Ilustrasi sapi foto:Unsplash Indonesia memiliki beragam sumber daya alam yang bermanfaat. Salah satunya adalah sumber daya alam (SDA) hayati. Biasanya, SDA tersebut kerap digunakan untuk bahan sandang, pangan, hingga obat-obatan. SDA hayati adalah segala sumber daya yang berasal dari makhluk hidup. SDA ini akan selalu ada selama dilestarikan dengan cara yang tepat. Karenanya, manusia harus mengelolanya dengan baik agar SDA hayati yang ada di bumi tidak habis atau punah. SDA hayati terbagi menjadi dua jenis. Di antaranya adalah sumber daya alam nabati dan sumber daya alam hewani. Agar lebih jelas, mari simak jenis sumber daya alam hayati berikut ini. SDA nabati adalah hasil alam yang berupa tumbuhan. Berikut adalah contohnya: Tumbuhan Hasil Pertanian dan Perkebunan Ilustrasi jagung foto:UnsplashTumbuhan dari hasil pertanian dan perkebunan kerap dimanfaatkan untuk kehidupan sehari-hari. Biasanya, jenis tumbuhan ini digunakan untuk pembuatan bahan pangan, sandang, hingga obat-oabatan. Contoh: padi, jagung, kapas, kumis kucing, jahe, kencur, kunyit, kedelai, kacang-kacangan. Ilustrasi Hutan foto:UnsplashHutan menyimpan berbagai jenis tumbuhan yang berguna untuk manusia. Tumbuhan tersebut meliputi pohon hingga bunga. Tumbuhan di hutan menjadi penyeimbang ekosistem. Keberadaannya mampu menyimpan air dan mengasilkan oksigen untuk bumi serta makhluk hidup. Di samping itu, tumbuhan hasil hutan juga kerap dimanfaatkan menjadi barang tertentu, misalnya bahan bagunan. Contoh: Jati, damar,pinu, rotan. SDA hewani adalah sumber daya yang berasal dari hewan. Biasanya, SDA ini digunakan sebagai bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan makan manusia sehari-hari. Berikut adalah contohnya: Ilustrasi domba foto:UnsplashHewan peternakan merupakan salah satu SDA yang kerap dijadikan bahan pangan. Tak hanya makanan, hewan peternakan juga dijadikan mata pencaharian, misalnya ternak ayam, bebek, hingga sapi. Contoh: sapi, domba, kambing, bebek, ayam. Ilustrasi ikan foto:UnsplashSeperti hewan peternakan, hewan perikanan juga dimanfaatkan untuk bahan makanan dan mata pencaharian. Biasanya, nelayan akan mengumpulkan hewan perikanan dan mengkonsumsi atau menjualnya. Contoh: Ikan lele, udang, cumi-cumi, ikan gurame.
Penyakit jamur pada tanaman masih merupakan ancaman utama pertanian di Indonesia. Akibat serangan jamur pada tanaman menimbulkan dampak kerugian yang nilainya bisa mencapai triliunan rupiah bagi para petani dan bisa dapat menurunkan tingkat produktivitas pertanian nasional sebesar 70%. Penyakit jamur yang menyerang tanaman sayuran dan pangan salah satunya dapat dipicu cuaca ekstrem. Akibat penyakit tersebut tidak hanya menurunkan hasil panen tetapi membuat gagal panen. Salahsatu cara pengendalian yang bisa dilakukan adalah menggunakan fungisida nabati. Tumbuhan merupakan gudang bahan kimia yang memiliki sejuta manfaat. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan diketahui bahwa tumbuhan dapat bermanfaat untuk melindungi tanaman budidaya dari serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) atau dikenal dengan pestisida nabati. Pelindung dari serangan OPT ini berasal dari produksi metabolit sekunder yang dihasilkan tanaman obat. Metabolit sekunder merupakan produk tumbuhan yang diperoleh dari proses metabolisme sekunder. Metabolit sekunder diketahui sangat penting untuk kehidupan tanaman, karena merupakan suatu mekanisme pertahanan untuk melawan dari serangan bakteri, virus, dan jamur yang sama dengan sistem imun pada hewan. Produk metabolit sekunder banyak dimanfaatkan manusia sebagai vitamin, bahan dasar obat, insektisida alami, pewarna, dan penyedap makanan. Menurut Margaret & Brian (1981) sejumlah metabolit sekunder juga digunakan sebagai fungisida atau antibiotik untuk melindungi tanaman dari serangan jamur atau bakteri. Mengapa perlu menggunakan pestisida nabati untuk melindungi tanaman budidaya dari OPT? Selama ini, kita mengetahui bahwa penggunaan pestisida kimia memiliki dampak negatif yaitu pencemaran lingkungan, menyebabkan resistensi dan resurgensi hama, serta dapat mengakibatkan residu pada produk pertanian tertentu. Oleh karena itu, untuk mengurangi dampak negatif bagi lingkungan maka perlu memanfaatkan pestisida nabati. Pestisida nabati ini memiliki kelebihan diantaranya: 1) Mempunyai cara kerja (mode of action) yang tidak meracuni bagi manusia, 2) Mudah terurai di alam sehingga tidak mencemari lingkungan, 3) Mudah diperoleh di alam, 4) Cara pembuatannnya relatif mudah. Dengan memanfaatkan pestisida nabati, para petani diharapkan dapat memenuhi kebutuhan bahan pengendali OPT dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada ddi sekitarnya sehingga diharapkan petani mampu berswasembada pestisida. Berikut tumbuhan yang berpotensi sebagai fungisida nabati dan cara pembuatannya : Bawang putih (Allium sativum L) Senyawa kimia lain yang dapat merusak membran jamur adalah saponin. Saponin mempunyai kerja merusak membran plasma dari jamur. Senyawa saponin dapat merusak sel membran sitoplasma jamur dengan cara meningkatkan permeabilitas membran sel jamur. Saponin dapat terkondensasi pada permukaan suatu benda atau cairan dikarenakan memiliki gugus hidrokarbon yang larut lemak (berada pada membran sel), sehingga dapat menyebabkan sel-sel pada membran sitoplasma lisis (Kulsum, 2014, hlm. 15). Senyawa kimia flavoniod pada bawang putih juga memiliki aktivitas antijamur. Flavonoid yang berada di dalam sel jamur akan mengendapkan protein yang tersusun atas asam amino sebagai hasil translasi dari RNA. Gangguan pada pembentukan partikel protein dapat mencegah proses sintesis protein di dalam inti sel sehingga menyebabkan kematian pada sel jamur. Hancurkan 2 siung bawang putih, rendam dalam 4 cangkir air selama 24 jam. Sumber foto : https://www.pikiran-rakyat.com/Kunyit (Curcuma domestica) Kandungan utama kunyit adalah minyak atsiri dan kurkuminoid (Rukmana, 1994). Menurut Egon (1985) kunyit mengandung minyak atsiri keton sesquiterpena yaitu turmeron dan artumeron. Senyawa-senyawa yang terkandung dalam kunyit memiliki aktifitas biologis sebagai anti bakteri, antioksidan dan anti hepatotoksik (Rukmana, 1994). Penggunaan kunyit sebagai anti fungi telah dilakukan terhadap beberapa jenis jamur diantaranya Fusarium udum (Singh & Rai, 2000), Coletotrichum falcatum Went, Fusarium moniliforme J. Sheld (Singh et al, 2002), Xanthomonas axonopodis pv. Manihotis (Kuhn et al, 2006) dan Alternaria solani (Stangarlin, 2006). Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam kunyit dapat menghambat pertumbuhan miselium jamur, sehingga kunyit dapat dijadikan sebagai pengendali penyakit tanaman yang disebabkan oleh jamur. Rhizome kunyit sebanyak 200 gram dihaluskan lalu ditambah dengan 1 liter air dan direndam (maserasi) selama 24 jam. Sumber foto : https://radarindo.co.id/ Lengkuas (Alpinia galanga (L) Wild) Rimpang lengkuas mengandung lebih kurang 1% minyak essensial terdiri atas metil– sinamat 48%, sineol 20–30%, eugenol, kamfer 1%, seskuiterpen, δ – pinen, galangin, galanganol dan beberapa senyawa flavonoid. Rhizome lengkuas sebanyak 200 gram dihaluskan lalu ditambah dengan 1 liter air dan direndam (maserasi) selama 24 jam. Sumber foto : https://agrowindo.com/ Cengkeh (Syzygium aromaticum) Cengkeh mengandung eugenol, eugenol asetat, kariofilen, sesquiterpenol dan naftalen. Bagian tanaman yang digunakan adalah daun. Tumbuk halus 50-100 gram daun cengkeh kering, tambahkan air 500 ml. Rendam selama 24 jam Sumber foto : https://rimbakita.com/Lidah buaya (Aloe barbadensis Milleer) Kandungan bahan kimia : Bahan kimia yang terkandung dalam tumbuhan ini antara lain saponin, flavonoida, polifenol dan tanin. Bagian tanaman yang digunakan adalah daging daun. Haluskan lidah buaya lengkap dengan kulitnya, tambahkan air dan rendam selama 24 jam. Lidah buaya juga bisa dijadikan perekat alami pestisida nabati pengganti sabun. Sumber foto : https://www.kompasiana.com/ Mindi (Melia azedarach) Daun, buah dan biji M. azedarach mengandung saponin, flavonoida dan polifenol. Selain itu daun dan buahnya mengandung alkaloida. Sebanyak 1 kg daun dan biji mindi ditumbuk dan dicampur dengan 10 liter air dan direndam selama 24 jam. Sumber Foto: Dewi Kurniawati (DPKP DIY) Pepaya (Carica papaya) Pepaya mengandung enzim papain, alkaloid karpaina, psudo karpaina, glikosid, karposid, saponin, beta karotene, pectin, d- galaktosa, l- arabinosa, papain, papayotimin papain, vitokinose, glucoside cacirin, karpain, papain, kemokapain, lisosim, lipase, glutamin, dan siklotransferase. Bagian tanaman yang digunakan : daun Sebanyak 1 kg daun pepaya ditumbuk dan dicampur dengan 10 liter air dan direndam selama 2 hari. Kemudian, larutan tersebut disaring dan siap digunakan. Sumber Foto: Dewi Kurniawati (DPKP DIY) Putri malu (Mimosa pudica) Putri malu mengandung senyawa mimosin, asam pipekolinat, tannin, alkaloid, dan saponin. Selain itu, juga mengandung triterpenoid, sterol, polifenol dan flavonoid. Bagian tanaman yang digunakan adalah daun, akar, seluruh bagian tanaman. Tanaman sebanyak 1 kg dicuci hingga bersih kemudian dicacah, dicampur dan digiling sampai halus. Rendam dalam 5 liter air selama 24 jam Sumber Foto: Dewi Kurniawati (DPKP DIY) Cara Aplikasi fungisida nabati Berbeda dengan pestisida kimia, pestisida nabati dalam pembuatan dan aplikasi bisa menggunakan lebih dari 1 bahan (bisa dicampur) karena sifatnya yang saling menguatkan dan melengkapi khasiat kandungan senyawa yang terkandung didalamnya. Aplikasi dilakukan dengan cara : Saring dan tambahkan larutan pestisida nabati dengan air dengan perbandingan 1 : 9 . Tambahkan sedikit sabun atau lidah buaya sebagai perekat. Semprotkan ke seluruh bagian tanaman yang terserang pada pagi atau sore hari. Cara yang lain yaitu dengan penyiraman di sekitar perakaran agar fungisida nabati dapat bekerja secara sistemik. Aplikasi bisa diulang 3 kali dengan interval setiap 5 hari sekali. Ditulis oleh : Dewi Kurniawati, S.Si (Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan Pertama, UPTD BPTP, DPKP DIY) Daftar Pustaka
|