Seseorang yang hidup di dataran tinggi berpotensi untuk terkena serangan jantung

Tidak sedikit orang memilih destinasi dataran tinggi sebagai tujuan wisata. Pasalnya, tempat ini menyuguhkan daya tarik tersendiri, misalnya udara sejuk serta pemandangan menawan dari bukit dan gunung.

Bukan hanya sekadar menikmati pemandangan, banyak orang menghabiskan waktu di dataran tinggi untuk melakukan aktivitas fisik seperti mendaki gunung, panjat tebing, paralayang, ataupun jogging.

Sayangnya, tidak semua orang bisa menikmati pesona wisata dataran tinggi dengan leluasa. Menurut American Heart Association (AHA), dataran tinggi tidak direkomendasikan untuk pengidap gangguan jantung dan hipertensi.

Efek dataran tinggi dapat memperburuk gangguan kesehatan pengidap hipertensi maupun penyakit jantung.

Artikel Lainnya: Bahaya Olahraga Berlebihan bagi Jantung

1 dari 3

Dataran Tinggi Berisiko bagi Pasien Gangguan Jantung dan Hipertensi

Berdasarkan European Society of Cardiology, dataran tinggi tergolong berbahaya bagi pengidap hipertensi maupun gangguan jantung bila berada di ketinggian lebih dari 762 meter di atas permukaan laut.

Oksigen di kawasan tersebut lebih sedikit. Pasalnya, semakin tinggi suatu tempat, semakin menipis persediaan oksigennya.

Efek dataran tinggi bisa menyebabkan kekurangan oksigen. Kondisi ini menyebabkan jantung bekerja ekstra keras untuk mendistribusikan darah yang kaya oksigen ke seluruh tubuh.

Kadar oksigen yang kurang di dalam tubuh dapat memperburuk kondisi penderita tekanan darah tinggi maupun gangguan jantung.

Mulanya, kekurangan oksigen bisa mencetuskan sejumlah gejala seperti sakit kepala, pusing, dan kelelahan. Bahkan, individu dengan kondisi sehat yang tidak mengalami hipertensi ataupun masalah jantung bisa mengalami gejala tersebut.

Artikel Lainnya: Hindari Olahraga Ini Jika Anda Punya Penyakit Jantung

Pada area yang lebih tinggi, misalnya 2.682 meter di atas permukaan laut, kondisi kekurangan oksigen bisa jadi lebih buruk dan menyebabkan pingsan dalam kurun 24 jam setelah melakukan pendakian.

Menurut AHA, kondisi kekurangan oksigen sangat berbahaya serta dapat meningkatkan risiko gangguan dan komplikasi penyakit jantung. Salah satu komplikasi yang paling umum dialami di ketinggian yaitu cardiac arrest alias henti jantung.

Henti jantung terjadi saat jantung tidak berdetak akibat ventrikel fibrilasi, suatu gangguan pada sinyal listrik di ventrikel jantung.

Gangguan itu meningkatkan denyut ventrikel, sehingga mengakibatkan jantung berdebar tidak teratur dan cepat.

Ketika jantung berdetak cepat, darah justru berhenti dipompa. Akibatnya jantung berhenti seketika.

Cardiac arrest juga menghentikan aliran darah ke seluruh tubuh dan mencetuskan gejala berupa sesak napas hingga hilang kesadaran.

Henti jantung menurut AHA kerap terjadi karena tubuh pengidap gangguan jantung dan hipertensi tidak mampu beradaptasi dengan ketinggian. Hal ini bisa pula disebabkan karena tubuh mengalami dehidrasi.

Artikel Lainnya: Awas, Kesalahan Saat Bersepeda Ini Picu Serangan Jantung!

2 dari 3

Perhatikan Hal Ini Sebelum ke Dataran Tinggi

Pengidap hipertensi dan gangguan jantung parah sebaiknya memang tidak bepergian ke destinasi dataran tinggi, utamanya bagi individu yang baru saja mengalami serangan jantung.

Kendati demikian, dr. Sepriani Timurtini Limbong mengatakan kawasan tersebut boleh disambangi dengan syarat tertentu. Syarat pertama yaitu tidak boleh berlama-lama di area ketinggian.

“Soalnya, secara fisiologis, kunjungan singkat di tempat dataran tinggi mungkin nggak masalah. Tetapi, kalau kunjungannya jangka panjang (misalnya menetap lebih lama), bisa ada risiko hipoksemia (kurang oksigen di dalam darah),” paparnya.

Dokter Sepriani menjelaskan, hal itu dikarenakan sakit jantung pada dasarnya sudah menyebabkan kadar oksigen yang dialirkan di dalam darah berkurang. Kondisi ini bisa memburuk ketika berada di daerah dataran tinggi.

Syarat kedua yaitu pemeriksaan kesehataan. Prosedur skrining kesehatan penting dijalani agar dokter dapat merekomendasikan penyesuaian dosis obat untuk mencegah perburukan penyakit ketika di ketinggian.

Bila memang terpaksa perlu menetap di dataran tinggi cukup lama, AHA menganjurkan pengidap hipertensi tidak terkontrol untuk melakukan pemeriksaan tekanan darah.

Menurut European Society of Cardiology, pengidap hipertensi ataupun gangguan jantung juga harus menghindari aktivitas fisik berat selama berada di dataran tinggi.

Baca Juga

  • Anak yang Tinggal di Dataran Tinggi Berisiko Stunting, Benarkah?
  • Mengenal Perbedaan Hipotermia, Frostbite, dan Altitude Sickness
  • Bolehkah Pasien Sudah Ganti Katup Jantung Menyelam?

Bila Anda mengidap hipertensi atau masalah jantung dan perlu bepergian ke dataran tinggi, disarankan berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter. Gunakan Live Chat dokter jantung dan pembuluh darah untuk respons cepat.

Dapatkan info penting lainnya seputar penyakit jantung dan tekanan darah di aplikasi KlikDokter.

(FR/NM)

Referensi:

  • American Heart Association. Diakses 2022. Travel to high altitudes could be dangerous for people with heart conditions.
  • American College of Cardiology. Diakses 2022. Safety Precautions for Heart Patients Traveling to High Altitudes.

Apa itu Hipoksia? Hipoksia adalah kondisi kadar oksigen rendah di dalam jaringan tubuh. Ketika tubuh tidak memiliki kadar oksigen yang cukup di dalam sistemnya, maka Geng Sehat bisa terkena hipoksia. Lantas apakah perbedaaan hipoksia dan hipoksemia?

Meskipun mirip, perbedaan hipoksia dan hipoksemia sebenarnya sangat jelas. Jika hipoksia adalah istilah untuk kondisi kekurangan oksigan di dalam jaringan, maka hipoksemia adalah kondisi kekurangan oksigen di dalam darah.

Hipoksia dan  hipoksemia dalah dua kondisi berbeda, yang seringkali digunakan untuk beberapa gejala yang serupa. Jika sudah tahu perbedaan hipoksia dan hipoksemia, Geng Sehat juga perlu memahami  dampak dari dua kondisi tersebut.

Tanpa oksigen, seluruh organ tubuh termasuk otak, hati, dan organ lainnya bisa mengalami kerusakan hanya beberapa menit setelah gejalanya muncul. Maka penting untuk mengetahui apa itu hipoksia, gejala, pengobatan, dan penyebabnya!

Kita mendapatkan oksigen dari udara yang kita hirup saat bernapas. Ketika ada suatu kondisi yang menyebabkan proses bernapas terganggu, maka akan terjadi hipoksia maupun hipoksemia.

Misalnya, serangan asma berat bisa menjadi penyebab hipoksia pada orang dewasa maupun anak-anak. Saat terjadi serangan asma, saluran pernapasan menyempit, sehingga mempersulit udara masuk ke paru-paru. Batuk, sebagai mekanisme tubuh untuk membersihkan paru-paru membutuhkan lebih banyak oksigen. Serangan asma akan memperparah gejalanya.

Selain serangan asma, penyebab hipoksia lainnya adalah kerusakan paru-paru akibat trauma. Berikut ini adalah beberapa penyebab hipoksia:

  • Penyakit paru seperti penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), emfisema, bronkitis, pneumonia, dan pulmonari edema (cairan di dalam paru-paru)
  • Obat pereda rasa sakit yang efeknya kuat dan obat lain yang menahan pernapasan
  • Masalah jantung
  • Anemia
  • Keracunan sianida (sianida adalah zat kimia yang digunakan untuk membuat plastik dan produk lainnya)

Setelah mengetahui apa itu hipoksia, Kamu perlu tahu apa saja gejalanya. Meskipun gejalanya bisa beragam dari satu orang ke orang lain, gejala hipoksia yang paling umum adalah:

  • Perubahan warna kulit, mulai dari biru ke merah
  • Kebingungan
  • Batuk
  • Detak jantung cepat
  • Pernapasan semakin cepat
  • Sesak napas
  • Denyut jantung melambat
  • Berkeringat
  • Bersin

Kalau Kamu mengalami gejala-gejala hipoksia di atas, segera cari pertolongan medis.

Tidak hanya mengetahui apa itu hipoksia dan penyebab hipoksia, Kamu juga perlu tahu pengobatannya. Pengobatan hipoksia harus dilakukan di rumah sakit, karena dokter membutuhkan alat pengukur kadar oksigen di tubuh atau darah.

Pengobatan utama adalah memasukkan oksigen secara langsung ke dalam tubuh. Oksigen yang tersimpan di tabung akan dialirkan ke tubuh melalui selang infus atau masker nebulizer. Terapi ini pada sebagian besar pasien sudah cukup untuk meningkatkan kadar oksigen.

Obat asma dalam bentuk inhaler juga bisa meredakan gejala sesak napas. Kalau cara-cara ini tidak cukup, kemungkinan dokter akan memberikan obat lewat aliran darah, atau infus di tangan. Kemungkinan Kamu  juga membutuhkan obat steroid untuk meredakan inflamasi di paru atau antibiotik untuk mengobati infeksi yang ada.

Jika hipoksia sudah membahayakan hidup Kamu dan pengobatan di atas tidak mempan, maka kemungkinan Kamu membutuhkan mesin khusus untuk bisa bernapas.

Setelah tahu apa saja penyebab hipoksia beserta pengobatannya, Kamu harus tahu pencegahannya. Cara terbaik untuk mencegah hipoksia adalah dengan mengontrol asma. Disiplinlah dalam menjalani pengobatan asma. Selain itu, berikut hal-hal yang bisa dilakukan:

  • Mengonsumsi obat untuk mencegah kekambuhan asma
  • Mengonsumsi makanan yang tepat dan menjalani gaya hidup aktif
  • Ketahui hal-hal yang memicu kekambuhan asma Kamu, dan mencari cara untuk mencegahnya

Banyak yang bertanya-tanya, mengapa orang-orang yang tinggal di dataran tinggi dapat mengalami hipoksia? Ketika seseorang berada di dataran tinggi, setidaknya 2500 meter di atas permukaan laut, maka ia bisa mengalami hipoksia atau kekurangan oksigen.

Penyebabnya ada beberapa hal. Selama berada di dataran tinggi, orang mengalami hiperventilasi dan membakar lebih banyak energi, meskipun sedang tidak beraktivitas. Kemampuan tubuh untuk menyerap oksigen dari darah menurun, sehingga mengurangi kapasitas mereka untuk beraktivitas.

Konsentrasi hemoglobin, sebagai pengangkut oksigen di dalam sel darah merah, akan menurun. Akibatnya tidak banyak oksigen yang didistribusikan ke seluruh jaringan. Jika kondisi ini terjadi terus menerus, lama kelamaan, mereka mengalami penebalan darah dan juga merasakan  gejala-gejala seperti kelelahan, pusing, sulit bernapas, insomnia, nyeri, telinga berdengung, tangan dan kaki berubah menjadi warna ungu, serta vena yang melebar.

Jadi, penjelasan di atas merupakan jawaban dari mengapa orang-orang yang tinggal di dataran tinggi dapat mengalami hipoksia. Dalam kasus estrem, hipoksia bisa menyebabkan kematian.

Perbedaan hipoksia dan hipoksemia bisa dilihat dari gejalanya. Gejala kedua kasus ini tergantung dari sebarapa banyak kadar oksigen yang berkurang. Pasien yang mengalami hipoksemia ringan kemungkinan mengalami kegelisahan, kebingungan, kecemasan, atau sakit kepala.

Pasien yang mengalami hipoksemia akut biasanya mengalami dampak dari peningkatan tekanan darah dan apnea. Pasien juga bisa mengalami hipotensi atau kontraksi tidak beraturan pada ventrikel (kamar jantung). Pasien juga bisa mengalami koma.

Sementara itu, pasien yang mengalam hipoksia memiliki gejala yang sedikit berbeda. Gejala-gejala yang dimaksud termasuk sakit kepala, kekejangan, dan bahkan kematian pada kasus ekstrem. Sama seperti hipoksemia, tingkat keparahan gejala hipoksia tergantung dari keseriusan dari kondisinya. 

Perbedaan hipoksia dan hipoksemia juga bisa dilihat dari penyebabnya, meskipun secara umum penyebabnya adalah gangguan pernapasan. Gangguan pernapasan bisa disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:

  • Hipoventilasi: penurunan kadar oksigen dan peningkatan kadar karbon dioksida di dalam darah 
  • Penurunan konten oksigen rendah di dalam darah
  • Ketidakcocokan ventilasi atau perfusi

Sementara itu, hipoksia bisa disebabkan oleh banyak faktor, termasuk serangan jantung, keracunan karbon monoksida, asma, dan lainnya. Hipoksia juga sering menyerang orang yang tinggal atau mengunjungi dataran tinggi.

Sedangkan berdasarkan pengobatannya, ada juga perbedaan hipoksia dan hipoksemia. Misalnya, hipoksia lebih berisiko berkembang menjadi kondisi yang membahayakan jiwa dalam waktu singkat, sehingga harus segera ditangani. Pasien biasanya membutuhkan alat bantu pernapasan. Pasien juga kemungkinan membutuhkan obat untuk mencegah kejang dan tekanan darah tinggi.

Sebaliknya, orang yang mengalami hipoksemia biasanya disarankan agar berada dalam posisi berbaring datar untuk meningkatkan suplai oksigen. Pada kasus yang lebih parah, biasanya pasien membutuhkan ventilasi mekanik. Pasien juga kemungkinan membutuhkan bantuan oksigen dan transfusi sel darah merah. (UH)

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA