Rumah lontiok beranak tangga lima yang berkaitan dengan ajaran Islam yaitu

You're Reading a Free Preview
Pages 6 to 12 are not shown in this preview.

Jawaban:

Fungsinya sebagai pelengkap suatu instrumen musik. Kebanyakan alat musik membranophone untuk memainkannya ditabuh dan dipukul menggunakan alat pemukul ataupun menggunakan tangan. Bahan dasar alat musik jenis membranophone terbuat dari kulit hewan seperti kulit rusa, sapi atau kambing pada membembranya.

Penjelasan:

MAAF KALAU SALAH ATAU ADA YANG KURANG LENGKAP ❤️⭐

JADIKAN JAWABAN TERCERDAS

Rumah Lontik merupakan rumah tinggal suku bangsa Melayu di Lima Koto, Kabupaten Kampar, Propinsi Riau. Lima Koto ini merupakan kesatuan daerah hukum adat yang berbeda dengan adat sesama suku bangsa Melayu daerah pesisir lainnya. Adat yang sama dengan Lima Koto ini adalah Rantau Kuantan di Kabupaten Indragiri Hulu dan sebagian dari daerah Rokan.

Koto menurut masyarakat setempat adalah perkampungan penduduk yang terdiri dari sekelompok rumah tempat tinggal, masjid dan Balai Adat atau Balai Godang, yang dikelilingi pagar bambu atau tanah. Bila satu unsur tidak ada, maka tidak dapat disebut Koto. Pada mulanya Koto dibangun di kaki bukit, tetapi karena pertumbuhan pantai sungai Kampar secara berangsur-angsur pindah ke daratan di pinggir sungai.

Perkampungan umumnya dibangun di pinggir aliran sungai. Rumah didirikan disepanjang tepi sungai atau pinggir jalan raya, yang umumnya sejajar dengan aliran sungai. Pada mulanya rumah didirikan untuk seluruh keluarga yang terdiri atas beberapa keluarga batih dan tinggal bersama. Tetapi dalam proses perkembangan zaman masing-masing kepala keluarga mulai mendirikan bangunan sendiri, yang umumnya lebih kecil namun letak rumah dan bentuknya masih selalu disesuaikan menurut cara tradisional. Jarak antara satu rumah dengan rumah lainnya ditentukan menurut adat, yaitu rumah keluarga yang lebih tua berada di muka keluarga yang lebih muda.

BENTUK RUMAH

Rumah Lantik disebut juga Rumah Lancang atau Pencalang. Nama Lontik diberikan menurut bentuk perabung atapnya yang lentik ke atas, sedangkan nama Lancang atau Pencalang karena bentuk hiasan kaki dindingnya berbentuk perahu atau Pencalang.

Rumah Lontik berbentuk persegi panjang dan berupa rumah panggung. Berbentuk panggung dengan maksud menghindari bahaya banjir atau serangan binatang buas, selain itu juga untuk menyimpan barang-barang. Bentuk atap Rumah Lontik kedua ujungnya melengkung ke atas, hal ini mengandung makna bahwa awal dan akhir hidup manusia akan kembali kepada Tuhan Sang Maha Pencipta.

Tiang rumah ada berbagai macam bentuk antara lain segi empat melambangkan empat penjuru angina sehingga rumah tersebut dapat mendatangkan rezeki dari keempat penjuru tersebut. Tiang segi enam melambangkan rukun iman dalam ajaran Islam yang harus ditaati oleh pemilik rumah, segi tujuh melambangkan tujuh tingkatan surga dan tujuh tingkatan neraka. Tiang bersegi delapan maknanya sama dengan segi empat, sedangkan tiang bersegi Sembilan melambangkan pemilik rumah tergolong orang kaya. Tiang yang terletak pada deretan kedua pintu masuk disebut Tiang Tuo dan merupakan tiang utama yang tidak boleh disambung. Pada tiang bagian luar diberi tiang gantung yang selain berfungsi untuk penopang kerangka dinding, juga sebagai hiasan.

Lantai rumah dibuat dari papan yang disusun rapat, dan pemasangannya sejajar dengan rasuk,  yaitu balok yang menyangga kerangka lantai. Dinding rumah Lantik mempunyai bentuk yang khas yaitu sebelah luar dibuat miring keluar, sedangkan dinding dalam tegak lurus. Kaki dinding dan atas dinding melengkung sejajar dengan lengkungan atap. Pintu dibuat dengan dua buah daun pintu yang semua dibuka kedalam. Tinggi ambang pintu sekitar 1,75 meter dan lebarnya antara 70 sampai 100 cm. Jendela pada rumah Lontik bentuknya dua macam yaitu berbentuk seperti pintu dengan dua buah daun jendela, dan jendela panjang yang tingginya hanya sekitar 50 cm tetapi lebarnya satu sampai dua meter.

SUSUNAN RUANGAN

Susunan ruangan pada rumah Lontik berjumlah tiga, sesuai dengan ungkapan alam nan tigo yaitu tata pergaulan dalam kehidupan masyarakat. Pertama pergaulan antara sesama warga kampung yang disebut alam berkawan, terbatas pada tegur sapa dilambangkan dalam ruangan muka, kedua alam  bersanak yaitu pergaulan antar kaum kerabat dan keluarga. Dilambangkan dengan ruang tengah dan ketiga alam semalu yaitu kehidupan pribadi dan rumah tangga yang dilambangkan dengan ruang belakang.

Ruang pertama yang ditemui setelah naik tangga adalah ruang muka atau ruang bawah karena lantaimya lebih rendah dari pada lantai rumah ipnduk, dan dipisahkan oleh dinding dan  bendul. Ruang bawah sebelah kiri apabila kita masuk disebut ujung bawah tempat duduk ninik mamak dan undangan dalam suatu upacara tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari ruang ujung bawah digunakan sebagai tempat bersembahyang. Oleh karena itu ruang ujung bawah ini selalu disediakan tikar sembahyang. Ruang muka/ruang bawah sebelah kanan masuk disebut pangkal rumah, berfungsi untuk tempat duduk  ninik mamak  pemilik rumah, atau ninik mamak nan punyo soko   pada waktu upacara. Sehari-hari ruang ini digunakan sebagai tempat tidur ninik mamak tersebut sehingga selalu tersedia lapik kenduran.

Ruang kedua adalah ruangan tengah atau rumah induk. Meskipun tanpa pembatas, namun sesuai dengan fungsinya dibagi dua. Sebelah kanan kita masuk disebut  ujung tengah, digunakan sebagai tempat “gerai pelaminan” pada waktu upacara perkawinan. Dalam kehidupan sehari-hari digunakan sebagai tempat tidur pemilik rumah, maka di ruang ini disediakan tempat tidur berupa  gerai  atau katil. Ruang tengah sebelah kiri kita masuk disebut  poserek,  digunakan untuk tempat tidur maupun tempat berkumpul orang tua perempuan, keluarga perempuan dan anak-anak.

Ruang ketiga adalah ruang belakang atau pedapuan  yang digunakan untuk memasak, tempat makan keluarga, dan tempat menerima tamu wanita (kaum ibu). Kadang-kadang ruang ini juga digunakan untuk tempat tidur anak gadis. Di pedapuan ini terdapat dapur tempat memasak yang dibuat bertiang, seperti balai-balai, dan diberi tungku dari batu. Dinding dapur ini sebelah dalamnya dilapisi seng untuk mencegah agar api tidak membakar dinding, dan diatasnya dibuat para-para tempat menyimpan alat dapur atau mengeringkan dan mengawetkan bahan makanan. Ruang belakang ada yang bersatu dengan rumah induk dan ada kalanya dipisahkan oleh ruang lain yang disebut  telo atau sulo pandan. Ruang ini diberi dinding dan digunakana untuk meletakan barang-barang keperluan sehari-hari dan keperluan dapur lainnya.

RAGAM HIAS

Rumah Lontik kaya ragam hias, untuk melihat ragam hias pada rumah Lontik, kita mulai dari bagian bawah yakni tangga. Pada kepala tangga (di atas) diberi ukiran lambai-lambai jenjang  yaitu berbentuk garis-garis lengkung dengan daun-daunan pada ujung garis selalu melingkar. Pada anak tangga diberi ukiran yang disebut ombak-ombak  atau lebah bergantung. Ukiran ini mengandung makna harapan dan kegigihan dalam berusaha, dan garis yang melingkar melambangkan perjalanan hidup manusia selalu berada dalam lingkaran nasib.

Pada dinding diberi ukiran yang disebut Gondo Ari,  sedangkan ukiran pada sudut dinding disebut Kepala Gondo Ari. Ukiran ini melambangkan kehidupan dan kesuburan oleh sebab itu kadang-kadang diberi warna hijau.

Ragam hias lainnya terdapat pada atap rumah sampai ke cucurannya. Pada kedua ujung atap diberi hiasan ukiran yang disebut Sulo Bayung,  berbentuk melengkung ke atas menyerupai tanduk kerbau, taji atau bulan sabit. Ukiran ini mengandung makna bulan yang memberi penerangan kepada seisi rumah. Sedangkan pada ke empat sudut cucuran atap diberi hiasan yang disebut Sayok Layangan atau Sayap Layang-layang.

Jendela diberi hiasan ukiran yang umumnya bermotif tumbuhan. Di atas jendela diberi ukiran terawang bungo sekaki atau  keluk paku  melambangkan harapan dan kesuburan.

Warna dominan pada ragam hias rumah Lontik adalah warna hijau, maknanya sebagai lambing kesuburan. Sedangkan warna lain seperti warna kuning sebagai lambang keajayaan, warna putih sebagai lambang kebersihan, ketabahan hati, dan persaudaraan, warna merah lambang keberanian, warna biru lambang kedewasaan, dan warna hitam sebagai lambang kesungguhan.

Mengenal Bentuk Rumah Lontiok

Rumah lontiok (lentik) merupakan rumah adat masyarakat Kabupaten Kampar Provinsi Riau yang pada tahun 2017 masuk dalam daftar penilaian Warisan Budaya Tak Benda tingkat nasional ditinjau dari seni, adat istiadat dan budaya. Rumah lontiok disebut juga dengan sebutan rumah lancang atau pencalang.

Rumah lontiok beranak tangga lima yang berkaitan dengan ajaran Islam yaitu
Rumah Adat Masyarakat Kabupaten Kampar: Rumah Lontiok 

Bentuk yang khas dari rumah lontiok adalah atapnya yang membentuk lengkungan ke arah atas atau sedikit lentik dan runcing. Dindingnya sedikit mirip keluar, bagian kaki dinding berbentuk lancang atau perahu. Menggunakan tongkat kayu yang cukup tinggi, melebihi ketinggian orang dewasa. Untuk naik ke atas rumah menggunakan tangga kayu yang jumlahnya ganjil, biasanya 5 anak tangga yang merupakan symbol dari 5 rukun Islam. Bentuk lentik dari atap rumah diyakini sebagai bentuk penghormatan seorang manusia kepada Tuhan dan sesamanya.

Bagian dinding luar dari rumah lontiok tersebut miring ke luar seluruhnya yang merupakan budaya Kampar yang asli, sementara dinding bagian dalamnya tegak lurus. Balok tumpuan untuk dinding luar juga melengkung ke atas, kadang-kadang menggunakan sambungan ukiran di bagian sudut-sudut dinding, hingga terlihat mirip dengan perahu. Bagian balok tutup atas juga tampak melengkung meskipun tidak selengkung balok tumpuan. Lengkungan mengikuti sisi bawah bidang atap. Kedua ujung dari perabung diberi hiasan yang sering disebut dengan sulo bayung. Sementara ornament pada keempat sudut cucuran atap disebut sayok lalangan. Bentuknya ada yang menyerupai tanduk kerbau, bulan sabit dan sebagainya.

Rumah lontiok yang berbentuk rumah panggung tersebut memiliki bagian kolong rumah yang cukup tinggi. Salah satu alasan mengapa konstruksi rumah dipilih seperti ini diantaranya: 1. Melindungi masyarakat dari binatang buas pada masa dahulu 2. Bagian kolong sering dijadikan tempat berternak oleh sebagian masyarakat 3. Menghindari bencana banjir yang kerap terjadi di daerah Kampar, dari dulu hingga sekarang. 4. Dijadikan sebagai tempat menyimpan perahu oleh masyarakat 5. Ada yang menggunakan kolong rumah sebagai tempat bertukang dan gudang kayu

6. Kolong rumah juga dijadikan sebagai tempat bermain anak-anak yang aman dan tak jauh dari rumah.

Jenis kayu yang digunakan untuk bangunan rumah lontiok adalah kayu-kayu keras yang dapat bertahan lama. Diantaranya kayu kulim, terembesi, resak atau kayu punak. Lantai biasanya terbuat dari kayu medang atau punak, tiang terbuat dari kulim atau punak, jendela dan dinding terbuat dari kayu-kayu sejenis. Pada masa dahulu, bagian atap dibuat menggunakan ijuk, rumbia atau daun nipah.

Rumah lontiok beranak tangga lima yang berkaitan dengan ajaran Islam yaitu
Rumah Adat Kabupaten Kampar Provinsi Riau

Rumah lontiok biasanya memiliki tiga ruangan, tiga ini sesuai dengan pepatah hidup masyarakat Kampar, yakni alam berkawan (pergaulan sesama warga kampung), alam bersamak (merupakan cerminan ruang tengah untuk keluarga dan kerabat), serta alam semalu (dilambangkan dengan ruang dapur yang merupakan ruang pribadi kehidupan berumah tangga). Untuk mendirikan sebuah rumah lontiok, biasanya diawali dengan musyawarah para ninik mamak kampung dengan pola gotong royong yang erat.

Saat ini keberadaan rumah lontiok menjadi salah satu objek wisata di Kampar. Daerah yang terkenal dikunjungi sebagai wisata rumah lontiok adalah Dusun Pulau Belimbing Desa Sipungguk, Kampar. Jumlah rumah lontiok kini tak banyak lagi seiring dengan pembangunan arsitektur modern. Rumah yang dijadikan sebagai tempat musyawarah adat suku Ocu ini patut terus dilestarikan sebagai salah satu warisan budaya tak benda Provinsi Riau.

<sumber: riaumagz.com>