Pihak yang terlibat dalam peristiwa Rengasdengklok

VIVA – Peristiwa Rengasdengklok merupakan sebuah peristiwa bersejarah di balik kemerdekaan Indonesia yang dimana pada saat itu Soekarno dan Hatta diculik oleh sekelompok golongan muda agar dua tokoh bangsa tersebut segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Sekelompok golongan muda yang menculik Soekarno dan Hatta tersebut diantaranya adalah Soekarni, Wikana, Sayuti Melik dan Chaerul Saleh. 

Disebut sebagai peristiwa Rengasdengklok karena pada saat kejadian, sekelompok golongan muda tersebut menculik Soekarno dan Hatta dengan tempat tujuannya yakni Rengasdengklok yang merupakan sebuah kota yang berada di Kabupaten Karawang. Maka dari itu kemerdekaan Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 disambut pertama kali oleh kota Rengasdengklok.

Tujuan Peristiwa Rengasdengklok

Pihak yang terlibat dalam peristiwa Rengasdengklok

Peristiwa Rengasdengklok memiliki tujuan yakni agar proklamasi kemerdekaan Indonesia segera disampaikan kepada seluruh rakyat Indonesia dengan cara mendesak Soekarno dan Hatta yang sudah diculik ke Rengasdenglok oleh para golongan muda. 

Mengapa golongan muda ingin segera  dua tokoh bangsa tersebut memproklamasikan kemerdekaan dengan segera? Karena pada saat itu tengah terjadi kekosongan kekuasaan sebab Jepang menyerah kepada Sekutu. 

Peritiwa bersejarah ini juga bertujuan untuk menjauhkan Soekarno dan Hatta yang merupakan tokoh besar di Indonesia untuk dijauhkan dari pengaruh Jepang. Selain itu juga bertujuan untuk membuktikan perjuangan Indonesia melalui proklamasi kemerdekaan setelah dalam waktu yang lama bangsa Indonesia telah dijajah. 

Maka dari itu proklamasi kemerdekaan segera dirumuskan dan juga harus segera diproklamirkan kepada seluruh rakyat Indonesia. Hal itu bertujuan agar bangsa Indonesia tidak jatuh kepada pihak Sekutu yang dimana saat itu sedang terjadi kekosongan kekuasaan. 

Kronologi Peristiwa Rengasdengklok

Pihak yang terlibat dalam peristiwa Rengasdengklok

Menyerahnya Jepang Kepada Pihak Sekutu

Kedudukan Jepang pada akhir tahun 1943 mulai terdesak dalam perang Asia Pasifik. Beberapa kekalahan harus diterima oleh tentara Jepang saat menghadapi tentara Sekutu. Hingga pada akhirnya dua kota yang berada di Jepang yakni Hiroshima dan Nagasaki dibom oleh tentara Amerika Serikat. 

Peristiwa yang disebut dengan Pengeboman Hiroshima dan Nagasaki di Jepang tersebut tentunya melumpuhkan kondisi politik dan ekonomi di Jepang pada saat itu. Sehingga pada 14 Agustus 1945 Jepang terpaksa harus menyerah tanpa syarat kepada pihak Sekutu. 

Jepang yang menyerah kepada pihak Sekutu membuat adanya kekosongan kekuasaan yang berpengaruh terhadap bangsa Indonesia. Seperti yang diketahui sebelumnya bangsa Indonesia telah dikuasai oleh Jepang dalam penjajahan. 

Pendapat Golongan Tua dan Pendapat Golongan Muda

Berita kekalahan dan menyerahnya Jepang kepada pihak Sekutu kemudian terdengar oleh golongan muda bangsa Indonesia yang ada di kota Bandung yang didengar melalui siaran radio saluran BBC. 

Setelah golongan muda mendengar berita tersebut, akhirnya pada saat itu mereka memutuskan untuk bertemu dengan Soekarno dan Hatta di Jalan Pegangsaan Timur No.56. Sutan Syahrir lah yang pada saat itu ditunjuk sebagai perwakilan golongan muda untuk meminta kepada Bung Karno dan Bung Hatta agar proklamasi kemerdekaan segera dilakukan oleh keduannya. 

Ide tersebut sempat tidak disetujui oleh Bung Karno karena menurutnya hal mengenai proklamasi kemerdekaan tersebut harus lebih dulu dibicarakan dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). 

Setelah mengetahui bahwa Bung Karno ternyata tidak menyetujui ide tersebut, akhirnya para golongan muda yang saat itu tengah terbakar dalam gelora kepahlawanan  melakukan diskusi dengan anggota pemuda lainnya. Dari hasil diskusi yang telah dilakukan, keluarlah hasil yang memutuskan bahwa Bung Karno dan Bung Hatta harus diasingkan ke luar kota agar keduanya terhindar dari pengaruh Jepang. 

Bung Karno dan Bung Hatta pun berhasil diculik oleh para golongan muda dan salah satu anggota dari PETA pada 16 Agustus 1945 sekitar pukul 04.30 dini hari untuk dibawa ke Rengasdengklok. Selain Bung Karno dan Bung Hatta, istri Soekarno yakni Fatmawati beserta putranya Guntur juga ikut dibawa oleh para golongan muda ke Rengasdengklok.

Saat berada di Rengasdengklok, Komandan Kompi PETA yakni Cudanco Subeno menjadi penjaga dari Bung Karno dan Bung Hatta. Para golongan muda berusaha meyakinkan Bung Karno di Rengasdengklok agar proklamasi kemerdekaan Indonesia segera dilakukan karena adanya kekosongan kekuasaan. Apapun risiko yang akan diterima juga sudah disiapkan oleh para golongan muda termasuk untuk melawan Jepang. 

Diskusi juga dilakukan antara golongan muda dan golongan tua yang ada di Jakarta. Golongan tua tersebut diantaranya terdapat tokoh-tokoh besar seperti Ahmad Subardjo dengan beberapa anggota BPUPKI dan PPKI. Diskusi antara golongan tua dan golongan tua tersebut menghasilkan sebuah kesepakatan bahwa proklamasi kemerdekaan harus dilakukan di Jakarta. 

Akhirnya Bung Karno dan Bung Hatta setuju dan bersedia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia begitu kembali ke Jakarta setelah proses perundingan antara tokoh-tokoh besar tersebut. 

Setelah hasil perundingan sudah disepakati, Bung Karno dan Bung Hatta kemudian dijemput di Rengasdengklok untuk kembali dibawa ke Jakarta oleh Yusuf Kunto dari golongan muda yang mengantar Ahmad Soebardjo ke Rengasdengklok. Proklamasi kemerdekaan Indonesia dijaminkan akan segera diumumkan pada keesokan harinya tepat pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Ahmad Soebardjo. 

Penyusunan Teks Proklamasi

Pihak yang terlibat dalam peristiwa Rengasdengklok

Setelah Bung Karno dan Bung Hatta mengalami peristiwa Rengasdengklok tersebut dan kembali ke Jakarta, naskah proklamasi langsung disusun pada tanggal 16 Agustus 1045 malam. Rumah Laksamana Maeda, kepala perwakilan Angkatan Laut Jepang menjadi tempat musyawarah tersebut dilakukan. Rumah tersebut berada di Jalan Imam Bonjol No.1 Jakarta.

Musyawarah bisa dilakukan di rumah Laksamana Maeda karena dirinya memang dekat dengan para Pemuda Indonesia. Selain itu ia juga diketahui bersahabat dengan Ahmad Soebardjo. Laksamana Maeda juga sangat bersimpati terhadap bangsa Indonesia yang memperjuangkan kemerdekaannya.

Dengan dipilihnya rumah Laksamana Maeda juga menguntungkan karena keamanannya terjamin. Seperti yang diketahui dengan jabatan tinggi yang dimiliki Laksamana Maeda maka dirinya dihormati oleh para Angkatan Darat Jepang di sekitarnya. 

Pada malam itu musyawarah dilakukan antara golongan muda dan golongan tua untuk menyusun naskah proklamasi yang esok harinya akan diproklamirkan. Dalam naskah proklamasi tersebut, terdapat gagasan dari Bung Karno dan Ahmad Soebardjo sebagai kalimat pertama dan gagasan Bung Hatta sebagai kalimat terakhir di dalam naskah. 

Setelah musyawarah dilakukan, naskah proklamasi yang ditulis oleh Bung Karno pun selesai dan langsung dibacakan di depan orang-orang yang hadir dalam musyawarah. Naskah proklamasi tersebut kemudian diusulkan untuk ditandatangani oleh segenap hadirin yang hadir oleh Bung Karno dan Bung Hatta. 

Namun ide lain muncul dari Soekarno yang mengusulkan bahwa lebih baik ditandatangani oleh Bung Karno dan Bung Hatta saja, atas nama bangsa Indonesia. Usul tersebut disetujui oleh Bung Karno dan Bung Hatta serta hadirin lainnya. Naskah tersebut kemudian diketik menggunakan mesin ketik oleh Sayuti Melik. 

Proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia diputuskan akan dibacakan pada 17 Agustus 1945 tepat pukul 10.00 WIB di kediaman Bung Karno yang terletak di Jalan Pegangsaan Timur No.56 Jakarta. 

Pembacaan Teks Proklamasi

Pihak yang terlibat dalam peristiwa Rengasdengklok

Bung Karno secara resmi membacakan naskah proklamasi yang sebelumnya terlebih dahulu ia berpidato mengenai bagaimana  bangsa Indonesia memperjuangkan kemerdekaannya. Setelah itu, dilanjutkan dengan pengibaran Sang Saka Merah Putih oleh Suhud dan Latief dan yang terakhir sambutan yang diberikan oleh Walikota Jakarta yakni Suwirjo dan Dr. Muwardi.

JAKARTA - Peristiwa Rengasdengklok terjadi sehari sebelum proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, yakni 16 Agustus 1945.

Diketahui, peristiwa penculikan tersebut bertujuan agar Soekarno dan Hatta segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia usai pernyataan menyerah Jepang tanpa syarat kepada Sekutu.

Berikut tokoh pemuda serta perannya dalam penculikan Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok dilansir beragam sumber.

1. Sukarni Kartodiwirjo

Sukarni Kartodiwirjo adalah salah satu tokoh penting dalam peristiwa Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945.

Ia merupakan golongan muda yang berani untuk menculik Soekarno dan Hatta. Pria kelahiran Blitar, 14 Juli 1916 ini mulai sekolah di Taman Siswa di Blitar.

Kemudian, ia melanjutkan studi ke HIS dan MULO di Blitar.

Setelah lulus dari MULO, ia melanjutkan ke Sekolah Guru dan Universitas Rakyat. Sukarni mulai aktif dalam perjuangan kemerdekaan pada 1930.

Ia tergabung dengan Indonesia Muda. Ketika di Indonesia Muda, Sukarni pernah ditugaskan ke Bandung guna mengikuti sekolah pengkaderan.

Jelang akhir pemerintahan Belanda, Sukarni ditangkap Belanda.

Ketika Jepang berkuasa, Sukarni menjadi salah satu tokoh politik yang dibebaskan oleh Jepang.

Di masa kependudukan Jepang ini, Sukarni bersama tokoh muda lainnya membentuk Angkatan Baru Indonesia. Masuk akhir Perang Dunia II, terdapat dua kubu di kalangan pejuang, yaitu kelompok tua dan kelompok muda.

Kelompok tua yang dipimpin oleh Soekarno dan Hatta berupaya dengan langkah terukur untuk menentukan kemerdekaan. Sementara kelompok muda, di mana ada Sukarni, ingin agar proklamasi kemerdekaan segera diumumkan.

Desakan kelompok muda ini makin santer ketika mendengar kabar penyerahan Jepang pada 15 Agustus 1945.

Sukarni pun mengusulkan para pemuda untuk dapat mengatasi situasi. Sukarni bersama para pemuda lainnya memutuskan untuk menculik Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945. Pada 1971, Sukarni meninggal dunia dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

2. Chaerul Saleh

Chaerul Saleh lahir di Sawahlunto, 13 September 1916. Pada usia 8 tahun, ia ikut dengan sang ayah dan bersekolah di ELS. Selesai di ELS, ia melanjutkan ke HBS. Pada 1937, Chaerul Saleh melanjutkan pendidikannya di Sekolah Tinggi Hukum, Jakarta.

Kemudian pada 1952-1955, Chaerul kuliah jurusan hukum di Universitas Bonn, Jerman. Ketika masa kependudukan Jepang, ia menjadi anggota Seinendan serta anggota Angkatan Muda Indonesia.

Selain itu, ia juga menjadi anggota Putera (Pusat Tenaga Rakyat).

Keberaniannya muncul jelang runtuhnya kekuasaan Jepang pada 1945.

Saat itu, Chaerul Saleh mengajak teman-temannya untuk menentang kelompok tua. Ia juga menolak ikut menjadi anggota BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia).

Tak hanya itu, ia juga adalah tokoh kelompok muda yang berada di balik aksi penculikan Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok.

Chaerul juga mempunyai posisi penting seperti Wakil Perdana Menteri III pada 1963. Pada 1966, ia ditangkap dan ditahan, hingga akhirnya pada Februari 1967 mengembuskan napas terakhir.

3. Wikana

Pria kelahiran Sumedang, 18 Oktober 1914 ini adalah salah satu kelompok muda yang mendesak Soekarno dan Hatta untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.

Pada 16 Agustus 1945, Soekarno dan Hatta diculik oleh Wikana dan kelompok muda lainnya.

Peran Wikana yang penting, berkat koneksinya di Angkatan Laut Jepang atau Kaigun, adalah penyusunan proklamasi yang dapat dirumuskan di rumah dinas Laksamana Maeda di Menteng, yang terjamin keamanannya.

Wikana juga mengatur semua keperluan pembacaan proklamasi di rumah Bung Karno di Pegangsaan Timur Nomor 56.

Selain itu, Wikana juga membujuk para tentara Jepang agar tidak menganggu proses upacara proklamasi kemerdekaan Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, Wikana pernah menjabat sebagai Menteri Negara (Urusan Pemuda) dalam Kabinet Amir Sjarifuddin II pada 1947-1948.

Ketika terjadi peristiwa tahun 1965, Wikana duduk dalam keanggotaan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS).

Setelah aksi berbagai penangkapan dilakukan pemerintah, nasib Wikana tidak diketahui lagi.

  • #Wikana
  • #Chaerul Saleh
  • #Pemuda Rengasdengklok
  • #Sukarni Kartodiwirjo