Pemberontakan PKI tanggal 30 September 1965 yang dipimpin oleh D.N. Aidit terjadi pada masa

JATENG | 30 Juli 2021 05:05 Reporter : Jevi Nugraha

Merdeka.com - Dipa Nusantara Aidit atau yang lebih dikenal dengan DN Aidit adalah salah seorang pemimpin besar Partai Komunis Indonesia (PKI). Namanya dikenal luas oleh masyarakat Indonesia pasca pemberontakan Madiun 1948 dan 1965.

Tepat hari ini, 30 Juli pada 1923 tahun lalu, Aidit dilahirkan di Belitung. Lahir dengan nama Achmad Aidit, lelaki yang biasa dipanggil Amat ini meninggalkan Belitung dan berangkat ke Jakarta pada tahun 1940. Di Jakarta, Aidit sempat mendirikan perpustakaan Antara di daerah Senen, Jakarta Pusat.

Pemimpin tertinggi PKI ini mulai mempelajari Marxis saat tergabung dalam Perhimpunan Demokratik Sosial Hindia Belanda. Sejak saat itu, Aidit mulai berkenalan dengan tokoh-tokoh politik Indonesia, seperti Bung Karno, Bung Hatta, Chaerul Saleh, dan Adam Malik.

Lantas, seperti apa sepak terjang DN Aidit dalam dunia perpolitikan di Indonesia? Simak ulasannya yang merdeka.com lansie dari Liputan6.com:

2 dari 4 halaman

Pemberontakan PKI tanggal 30 September 1965 yang dipimpin oleh D.N. Aidit terjadi pada masa

©life

Seperti yang sudah diketahui, Aidit mulai bersentuhan dengan kaum komunis saat di Jakarta. Dimulai dengan mempelajari teori politik Marxis dari Perhimpunan Demokratik Sosial Hindia Belanda, yang kelak berganti nama menjadi PKI. Di sini, Aidit terus mempelajari paham komunis dan berkenalan dengan banyak tokoh, salah satunya Bung Hatta.

Menurut beberapa temannya, Hatta mulanya memberi kepercayaan penuh kepada Aidit. Selain itu, Aidit juga menjadi anak didik kesayangan. Namun, belakangan mereka berbeda pendapat dari segi ideologi politiknya.

PKI sangat dipercaya Bung Karno saat Aidit mendukung paham Marhaenisme. Sehingga organisasi tersebut dibiarkan tumbuh dan berkembang. Tidak hanya itu, Aidit juga diangkat menjadi Sekjen PKI dan terakhir menjadi Ketua Komite Pusat.

3 dari 4 halaman

Pemberontakan PKI tanggal 30 September 1965 yang dipimpin oleh D.N. Aidit terjadi pada masa
©bluefame.com

Di bawah kempemimpinan DN Aidit, PKI menjadi partai komunis ketiga terbesar di dunia, setelah Uni Soviet dan RCC. Demi memperkuat basis partainya, Aidit juga mengembangkan sejumlah program untuk berbagai kelompok masyarakat, seperti Gerawani, Barisan Tani Indonesia (BTI), Lekra, dan Pemuda Rakyat.

Kerja keras Aidit dalam membesarkan PKI membuahkan hasil, partai tersebut memperoleh suara terbanyak keempat pada Pemilu 1955. Di mana PKI memperoleh 16, 36 suara, dan mendapatkan 39 kursi DPR dan 80 kursi Konstituante. Sejak saat itu, PKI mulai berani memengaruhi Soekarno dalam setiap kebijakannya, salah satunya meminta Bung Karno untuk memberangus Partai Masyumi.

Tragedi G30S PKI

Tanggal 30 September 1965 menjadi sejarah paling kelam bagi bangsa Indonesia. Sekelompok prajurit di bawah kepemimpinan Letkol Untung menyerbu rumah para jenderal yang mereka tuduh akan bertindak makar terhadap Soekarno, tujuh jenderal dibunuh, termasuk seorang perwira menengah TNI AD dan polisi. Mayatnya dibuang ke dalam sumur di Lubang Buaya.

Keesokan harinya, mereka merebut Radio Republik Indonesia (RRI) dan menyebarkan pelbagai propaganda. Tak sampai satu hari, akhirnya stasiun radio pelat merah itu berhasil direbut kembali ileh Kostrad.

Dalam lima hari, pemberontakan berhasil dihentikan. Meyjen Soeharto memerintahkan para aparat untuk memburu sisa-sisa pemberontak hingga ke seluruh penjuru, termasuk Aidit yang diduga menjadi dalang dari Gerakan 30 September atau G30S.

4 dari 4 halaman

Setelah lama menghilang, akhirnya keberadaan DN Aidit terdeteksi oleh beberapa pasukan TNI AD. Ada berbagai versi tentang kematiannya, versi pertama, Aidit tertangkap di Jawa Tengah, kemudian dibawa oleh sebuah batalyon Kostrad ke Boyolali. Setelah itu, dia dibawa ke sebuah sumur dan disuruh berdiri di situ.

Sebelum dieksekusi, Aidit diberi waktu setengah jam untuk berbicara. Waktu tersebut ia gunakan untuk membuat pidato yang berapi-api hingga membangkitkan kemarahan semua tentara yang mendengarnya, sehingga tidak dapat mengendalikan emosi.

Emosi para TNI AD semakin tidak dapat dikendalikan, akhirnya senjata mereka menyalak dan menembaknya hingga mati. Adapun versi lain menyebutkan bahwa Aidit diledakkan bersama-sama dengan rumah tempatnya ditahan. Sampai sekarang, tidak diketahui di mana jenazah Aidit dimakamkan. (mdk/jen)

Baca juga:
Sejarah 29 Juli 1883: Lahirnya Diktator Asal Italia, Benito Mussolini
Peristiwa 28 Juli : Peringatan Hari Hepatitis Sedunia, Ketahui Sejarah dan Temanya
Peristiwa 27 Juli: Mengenang Kudatuli, Kasus HAM yang Belum Tuntas hingga Kini
Sejarah 23 Juli: Peringati Hari Anak Nasional, Tekankan Perlindungan dan Jaminan Hak
Sejarah 22 Juli 1933: Wiley Post, Orang yang Pertama Kali Terbang Solo Keliling Dunia
Peristiwa 21 Juli: Lahirnya Ernest Hemingway, Penulis yang Meninggal dengan Tragis

Oleh : itsqih | | Source : ITS Online

Monumen Pancasila Sakti sebagai wujud perjuangan Pahlawan Revolusi (Sumber: Okezone).

Kampus ITS, Opini – Peristiwa pemberontakan Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI) yang telah terjadi 56 tahun silam masih terus menjadi topik hangat di tengah masyarakat. Bagaimana tidak, baru 20 tahun setelah masyarakat Indonesia berjuang mati-matian, DN Aidit dan pengikutnya yang tergabung dalam PKI melakukan pemberontakan. Hal ini dilakukan untuk merubah ideologi Bangsa Indonesia, yaitu Pancasila.

Masyarakat Indonesia yang tidak terlibat kejadian itu hanya dapat mengandalkan film yang hampir setiap tahunnya ditayangkan. Namun, film yang dibuat pada masa pemerintahan orde baru tersebut dirasa belum cukup untuk menggambarkan semua kejadian sebenarnya. Bahkan ada yang melabeli film itu hanya sebagai bentuk propaganda dari pemerintahan saat itu untuk meluluhlantakkan ideologi komunis di Indonesia.

Berdasarkan film itu, Letnan Kolonel (Letkol) Untung yang merupakan anggota pasukan Cakrabirawa, memimpin pasukan yang dianggap loyal pada PKI untuk menculik perwira tinggi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) pada 1 Oktober 1965 dini hari. Salah satu perwira tinggi yang dijadikan target berhasil selamat karena ajudannya mengaku sebagai dirinya. Sayangnya, tiga dari tujuh perwira tinggi tewas di kediamannya, sedangkan sisanya diculik ke Lubang Buaya.

Setelah beberapa hari, tujuh korban tersebut berhasil ditemukan di Sumur Lubang Buaya yang memiliki diameter sangat kecil dalam kondisi mengenaskan. Kasus ini kemudian didalami dan mengarah pada PKI yang dituding sebagai dalang aksi pembantaian. Hal ini pun didapuk sebagai langkah awal dari pemberontakan. Sejak saat itu, masyarakat yang termasuk PKI, mendukung PKI, dan menyembunyikan informasi mengenai PKI akan dibunuh untuk membersihkan tanah Indonesia dari ideologi komunis.

Segelintir masyarakat menganggap film yang memiliki dampak besar ini terlalu mendramatisir sehingga PKI terlihat sangat kejam dan hal itu sangat disayangkan. Tidak hanya itu, aktor utama dibalik semua aksi tersebut masih misterius karena banyak versi yang tersebar luas di masyarakat. Namun satu hal yang tidak dapat dielakkan adalah PKI membunuh ketujuh Pahlawan Revolusi Indonesia yang memiliki jiwa nasionalisme tinggi dan menanamkan ideologi Pancasila.

Terlepas dari banyaknya kabar yang masih simpang siur dan saling berlawanan, generasi muda harus sadar bahwa Pancasila yang lahir dari pemikiran para tokoh-tokoh hebat dan melalui proses yang sangat panjang tidak dapat digantikan. Oleh sebab, kita harus berbenah diri dan terus tanamkan ideologi Pancasila kepada anak cucu kita, sehingga sejarah kelam ini tidak akan terulang kembali di kemudian hari.

Ditulis oleh:

Faqih Ulumuddin

Mahasiswa Teknik Geofisika

Angkatan 2020

Reporter ITS Online

Oleh: DRS. Miswar Pasai, MH, Ph.D

(Bagian: Pertama)

            Pasang-surut dan pasang-naik serta keberuntungan dan tidak beruntung  dalam kehidupan manusia adalah sesatu keniscayaan akan terjadi pada diri manusia, baik secara personal maupun secara berkelompok. Demikian pula, dengan roda kehidupan manusia di dunia, selalu berputar. Terkadang berada di atas, dan terkadang berada di bawah serta kemungkinannya berada di tengah. Itulah kehidupan, tak ada yang abadi, tetapi selalu terjadi peruabahan.

Hal itu, dapat dipastikan dan dirasakan setiap orang yang hidup di dunia. Sebab, hidup itu adalah aktiftas, dan tak ada kehidupan tanpa aktifitas. Tidak semua aktifitas dan apa yang kita hadapi adalah sesuatu yang positif, tetapi adakalanya bermakna negatif. Kendatipi ada hal positif dan negatif yang dirasakan oleh setiap orang, maka bagi orang-orang yang menggunakan akal sehatnya, tidak akan menyerah dan mengeluh ketika berhadapan dengan sesuatu dalam kehidupan mereka.

Setidaknya, sejak Indonesia merdeka, 17 Agustus 1945 hingga sekarang, sudah pernah terjadi peristiwa pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Indonesia. Tujuan kelompok tersebut, adalah untuk merebut kekuasaan dari pemerintaha yang syah dan ingin menafikan Pancasila dari dasar negara Indonesia dan pandangan hidup bangsa Indonesia dengan upaya mengganti dengan bentuk yang lain, yaitu ideologi Komunisme. Hal itu, dapat dibuktikan dengan dua kali peristiwa pemberontakan yang dilakukan oleh PKI dan antek-anteknya. Adapaun peristiwa pemberontakan PKI, adalah peristiwa pemberontakan PKI yang pertama terjadi di Indonesia, yaitu  peristiwa pemberontakan PKI yang terjadi yang berpusat  di Madiun, Jawa Tengah tahun 1948.

Selanjutnya, pemberontakan PKI yang kedua terjadi adalah terjadi di Jakarta pada tahun 1965 di Jakarta. Peristiwa G30S PKI: Sejarah, Tujuan, Kronologi, dan Latar Belakangnya Kristina, (30 September 2021). Peristiwa G30S PKI atau gerakan 30 September yang dilancarkan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) yang menjadi salah satu sejarah pahit bagi pemerintah Indonesia pada waktu itu. Peristiwa ini terjadi tepat hari ini (30/9/1965), atau sekitar 56 tahun silam. PKI merupakan salah satu partai tertua dan terbesar di Indonesia. Partai ini mengakomodir kalangan intelektual, buruh, hingga petani. Pada pemilu tahun 1955, PKI berhasil meraih 16,4 persen suara dan menempati posisi keempat di bawah PNI, Masyumi, dan NU, sebagaimana dikutip dari situs berita detikedu, (Kristina, 2021).

Sejarah berdirinya PKI tak lepas dari Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV), partai kecil berhaluan kiri yang didirikan oleh tokoh Sosialis Belanda, Hendricus Josephus Franciscus Marie Sneevliet atau dikenal dengan Henk Sneevliet. Sejarah PKI, tujuan, tokoh, pemberontakan Madiun, dan Gerakan 30 September berkeingian untuk mengganti ideologi bangsa Indonesia dari berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 menjadi ideologi Komunisme. Seperti dikutip dari buku Sejarah untuk Kelas XII okarangan Nana Supriatna menjelaskan bahwa, ISDV menyusup ke partai-partai lokal baik besar maupun kecil, seperti Sarekat Islam (SI). Beberapa tokoh SI yang melejit pada saat itu antara lain Semaoen dan Darsono, yang tak lain berperan penting dalam pendirian PKI.

Pada tahun 1920-an, ISDV kemudian mengilhami lahirnya PKI dengan Semaoen sebagai ketua dan Darsono menjadi wakilnya. Dalam buku Tan Malaka: Pergulatan Menuju Republik 1897-1925 yang ditulis Harry A. Poeze, Tan Malaka sempat mengusulkan PKI sebagai Partai Nasional Revolusioner Indonesia (PNRI). Namun, nama yang diusulkannya ditolak oleh Semaoen.

Sejarah G30S PKI, Peristiwa G30S PKI terjadi pada tahun 1965 dan dimotori oleh Dipa Nusantara Aidit atau DN Aidit, pemimpin terakhir PKI. Di bawah kendali DN Aidit, perkembangan PKI semakin nyata walaupun diperoleh melalui sistem parlementer. Sebagaimana dikutip dari buku Api Sejarah 2 oleh Ahmad Mansur Suryanegara, menurut Arnold C. Brackman, DN Aidit mendukung konsep Khrushchev, yakni: “If everything depends on the communist, we would follow the peaceful way (bila segalanya bergantung pada komunis, kita harus mengikuti dengan cara perdamaian)”.

Pandangan itu, disebut bertentangan dengan konsep Mao Ze Dong dan Stalin yang secara terbuka menyatakan bahwa, komunisme dikembangkan hanya dengan melalui perang. G30S PKI terjadi pada malam hingga dini hari, tepat pada akhir tanggal 30 September dan masuk 1 Oktober 1965. Gerakan pemberontakan yang dilakukan oleh PKI mengincar perwira tinggi TNI AD Indonesia. Tiga dari enam orang yang menjadi target langsung dibunuh di kediamannya. Sedangkan lainnya diculik dan dibawa menuju Lubang Buaya.
Keenam perwira tinggi yang menjadi korban G30S PKI antara lain Letnan Jenderal Anumerta Ahmad Yani, Mayor Jenderal Raden Soeprapto, Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono, Mayor Jenderal Siswondo Parman, Brigadir Jenderal Donald Isaac Panjaitan dan Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo, seperti dikutip dari detikedu, (Kristina, 2021)..

          Tujuan G30S PKI

Tujuan utama G-30S PKI adalah menggulingkan pemerintahan era Soekarno dan mengganti negara Indonesia menjadi negara Komunis. Sebagaimana diketahui bahwa, gerakan PKI di Indonesia saat itu, disebut memiliki lebih dari 3 juta anggota dan membuatnya menjadi partai komunis terbesar ketiga di dunia, setelah RRC dan Uni Soviet. Selain itu, sebagaimana dikutip dari buku Sejarah untuk SMK Kelas IX oleh Prawoto, beberapa tujuan gerakan biadap yang pernah dilancarkan dan dilaksanakan G30S PKI adalah sebagai berikut:

1). Menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan menjadikannya sebagai negara komunis. 2). Menyingkirkan TNI Angkatan Darat dan merebut kekuasaan pemerintahan. 3). Mewujudkan cita-cita PKI, yakni menjadikan ideologi komunis dalam membentuk sistem pemerintahan yang digunakan sebagai alat untuk mewujudkan masyarakat komunis, 4). Mengganti ideologi Pancasila menjadi ideologi komunis, 5. Kudeta yang dilakukan kepada Presiden Soekarno tak lepas dari rangkaian kegiatan komunisme internasional,

Kronologi G30S PKI, Tindakan dan penyebarluasan ideologi komunis yang dilakukan oleh PKI menimbulkan kecurigaan dari kelompok anti-komunis. Tindakan tersebut juga mempertinggi persaingan antara elit politik nasional. Kecurigaan semakin mencuat dan memunculkan desas-desus di masyarakat, terlebih menyangkut kesehatan Presiden Soekarno dan Dewan Jenderal Angkatan Darat. Di tengah kecurigaan tersebut, Letnan Kolonel Untung, Komandan Batalyon I Kawal Resimen Cakrabirawa, yakni pasukan khusus pengawal Presiden, memimpin sekelompok pasukan dalam melakukan aksi bersenjata di Jakarta.

Pasukan tersebut bergerak meninggalkan daerah Lubang Buaya. Peristiwa ini terjadi pada tengah malam, pergantian hari Kamis, 30 September 1956 menuju hari Jumat, 1 Oktober 1965. Kenapa Disebut Lubang Buaya? Ini Sejarah Saksi Bisu Tragedi G30S/PKI. Kudeta yang sebelumnya dinamakan Operasi Takari diubah menjadi gerakan 30 September. Mereka menculik dan membunuh para perwira tinggi Angkatan Darat. Aksi tentara tersebut pada tanggal 30 September berhasil menculik enam orang perwira tinggi Angkatan Darat.

Enam Jenderal yang gugur dalam peristiwa G30S PKI antara lain Letnan Jenderal Anumerta Ahmad Yani, Mayor Jenderal Raden Soeprapto, Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono, Mayor Jenderal Siswondo Parman, Brigadir Jenderal Donald Isaac Panjaitan dan Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo. Selan itu, gugur pula ajudan Menhankam/Kasab Jenderal Nasution, Letnan Satu Pierre Andreas Tendean dan pengawal Wakil Perdana Menteri II Dr. J. Leimena, Brigadir Polisi Satsuit Tubun.

Salah satu Jenderal yang berhasil selamat dari serangan PKI adalah AH Nasution. Namun, putrinya yang bernama Ade Irma Suryani Nasution tidak bisa diselamatkan. Sementara itu, G30S PKI di Yogyakarta yang dipimpin oleh Mayor Mulyono menyebabkan gugurnya TNI Angkatan Darat, Kolonel Katamso dan Letnan Kolonel Sugiyono. Kolonel Katamso merupakan Komandan Korem 072/Yogyakarta. Sedangkan Letnan Kolonel Sugiyono merupakan Kepala Staf Korem. Keduanya diculik dan gugur di Desa Kentungan, sebelah utara Yogyakarta.

Latar Belakang G30S PKI Secara umum, G30S PKI dilatarbelakangi oleh dominasi ideologi Nasionalisme, Agama, dan Komunisme (NASAKOM) yang berlangsung sejak era Demokrasi Terpimpin diterapkan, yakni tahun 1959-1965 di bawah kekuasaan Presiden Soekarno. Beberapa hal lain yang menyebabkan mencuatkan gerakan yang menewaskan para Jenderal ini adalah ketidakharmonisan hubungan anggota TNI dan juga PKI. Pertentangan pun muncul di antara keduanya. Selain itu, desas desus kesehatan Presiden Soekarno juga turut melatarbelakangi pemberontakan G30S PKI.

Itulah diantara sejarah G30S PKI yang terjadi di Indonesia. Setelah gerakan tersebut berhasil ditumpas, muncul berbagai aksi dari kalangan masyarakat untuk membubarkan PKI. Kendatipun, PKI sudah dibubarkan, namun kita mesti dan tetap waspada terhadap bahaya laten PKI. Sebab, tidak ada jaminan bahwa, mereka tidak bergerak. Mereka, patut diduga mereka para simpatisan PKI melakukan opersi senyap dan tetap melakukan pergerakan di bawah tanah? Karena itu, kita bangsa Indonesia tidak boleh melupakan pristiwa tragis yang memilukan itu. Sebab, yang namanya kebiadapan PKI, tidak bisa ditolerir (diterima) oleh bangsa Indonesia. Sebab, sifat PKI memusuhi agama dan tokoh-tokoh agama, dan bahkan anti dengan Pancasila. Karena itu, orang-orang yang berfaham komunis tidak boleh tinggal dan hidup di Indonesia, karena ideologi mereka tidak sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

              PKI Membunuh Umat Islam

Dalam peristiwa pemberontakan PKI di Madiun, mereka kelompok PKI berhasilan menguasai Madiun disertai dengan penjarahan dan pembunuhan serta pembantaian terhadap umat umat Islam. Karena itu, Setiap tanggal 30 September masyarakat Indonesia teringat dengan peristiwa kelam dalam sejarah Indonesia, yang mana pada saat itu terjadi pembantain yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Mereka bahkan tak segan-segan membantai para kiai dan ulama.

Didalam buku yang berjudul Gerakan 30 September Pemberontakan Partai Komunis Indonesia Latar Belakang, Aksi, dan Penumpasannya menjelaskan bahwa PKI merupakan gerakan sosial politik yang menjadi ancaman bagi negeri ini. Partai yang menganut ideologi Marxisme-Komunisme ini ingin mengganti ideologi Pancasila.

Meletusnya peristiwa Madiun pada 18 September 1948 merupakan usaha ideologi sosialis kiri untuk mewujudkan Negara Komunis Indonesia. Dengan berbagai aksi yang dilancarkan kepada rakyat Madiun, kemudian gerak pendukung PKI berhasil menduduki wilayah-wilayah di sekitar Madiun, seperti Magetan, Ponorogo, dan beberapa daerah lainnya, seperti dikutip dari, (Republika, 2020)

Untuk melancarkan tujuannya menguasai keresidenan Madiun, PKI terus melakukan pembunuhan-pembunuhan terhadap tokoh-tokoh penting. Bahkan, para ulama, santri, dan para pemimpin partai Islam Indonesia di Masyumi ditangkap dan dibunuh. Perlawanan pun dilakukan oleh umat Islam. Masyarakat yang tergabung dengan Masyumi melawan gerakan PKI yang menyerang, menumpas orang-orang Islam serta menjarah dan merampas perbendaharaan milik masyarakat setempat.

Menurut Sejarawan Agus Sunyoto, dalam Republika (2020)  menceritakan bahwa, fakta-fakta bagaimana PKI melancarkan pemberontakannya. Ada ribuan nyawa umat Islam termasuk para ulama NU menjadi korban dan simbol-simbol Islam dihancurkan. Saat itu, keberhasilan PKI menguasai Madiun disertai dengan penjarahan, penangkapan sewenag-wenang terhadap umat Islam. Bahkan mereka tidak segan untuk menembak hingga masyarakat Madiun saat itu ketakutan.

Selanjutnya, menurut Agus Sunyoto, pada 1948 (2020), pimpinan Masyumi dan PNI ketika itu ditangkap dan dibunuh. Pada masa itu, orang-orang dengan pakaian Warok Ponorogo dengan senjata revolver menembak atau membunuh siapapun yang dianggap musuh PKI. Tidak hanya itu, mayat-mayat juga banyak bergelimpangan di jalanan. Bendera merah putih dirobek dan diganti dengan bendera merah berlambang palu arit, bahkan potret Sukarno diganti dengan potret Muso, pemimpin PKI. (Artikel ini dikutip dari berbagai sumber). ***