Pertanyaan berbobot tentang PERJANJIAN internasional

Dua minggu yang lalu tepatnya ketika sampai pada materi Perjanjian Internasional untuk mata kuliah Hukum dan Hubungan Internasional dosen memberi pertanyaan kepada kami, "Dapatkah pemerintah daerah melakukan perjanjian internasional secara langsung ?" Saya mulai penasaran ketika itu, "iya juga ya bisa enggak ya tapi kan blablabla". Karena akhirnya menjadi bahan tugas saya kemudian mencari-cari referensi yang membahas lebih lanjut mengenai persoalan ini. Dari literatur, undang-undang, dan tentu saja melalui 'googling' kalau bahasa anak jaman sekarang. Dan berikut cuplikan dari hasil jawaban saya meski bahasanya masih rancu karena percampuran antara bahasa sendiri, bahasa ilmiah, dan bahasa undang-undang tapi masih bisa menyiratkan jawaban dari pertanyaan ibu dosen kok :) Nah, kita bahas yuk...

Perkembangan jaman menuntut adanya kerja sama antarnegara dalam rangka perbaikan sektor kehidupan berbangsa dan bernegara baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan maupun keamanan. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk menjawab tuntutan jaman itu adalah dengan mengadakan perjanjian internasional untuk menjalin hubungan antarnegara sehingga tercipta kerja sama yang baik. Perjanjian internasional menjadi instrumen utama pelaksanaan hubungan internasional antarnegara. Selain itu, perjanjian internasional juga berperan sebagai sarana untuk meningkatkan kerja sama internasional. Keberadaannya sangat penting bagi suatu negara untuk melindungi kepentingan-kepentingan negara di dalam pergaulan internasional. Perjanjian internasional yang dilakukan oleh negara juga bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Selama ini mungkin kita lebih banyak mengetahui bahwa perjanjian internasional itu dilakukan oleh pemerintah pusat atas nama negara. Bagaimana dengan lembaga daerah ? Dapatkah pemerintah daerah melakukan perjanjian internasional secara langsung ? Bagaimanakah undang-undang di negara ini mengaturnya ?

Menurut Pasal 2 (1a) Konvensi Wina 1969 tentang Hukum Perjanjian, Perjanjian internasional adalah persetujuan yang dilakukan oleh negara-negara, bentuknya tertulis dan diatur oleh hukum internasional, apakah terdiri dari satu atau lebih instrumen dan apa pun namanya.. Maksud pembentuk treaty mensyaratkan pesertanya harus negara dan bentuknya tertulis semata-mata untuk memperkecil ruang lingkupnya. Sedangkan untuk sengketa yang pihaknya bukan negara misalnya organisasi internasional pengaturannya ditemukan dalam Konvensi Wina 1986 tentang perjanjian internasional untuk sesama organisasi internasional atau organisasi dengan negara. Suatu perjanjian dapat dikatakan sebagai perjanjian internasional apabila perjanjian tersebut tunduk pada rezim hukum internasional. Jadi, walaupun para pihaknya adalah negara bila ada klausul bahwa para pihak tunduk pada hukum nasional salah satu peserta maka perjanjian itu tidak dapat digolongkan sebagai perjanjian internasional tetapi dapat disebut kontrak. Di Indonesia, perjanjian internasional diatur dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2000. Perjanjian internasional menurut Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 adalah perjanjian dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik. Undang-undang tentang perjanjian internasional ini sebenarnya merupakan pelaksanaan Pasal 11 Undang-Undang Dasar 1945 yang memberikan kewenangan kepada presiden untuk membuat perjanjian internasional dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Dewan Perwakilan Rakyat dapat melakukan pengawasan terhadap pemerintah walaupun tidak diminta persetujuan sebelum pembuatan perjanjian internasional tersebut karena pada umumnya pengesahan dengan keputusan presiden hanya dilakukan bagi perjanjian internasional di bidang teknis.

Bersamaan dengan menguatnya otonomi daerah, Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 memberikan kewenangan pada daerah untuk membuat perjanjian internasional. Hal ini tampak dalam pasal 5 yang menetapkan bahwa lembaga negara dan lembaga pemerintah, baik departemen maupun non departemen, di tingkat pusat dan daerah, yang mempunyai rencana untuk membuat perjanjian internasional, terlebih dahulu melakukan konsultasi dan koordinasi dengan menteri luar negeri. Mekanisme konsultasi dengan menteri ini sesuai dengan tugas dan fungsi menteri luar negeri sebagai pelaksana hubungan dan politik luar negeri, dengan tujuan melindungi kepentingan nasional dan mengarahkan agar pembuatan perjanjian internasional tidak bertentangan dengan kebijakan politik luar negeri Republik Indonesia, dan prosedur pelaksanaannya sesuai dengan pedoman yang ditetapkan dalam undang-undang tentang perjanjian internasional. Mekanisme konsultasi tersebut dapat dilakukan melalui rapat antardepartemen atau komunikasi surat-menyurat antara lembaga-lembaga dengan Departemen Luar Negeri untuk meminta pandangan politis/yuridis rencana pembuatan perjanjian internasional tersebut.

Kritik yang dapat diajukan terhadap pasal ini adalah bahwa syarat yang diperlukan daerah untuk dapat membuat perjanjian internasional adalah setelah melakukan konsultasi dan koordinasi dengan menteri luar negeri. Permasalahannya adalah bila daerah telah melakukan koordinasi, tidak memperoleh persetujuan dari menteri luar negeri, tetapi daerah tetap melanjutkan pembuatan perjanjian itu. Daerah akan merasa tidak bersalah karena ia telah melakukan sesuai prosedur yang ditentukan UU No. 24 Tahun 2000 yang hanya mensyaratkan melakukan konsultasi dan koordinasi, tidak mensyaratkan harus memperoleh persetujuan dari menteri luar negeri. Di samping itu, UU No. 24 Tahun 2000 juga tidak mengatur apa konsekuensi hukum yang akan muncul apabila daerah tetap melakukan perjanjian internasional yang tidak memperoleh persetujuan dari menteri luar negeri.

Jadi... terjawab sudah kan pertanyaan di awal tadi bahwa pada dasarnya dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 mengatur tentang perjanjian internasional yang dapat dilakukan oleh lembaga pemerintah di tingkat daerah meskipun ketentuan mengenai batasan-batasannya masih belum begitu jelas. Untuk itu, masih harus ada kajian yang lebih dalam lagi mengenai perjanjian internasional secara tegas yang akan dilakukan oleh lembaga daerah agar tidak menjadi masalah pada perjanjian itu di kemudian hari.


Lihat Catatan Selengkapnya

Ini sedikit pertanyaan tentang hukum perjanjian…. met menikamatinya…

  1. Apa perbedaan antara “pengalihan hak atas merek karena (berdasarkan) perjanjian” dengan “pemberian hak atas merek berdasarkan perjanjian lisensi”?
  2. bagaimanakah dapat membedakan antara perbuatan melanggar hukum(onrectmatiedaad) dan wanprestasi dalam sebuah perjanjian ?
  3. Pasal 82 dan 89 UU No. 1/95, demikian pula dalam anggaran dasar, suatu PT menyatakan bahwa direksi mewakili PT baik di dalam maupun di luar pengadilan serta dapat memberi kuasa tertulis kepada karyawan dan orang lain untuk melakukan perbuatan hukum tertentu atas nama PT. Permasalahannya adalah bagi PT yang sudah cukup besar kegiatannya, maka :1. Apabila ada suatu perjanjian yang akan ditandatangani oleh orang yang bukan direksi, apakah orang harus mendapatkan kuasa tertulis lebih dulu dari direksi? 2. Apakah tidak ada jalan lain selain pemberian kuasa sebagaimana tersebut di atas, misal direksi membuat surat keputusan yang berisi bahwa untuk suatu nilai tertentu penandatanganan perjanjian cukup oleh setingkat kabag atau manajer? Atau 3. Bisakah dengan cara membuat surat kuasa yang berlaku umum bagi pegawainya yang setingkat kabag atau manajer tersebut ?
  4. Ada dua orang mahasiswa berumur 17 dan 19 tahun akan mengadakan perjanjian pinjaman untuk memenuhi biaya kuliah. Saya ingin mengetahui pada usia berapa seseorang dapat menandatangani kontrak pinjaman tersebut, atas tanggung jawabnya sendiri, tanpa persetujuan dari orang tua/wali mereka sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia.
  5. Bagaimana kekuatan dan dasar hukum dari sebuah perjanjian sepihak? Dalam hal ini perjanjian sepihak adalah perjanjian yang berkaitan dengan dua buah pihak. Namun yang bertandatangan hanyalah satu pihak didampingi oleh saksi-saksi dan materai.
  6. Seperti diketahui, e-commerce itu mencakup B2C dan B2B dan dapat dilakukan melalui IRC, e-mail dan web. Dimensi e-commerce juga mencakup transaksi antar pihak domestik (nasional) maupun antar pihak domestik dan non domestik (internasional). Dalam perjanjian apa pun kita harus memperhatikan BW sebagai pedoman dalam pembentukan perjanjian. Lalu, apakah transaksi e-commerce B2C melalui website telah memenuhi syarat sahnya perjanjian dalam Pasal 1320 BW? Kapankah saat lahir perjanjian dalam transaksi tersebut? Siapa sajakah pihak yang teribat dalam e-commerce selain penjual dan pembeli?
  7. Mohon dapat dijelaskan mengenai unsur-unsur perbuatan melawan hukum dan apakah pembatalan suatu rencana kerja secara sepihak sebelum adanya kontrak kerjasama dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum?
  8. saya minta tolong untuk dijelaskan tentang hapusnya perikatan. kemudian apabila ada seorang pelukis yang telah dibayar (baik sebagian ataupun seluruhnya) untuk menyelesaikan suatu lukisan diri tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya itu karena ia meninggal dunia, bagaimana perikatan yang terjadi antara pelukis tadi dengan orang yang memberinya pekerjaan? apakah perikatan itu hapus atau masih berlanjut? mengapa? terima kasih.
  9. Apakah kesalahan identitas para pihak dalam suatu perjanjian membatalkan suatu perjanjian? Pasal KUHPerdata mana yang mengaturnya?
  10. Bagaimana kekuatan hukum suatu MOU (Memorandum Of Understending ) Apakah dapat dilakukan penuntutan dimuka pengadilan untuk pihak yang melanggar (Mohon dengan dasar hukumnya) ( terima kasih
  11. Jika melihat dalam KUHPerdata maka terdapat pengaturan mengenai Perjanjian Untung-untungan. Saya bingung ketika mendapat pertanyaan, apakah asuransi juga sama dengan judi Togel yang dikategorikan sebagai perjanjian Untung-untungan ? apa perbedaan mendasar dari keduanya ? dilihat dari koneksitas hukumnya. terima kasih.
  12. Perjanjian apa saja yang dapat menggunakan fidusia sebagai jaminan dan apakah perjanjian fidusia efektif dalam melindungi kepentingan kreditur? Bagaimana prosedur pendaftaran fidusia? Terima kasih.
  13. Apakah peraturan perundangan RI (ICW, KHUPerdata, Keppres 18/2000)memperbolehkan klaim atas kontrak yang dibiayai dengan APBN/D atau anggaran BUMN/D ?
  14. Tolong jelaskan mengenai perbuatan melawan hukum dan wanprestasi, dan perbedaannya. Terimakasih sebelumnya
  15. Dapatkah pencabutan kuasa hukum kepada Pengacara/advokat dilakukan secara sepihak oleh si Pemberi kuasa/client? Bagaimana aturan hukumnya ? Terima kasih.
  16. adakah syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang klien terhadap pengacara dalam menyelesaikan suatu kasus dan dapatkah seorang klien menuntut pengacaranya apabila pengacara yang bersangkutan melanggar perjanjian yang telah mereka sepakati begitu pula sebaliknya dan adakah kaitan kasus tersebut dengan BK III KUHPerdata yang mengatur tentang perjanjian jasa
  17. Transaksi sewa jasa disepakati dalam kurs US$, selang beberapa waktu, pada saat ditagih, klien mau bayar pakai Rupiah. Karena kurs selalu berubah-ubah, maka kurs mana yang dipergunakan ? (saat transaksi / saat pemberian jasa / saat penagihan / pembayaran – kurs jual / kurs beli / kurs tengah)
  18. Apakah Somasi itu ? terima kasih
  19. Katakan kami melakukan investasi pada bidang usaha pertanian tertentu.Kami memberikan sejumlah modal dan dia yang akan mengelola usaha tersebut, dan dia akan mengembalikan modal investasi ditambah bunga dengan dicicil setiap bulan selama satu tahun. Untuk itu kami menandatangani surat perjanjian bermeterai dan disahkan oleh notaris secara bawah tangan (penandatanganan tidak dilakukan di depan notaris).Akan tetapi setelah kurang lebih 2 bulan,orang tersebut kabur dan tidak meninggalkan pesan apapun (semua lahan dan rumah tinggalnya yg ternyata hanya menyewa bulanan sudah kosong), dan dia tidak memenuhi pembayaran/kewajibannya tersebut hingga saat ini. Pertanyaan saya adalah, apakah perjanjian bawah tangan kami tersebut (diatas meterai dan disahkan oleh notaris) dapat dijadikan sebagai barang bukti? Apakah kami bisa mengadukan perkara tersebut dan kemana kami harus mengadu? Terima kasih atas jawabannya.
  20. Sebut saja A, meminjamkan uangnya kepada B dengan bunga yang disetujui kedua belah pihak sebesar 13 %. Perjanjian tersebut dilakukan dengan lisan (tanpa perjanjian tertulis), A berasumsi bahwa perjanjian lisan ini dapat ditepati oleh B (karena A percaya sepenuhnya kepada B, dikarenakan B masih ada hubungan keluarga dengan A; B adalah istri dari sepupu kandung A). Hubungan Pinjam meminjam berlangsung sampai mencapai angka rupiah yang cukup besar (sekitar 60 jutaan), A terus meminjamkan karena tergiur oleh bunga yang disepakatinya. Sampai pada batas waktu tertentu A sadar akan kondisi keuangannya, A lalu menagih pinjaman uang tersebut kepada B. B berjanji akan membayar pada tanggal yang sudah ditentukan, tetapi selalu ada alasan (seperti dirampok, kecopetan dll). Suatu saat A menagih kembali kepada B, B dengan yakin menjawab bahwa sebagian uang tersebut sudah dikirim via ATM BCA ke no. rek A (bukti transfer ATM BCA dikirim lewat Fax ke kantor A), tetapi setelah diperiksa (lewat print out) uang tersebut tidak ada, menurut petugas bank bukti transfer ini tidak benar atau palsu. A dan keluarga (saudara-saudaranya) datang ke rumah B, kesimpulan yang didapat dari kunjungan tersebut B bersedia membuat pernyataan yang isinya menyatakan bahwa B mengakui memiliki hutang kepada A sebesar sekian juta rupiah dan akan dilunasi pada tanggal X bulan Y tahun 2001. Apabila B tidak melunasi pada tanggal tersebut maka persoalan akan diselesaikan melalui jalur hukum. Surat pernyataan tersebut ditandatangani pula oleh suaminya B sebagai penanggungjawab. Pada tanggal yang sudah ditentukan B (suami) hanya membayar kurang lebih 25 % dengan alasan 75 %-nya sudah dibayar cash kepada A pada waktu lalu yang dibawa sendiri oleh B ke kantor A. Menurut pengakuan A hal tersebut tidak pernah terjadi, sampai A pun berani diangkat sumpah. Sampai saat ini B selalu mencari-cari kesalahan A, dan pernah pada suatu hari B telepon ke kantor A dan mengaku dari Polda untuk menangkap A. Mohon diberikan pendapat, jalan apa yang harus ditempuh A untuk menyelesaikan permasalahan ini.

coba jawab ini…. mampus lho..

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA