Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat berikan penjelasan kalimat tersebut diatas

Gambar dari REQnews.com

Gustinerz.com | Sepekan ini seluruh media masa (online, tv, dll) menyiarkan secara langsung sidang Perkara Perselisihan Hasil Pemilu Presiden/Wakil Presiden RI yang diselenggarakan di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) atau yang lebih sering kita sebut MK.

“Hasil putusan dari MK bersifat final dan mengingat!” kalimat tersebut yang sering kita dengar dari pendapat para pengamat atau ahli hukum, nah sekarang cati tahu yuk.. apa maksud dari putusan final dan mengikat?

Arti putusan final pada putusaan MK berarti putusan langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan. Akibat hukumnya secara umum, tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh terhadap putusan tersebut. Sedangkan putusan mengikat dalam putusan MK berarti putusan tidak hanya berlaku bagi para pihak tetapi bagi seluruh masyarakat Indonesia

Putusan Final

Menjatuhkan putusan final merupakan salah satu kewenangan MK yang telah diatur dalam UU No 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi pasal 10 ayat (1), yang berbunyi sebagai berikut

MK bewenanng mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:

  • menguji undangan-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
  • memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
  • memutuskan pembubaran partai politik
  • memutuskan perselisihan tentang hasil pemilahan umum

Putusan Mengikat

Frase “final” dalam Kamus Bahasa Indonesia diartikan sebagai “terakhir dari serangkaian pemeriksaan”, sedangkan frase mengikat berarti “mengeratkan”, “menyatukan”. Dari kedua frase ini secara harafiah ini memiliki makna saling berkaitan sepertia dua sisi mata uang yang artinya akhir dari suatu proses pemeriksaan, telah memiliki kekuatan mengeratkan atau menyatukan semua kehendak dan tidak dapat dibantah lagi.

Sumber:

Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga yudikatif yang memiliki kewenangan melakukan pengujian undang undang terhadap UUD NRI 1945, yang putusannya bersifat final dan mengikat, serta sifat berlakunya sesuai dengan asas erga omnes. Itu artinya, terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi telah tertutup segala bentuk upaya hukum dan harus dipatuhi oleh siapapun, termasuk oleh Mahkamah Agung. Namun, dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUUXI/2013 yang pada prinsipnya membolehkan peninjauan kembali dilakukan lebih dari satu kali, Mahkamah Agung tidak mematuhinya. Pasca putusan tersebut, Mahkamah Agung justru menerbitkan SEMA Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali dalam Perkara Pidana, yang menyatakan bahwa permohonan peninjauan kembali dalam perkara pidana dibatasi hanya satu kali. Hal ini menimbulkan kebingungan bagi aparat penegak hukum dan masyarakat pencari keadilan. Tulisan ini mengkaji mengenai sifat final dan mengikat serta sifat berlaku sesuai asas erga omnes dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013. Penelitian dilakukan dengan metode penelitian normatif dan pembahasannya diawali dengan analisis tentang kepatuhan Mahkamah Agung terhadap putusan tersebut, kemudian dilanjutkan dengan analisis akibat hukum dari pengabaian Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013. Dalam penelitian ini didapatkan kesimpulan bahwa sifat final dan mengikat dari putusan ini tidak berjalan yang menyebabkan terjadinya ketidakpastian hukum.

Penulis: Antoni Putra

Sumber: https://jurnal.komisiyudisial.go.id/index.php/jy/article/view/425

Tanggal: 3 Desember 2021

  • Jurnal Yudisial_Antoni Putra
    File size: 289 KB Downloads: 199