Selain bertugas memimpin umat Rasul juga berperan sebagai pembimbing spiritual yang berfungsi

You're Reading a Free Preview
Page 3 is not shown in this preview.

Semua orang Islam meyakini bahwa Al Qur’an dan Al Hadits merupakan pedoman dalam peribadatan. Dan, bila dikaji lebih teliti Al Qur’an dan Al Hadits, mereka pasti akan memahami bahwa Pemimpin Spiritual (Imam, Guru Spritual) memiliki peranan yang sangat penting dalam keberhasilan suatu peribadatan. Inti peribadatan adalah dekat dengan Allah, naik ke sisi-Nya. Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah Mi,raj.Riwayat Islam telah banyak menceritakan bahwa sepanjang hidup Rasulullah – dalam beribadat – selalu mendapat bimbingan dari Jibril a.s. Singkatnya Jibril diutus tidak sekadar sebagai penyampai wahyu dari Allah SWT, namun juga diutus sebagai pemimpin, pembimbing atau guru spiritual Rasulullah. Allah telah berfirman:

Demi ( malaikat – malaikat ) yang diutus untuk membawa kebaikan. Dan yang terbang dengan kencangnya. Dan yang menyebarkan (Rahmat) dengan seluas – luasnya. Dan yang membedakan dengan sejelas – jelasnya Dan yang menyampaikan wahyu Untuk menolak alasan – alasan atau memberi peringatan. ( QS 77 : 1 – 6 )

Dan sesungguhnya Al Qur’an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam.(QS 26:192) Dia dibawa turun oleh Ar Ruh Al Amin (QS 26 : 193) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan (QS 26 : 194)

Katakanlah, ”Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al Qur’an itu dari Tuhanmu dengan benar, untuk meneguhkan( hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang berserah diri.( QS 16 : 102)

Hampir semua orang Islam sependapat bahwa petunjuk, bimbingan datang dari Allah. Namun kalau saya boleh berpendapat, petunjuk Allah kepada manusia tidak terjadi melalui hubungan langsung melainkan lewat proses mediasi yakni adanya “utusan”. Barang tentu karena dimensi manusia dan Allah berbeda jauh tak terhingga. Perbedaan dimensi ini yang kemudian dipertemukan oleh “utusan”. Utusan mengisi ruang antara Pencipta dan ciptaan.Dalam konteks tertentu Jibril dan Rasul mempunyai predikat yang sama yakni “utusan”. Sebelum kedatangan Jibril, Muhammad bin Abdullah adalah manusia biasa hingga pengangkatannya sebagai salah seorang Rasul. Ini memang tampak berseberangan dengan bunyi wahyu yang mengatakan bahwa Ruh Muhammad sudah diciptakan jauh sebelum alam raya diciptakan. (pengertian tentang Muhammad Rasulullah dengan Muhammad bin Abdulah akan dijelaskan dalam tulisan lain).Di sini kita hanya akan membahas bagaimana Muhammad bin Abdullah mengalami perubahan predikatnya, dari sebagai manusia biasa menjadi seorang Rasul yang kemudian disempurnakan ke-Rasulannya dalam peristiwa Isra Mi,raj.Ke-Rasulan merupakan puncak dari kesempurnaan iman dan Islam serta hilangnya sifat-sifat dasar manusia atau dikenal dengan istilah fana. Sebelum mencapai proses tersebut maka manusia harus lebih dulu menempuh fase-fase tertentu. Fase-fase ini tidak akan pernah dapat dicapai tanpa adanya bimbingan secara khusus dari “utusan” yang merupakan manifestasi dari Ruhul Qudus.Mereka yang mempelajari ilmu spiritual Islam sependapat bahwa segala bentuk peribadatan sesuai petunjuk ajaran Islam merupakan jalan kepada fase-fase tersebut. Mereka juga sependapat bahwa tingkat keberhasilan untuk sampai kepada fase itu sangat kecil sekali tanpa adanya bimbingan secara khusus dari Ruhul Qudus. Dan jelas sebagaimana fungsinya Ruhul Qudus menjadi mediator antara Pencipta dan yang diciptakan. Riwayat bahwa Muhammad bin Abdullah berhasil berhubungan dengan Allah dalam Mi,raj-nya merupakan fakta bahwa peran Jibril tidak bisa dikesampingkan. Berikut ini firman Allah yang berkaitan dengan hal tersebut:

Dan tidak ada bagi seorang manusia pun bahwa Allah berkata-kata dengan Dia kecuali dengan perantaraan wahyu, atau di belakang tabir(hijab), atau dengan mengutus seorang utusan lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana. ( QS 42 : 51 )

Barangsiapa yang mentaati Rasul, sesungguhnya dia telah mentaati Allah, barangsiapa yang berpaling maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pelindung bagi mereka. ( QS 4 : 80 )


Secara eksplisit maupun implisit ayat di atas menyatakan bahwa antara Pencipta dan ciptaan terdapat wahyu, hijab dan Utusan(Ruhul Qudus). Ini memberi pengertian juga bahwa manusia dapat berhubungan dengan Allah hanya lewat wahyu, hijab dan Utusan(Ruhul Qudus).Berbicara tentang Ruhul Qudus berarti berbicara tentang hal-hal metafisis. Lalu adakah kaitan antara tata cara gerak maupun ibadah-ibadah lahiriah lain dengan metafisisme?Hubungan antara Allah dan manusia merupakan hubungan metafisis. Sebab Allah memiliki dimensi yang sangat ghaib. Secara dogmatis ibadah lahiriah merupakan alat untuk menghubungkan manusia dengan Allah. Tata cara dalam shalat, misalnya, diyakini sebagai tata cara untuk sampai ke sisi-Nya. Tetapi bila dikaji lebih jauh tentu saja tata cara tersebut tidak dapat dikatakan dengan mudah dapat menghubungkan manusia dengan-Nya karena alasan perbedaan dimensi tadi. Maka bagi sebagian pengamal ajaran Islam metafisis atau dikenal dengan tasawuf, hubungan antara manusia dengan Allah dapat tercapai apabila ada upaya-upaya yang bersifat metafisis juga. Upaya atau tata cara metafisis ini hanya dapat dipahami lewat ilmu metafisis di bawah bimbingan pimpinan - guru spiritual. Jibril atau Ruhul Qudus merupakan guru spirtualnya - Imamnya para Nabi. Dan berguru, berimam yang dimaksud di sini tentunya tidak seperti yang dapat dipahami secara dzahir sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa Jibril adalah ruh yang tidak boleh diinterprestasikan berjasad dzahir. Ruhul Qudus diutus memiliki tugas khusus:

Dia yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata. ( QS 62 : 2 )

Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajar kepadamu Al Kitab dan hikmah, serta mengajar kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. ( QS 2 : 151 )

Sesungguhnya Allah telah memberi karunia kepada orang-orang beriman ketika Allah mengutus seorang Rasul dari golongan mereka sendiri yang membacakan ayat-ayat, membersihkan (jiwa) mereka dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al hikmah.(QS 3 : 164)


Jelas tugas Ruhul Qudus atau Pemimpin Spiritual adalah membacakan ayat, mensucikan manusia, mengajarkan Kitab dan Hikmah. Ini sama artinya dengan tanpa adanya utusan maka manusia tidak akan dapat menjadi suci serta memahami kitab dan hikmah. Untuk memperjelas pengertian d iatas maka di ayat lain Allah berfirman:

Tidak menyentuh Al Qur,an kecuali hamba-hamba yang disucikan (Al muthahharun). (QS 56 : 79)

Allah S.W.T. memberi isyarat, “Tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan.” Di dalam ayat tersebut ada kata “al muthahharun” yang berarti disucikan. Kata “disucikan” tentu memiliki pengertian yang berbeda dengan kata “mensucikan”. Setiap yang disucikan berarti ada yang mensucikannya, di sini terdapat pembedaan pengertian antara “obyek” dan “subyek”.Ayat di atas secara umum ditafsirkan bahwa manusia dapat mensucikan dirinya sendiri misalnya dengan berwudhu atau mandi. Pada satu sisi, pemahaman tersebut bisa saja dibenarkan tetapi dalam konteks yang lain tentu saja tidak. Kalaulah memang dapat dibenarkan bahwa manusia mampu mensucikan dirinya sendiri lalu untuk apa Allah mengabarkan adanya utusan yang bertugas mensucikan dan membersihkan jiwa umat manusia?Muhammad bin Abdullah sebelum diangkat menjadi Rasul pastilah telah mengalami proses penyucian jiwa. Diceritakan dalam riwayat Islam Rasulullah seringkali menyepi di Gua Hira. Secara umum tidak diceritakan dengan rinci tentang apa saja yang dilakukan di tempat tersebut. Tetapi sudah bisa ditebak bahwa di tempat tersebut terjadi proses penyucian jiwa di bawah bimbingan Jibril meskipun hal tersebut masih misteri bagi sebagian umat Islam.Apa dan bagaimana methodologi penyucian jiwa hanya dapat dipahami oleh mereka yang memperlajari ilmu spiritual Islam. Sebab, jiwa berkaitan dengan ruh dan ini hanya dapat dipahami dengan pengajaran tetang kerohanian juga atau metafisis.Adanya “figur” penyuci jiwa dalam Islam, maka bagi sebagian orang Islam ini dikaitan dengan perlunya memiliki pemimpin spiritual sesudah zaman ke-Rasulan. Sebab seperti yang diutarakan di atas peran pemimpin spiritual atau guru spiritual sangatlah penting untuk mencapai tujuan peribadatan. Dan guru spiritual ini barang tentu juga merupakan manifestasi dari Ruhul Qudus. Mereka adalah orang-orang yang telah berpredikat sebagai manusia sempurna (Insan Kamil). Berkaitan dengan hal tersebut maka Allah berfirman:

Dan siapa yang disesatkan Allah maka tidak ada baginya seorang pemimpin sesudah itu. ( QS 42 ; 44 )

Barangsiapa yang mengangkat Allah dan Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi pemimpinnya , maka sesungguhnya partai Allahlah (hizballah) yang mendapat kemenangan. ( QS 5 : 56 )

Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasulnya, dan orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat seraya mereka tunduk.( QS 5 : 55 )

Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapatkan petunjuk, dan barangsiapa yag disesatkan-Nya, maka kamu tak akan mendapatkan seorang wali mursyid yang memberi petunjuk. ( QS 18 : 17 )

Dan barangsiapa yang Allah sesatkan niscaya tak ada bagiya orang yang akan memberikan petunjuk. Dan Allah membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan. ( QS 7 : 186 )

(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri ,dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia .Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk dan rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.(QS 16 : 89 )

Suatu hari (Kiamat) Kami panggil tiap-tiap umat dengan imamnya ,dan barangsiapa yang diberikan kitab amalnya di tangan kanannya maka mereka ini akan membaca kitabnya itu, dan mereka tidak dianiaya sedikit pun.( QS 17 : 71 )

Dan siapa yang dsisesatkan maka tidak ada baginya seorang pemimpin.(QS 42 : 44)

Dan tidak ada suatu umatpun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan (35 : 24)

Siapa yang tidak mematuhi imam, dan memencil dari jamaah lalu dia mati, maka matinya seperti mati jahiliyyah. ( HR Muslim )

Maka wajib atasmu memegang sunnahku dan sunnah khalifah yang berhidayah sesudah aku.(HR Tarmidzi)


Rasulullah sebagai Pemimpin Spiritual dan Guru Spiritual umat manusia secara dzahir telah meninggalkan kita jauh beberapa abad yang lalu. Muncul pertanyaan bagaimana umat Islam sesudahnya mendapat penyucian dan bimbingan?Rasulullah mewariskan dua hal kepada umat sesudahnya yaitu Al Qur’an dan Hadits sebagai pedoman peribadatan namun pelaksanaan teknis-nya barang tentu belum benar-benar dipahami. Rasulullah pernah bersabda:

Al Ulama Warasatul Ambia

Ulama-ulama umatku seperti Nabi-nabi bani IsrailGuru di antaramu laksana aku diantara umatku.

Dengan begitu artinya setelah Rasul tidak ada maka yang menjadi pembimbing umat termasuk guru spiritual adalah para Ulama. Apakah semua ulama adalah pewaris Nabi?Saya berani mengatakan tidak. Secara gampang setiap orang yang memahami tentang seluk beluk agama bisa dikatakan ulama. Namun untuk dapat dikatakan sebagai Ulama Warastul Ambia atau Ulama Pewaris Nabi, tentunya harus memenuhi kriteria tertentu. Setidaknya prilaku lahir dan bathinya medekati apa yang ada pada Nabi atau Rasul.

Ikutilah orang yang tidak meminta balasan kepadamu dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.(QS 36 : 21)

Sebenarnya Al Qur’an itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu.Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat kami kecuali orang-orang yang zalim.(QS 29 : 49 )

Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah.Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.( QS 35 : 32 )

Tangan Allah berada di atas tangan mereka. (QS 48 : 10 )

Tak dapat memuat Zat-Ku bumi dan langit,-Ku, yang dapat memuat Zat-Ku ialah hati hamba-Ku yang mukmin, lunak dan tenang. ( HQR Ahmad dari Wahab bin Munabih )


Sejumlah ayat di atas merupakan bagian kriteria dari ulama pewaris Nabi. Misalnya, tidak meminta imbalan, orang yang dipilih oleh Allah, dan memiliki hati yang lunak dan tenang.Dalam kajian ilmu spiritual Islam, orang-orang yang dapat dikatakan sebagai Ulama Pewaris Nabi adalah orang yang memiliki hubungan khusus kepada Nabi baik secara langsung maupun tak langsung. Mereka adalah orang-orang terpilih sehingga layak dikatakan sebagai pewaris. Dan tentunya juga telah melewati berbagai proses perjalanan bathin seperti yang terjadi pada Nabi-nabi. Rasullah pernah bersabda tentang para pewarisnya itu:

Apa yang telah Allah tumpahkan ke dalam dadaku telah aku tumpahkan juga ke dalam dada sahabatku Abu Bakar Shidiq.(HR Bukhari)

Abu Bakar tidak melebihi kalian karena banyak shalatnya, atau karena banyak puasanya tetapi dia melebihi kalian karena rahasia yang diletakan di dadanya.(HR Bukhari)

Bila ditimbang iman abu Bakar dengan iman seluruh umatku maka iman Abu Bakarlah yang lebih berat timbangannya.(HR Bukhari)

Ikutlah dua orang sesudah aku wafat yaitu Abu Bakar dan Umar.(HR Tarmidzi)

Melihat hadits di atas jelas bahwa yang menjadi Pewaris Rasulullah pertama adalah Syaidina Abu Bakar Shidiq. Dengan begitu apa yang menjadi tugas Rasulullah akan diteruskan oleh Syaidina Abu Bakar begitupun selanjutnya, tugas beliau akan dilanjutkan oleh pewaris berikutnya terus menerus dalam tali silsilah sampai akhir zaman. Dapat disimpulkan bahwa ahli silsilah inilah yang dapat dikatakan warastul Ambia yang harus dicari dan ditemukan sebagai pemimpin spiritual yang akan menghampirkan manusia kepada Allah.

Dan berpeganglah kamu kepada tali Allah, dan jangan kamu bercerai –berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. ( QS 3 : 103 )

Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali Allah dan tali dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemukaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas ( QS 3 : 112 )

Sesunguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. ( QS 10 : 6 )

Para wali dan kekasih-Ku di antara hamba-hamba-Ku ialah, orang yang dzikir dengan mengingat Aku, dan juga Aku (Allah) disebut orang bila menyebut nama mereka itu. ( HQR Thabrani, Hakim dan Abu Nu’aim )

Para wali-Ku di bawah naungan-Ku, tiada yang mengenal mereka dan mendekat kepada seorang wali, kecuali jika Allah menghendaki-Nya, supaya ia langsung juga mengenal Allah dan kebesaran-Nya yang diberikan kepada seorang manusia yang dikehendaki-Nya. Sahl bin Abdullah ketika ditanya oleh muridnya, “Bagaimana mengenal waliyullah itu ?” Jawabnya, “Allah tidak memperkenalkan mereka itu kecuali kepada orang-orang yang serupa dengan mereka, atau kepada orang yang bakal mendapat mamfaat dari mereka.” Rahmat kebijaksanaan Allah telah menetapkan para wali Allah itu dengan hijab basyriyah. ( Dari Abdul Hakim )

Saya telah menanya kepada jibril tentang para Ulama yang dijawab: Bahwa mereka adalah pelita-pelita umatku di dunia dan di akhirat, berbahagialah bagi yang mengenal mereka dan celakalah bagi yang mengingkari ataupun membenci mereka.

Allah mengutuskan pada umat ini disetiap awal 100 tahun, orang yang akan memperbaharui urusan agamanya(Mujaddid).(HR Bukhari)

Akan senantiasa ada satu thoifah dari umatku yang dapat menzahirkan kebenaran dan mereka tidak dapat dirusak oleh orang yang menetangnya.(HR Ibnu Majah)

Akan datang dari sebelah timur dengan membawa panji-panji hitam……siapa di antaramu yang melihatnya maka datangilah ia walaupun harus merangkak di atas salju. Sesungguhnya dia adalah Al Mahdi.(HR Ibnu Majah)

Akan datang Panji-panji hitam dari sebelah timur. Barangsiapa mendengar tentang mereka , hendaklah datang kepadanya dan berbaitlah kepada mereka sekalipun harus merangkak di atas salju.(HR Abu Naim)


Kesimpulan: Umat Islam wajib memiliki/menemukan Pemimpin Spiritual yaitu Ulama Warasatul Ambia. Tak memiliki Pemimpin Spiritual berarti manusia tidak dapat berhubungan dengan Allah. Rasul dan Warasatul Ambia perbedaanya hanya terletak pada “sebutan”. Setelah Muhammad SAW, tidak adalagi Rasul yang ada adalah para Aulia Allah, tidak adalagi wahyu yang ada adalah hidayah, tidak adalagi mukjizat yang ada adalah karomah namun eksistensi dari semuanya adalah sama. Mereka adalah manifestasi dari Ruhul Qudus yang membuktikan kebenaran dari firman-firman-Nya. Maha Benar Allah Dengan Segala Firmannya.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA