Pertanyaan sulit tentang Mahkamah Konstitusi

Dimanakah alamat lengkap Pengadilan Negeri Wonogiri, lengkap dengan nomor telepon yang bisa dihubungi untuk mendapatkan informasi?

Pengadilan Negeri Wonogiri berada di Jln. RM. SAID Wonogiri Telp. (0273) 321151, Faks. (0273) 321151. Nomor telepon tersebut akan terhubung ke Bagian Piket. Anda dapat meminta mereka untuk menyambungkan ke bagian yang berhubungan dengan masalah anda.

Kasus apa sajakah yang ditangani oleh Pengadilan Negeri Wonogiri?

Pengadilan Negeri Wonogiri berfungsi sebagai peradilan umum yang menangani perkara perdata, pidana, dan hukum.

Bagaimanakah prosedur standar pendaftaran perkara di Pengadilan Negeri Wonogiri?

Prosedur perdaftaran perkara pidana maupun perdata dapat dilihat di sini.

Siapa saja yang boleh ikut melihat jalannya persidangan?

Siapa saja bisa melihat jalannya persidangan karena persidangan sifatnya terbuka untuk umum kecuali untuk perkara kesusilaan dan perkara yang terdakwanya adalah anak-anak.

Apa saja yang tidak boleh dibawa ke ruang sidang?

Yang tidak boleh dibawa ke ruang sidang adalah:

  • Peralatan atau berbagai benda yang dapat membahayakan keamanan ruang sidang, seperti: senjata api, benda tajam, bahan peledak, dan sejenisnya;
  • Membawa alat perekam, baik kamera, tape recorder maupun video recorder tanpa seizin Majelis Hakim;
  • Makanan dan minuman.

Apa akibat dan tindakan selanjutnya apabila salah satu pihak ada yang terlambat/tidak datang di persidangan yang telah ditentukan?

Hakim akan menunda sidang sebanyak dua kali persidangan. Apabila panggilan sudah sah tapi pihak tersebut tetap tidak hadir maka pihak yang tidak hadir dinyatakan sebagai “pihak yang tidak hadir” dengan konsekuensi dia akan kehilangan haknya untuk membela diri.

Apakah Negara bisa menyediakan seorang pembela? Prosedurnya seperti apa? Infonya bisa dilihat dimana?

Seperti yang diterangkan dalam Pasal 56 KUHAP, bahwa untuk perkara pidana yang diancam pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, maka Pengadilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka. Penunjukan penasihat hukum tersebut berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri dan pembiayaannya oleh Negara melalui Kementerian Hukum dan HAM.

Bagaimanakah syarat dan prosedur untuk naik banding?

Banding perkara pidana diajukan ke Kepaniteraan Pidana dalam waktu tujuh hari setelah putusan dan tidak dipungut biaya Banding Perkara Perdata diajukan ke Kepaniteraan Perdata dalam waktu empat belas hari setelah putusan, dengan membayar perkara banding.

Bila menurut kita jalannya persidangan berat sebelah, apakah kita berhak untuk minta pergantian hakim?

Boleh, asal ada dasar hukum yang kuat dan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat.

Berapakah rincian biaya untuk mengajukan gugatan? Apakah ada tanda terima untuk itu?

Untuk perkara pidana tidak dikenakan biaya kecuali terdakwa dinyatakan terbukti bersalah.

Untuk perkara perdata, rincian biayanya dapat dilihat di sini.

Bagaimanakah tindakan hakim dalam conflict of interest? Pertayaan dari salah satu Panitia Seleksi (Pansel), Sukma Violetta membuat calon hakim konstitusi, Prof. Anna Erliyana bergetar. Tak terkecuali semua calon hakim konstitusi. Bagaimana tidak? Penegakan hukum di Indonesia masih sangat tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Maka dibutuhkan calon hakim konstitusi yang memiliki integritas dan mampu adil serta jujur. Untuk itu, ada sembilan kandidat calon hakim konstitusi yang siap bersaing menjadi yang terbaik dalam Seleksi Calon Hakim Konstitusi Yang Diajukan Oleh Presiden.

Bertempat di Aula Serbaguna Gedung III Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg), Senin (30/07) dan Selasa (31/07), Pansel Calon Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) melakukan wawancara secara terbuka terhadap sembilan kandidat Calon Hakim Konstitusi Yang Diajukan Oleh Presiden.

Tepat pukul 09.00 WIB, lengkap dihadiri oleh kesembilan Pansel, wawancara untuk menjadi yang terbaik pun dimulai. Dibuka oleh Harjono selaku Ketua Pansel untuk menjelaskan beberapa peraturan kemudian berlanjut dengan pertanyaan-pertanyaan sulit dari semua Pansel secara bertahap. Ketegangan terlihat jelas di wajah para calon hakim konstitusi. Beberapa pertanyaan terkait kasus-kasus terkini seakan menguras pikiran mereka.

Kasus yang menjadi bahan pembahasan penting dalam proses wawancara tersebut ialah kasus penyuapan yang dialami oleh Patrialis Akbar selaku mantan Hakim MK. Melihat kasus itu, Pansel merasa membutuhkan sosok calon hakim konstitusi yang memiliki integritas tinggi.

Diwawancarai oleh Tim Humas Kemensetneg terkait integritas, Prof. Enny Nurbaningsih secara tegas berpendapat bahwa, “Integritas adalah salah satu bagian dari Sapta Karsa Hutama, integritas itu harus tegak lurus menjadi satu antara hati dan pikiran dan diwujudkan dalam berbicara, bersikap, dan bertindak. Akan sangat berbahaya apabila seorang Hakim tidak memiliki integritas, karena seorang Hakim berbicara terkait hukum dan keadilan," tandasnya.

Tidak hanya integritas, kehadiran Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Komaruddin Hidayat, juga memberikan pertanyaan menarik terkait hukum dan keadilan dalam negeri.

“Tidak dipungkiri bahwa ketidakadilan di negeri ini sangat terasa terutama dalam permasalahan hukum. Apa yang membuat ketidakadilan di negeri ini begitu kuat terasa? Apakah hukum yang salah ataukah ada hal lainnya?” tanya Komaruddin Hidayat seraya menatap tajam kearah salah satu calon  yakni Prof. Ni’matul Huda.

Prof. Ni’matul Huda pun menjawab dengan tenang, “Pada suatu sisi, hukum sangat jelas dan baik. Yang membuat ketidakdilan itu ada, bagi saya adalah karena sosok penyeleksian individu yang tidak terbuka dan membuat masyarakat tidak bisa menilai. Sehingga saat ini kita dihadapkan dengan individu-individu yang mungkin kurang memiliki kapasitas dalam akhlak dan kemampuan dalam bidang yang ia ambil," katanya.

Pembahasan pun menyinggung artian sesungguhnya dari konstitusi, Zainal Arifin Mochtar, salah satu Pansel, terus menekankan pertanyaan mengenai sejauh apa pandangan semua calon hakim konstitusi mengenai konstitusi itu sendiri. Jawaban menarik terlontar dari Susi Dwi Harijanti. Susi dengan tegas dan yakin berpendapat, “Konstitusi adalah dokumen sejarah bangsa, dalam artian yang lebih luas dari artian dokumen hukum, maka hakim seharusnya menjadikan konstitusi sebagai living constitution, sebagai konstitusi yang hidup di tengah masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan rasa keadilan masyarakat. Abraham Lincoln berkata bahwa the constitution is made for men, not men for constitution," pungkasnya.  (BAY, GIE – Humas Kemensetneg)

PIKIRAN RAKYAT - Mahkamah Konstitusi (MK) disebut melakukan penghinaan jika mengajukan satu pertanyaan kepada pengadu.

Pertanyaan tersebut mengenai legal standing kepada para pihak yang ingin mengajukan judicial review (JR).

Menurut pengamat politik, Rocky Gerung, legal standing disebut-sebut sebagai penghalang ketika ada pihak yang mengajukan JR.

Dilansir Pikiran-Rakyat.com dari YouTube Rocky Gerung Official, ia menyebutkan, jika MK mempertanyakan legal standing, itu sama seperti melakukan penghinaan kepada masyarakat.

Baca Juga: Tukul Arwana Sakit Keras, Manager Klarifikasi Sang Artis Ditelantarkan Anak-anaknya

"Kalau dari awal tanya legal standing yang dimiliki apa, itu menghina warga negara. Justru warga negara harus diasuh oleh MK," kata Rocky Gerung.

Rocky Gerung mengatakan lebih lanjut jika di seluruh dunia, yang dibicarakan hakim dari MK yaitu mengenai paradigma, bukan tentang suatu hal yang teknis.

Meskipun demikian, ia meyakini jika MK akan memberikan bantuan kepada pihak-pihak yang mengajukan JR, termasuk kepada sekira 17 orang terdiri dari kalangan pensiunan TNI hingga masyarakat sipil yang saat ini mengajukan JR terhadap UU IKN.

Baca Juga: Dari Pensiunan TNI Hingga Masyarakat Sipil Ajukan JR Untuk UU IKN, Sikap MK Bisa Dinilai Konyol

Page 2

"Saya percaya nanti MK akan membantu melengkapi proposal JR itu. 'Kan itu bagusnya kalau MK menganggap ini juga masalah yang akan jadi besar pada masa depan, termasuk juga Presiden yang akan datang bisa membatalkan IKN dan itu berarti akan ada ketegangan di depan," ujar Rocky Gerung.

Jika MK berpikir panjang, salah satu lembaga hukum tertinggi di Indonesia itu disebut Rocky Gerung akan melengkapi legal standing untuk meloloskan JR terhadap UU IKN.

"Justru dengan cara ini kita tahu bahwa MK menyelamatkan bangsa, bukan sekadar proyek IKN yang memang diminta untuk dicarikan alasan supaya pemohon ini ditolak. MK tidak boleh begitu, hakim konstitusi itu suatu kedudukan yang agung," ucap Rocy Gerung.***

Oleh: Björn Dressel

LAGI-LAGI badai politik menerjang Mahkamah Konstitusi (MK). Prabowo Subianto, yang untuk kedua kalinya kalah dalam pemilihan presiden (pilpres), kembali menggugat kemenangan Joko "Jokowi" Widodo ke MK.

Prabowo menuduh Jokowi curang dan menuntut MK agar mendiskualifikasi sang petahana dan menjadikan dirinya sebagai pemenang pilpres. Gugatan serupa pernah dilayangkan Prabowo pada Pilpres 2014 ketika dirinya juga kalah dari Jokowi.

Oleh karena itu, sekali lagi, MK diminta bertindak sebagai wasit yang independen dalam kontestasi politik Indonesia.

Hal ini tidak semata-mata hanya untuk menentukan siapa yang akan menjadi presiden, tetapi juga masa depan demokrasi Indonesia mengingat legitimasi proses pemungutan suara yang jadi taruhannya.

Sejumlah orang ragu akan kenetralan MK. Sejak penangkapan para hakim MK, termasuk mantan Ketua MK, Akil Mochtar, atas kasus penyuapan pada 2013, publik menjadi meragukan kualitas lembaga tersebut.

Ketua Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga Uno, Bambang Widjojanto, mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), juga meragukannya.

Namun, penelitian terbaru saya bersama Tomoo Inoue dari Seikei University di Jepang mungkin dapat melepas kekhawatiran tim Prabowo karena temuan kami menunjukkan bahwa MK bisa tetap independen.

Berdasarkan analisis empiris terhadap kinerja MK antara tahun 2004 dan 2016, kami tidak menemukan adanya bukti yang dapat memengaruhi keputusan MK untuk selalu mendukung pemerintah dalam kasus-kasus penting.

Penelitian kami

Untuk penelitian ini, kami mengumpulkan data yang mencakup kasus-kasus penting antara 2004 dan 2016. Pentingnya kasus ini diukur dari banyaknya jumlah pemberitaan kasus-kasus tersebut di dua surat kabar utama dan pembahasan pada publikasi dan diskusi akademik. Hasilnya, kami menemukan 80 kasus.

Selain itu, kami melengkapi analisis 80 kasus tersebut dengan menganalisis profil 26 hakim yang bertugas di MK sejak MK pertama kali berdiri tahun 2003.

Kami menemukan adanya peningkatan kasus-kasus politik dan kasus penting lain secara bertahap dari waktu ke waktu dengan lonjakan yang signifikan selama pemilihan umum (pemilu).

Dari 80 kasus, 28 persen di antaranya terkait dengan sengketa pemilu; 33 persen tentang hak-hak individu dan kebebasan sipil; 24 persen tentang pemisahan kekuasaan di antara lembaga pemerintahan; 9 persen tentang masalah ekonomi, dan 6 persen terkait dengan kekuasaan presiden.

Meski 41 kasus (51 persen) diputuskan dengan suara bulat, dalam 39 kasus (49 persen) setidaknya ada satu hakim yang menyatakan tidak setuju terhadap putusan yang diambil.

Jumlah beda pendapat antarhakim telah menurun dari tahun ke tahun dan mencapai titik terendah baru di bawah Jokowi. Angka ini menunjukkan berkurangnya perbedaan pendapat di meja hijau.

Menariknya, pemerintah kalah sebanyak 75 persen dari putusan dan hanya memenangi 25 persen dari sampel 80 kasus yang dipilih.

Dengan demikian, temuan tadi menunjukkan bahwa tuduhan keberpihakan MK terhadap pemerintah tidaklah valid, meski jumlah kasus yang hakimnya berbeda pendapat berkurang.

Pertanyaan tentang para hakim

Penangkapan mantan Ketua MK, Akil Mochtar, karena suap pada 2013 dan mantan Hakim Konstitusi, Patrialis Akbar, untuk kasus penyuapan lainnya pada 2017 membuat publik mempertanyakan independensi MK dan kualitas para hakim.

Sejumlah orang mempertanyakan apakah proses pengangkatan hakim dipolitisasi atau apakah ada penurunan kualitas dalam kepemimpinan.

Ada sembilan hakim di Mahkamah Konstitusi. Para hakim ini menjalani lima tahun masa jabatan yang dapat diperpanjang satu kali. Mereka harus pensiun pada usia 70 tahun.

Dari sembilan hakim, tiga di antaranya dicalonkan oleh presiden, tiga oleh badan legislatif, dan tiga oleh Mahkamah Agung (MA).

Mekanisme penunjukan yang terinspirasi dari sistem Mahkamah Konstitusi Korea Selatan ini bertujuan mencegah satu institusi memonopoli MK. Mekanisme ini juga mencari keseimbangan yang sehat antara jumlah hakim yang diangkat oleh presiden, DPR, dan Mahkamah Agung.

Penelitian kami menemukan bahwa hakim MK berasal dari latar belakang beragam. Tidak seperti pengadilan tinggi di Thailand, Filipina, dan Malaysia, pengangkatan hakim tidak didominasi oleh universitas atau jabatan hukum yang dimiliki sebelumnya.

Selain itu, penelitian kami tidak menemukan bukti adanya suara hakim yang dipengaruhi oleh MA, DPR, atau presiden.

Kami menganalisis secara statistik pola pemungutan suara setiap hakim dan menemukan bahwa para hakim lebih cenderung tidak memihak pada pemerintah menjelang berakhirnya jabatan presiden atau menjelang masa pensiun mereka.

Dengan kata lain, para hakim dapat mengambil sikap yang lebih berani ketika mereka tidak takut akan hukuman dari presiden yang menjabat, atau ketika mereka tidak perlu khawatir akan prospek diangkat kembali.

Walau proses pencalonan dapat dipolitisasi, para hakim tampaknya bertindak dengan independensi penuh.

Reputasi MK dalam politik

Dalam beberapa hal, MK di Indonesia telah menjadi teladan bagaimana sistem pengadilan di Asia telah menjadi pemeran utama dalam politik. Beberapa keputusan MK telah menimbulkan dampak besar terhadap politik dan ekonomi.

Sebagai contoh, MK membatalkan privatisasi perusahaan listrik; mengecam anggaran pemerintah yang gagal mengalokasikan dana yang cukup untuk pendidikan; melindungi agama, etnis; dan melindungi minoritas seksual dari diskriminasi pemerintah; serta berulang kali berurusan dengan sengketa pemilu.

Sejak 2003, MK telah meloloskan lebih dari seperempat petisi dan merevisi 74 undang-undang, membatalkan empat secara keseluruhan, dan membatalkan sebagian lainnya.

Tidak heran, MK dipandang bersifat aktivis dan dipuji karena membantu konsolidasi demokrasi di Indonesia.

Perlunya debat berbasis bukti

Ketika Mahkamah Konstitusi di Thailand mengalami bias politik, Mahkamah Konstitusi di Indonesia justru lolos dari jebakan-jebakan ini.

Hal ini mungkin dipengaruhi oleh sistem politik di Indonesia yang kompetitif dan proses pencalonan hakim yang datang dari tiga lembaga berbeda sehingga tidak ada satu kekuatan politik yang mendominasi lembaga hukum tersebut.

Namun, penemuan penelitian kami tidak membahas ketidakpuasan terhadap kelemahan MK itu sendiri.

Kegagalan secara profesional, berkurangnya jumlah hakim yang memiliki pendapat berbeda, dan beberapa bukti menunjukkan bahwa MK tunduk pada opini publik dan memastikan institusi hukum tersebut bertanggung jawab sangatlah penting.

MK juga patut mendapat perhatian yang lebih dari sisi akademik.

Perdebatan berbasis bukti terkait MK sangatlah penting, mengingat saat ini Indonesia memasuki fase akhir Pilpres 2019.

Björn Dressel
Associate professor, Crawford School of Public Policy, Australian National University

Diterjemahkan oleh Jamiah Solehati (The Conversation Indonesia) dari artikel berbahasa Inggris.

Artikel ini ditayangkan atas kerja sama Kompas.com dan The Conversation Indonesia. Tulisan di atas diambilkan dari artikel berjudul "Prabowo ragukan kenetralan MK: Penelitian terbaru tunjukkan hal sebaliknya".

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA