Perbedaan gerakan mahasiswa 1998 dengan gerakan mahasiswa saat ini

Gerakan Mahasiswa Indonesia 1998 adalah puncak gerakan mahasiswa dan gerakan rakyat pendukung demokrasi pada akhir dasawarsa 1990-an di Indonesia. Gerakan ini menjadi monumental karena dianggap berhasil memaksa Soeharto berhenti dari jabatan Presiden Indonesia pada tangal 21 Mei 1998, setelah 32 tahun menduduki jabatan tersebut.

Gerakan ini mendapatkan momentum saat krisis moneter Asia melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997. Namun para analis asing menyoroti percepatan gerakan yang mendukung demokrasi setelah Peristiwa 27 Juli 1996 (disebut juga Peristiwa Kudatuli). Pada tahun 1998, Soeharto kembali dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia untuk menjabat sebagai Presiden Indonesia untuk ketujuh kalinya, dengan B.J. Habibie sebagai wakil presiden. Namun sejumlah pihak, termasuk mahasiswa, menuntut adanya reformasi dalam sistem pemerintahan Indonesia. Agenda reformasi yang menjadi tuntutan para mahasiswa mencakup beberapa hal, seperti mengadili Soeharto dan kroni-kroninya, melaksanakan amendemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menghapus dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, melaksanakan otonomi daerah seluas-luasnya, menegakkan supremasi hukum, dan menciptakan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Kompleks Parlemen Republik Indonesia dan gedung-gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah menjadi tujuan utama mahasiswa dari berbagai kota di Indonesia. Organisasi mahasiswa yang mencuat pada saat itu antara lain Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta (FKSMJ) dan Forum Kota. Meskipun salah satu agenda perjuangan mahasiswa yaitu menuntut lengsernya Soeharto berhasil, tetapi beberapa pihak menilai agenda reformasi belum tercapai. Gerakan mahasiswa ini mencakup tragedi Trisakti yang menewaskan empat orang mahasiswa yang dianggap sebagai "Pahlawan Reformasi". Setelah Soeharto mundur, kekerasan terhadap rakyat dan mahasiswa masih terjadi, yang antara lain mengakibatkan tragedi Semanggi yang berlangsung hingga dua kali. Turunnya Soeharto memulai babak baru dalam kehidupan bangsa Indonesia, yaitu Era Reformasi. Meskipun demikian, masih ada unjuk rasa untuk menuntut keadilan akibat pelanggaran hak asasi manusia selama periode gerakan mahasiswa 1998, termasuk hilangnya keberadaan mahasiswa dan kematian mahasiswa oleh aparat pemerintah.

Pada bulan Mei 1998, Indonesia mengalami pukulan berat akibat krisis finansial yang menerpa kawasan Asia Timur, Asia Selatan, dan Asia Tenggara. Meningkatnya inflasi dan pengangguran, ditambah dengan perilaku korupsi pemerintah, menciptakan ketidakpuasan terhadap pemerintahan Orde Baru.

Pada bulan April 1998, ketika Soeharto terpilih kembali menjadi Presiden Indonesia, setelah masa bakti 1993–1998, mahasiswa dari berbagai universitas di seluruh Indonesia menggelar unjuk rasa secara besar-besaran. Mereka menuntut pemilu kembali diadakan dan tindakan efektif pemerintah untuk mengatasi krisis. Pada demonstrasi-demonstrasi ini, mahasiswa menerima kekerasan fisik karena dianggap akan menimbulkan gangguan.

Pada 12 Mei 1998, mahasiswa melakukan demonstrasi dan berjalan dari Universitas Trisakti menuju Gedung MPR/DPR. Aparat keamanan menembaki demonstran sehingga menewaskan empat orang mahasiswa dan melukai mahasiswa-mahasiswa lainnya. Mereka yang tewas adalah Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie. Keempatnya kemudian dianggap sebagai "Pahlawan Reformasi".

Kejatuhan Soeharto

Pada 21 Mei 1998, Soeharto mengundurkan diri dari jabatan presiden sehingga posisinya digantikan oleh Baharuddin Jusuf Habibie yang sebelumnya adalah wakil presiden. Mundurnya Soeharto menandai terwujudnya salah satu agenda reformasi.

Tragedi Semanggi

Meskipun salah satu agenda perjuangan mahasiswa yaitu menuntut lengsernya Soeharto telah berhasil, tetapi sejumlah pihak menilai agenda reformasi belum tercapai atau malah gagal. Setelah Soeharto mundur, masih terjadi kekerasan terhadap rakyat dan mahasiswa, yang antara lain mengakibatkan tragedi Semanggi yang berlangsung dua kali. Tragedi pertama berlangsung pada tanggal 11–13 November 1998, sementara tragedi kedua pada tanggal 24 September 1999.

Mahasiswa menganggap bahwa kepemimpinan Habibie masih sama dengan Soeharto, salah satunya adalah karena Dwifungsi ABRI masih ada. Ketika Sidang Istimewa MPR berlangsung pada November 1998, masyarakat bergabung dengan mahasiswa melakukan demonstrasi ke jalan-jalan di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Keadaan di Gedung MPR/DPR secara umum aman dan terkendali. Penjagaan diperketat sampai ke kawasan Semanggi. Ketika mahasiswa bentrok dengan aparat keamanan, terjadi penembakan oleh aparat yang mengakibatkan sejumlah orang meninggal di tempat.

Tragedi Semanggi kedua terjadi pada 24 September 1999, ketika Kabinet Reformasi Pembangunan B.J. Habibie telah berakhir.

  • Trisakti and Semanggi tragedy part 1 of 5 - YouTube
  • Trisakti and Semanggi tragedy part 2 of 5 - YouTube
  • Trisakti and Semanggi tragedy part 3 of 5 - YouTube
  • Trisakti and Semanggi tragedy part 4 of 5 - YouTube
  • Trisakti and Semanggi tragedy part 5 of 5 - YouTube
 

Artikel bertopik sejarah Indonesia ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Gerakan_mahasiswa_Indonesia_1998&oldid=19225317"

Persamaan dan perbedaan antara gerakan mahasiswa angkatan 1966 dengan angkatan 1998 dalam aksi menghadapi pemerintahan yang sedang berkuasa

INI JAWABAN TERBAIK 👇

saya coba bantu jawab

Persamaannya adalah: – Kedua gerakan mahasiswa saat itu sama-sama berhasil menggulingkan kekuasaan pemerintah yang sedang berkuasa saat itu.
– Kedua gerakan terjadi dalam skala nasional

Perbedaan yang paling mencolok dapat dilihat pada lineup militer mereka.

Pada tahun 1966, untuk menggulingkan pemerintah yang sedang berkuasa saat itu, mahasiswa dan tentara TNI bekerja sama untuk menggulingkan kubu komunis yang disebut Partai Komunis Indonesia.

Sedangkan pada tahun 1998, para mahasiswa tidak mendapat bantuan militer dari TNI (karena pemerintah yang ingin digulingkan saat itu, Presiden Soeharto, adalah seorang mayor jenderal TNI).

saya harap ini membantu

source: Pixabay

Tahun 1997 Indonesia sedang mengalami penurunan nilai mata uang rupiah yang sangat anjlok, harga kebutuhan pangan sangat mahal, harga sembako mulai naik, dan sementara itu banyak buruh yang terkena PHK. Sejumlah mahasiswa dari berbagai Universitas mengambil jalan untuk bergerak dalam bentuk aksi demonstrasi terhadap pemerintah Orde Baru.

Mengenang kembali hari bersejarah bagi mahasiswa Indonesia pada tanggal 12-15 Mei 1998, pada hari itu mahasiswa aksi demonstrasi yang menuntut Presiden kedua Indonesia Bapak Soeharto. Tragedi 1998 merupakan pintu awal runtuhnya pemerintahan Orde Baru, sekaligus membuka lapangan reformasi yang cukup mewarnai sejarah mahasiswa dan memperbaiki kehidupan bangsa dan negara.

Mahasiswa merupakan salah satu untuk masyarakat yang memiliki posisi untuk perubahan bangsa ini. Hal ini menyebabkan mahasiswa tidak hanya memposisikan diri sebagai penempuh mata kuliah di kelas saja, akan tetapi dalam keseharian mahasiswa tetap kontrol jalannya pemerintahan meliputi perkembangan negeri ini, terutama terhadap kebijakan pemerintah yang menyengsarakan rakyat miskin.

Apa kabar gerakan mahasiswa?

2 tahun sudah berlalu sejak datangnya pandemi Covid-19 hingga tahun 2021, ruang gerak bagi mahasiswa untuk saat ini masih terbilang lambat karena adanya pandemi Covid-19, apa kabar mahasiswa? Apa kabar gerakan idealisme, di mana mahasiswa sekarang. Mungkinkah gerakan yang dulu sudah hilang dari ubun-ubun mahasiswa sekarang, setelah gerakan 1998 mahasiswa seperti sudah kehilangan jati diri mereka sebagai agen perubahan, banyak dari mereka yang sudah melibatkan diri di partai politik tertentu dan kekuasaan yang otoriter sehingga nilai patriot dan perjuangan hilang.

Keadaan sekarang membuat mahasiswa sulit untuk bergerak melawan KKN dan lain sebagainya, ruang untuk berargumen, ruang menuaikan aspirasi sudah tutup tidak ada akses lagi untuk menuai hal itu, pandemi ini alasan bagi pemerintah untuk mencegah mahasiswa bergerak seperti pada tahun 1998 kala itu. Terasa seluruh program kerja pemerintah sudah berjalan dan tidak ada yang tahu, sudah sesuai atau tepat sasaran.

Rekonstruksi Gerakan Aktivis Mahasiswa, tidak jarang kita mendengar atau melihat langsung gerakan mahasiswa sekarang yang di mana tren mahasiswa sudah berbeda yang tidak paham isu, yang pada dasarnya hanya untuk mengikuti tren (mahasiswa melakukan demonstrasi). Perbedaan gerakan pada tahun 1998, mahasiswa kala itu memang bersungguh-sungguh ingin mengubah indonesia lebih baik.

Pernah kita ketahui saat demonstrasi Omnibus Law Cipta Kerja, merupakan salah satu demonstrasi terbesar oleh mahasiswa indonesia, namun di sisi lain yang jadi tren adalah mereka para peserta yang terbawa arus cinta, poster kata-kata lucu, dan memakai baju lucu. Jika kita telaah dengan cermat, ruh dari mahasiswa sudah mulai pudar sehingga tidak sungguh-sungguh melawan pemerintah, hanya untuk mengikuti tren semata.

Mahasiswa, jangan jadikan pandemi ini sebagai kontradiktif untuk mencegah kalian untuk memberantas KKN dan lain sebagainya. Justru regulasi yang keluar mengajarkan kita untuk bekerja, belajar dan bermain dari rumah masing-masing. Hal ini yang membuat pergerakan mahasiswa terhambat untuk menyampaikan aspirasi terhadap kebijakan pemerintah karena terhalang oleh kondisi.

Demonstrasi mahasiswa sudah tidak asing lagi di mata masyarakat atau lingkungan sekitar, aksi demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa tidak bisa di katakan remeh. Aksi demonstrasi mahasiswa sudah membuahkan hasil pada tahun 1998 awal pergerakan terbesar yang disebut TRISAKTI, berapa kali sudah membatalkan kebijakan pemerintah yang memeras rakyat kecil seperti pembebasan lahan Kalimantan dan termasuk kebijakan kampus.

Gerakan baru mahasiswa (Sosial Media)

Dewasa ini, jumlah pengguna sosial media di Indonesia tahun ke tahun bertambah banyak dengan berkembangnya era digital, perkembangan ini di gunakan oleh mahasiswa untuk bergerak melawan KKN serta kebijakan yang tidak pro terhadap rakyat.

Adapun pengguna sosial media mulai dari 24-35 tahun yang kian mendominasi di Indonesia, rata-rata pengguna sosial media menghabiskan waktu 194 menit per hari. Dengan aplikasi populer tahun 2021 yang sering di gunakan adalah YouTube, Instagram, WhatsApp, Twitter, dan Facebook. Rata-rata 1 orang Indonesia memiliki lebih dari 1 akun aktif dan 60% pengguna sosial media di Indonesia sebagai akun bisnis atau usaha pribadi.