa di berbagai wilayah di Hindia Belanda. (National Museum van Wereldculturen (TM 10024157) via Kompas.com)

Penyimpangan

Penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan tanam paksa di antaranya sebagai berikut:

1. Jatah tanah untuk tanaman ekspor melebihi seperlima tanah garapan, apalagi jika tanahnya subur.

2. Rakyat lebih banyak mencurahkan perhatian, tenaga, dan waktunya untuk tanaman ekspor sehingga banyak yang tidak sempat mengerjakan sawah dan ladang sendiri.

3. Rakyat yang tidak memiliki tanah harus bekerja melebihi 1/5 tahun.

4. Waktu pelaksanaan tanam paksa ternyata melebihi waktu tanam padi (tiga bulan) sebab tanaman-tanaman perkebunan memerlukan perawatan terus-menerus.

5. Setiap kelebihan hasil panen dari jumlah pajak yang harus dibayarkan kembali kepada rakyat ternyata tidak dikembalikan kepada rakyat.

6. Kegagalan panen tanaman wajib menjadi tanggung jawab rakyat/ petani.

Akibat tanam paksa

Penyimpangan dalam sistem tanam paksa ini memberatkan rakyat Indonesia.

Akibat penyimpangan pelaksanaan tanam paksa tersebut antara lain: banyak tanah terbengkalai sehingga panen gagal, rakyat makin menderita, wabah penyakit merajalela, bahaya kelaparan melanda Cirebon dan memaksa rakyat mengungsi ke daerah lain untuk menyelamatkan diri.

Kelaparan hebat juga terjadi di Grobogan yang mengakibatkan banyak kematian sehingga jumlah penduduk menurun tajam.

Penentang sistem tanam paksa

Sistem sewenang-wenang yang diterapkan Belanda di Indonesia ini mendapatkan penentangan.

Berkat adanya kecaman dari berbagai pihak, akhirnya pemerintah Belanda menghapus tanam paksa secara bertahap.

Salah satu tokoh Belanda yang menentang sistem tanam paksa adalah Douwes Dekker dengan nama samaran Multatuli.

Dia menentang tanam paksa dengan mengarang buku berjudul Max Havelaar.

Edward Douwes Dekker mengajukan tuntutan kepada pemerintah kolonial Belanda untuk lebih memperhatikan kehidupan bangsa Indonesia karena kejayaan negeri Belanda itu merupakan hasil tetesan keringat rakyat Indonesia.

Dia mengusulkan langkah-langkah untuk membalas budi baik bangsa Indonesia.

Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut.

a. Pendidikan (edukasi).

b. Membangun saluran pengairan (irigasi).

c. Memindahkan penduduk dari daerah yang padat ke daerah yang jarang penduduknya (transmigrasi).

Dimanakah tanam paksa itu dilaksanakan?

Dikutip dari Kompas.com berdasar buku Sistem Politik Kolonial dan Administrasi Pemerintahan Hindia Belanda (2001) oleh Daliman, pelaksanaan tanam paksa di Pulau Jawa dominan dilakukan di daerah-daerah pantai utara Jawa seperti:

1. Karesidenan Cirebon

2. Pekalongan

3. Tegal

4. Semarang

5. Jepara

6. Surabaya

7. Pasuruan

Daerah tersebut sebagian besar ditanami tebu.

Terdapat juga dua jenis tanaman lain yakni indigo dan kopi.

Tanaman indigo merupakan salah satu tanaman yang menggunakan sistem rotasi dengan tanaman utama, padi.

Sehingga penanaman indigo dapat dilakukan di berbagai daerah di Pulau Jawa.

Untuk tanaman indigo, harus digarap oleh beberapa desa secara bersama-sama.

Sedangkan untuk tanaman kopi menjadi barang dagangan yang sangat menguntungkan sistem tanam paksa.

Selanjutnya, berdasar buku Berjuang Menjadi Wirausaha: Sejarah Kehidupan Kapitalis Bumi Putra Indonesia (2008) oleh Wasino, pelaksanaan tanam paksa juga dijalankan di luar Pulau Jawa.

1. Sumatera Barat untuk penanaman kopi

2. Minahasa untuk penanaman kopi dan tanaman kelapa

3. Minangkabau untuk tanaman kopi

4. Lampung untuk tanaman lada

5. Palembang untuk tanaman lada

6. Ambon untuk tanaman cengkeh

7. Banda untuk tanaman pala

Sumber buku: Maryanto, Fransiska dkk. 2017. Tema 7 Peristiwa dalam Kehidupan Buku Tematik Terpadu Kurikulum2013 Buku Siswa SD/MI Kelas V. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.

(Tribunnews.com/Fajar)(Kompas.com/Serafica Geischa)

Artikel ini merupakan bagian dari Parapuan

Parapuan, KG Media. Ruang aktualisasi diri perempuan untuk mencapai mimpinya.

Video

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA