Sebaik-baiknya barisan untuk makmum perempuan adalah

Pertanyaan : Assalamu'alaykum wr wb, ustad, Bagaimana sebenarnya posisi yang dianjurkan bagi imam (seorang wanita) pada jama'ah yang seluruhnya juga wanita? Apakah cukup sejajar dengan jama'ah lain, maju sedikit dari jama'ah atau seperti posisi imam laki-laki saat shalat berjama'ah?

Jazakumullahu khoyron katsira.

Jawaban : Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Apabila seorang wanita mengimami seorang makmum wanita, maka makmum wanita berdiri di samping kanan dari imam wanita. Posisi ini sama persis dengan aturan shaf shalat bagi dua orang laki-laki yang melakukan shalat berjamaah. Namun apabila seorang wanita mengimami jamaah dari para makmum wanita, maka imam wanita berdiri di tengah-tengah shaf para makmum wanita yang berada di barisan paling depan. Pendapat ini sebagaimana bersumber dari hadits yang diriwayatkan dari Aisyah Binti Abu Bakar RA dan Ummu Salamah RA: Dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhu bahwa seorang wanita mengimami jamaah shalat dari kaum wanita, dan ia (imam) berdiri di tengah-tengah mereka (yang ada di barisan paling depan).” Ibnu Qudamah dari mazhab Al-Hanabilah mengatakan bahwa wanita dianjurkan untuk ber-istitar (berada di tempat yang tertutup), maka berada di tengah-tengah para jamaah makmum wanita akan menjadi tempat yang tertutup bagi si imam wanita. Sedangkan apabila si imam wanita berdiri di depan para jamaah wanita, maka masih ada kemungkinan sah shalatnya karena posisi di depan itu adalah posisi yang lazim bagi imam, sebagaimana posisi imam laki-laki. Akan tetapi akan lebih baik bagi imam wanita yang memposisikan dirinya di tengah-tengah barisan depan makmum, untuk berdiri lebih maju selangkah atau dua langkah untuk membedakan sedikit posisi dirinya sebagai imam dari para jamaah makmum. Barisan Terbaik Wanita Para ulama menyebutkan bahwa barisan yang terbaik buat wanita ada pada bagian paling belakang. Dalam hal ini maksudnya adalah shalat berjamaah di masjid, dimana makmumnya terdiri dari laki-laki dan wanita serta anak-anak. Dasarnya adalah sabda Rasulullah SAW berikut ini : ?????? ??????? ????????? ?????????? ?????????? ???????? ???????? ??????? ?????????? ???????? ?????????? ?????????? Sebaik-baik barisan shalat laki-laki adalah paling depan, seburuk-buruknya adalah paling belakang. Sebaik-baik barisan shalat wanita adalah peling belakang, seburuk-buruknya adalah paling depan. (HR. Muslim) 1. Konfigurasi Barisan Dalam urusan konfigurasi barisan shalat wanita, dibedakan antara kalau jamaahnya semua wanita dengan kalau jamaahnya bercampur antara laki-laki dan wanita. a. Semua Jamaah Wanita Apabila suatu shalat jamaah seluruhnya terdiri dari makmum yang wanita saja, maka sebaik-baik barisan adalah yang paling depan. Alasannya karena kita menggunakan dalil yang bersifat umum tentang keutamaan barisan yang paling depan. ???? ??????????? ??? ??? ???????? ???????????? ????????? ???????? Seandainya mereka tahu betapa besarnya nilai barisan paling depan, pastilah mereka berebutan sampai harus mengundi. (HR. Muslim) ??????????? ???????????? ??? ????????????? ?????? ???? ?????????? Majulah dan mendekatlah kepadaku, agar yang datang belakangan mengisi barisan berikutnya. (HR. Muslim) b. Jamaah Bercampur Laki-laki dan Wanita Sedangkan bila jamaah shalat bercampur antara jamaah laki-laki dan wanita, seperti yang terjadi umumnya di dalam masjid, maka hukumnya jadi berubah sesuai dengan kekhususan hadits di atas. Maka barisan yang paling baik buat wanita bukan lagi pada bagian paling depan, melainkan justru pada bagian paling belakang. Salah satu hikmahnya adalah untuk memisahkan antara laki-laki dan wanita, mengingat di masa Rasulullah SAW, masjid Nabawi tidak ada tabirnya. Maka pemisahan jamaah laki-laki dan wanita menggunakan jarak. Makin jauh jaraknya maka akan semakin baik, sedangkan semakin dekat jaraknya akan semakin buruk. Maka untuk itu, anak-anak ditempatkan di tempat yang paling buruk. Barisan paling belakang dari barisan laki-laki ditempati oleh anak-anak laki, sedangkan barisan paling depan dari barisan wanita ditempati oleh anak-anak wanita. Salah satu hikmahnya karena anak-anak tidak bermasalah bila bertemu atau berdekatan dengan lain jenis kelamin. 2. Cara Membentuk Barisan Wanita Di atas sudah disebutkan bahwa untuk kasus shalat di masjid, dimana makmumnya terdiri dari laki-laki dan wanita, barisan yang paling baik buat wanita adalah paling belakang. Dan orang yang berhak untuk mendapatkan barisan paling baik adalah orang yang datang lebih awal. Dalam hal ini berlaku sistem siapa cepat dia dapat. Kalau barisan laki-laki sudah tidak menjadi masalah, karena barisan terbaik ada pada bagian depan. Maka siapa yang datang lebih awal, dia berhak shalat di barisan terdepat atau barisan paling baik. Dan siapa yang datang belakangan, dia menempati barisan di belakang. Tetapi yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana cara membangun dan menyusun barisan wanita, kalau barisan itu dimulai dari belakang? Padahal umumnya pintu masjid itu adanya di bagian belakang. Kalau barisan paling belakang langsung diisi penuh, maka jamaah yang datang belakangan, tentu akan terhalangi. Mereka pasti harus melangkah-langkahi barisan-barisan paling belakang dulu untuk bisa mendapatkan barisan depan. Hal ini agak membingungkan sebagian orang. Dalam hal ini, jalan keluarnya kembali kepada desain bangunan masjid yang dibuat oleh para arsitek. Para arsitek yang membangun masjid seharusnya berkonsultasi terlebih dahulu dengan para ulama, khususnya terkait hal-hal yang masalah syariah. Salah satu solusinya adalah dengan tidak membuat pintu masjid di bagian belakang, tetapi pintu dibuat di samping kanan dan kiri masjid. Setidaknya, pada bagian yang dikhususkan untuk wanita di dalam masjid, pintu masuknya tidak dibuat di bagian belakang, tetapi justru dibuat dari arah depan. Sehingga bila ada jamaah wanita masuk ke bagian tempat shalat wanita, dia masuk dari arah depan, langsung menuju barisan paling belakang. Jamaah wanita yang datang berikutnya, tinggal mengisi barisan di bagian depanya. Dan demikian seterusnya, sehingga yang datang paling akhir akan menempati barisan paling depan. Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Ahmad Sarwat, Lc., MA

susun ulang ; rohilonline.com


Sumber gambar: //indonesiaone.org

Oleh: Ustadz Muhammad Idris*

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Sebenarnya shaf shalat perempuan saat shalat jamaah yang benar dalam ilmu fiqih bagaimana? Dalam artian, posisi imam antara makmum sejajar atau diberi jarak beberapa langkah?

Fanny Purwokerto

Wa’alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh

Majalah Tebuireng

Terima kasih kepada saudari Fany dari Purwokerto. Semoga Allah senantiasa melimpahkan  rahmat dalam menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari. Amiin yaa rabbal ‘alamiin. Adapun jawabannya sebagai berikut:

Shalat jamaah hubungan dan ikatan shalat antara imam dan makmum. Oleh karena itu, dalam praktiknya harus terdiri minimal dua orang, satu sebagai imam dan yang satu sebagai makmum. Esensi dari shalat jamaah adalah seorang makmum harus selalu mengikuti imam dalam melakukan atau tidak melakukan suatu pekerjaan, selain itu pekerjaan/gerakan yang dilakukan oleh makmum harus setelah gerakan imam dengan tenggang waktu yang tidak lama. Apabila makmum melakukan pekerjaan yang mengesankan ketidakserasian yang mencolok antara imam dan makmum, maka jamaahnya bisa-bisa akan batal karena tidak terjalinnya mutaba’ah  yang semestinya, berbeda dengan kasus mufaraqah.

Dalam shalat jamaah juga yang menjadi tolok ukur jarak antara imam dan makmum adalah tumit, bukan jari-jari kaki. Dalam artian, tumit si makmum tidak boleh lebih depan dari tumit imam. Apabila hanya sejajar, hukumnya makruh namun tidak sampai membatalkan shalat. Adapun format posisi imam dan makmum yang dianjurkan ketika jama’ah sebagai berikut:

Pertama: ketika makmum hanya satu orang, maka makmum dianjurkan berdiri di samping kanan imam dengan sedikit mundur sampai jari kakinya berada di belakang tumit imam. Kemudian, apabila datang makmum kedua, maka makmum tersebut menempati posisi sebelah kiri imam dengan sedikit mundur sama seperti makmum pertama. Kemudian setelah makmum kedua takbir, keduda makmum tersebut disunnahkan membuat shaf di belakang imam. Hal ini bisa dilakukan dengan dua cara yaitu makmum bisa mundur bersamaan atau imamnya maju.

Kedua: ketika makmum lebih dari satu orang dan sudah pada berkumpul, maka hendaknya langsung membentuk shaf kanan dan kiri di belakang imam (tidak berada di samping imam).

Lalu bagaimana jika imamnya wanita dan makmumnya juga sebagaimana pertanyaan di atas? Dalam madzhab Syafi’i apabila makmum hanya wanita, posisi imam wanita dengan makmum perempuan (satu), maka farmasinya sama dengan imam laki-laki dengan makmum laki-laki (satu) yaitu posisi makmum berada di sebelah kanan imam, agak mundur sedikit. Keterangan ini dijelaskan dalam kitab Hasyiyah al Baijarami ala syarh al Minhaj juz 1 halaman 321 sebagai berikut:

ومثل شرح م ر قال ع ش فإن لم يحضر إلا امرأة فقط وقفت عن يمينها أخذا مما تقدم في الذكور ا هـ

“Jika makmumnya yang hadir hanya satu wanita, maka dia berdiri di samping kanannya imam, karena hal ini sama dengan posisi shalat pada laki-laki.”

Dalam pandangan ulama madzhab As-Syafiiyah yang berlandaskan pada hadis Aisyah, bahwa posisi wanita yang menjadi imam bagi jamaah wanita lainnya (banyak) adalah di tengah dan sejajar dengan shaf. Imam as Syairozi salah satu ulama madzhab as Syafi’iyah dalam kitabnya mengatakan:

السنة ان تقف امامة النساء وسطهن لما روى أن عائشة وام سلمة امتا نساء فقامتا وسطهن

“Sunnah hukumnya bagi wanita yang menjadi imam bagi wanita lainnya untuk berdiri di tengah-tengah mereka, sebagaimana Aisyah dan Ummu Salamah mengimami para wanita yang berdiri di tengah mereka.”

Dalam redaksi kitab Asna al Mathalib syarh Raudhu at Thalib, Imam Zakaria al Anshari mengatakan bahwa seorang wanita yang menjadi imam bagi wanita lainnya disunnahkan untuk berdiri di tengahnya. Sebagaimana ketarangan hadis riwayat Imam Baihaqi dalam dua sanadnya yang shahih bahwasanya Aisyah dan Ummu salamah saat menjadi imam, kedua berdiri sejajar dengan mereka (makmum).

Akan tetapi dalam kitab Hawaasyi al Madaniyyah juz 2 halaman 21 mengatakan posisi wanita yang menjadi imam agak maju yang sekiranya imam tersebut dibedakan dari makmum-makmum wanita. Sebagaimana teks di bawah ini:

المعروف من كلامهم كما بينته في الأصل أن إمامة النساء يندب لها مساواة المؤتمات بها. لكن في حواشي المنهج للشوبري ما نصه مع تقدم يسير بحيث تمتاز عليهن

“Yang diketahui dalam ucapan ulama, sebagaimana telah saya jelaskan dalam kitab asal (hasyiyah al kubra) bahwasanya imam  wanita disunnahkan bagi makmum-makmumnya supaya sejajar dengannya. Namun, dalam kitab Hawaasyi al Manhaj lil- Syaubari, yang teksnya “beserta maju sedikit yang sekiranya imam wanita dibedakan dari makmum-makmumnya.”

Dengan demikian, permasalahan tentang posisi imam wanita baik makmumnya satu maupun lebih masuk dalam ranah ikhtilaf (perbedaan pendapat di kalangan ulama) yang lumrah di dalam dunia fikih. Inti dari bahasan tersebut adalah bila mengikuti ulama yang mengatakan posisi imam wanita sejajar di tengah meraka, maka shalatnya sah. Begitupun mengikuti ulama yang mengatakan posisi imam wanita maju sedikit, karena persoalan tersebut hukumnya sunnah saja. Wallahu ‘alam bisshowab.

*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA