Orde Baru adalah sebutan untuk masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru mempunyai dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang dimainkan oleh Soekarno pada masa Orde Lama.
Orde Baru berlanjut dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka saat tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat walaupun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan selang rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar.
Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa letak 5 tahun sbg presiden, dan dia kesudahan dilantik kembali secara bersambung pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.
Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada belakang masa letaknya.
Salah satu kebijakan pertama yang dimainkannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, akurat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.
Pada tahap permulaan, Soeharto menarik garis yang sangat tegas. Orde Lama atau Orde Baru. Pengucilan politik - di Eropa Timur sering dikata lustrasi - dimainkan terhadap orang-orang yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia. Sanksi kriminal dimainkan dengan menggelar Mahkamah Militer Luar Biasa untuk mengadili pihak yang dikonstruksikan Soeharto sbg pemberontak. Pengadilan digelar dan sebagian dari mereka yang terlibat "dibuang" ke Pulau Buru.
Sanksi nonkriminal diberlakukan dengan pengucilan politik melalui pembuatan aturan administratif. Instrumen penelitian khusus diterapkan untuk menyeleksi daya lama turut dalam gerbong Orde Baru. KTP ditandai ET (eks tapol).
Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sbg tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui yang dibangun administratif yang didominasi militer. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka yang tidak jauh dengan Cendana. Hal ini berakibat aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang benar sebab 70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang pembangunan selang pusat dan daerah.
Soeharto siap dengan konsep pembangunan yang diadopsi dari seminar Seskoad II 1966 dan konsep akselerasi pembangunan II yang diusung Ali Moertopo. Soeharto merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwi tujuan, bisa tercapainya stabilitas politik pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi di pihak lain. Dengan ditopang daya Golkar, TNI, dan lembaga pemikir serta dukungan kapital internasional, Soeharto dapat menciptakan sistem politik dengan tingkat kestabilan politik yang tinggi.
Eksploitasi sumber daya Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya dunia secara besar-besaran berproduksi pertumbuhan ekonomi yang akbar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan akbar pada tahun 1970-an dan 1980-an.
Penataan Kehidupan Politik
Jenderal Akbar Soeharto Penguasa Orde Baru
Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) tahun 1966 adalah landasan legalitas dimulainya pemerintahan Orde Baru di Indonesia. Orde Baru adalah tatanan seluruh kehidupan rakyat, bangsa, dan negara, yang diletakan pada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Landasan 1945. Dan juga dapat diistilahkan bahwa Orde Baru adalah koreksi terhadap penyelewangan pada masa lampau, dan berusaha untuk menyusun kembali daya bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional arti mempercepat ronde pembangunan bangsa. Melalui Kepastian MPRS No. XIII/MPRS/1966, Letjen Soeharto ditugaskan oleh MPRS untuk membentuk Kabinet Ampera. Dampaknya muncul dualisme kepemimpinan nasional. Sesuai Keputrusan Presiden No. 163 tanggal 25 Juli 1966 dibentuklah Kabinet Ampera.Dalam kabinet baru tersebut Soekarno tetap sbg presiden dan sekaligus menjabat sbg pimpinan kabinet. Tetapi saat kabinet Ampera dirombak pada tanggal 11 Oktober 1966, letak Presiden tetap dipegang Soekarno, dan Letjen Soeharto diangkatkan sbg perdanamenteri yang memiliki kekuasaan eksekutif dalam kabinet Ampera yang disempurnakan. Sesuai dengan Kepastian MPRS No. XIII/MPRS/1966, menyebabkan kekuasaan pemerintahan di tangan Soeharto semakin akbar semenjak permulaan tahun 1967. Pada 10 Januari 1967 Presiden Soekarno menyerahkan Pelengkap pidato pertanggungjawaban presiden yang dikata PelNawaksara, tidak diterima oleh MPRS sesuai Keputusan Pimpinan MPRS No. 13/B/1967. Dan pada tanggal 20 Februari diumumkan mengenai penyerahan kekuasaan kepada pengemban Kepastian MPRS No. IX/MPRS/1966. Sbg tindak lanjut lembaga tertinggi Negara ini mengeluarkan Kepastian No. XXXIII/MPRS/1967 tertanggal 12 Maret 1967, yang secara resmi mencabut seluruh kekuasaan pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno, dan mengangkat Soeharto sbg pejabat presiden Republik Indonesia. Dengan dikeluarkannya Kepastian MPRS itu, situasi konflik yang telah menyebabkan terjadinya instabilitas politik nasional dapat teratasi. Dan pada tanggal 27 Maret 1968 Soeharto diangkatkan sbg presiden Republik Indonesia sesuai Kepastian MPRS No. XLIV/MPRS/1968, mencapai presiden lama. Langkah-langkah yang dimainkan adalah:
Pembentukan Kabinet Pembangunan
Kabinet pertama pada masa peralihan kekuasaan adalah Kabinet Ampera dengan tugasnya Dwi Darma Kabinat Ampera adalah menciptakan stabilitas politik dan stabilitasekonomi sbg persyaratan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Program Kabinet Ampera terkenal dengan nama Catur Karya Kabinet Ampera yakni
- Memperbaiki kehidupan rakyat terutama di segi sandang dan pangan
- Melaksanakan pemilihan umum dalam ketentuan yang tidak boleh dilampaui saat yang diambil keputusan, adalah tanggal 5 Juli 1968
- Melaksanakan politik luar negeri yang bebas sama sekali aktif untuk keperluan nasional
- Melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya
- Setelah MPRS pada tanggal 27 Maret 1968 menetapkan Soeharto sbg presiden RI untuk masa letak lima tahun, karenanya dibentuklah
Kabinet Pembangunan dengan tugasnya yang dikata Panca Krida yang meliputi:
- Menciptakan stabilitas politik dan ekonomi
- Menyusun dan melaksanakan Pemilihan Umum
- Mengikis habis sisa-sisa Gerakan 30 September
- Membuat supaya bersih aparatur Negara di pusat dan daerah dari pengaruh PKI.
Pembubaran PKI dan Organisasi massanya
Dalam rangka menjamin keamanan, ketenangan, serta stabilitas pemerintahan, Soeharto sbg pengemban Supersemar telah mengeluarkan kebijakan:
- Meniadakan PKI pada tanggal 12 Maret 1966 yang diperkeras dengan Kepastian MPRS No IX/MPRS/1966
- Menyatakan PKI sbg organisasi terlarang di Indonesia
- Pada tanggal 8 Maret 1966 mengamankan 15 orang menteri yang dianggap terlibat Gerakan 30 September 1965.
Penyederhanaan Partai Politik
Pada tahun 1973 setelah diterapkan pemilihan umum yang pertama pada masa Orde Baru pemerintahan pemerintah melaksanakan penyederhaan dan penggabungan (fusi) partai- partai politik menjadi tiga daya social politik. Penggabungan partai-partai politik tersebut tidak didasarkan pada kecocokan ideology, tetapi lebih atas persamaan program. Tigakekuatan social politik itu adalah:
Penyederhanaan partai-partai politik ini dimainkan pemerintah Orde Baru dalam upayamenciptakan stabilitas kehidupan berbangsa dan bernegara. Pengalaman sejarah pada masa pemerintahan sebelumnya telah memberikan pelajaran, bahwa perpecahan yang terjadi dimasa Orde Lama, sebab benarnya perbedaan ideologi politik dan ketidakseragaman persepsiserta pemahaman Pancasila sbg sumber hukum tertinggi di Indonesia.
Pemilihan Umum
Selama masa Orde Baru pemerintah sukses melaksanakan enam kali pemilihan umum, adalah tahun 1971, 1977, 1985, 1987, 1992, dan 1997. Dalam setiap Pemilu yang diselenggarakan selama masa pemerintahan Orde Baru, Golkar selalu mendapat mayoritas suara dan memenangkan Pemilu. Pada Pemilu 1997 yang adalah pemilu terakhir masa pemerintahan Orde Baru, Golkar mendapat 74,51 % dengan perolehan 325 kursi di DPR, dan PPP mendapat 5,43 %dengan peroleh 27 kursi. Dan PDI merasakan kemorosotan perolehan suara hanya mendapat11 kursi. Hal dikarenakan benarnya konflik intern di tubuh partai berkepala banteng tersebut, dan PDI pecah menjadi PDI Suryadi dan PDI Megawati Soekarno Putri yang sekarang menjadi PDIP .Penyelenggaraan Pemilu yang teratur selama masa pemerintahan Orde Baru telah menimbulkan kesan bahwa demokrasi di Indonesia telah berlanjut dengan baik. Apalagi Pemilu berlanjut dengan asas LUBER (langsung, umum, bebas sama sekali, dan rahasia). Namun dalamkenyataannya Pemilu diarahkan untuk kemenangan salah satu kontrestan Pemilu yaituGolkar.Kemenangan Golkar yang selalu mencolok semenjak Pemilu 1971 mencapai dengan Pemilu 1997 menguntungkan pemerintah di mana perimbangan suara di MPR dan DPR didominasi oleh Golkar. Keadaan ini telah memungkinkan Soeharto menjadi Presiden Republik Indonesia selama enam periode, sebab pada masa Orde Baru presiden dipilih oleh anggota MPR. Selain itu setiap pertanggungjawaban, rancangan Undang-undang, dan usulan lainnya dari pemerintah selalu mendapat persetujuan MPR dan DPR tanpa catatan.
Peran Ganda (Dwi Fungsi) ABRI
Untuk menciptakan stabilitas politik, pemerintah Orde Baru memberikan peran ganda kepada ABRI, adalah peran Hankam dan sosial. Peran ganda ABRI ini kesudahan terkenal dengan sebutan Dwi Fungsi ABRI. Timbulnya pemberian peran ganda pada ABRI sebab benarnya konsep bahwa TNI adalah tentara pejuang dan pejuang tentara. Letak TNI dan POLRI dalam pemerintahan adalah sama. di MPR dan DPR mereka mendapat jatah kursi dengan metode pengangkatan tanpa melalui Pemilu. Pertimbangan pengangkatan anggota MPR/DPR dari ABRI didasarkan pada fungsinya sbg stabilitator dan dinamisator.Peran dinamisator sebanarnya telah diperankan ABRI semenjak zaman Perang Kemerdekaan. Saat itu Jenderal Soedirman telah melaksanakannya dengan meneruskan perjuangan, walaupun pimpinan pemerintahan telah ditahan Belanda. Demikian juga halnya yang dilakukanSoeharto saat menyelamatkan bangsa dari perpecahan setelah G 30 S PKI, yangmelahirkankan Orde Baru. Boleh diistilahkan peran dinamisator telah menempatkan ABRI pada posisiyang terhormat dalam percaturan politik bangsa selama ini.
Pedomanan Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila (P4)
Pada tanggal 12 April 1976 Presiden Soeharto mengemukakan gagasan mengenai pedoman untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila, yang terkenal dengan nama Ekaprasatya Pancakarsa atau Pedomanan Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Untuk mendukung pelaksanaan Pancasila dan Undang-undang Landasan 1945 secara murni dan konsekuen, karenanya semenjak tahun 1978 pemerintah menyelenggarakan penataran P4 secara menyeluruh pada seluruh lapisan warga. Penataran P4 ini berhaluan membentuk pemahaman yang sama mengenai demokrasi Pancasila, sehingga dengan benarnya pemahaman yang sama terhadap Pancasila dan Undang-undang Landasan 1945 diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara. Melalui penegasan tersebut opini rakyat akan mengarah pada dukungan yang kuat terhadap pemerintah Orde Baru. Dan semenjak tahun 1985 pemerintah menjadikan Pancasila sbg asas tunggal dan kehidupan berorganisasi. Seluruh bentuk organisasi tidak boleh menggunakan asasnya selain Pancasila. Menolak Pancasila sbg sebagai asas tunggal adalah pengkhianatan terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan demikian Penataran P4 adalah suatu bentuk indoktrinasi ideologi, dan Pancasila menjadi anggota dari sistem kepribadian, sistem cara melakukan sesuatu budi, dan sistem sosial warga Indonesia. Pancasila adalah prestasi tertinggi Orde Baru, dan oleh sebabnya karenanya seluruh prestasi lainnya dikaitkan dengan nama Pancasila. Mulai dari sistem ekonomi Pancasila, pers Pancasila, hubungan industri Pancasila, demokrasi Pancasila, dan lain-lain. Dan Pancasila dianggap memiliki kesakralan (kesaktian) yang tidak boleh diperdebatkan.
Penataan Politik Luar Negeri
Pada masa Orde Baru politik luar negeri Indonesia yang bebas sama sekali aktif kembali dipulihkan. Dan MPR mengeluarkan sejumlah kepastian yang menjadi landasan politik luar negeri Indonesia. Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia harus didasarkan kepada kepentingannasional, seperti pembangunan nasional, kemakmuran rakyat, kebenaran, serta keadilan.
Kembali menjadi anggota PBB
Pada tanggal 28 September 1966 Indonesia kembali menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Keputusan untuk kembali menjadi anggota PBB dikarenakan pemerintah sadar bahwa banyak faedah yang didapat Indonesia selama menjadi anggota pada tahun 1955-1964. Kembalinya Indonesia menjadi anggota PBB disambut baik oleh negara-negara Asia lainnya bahkan oleh PBB sendiri. Hal ini diperlihatkan dengan dipilihnya Adam Malik sbg Ketua Majelis Umum PBB untuk masa siding tahun 1974. Dan Indonesia juga memulihkanhubungan dengan sejumlah negara seperti India, Thailand, Australia, dan negara-negara lainnya yang sempat renggang dampak politik konfrontasi Orde Lama.
Normalisasi Hubungan dengan Negara lain
Pemulihan Hubungan dengan Singapura
Dengan perantaraan Dubes Pakistan untuk Myanmar, Habibur Rachman, hubungan Indonesia dengan Singapura sukses dipulihkan kembali. Pada tanggal 2 Juni 1966 pemerintah Indonesia menyampaikan nota pengakuan atas Republik Singapura kepada Perdana Menteri Lee Kuan Yew. Dan pemerintah Singapura menyampaikan nota jawaban kesediaan untuk menyelenggarakan hubungan diplomatik dengan Indonesia.
Pemulihan Hubungan dengan Malaysia
Penandatanganan persetujuan normalisasi hubungan Indonesia-Malaysia
Normalisasi hubungan Indonesia dengan Malaysia dimulai dengan disediakannya perundingan di Bangkok pada 29 Mei- 1 Juni 1966 yang berproduksi Akad Bangkok. Isi akad tersebut adalah:
- Rakyat Sabah diberi kesempatan menegaskan kembali keputusan yang telah merekaambil mengenai letak mereka dalam Federasi Malaysia.
- Pemerintah kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan diplomatik.
- Aksi permusuhan selang kedua belah pihak akan dihentikan.
Dan pada tanggal 11 Agustus 1966 penandatangan persetujuan pemulihan hubungan Indonesia-Malaysia ditandatangani di Jakarta oleh Adam Malik (Indonesia) dan Tun Abdul Razak (Malaysia).
Pembekuan Hubungan dengan RRC
Pada tanggal 1 Oktober 1967 Pemerintantah Republik Indonesia membekukan hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat Cina (RRC). Keputusan tersebut dimainkan sebab RRC telah mencampuri urusan dalam negeri Indonesia dengan metode memberikan pertolongan kepada G 30 S PKI baik untuk persiapan, pelaksanaan, maupun setelah terjadinya pemberontakan tersebut. Selain itu pemerintah Indonesia merasa kecewa dengan aksi teror yang dimainkan orang-orang Cina terhadap gedung, harta, dan anggota-anggota Keduataan Akbar Republik Indonesia di Peking. Pemerintah RRC juga telah memberikan perlindungan kepada tokoh-tokoh G 30 S PKI di luar negeri, serta secara terang-terangan menyokong bangungnya kembali PKI. Melalui media massanya RRC telah melaksanakan kampanye menyerang Orde Baru. Dan pada 30 Oktober 1967 Pemerintah Indonesia secara resmi menutup Kedutaan Akbar di Peking.
Penataan Kehidupan Ekonomi
Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi
Untuk mengatasi keadaan ekonomi yang serampangan sbg peninggalan pemerintah Orde Lama, pemerintah Orde Baru melaksanakan langkah-langkah:
- Memperbaharui kebijakan ekonomi, keuangan, dan pembangunan. Kebijakan ini didasari oleh Kepastian MPRS No. XXIII/MPRS/1966.
- MPRS mengeluarkan garis program pembangunan, yakni program penyelamatan, program stabilisasi dan rehabilitasi.
Program pemerintah diarahkan pada upaya penyelamatan ekonomi nasional, terutama stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Yang dimaksud dengan stabilisasi ekonomi berarti mengendalikan inflasi supaya harga barang-barang tidak melonjak terus. Dan rehabilitasi ekonomi adalah perbaikan secara fisik sarana dan prasarana ekonomi. Hakikat dari kebijakan ini adalah pembinaan sistem ekonomi berencana yang menjamin berlanjutnya demokrasi ekonomi ke arah terwujudnya warga benar dan makmur sesuai Pancasila. Langkah-langkah yang diambil Kabinet Ampera yang mengacu pada Kepastian MPRS tersebut adalah:
- Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkan kemacetan. Adapun yang menyebabkan terjadinya kemacetan ekonomi tersebut adalah:
- Rendahnya penerimaan negara.
- Tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran negara.
- Terlalu banyak dan tidak efisiennya ekspansi kredit bank.
- Terlalu banyak tunggakan hutang luar negeri.
- Penggunaan devisa untuk impor yang sering kurang berpandangan pada kepentingan prasarana.
- Debirokrasi untuk memperlancar aktivitas yang dipekerjakan perekonomian
- Berpandangan pada keperluan produsen kecil
Untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut, karenanya pemerintah Orde Baru menempuh cara-cara :
- Menyelenggarakan operasi pajak
- Melaksanakan sistem pemungutan pajak baru, baik untuk pendapatan perorangan maupun kekayaan dengan metode menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang.
- Menghemat pengeluaran pemerintah (pengeluaran konsumtif dan rutin), serta menghapuskan subsidi untuk perusahaan Negara.
- Membatasi kredit bank dan menghapuskan kredit impor.
Program stabilsasi ini dimainkan dengan metode membentung laju inflasi. Dan pemerintah Orde Baru sukses membendung laju inflasi pada belakang tahun 1967-1968, tetapi harga bahan kepentingan pokok naik melonjak. Setelah diwujudkan Kabinet Pembangunan pada bulan Juli 1968, pemerintah mengalihkan kebijakan ekonominya pada pengendalian yang sempit terhadap gerak harga barang khususnya sandang, pangan, dan kurs valuta asing. Semenjak saat itu ekonomi nasional relatif stabil, sebab kenaikan harga bahan-bahan pokok dan valuta asing semenjak tahun 1969 dapat dikemudikan pemerintah.
Program rehabilitasi dimainkan dengan berusaha memulihkan kemampuan berproduksi. Selama sepuluh tahun terakhir masa pemerintahan Orde Lama, Indonesia merasakan kelumpuhan dan kerusakan pada prasarana social dan ekonomi. Lembaga perkreditan desa, gerakan koperasi, dan perbankan disalahgunakan dan menjadi peralatan kekuasaan oleh golongan dan kelompok keperluan tertentu. Dampaknya lembaga (negara) tidak dapat melaksanakan fungsinya sbg penyusun perbaikan atur kehidupan rakyat.
Kerjasama Luar Negeri
Selain mewariskan keadaan ekonomi yang sangat parah, pemerintahan Orde Lama juga mewariskan utang luar negeri yang sangat akbar yakni mencapai 2,2-2,7 miliar, sehingga pemerintah Orde Baru menanti negara-negara kreditor untuk dapat menunda pembayaran kembali utang Indonesia. Pada tanggal 19-20 September 1966 pemerintah Indonesia menyelenggarakan perundingan dengan negara-negara kreditor di Tokyo. Pemerintah Indonesia akan melaksanakan usaha bahwa devisa ekspor yang didapat Indonesia akan dipergunakan untuk membayar utang yang selanjutnya akan dipakai untuk mengimpor bahan-bahan baku. Hal ini mendapat tanggapan baik dari negara-negara kreditor. Perundinganpun dilanjutkan di Paris, Perancis dan dicapai kesepakatan sbg berikut
- Pembayaran hutang pokok diterapkan selama 30 tahun, dari tahun 1970 mencapai dengan 1999.
- Pembayaran diterapkan secara angsuran, dengan angsuran tahunan yang sama akbarnya.
- Selama saat pengangsuran tidak dikenakan bunga.
- Pembayaran hutang diterapkan atas landasan prinsip nondiskriminatif, baik terhadap negara kreditor maupun terhadap sifat atau tujuan kredit.
Pada tanggal 23-24 Februari 1967 disediakan perundingan di Amsterdam, Belanda yang berhaluan membicarakan kepentingan Indonesia akan pertolongan luar negeri serta probabilitas pemberian pertolongan dengan syarat lunas, yang selanjutnya dikenal dengan IGGI (Intergovernmental Group for Indonesia). Pemerintah Indonesia mengambil langkah tersebut untuk memenuhi kepentingannya arti pelaksanaan program-program stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi serta persiapan-persiapan pembangunan. Di samping mengusahakan pertolongan luar negeri tersebut, pemerintah juga berusaha dan telah sukses menyelenggarakan penangguhan serta memperingan syarat-syarat pembayaran kembali (rescheduling) hutang-hutang peninggalan Orde Lama. Melalui pertemuan tersebut pemerintah Indonesia sukses mengusahakan pertolongan luar negeri.
Pembangunan Nasional
Setelah sukses memulihkan keadaan politik bangsa Indonesia, karenanya langkah selanjutnya yang ditempuh pemerintah Orde Baru adalah melaksanakan pembangunan nasional. Pembangunan nasional yang diupayakan pemerintah saat itu direalisasikan melalui Pembangunan Jangka pendek dan Pembangunan Jangka Panjang. Pambangunan Jangka Pendek didesain melalui Pembangunan Lima Tahun (Pelita). Setiap Pelita memiliki misi pembangunan dalam rangka mencapai tingkat kesejahteraan warga Indonesia. Sedangkan Pembangunan Jangka Panjang mencakup periode 25-30 tahun. Pembangunan nasional adalah rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang mencakup seluruh bidang kehidupan warga, bangsa, dan Negara. Pembangunan nasional diterapkan dalam upaya mewujudkan tujuan nasional yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945 yaitu:
- Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah Indonesia
- Meningkatkan kesejahteraan umum
- Mencerdaskan kehidupan bangsa
- Turut melaksanakan ketertiban dunia yang sesuai kemerdekaan, perdamaian tidak berkesudahan dan keadilan sosial
Pelaksanaan Pembangunan Nasional yang diterapkan pemerintah Orde Baru berpedoman pada Trilogi Pembangunan dan Delapan jalur Pemerataan. Isi dari kedua pedoman tersebut adalah kesejahteraan untuk seluruh lapisan warga dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil. Isi Trilogi Pembangunan adalah :
- Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial untuk seluruh rakyat.
- Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
- Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Dan Delapan Jalur Pemerataan yang dicanangkan pemerintah Orde Baru adalah:
- Pemerataan pemenuhan kepentingan pokok rakyat khususnya pangan, sandang dan perumahan.
- Pemerataan mendapat kesempatan pendidikan dan pelayanan kesehatan
- Pemerataan pembagian pendapatan.
- Pemerataan kesempatan kerja
- Pemerataan kesempatan berusaha
- Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan, khususnya untuk generasi muda dan kaum wanita.
- Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah Tanah Cairan
- Pemerataan kesempatan mendapat keadilan.
- Pelaksanaan Pembangunan Nasional
Seperti telah diistilahkan di muka bahwa Pembangunan nasional direalisasikan melalui Pembangunan Jangka Pendek dan Pembangunan Jangka Panjang. Dan Pembangunan Jangka Pendek didesain melalui program Pembangunan Lima Tahun (Pelita). Selama masa Orde Baru, pemerintah telah melaksanakan enam Pelita yaitu:
Pelita I diterapkan mulai 1 April 1969 mencapai 31 Maret 1974, dan menjadi landasan permulaan pembangunan masa Orde Baru. Tujuan Pelita I adalah meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletak dasar-dasar untuk pembangunan tahap berikutnya. Sasarannya adalah pangan, sandang, perbaikan prasarana perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Titik beratnya adalah pembangunan segi pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui ronde pembaharuan segi pertanian, sebab mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
Pelita II mulai berlanjut semenjak tanggal 1 April 1974 mencapai 31 Maret 1979. Sasaran utama Pelita II ini adalah tersedianya pangan, sandang, perumahan, sarana prasarana, mensejahterakan rakyat, dan memperluas kesempatan kerja. Pelaksanaan Pelita II dipandang cukup sukses. Pada permulaan pemerintahan Orde Baru inflasi mencapai 60% dan pada belakang Pelita I inflasi sukses ditekan menjadi 47%. Dan pada tahun keempat Pelita II inflasi turun menjadi 9,5%.
Pelita III diterapkan pada tanggal 1 April 1979 mencapai 31 Maret 1984. Pelaksanaan Pelita III masih berpedoman pada Trilogi Pembangunan, dengan titik berat pembangunan adalah pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur Pemerataan.
Pelita IV diterapkan tanggal 1 April 1984 mencapai 31 Maret 1989. Titik berat Pelita IV ini adalah sektor pertanian untuk menuju swasembada pangan, dan meningkatkan industri yang dapat berproduksi mesin industri sendiri. Dan di tengah berlanjut pembangunan pada Pelita IV ini adalah permulaan tahun 1980 terjadi resesi. Untuk mempertahankan kelangsungan pembangunan ekonomi, pemerintah mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal. Dan pembangunan nasional dapat berlanjut terus.
Pelita V dimulai 1 April 1989 mencapai 31 Maret 1994. Pada Pelita ini pembangunan ditekankan pada sector pertanian dan industri. Pada masa itu keadaan ekonomi Indonesia berada pada letak yang baik, dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 6,8% per tahun. Letak perdagangan luar negeri memperlihatkan bayangan yang menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih baik dibanding sebelumnya.
Pelita VI dimulai 1 April 1994 mencapai 31 Maret 1999. Program pembangunan pada Pelita VI ini ditekankan pada sektor ekonomi yang bersesuaian dengan industri dan pertanian, serta peningkatan mutu sumber daya manusia sbg pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sbg penggerak pembangunan. Namun pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Sebab krisis moneter dan kejadian politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian telah menyebabkan ronde pembangunan terhambat, dan juga menyebabkan runtuhnya pemerintahan Orde Baru.
Warga Tionghoa
Warga keturunan Tionghoa juga dilarang berekspresi. Semenjak tahun 1967, warga keturunan dianggap sbg warga negara asing di Indonesia dan letaknya berada di bawah warga pribumi, yang secara tidak langsung juga menghapus hak-hak asasi mereka. Kesenian barongsai secara membuka, perayaan hari raya Imlek, dan pemakaian Bahasa Mandarin dilarang, meski kesudahan hal ini diperjuangkan oleh komunitas Tionghoa Indonesia terutama dari komunitas pengobatan Tionghoa tradisional sebab pelarangan sama sekali akan berakibat pada resep obat yang mereka buat yang hanya bisa ditulis dengan bahasa Mandarin. Mereka pergi hingga ke Mahkamah Luhur dan hasilnya Jaksa Luhur Indonesia saat itu memberi izin dengan catatan bahwa Tionghoa Indonesia berjanji tidak menghimpun daya untuk memberontak dan menggulingkan pemerintahan Indonesia.
Satu-satunya surat kabar berbicara Mandarin yang diizinkan terbit adalah Harian Indonesia yang sebagian artikelnya ditulis dalam bahasa Indonesia. Harian ini dikelola dan diawasi oleh militer Indonesia dalam hal ini adalah ABRI meski beberapa orang Tionghoa Indonesia bekerja juga di sana. Agama tradisional Tionghoa dilarang. Dampaknya agama Konghucu kehilangan pengakuan pemerintah.
Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang populasinya saat itu mencapai kurang lebih 5 juta dari semuanya rakyat Indonesia dikhawatirkan akan menyebarkan pengaruh komunisme di Tanah Air. Padahal, kenyataan bertutur bahwa biasanya dari mereka berprofesi sbg pedagang, yang tentu bertolak belakang dengan apa yang diajarkan oleh komunisme, yang sangat mengharamkan perdagangan dimainkan.
Orang Tionghoa dijauhkan dari kehidupan politik praktis. Sebagian lagi memilih untuk menghindari dunia politik sebab khawatir akan keselamatan dirinya.
Konflik Perpecahan Pasca Orde Baru
Di masa Orde Baru pemerintah sangat mengutamakan persatuan bangsa Indonesia. Setiap hari media massa seperti radio dan televisi mendengungkan slogan "persatuan dan kesatuan bangsa". Salah satu metode yang dimainkan oleh pemerintah adalah meningkatkan transmigrasi dari daerah yang padat penduduknya seperti Jawa, Bali dan Madura ke luar Jawa, terutama ke Kalimantan, Sulawesi, Timor Timur, dan Irian Jaya. Namun dampak negatif yang tidak dianggarkan dari program ini adalah terjadinya marjinalisasi terhadap penduduk setempat dan kecemburuan terhadap penduduk pendatang yang banyak mendapatkan pertolongan pemerintah. Muncul tuduhan bahwa program transmigrasi sama dengan jawanisasi yang sentimen anti-Jawa di beragam daerah, walaupun tidak seluruh transmigran itu orang Jawa.
Pada permulaan Era Reformasi konflik laten ini meledak menjadi membuka diantaranya dalam bentuk konflik Ambon dan konflik Madura-Dayak di Kalimantan.[1] Sementara itu gejolak di Papua yang dipicu oleh rasa diperlakukan tidak benar dalam pembagian keuntungan pengelolaan sumber dunianya, juga diperkeras oleh ketidaksukaan terhadap para transmigran.
Keunggulan sistem Pemerintahan Orde Baru
- Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.565
- Sukses transmigrasi
- Sukses KB
- Sukses memerangi buta huruf
- Sukses swasembada pangan
- Pengangguran minimum
- Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
- Sukses Gerakan Harus Belajar
- Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
- Sukses keamanan dalam negeri
- Investor asing bersedia menanamkan modal di Indonesia
- Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri
Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru
- Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme
- Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan selang pusat dan daerah, sebagian dikarenakan sebab kekayaan daerah sebagian akbar disedot ke pusat
- Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah sebab kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh dan Papua
- Kecemburuan selang penduduk setempat dengan para transmigran yang mendapat tunjangan pemerintah yang cukup akbar pada tahun-tahun pertamanya
- Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata untuk si kaya dan si miskin)
- Pelanggaran HAM kepada warga non pribumi (terutama warga Tionghoa)
- Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
- Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibredel
- Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, diantaranya dengan program "Penembakan Misterius"
- Tidak benar rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya)
- Menurunnya mutu birokrasi Indonesia yang terjangkit penyakit Asal Bapak Senang, hal ini kesalahan sangat fatal Orde Baru sebab tanpa birokrasi yang efektif negara pasti hancur.
- Menurunnya mutu tentara sebab level elit terlalu sibuk berpolitik sehingga kurang memperhatikan kesejahteraan anak buah.
- Pelaku ekonomi yang dominan adalah lebih dari 70% aset kekayaaan negara dipegang oleh swasta
- Dan Lain Sebagainja
Krisis finansial Asia
Pada menengah 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia (untuk lebih jelas lihat: Krisis finansial Asia), didampingi kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para demonstran, yang permulaan mulanya dipimpin para mahasiswa, menanti pengunduran diri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang bertambah luas, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kesudahan memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.
Pasca-Orde Baru
Mundurnya Soeharto dari letaknya pada tahun 1998 dapat diistilahkan sbg tanda hasilnya Orde Baru, untuk kesudahan digantikan "Era Reformasi". Masih benarnya tokoh-tokoh penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan pada masa Reformasi ini sering menciptakan beberapa orang menyebut bahwa Orde Baru masih belum hasilnya. Oleh sebab itu Era Reformasi atau Orde Reformasi sering dikata sbg "Era Pasca Orde Baru".
Meski diliputi oleh kerusuhan etnis dan bebasnya Timor Timur, transformasi dari Orde Baru ke Era Reformasi berlanjut relatif lancar dibandingkan negara lain seperti Uni Soviet dan Yugoslavia. Hal ini tidak bebas dari peran Habibie yang sukses meletak pondasi baru yang terbukti lebih kokoh dan kuat menghadapi perubahan zaman.
Lihat pula
- Orde Lama
- Kerusuhan Mei 1998
- Tragedi Trisakti
Pustaka
- ^ Konflik Antar-etnis Kalimantan:Mencegah Lebih Baik daripada Menindak, diakses 24 Mei 2007
Sumber :
id.wikipedia.org, ilmu-pendidikan.com, p2k.kpt.co.id, wiki.edunitas.com, dan lain sebagainya.
Page 2
Orde Baru adalah sebutan untuk masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru mempunyai dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang dimainkan oleh Soekarno pada masa Orde Lama.
Orde Baru berlanjut dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka saat tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat walaupun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan selang rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar.
Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa letak 5 tahun sbg presiden, dan dia kesudahan dilantik kembali secara bersambung pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.
Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari perlintasan yang ditempuh Soekarno pada kesudahan masa letaknya.
Salah satu kebijakan pertama yang dimainkannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, akurat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.
Pada tahap awal, Soeharto menarik garis yang sangat tegas. Orde Lama atau Orde Baru. Pengucilan politik - di Eropa Timur sering dikata lustrasi - dimainkan terhadap orang-orang yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia. Sanksi kriminal dimainkan dengan menggelar Mahkamah Militer Luar Biasa untuk mengadili pihak yang dikonstruksikan Soeharto sbg pemberontak. Pengadilan digelar dan sebagian dari mereka yang terlibat "dibuang" ke Pulau Buru.
Sanksi nonkriminal diberlakukan dengan pengucilan politik melalui pembuatan aturan administratif. Instrumen penelitian khusus diterapkan untuk menyeleksi daya lama turut dalam gerbong Orde Baru. KTP ditandai ET (eks tapol).
Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sbg tujuan utamanya dan melalui kebijakannya melalui yang dibangun administratif yang didominasi militer. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka yang tidak jauh dengan Cendana. Hal ini berakibat aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang benar sebab 70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang pembangunan selang pusat dan daerah.
Soeharto siap dengan konsep pembangunan yang diadopsi dari seminar Seskoad II 1966 dan konsep akselerasi pembangunan II yang diusung Ali Moertopo. Soeharto merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwi tujuan, bisa tercapainya stabilitas politik pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi di pihak lain. Dengan ditopang daya Golkar, TNI, dan lembaga pemikir serta dukungan kapital internasional, Soeharto dapat menciptakan sistem politik dengan tingkat kestabilan politik yang tinggi.
Eksploitasi sumber daya Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya dunia secara besar-besaran berproduksi pertumbuhan ekonomi yang akbar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan akbar pada tahun 1970-an dan 1980-an.
Penataan Kehidupan Politik
Jenderal Akbar Soeharto Penguasa Orde Baru
Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) tahun 1966 adalah landasan legalitas dimulainya pemerintahan Orde Baru di Indonesia. Orde Baru adalah tatanan seluruh kehidupan rakyat, bangsa, dan negara, yang diletakan pada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Landasan 1945. Dan juga dapat diistilahkan bahwa Orde Baru adalah koreksi terhadap penyelewangan pada masa lampau, dan berusaha untuk menyusun kembali daya bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional arti mempercepat ronde pembangunan bangsa. Melalui Kepastian MPRS No. XIII/MPRS/1966, Letjen Soeharto ditugaskan oleh MPRS untuk membentuk Kabinet Ampera. Dampaknya muncul dualisme kepemimpinan nasional. Sesuai Keputrusan Presiden No. 163 tanggal 25 Juli 1966 dibentuklah Kabinet Ampera.Dalam kabinet baru tersebut Soekarno tetap sbg presiden dan sekaligus menjabat sbg pimpinan kabinet. Tetapi saat kabinet Ampera dirombak pada tanggal 11 Oktober 1966, letak Presiden tetap dipegang Soekarno, dan Letjen Soeharto diangkatkan sbg perdanamenteri yang memiliki kekuasaan eksekutif dalam kabinet Ampera yang disempurnakan. Sesuai dengan Kepastian MPRS No. XIII/MPRS/1966, menyebabkan kekuasaan pemerintahan di tangan Soeharto semakin akbar semenjak awal tahun 1967. Pada 10 Januari 1967 Presiden Soekarno menyerahkan Pelengkap pidato pertanggungjawaban presiden yang dikata PelNawaksara, tidak diterima oleh MPRS sesuai Keputusan Pimpinan MPRS No. 13/B/1967. Dan pada tanggal 20 Februari diumumkan tentang penyerahan kekuasaan kepada pengemban Kepastian MPRS No. IX/MPRS/1966. Sbg tindak lanjut lembaga tertinggi Negara ini mengeluarkan Kepastian No. XXXIII/MPRS/1967 tertanggal 12 Maret 1967, yang secara resmi mencabut seluruh kekuasaan pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno, dan mengangkat Soeharto sbg pejabat presiden Republik Indonesia. Dengan dikeluarkannya Kepastian MPRS itu, situasi konflik yang telah menyebabkan terjadinya instabilitas politik nasional dapat teratasi. Dan pada tanggal 27 Maret 1968 Soeharto diangkatkan sbg presiden Republik Indonesia sesuai Kepastian MPRS No. XLIV/MPRS/1968, mencapai presiden lama. Langkah-langkah yang dimainkan adalah:
Pembentukan Kabinet Pembangunan
Kabinet pertama pada masa peralihan kekuasaan adalah Kabinet Ampera dengan tugasnya Dwi Darma Kabinat Ampera adalah menciptakan stabilitas politik dan stabilitasekonomi sbg persyaratan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Program Kabinet Ampera terkenal dengan nama Catur Karya Kabinet Ampera yakni
- Memperbaiki kehidupan rakyat terutama di segi sandang dan pangan
- Melaksanakan pemilihan umum dalam ketentuan yang tidak boleh dilampaui saat yang diambil keputusan, adalah tanggal 5 Juli 1968
- Melaksanakan politik luar negeri yang bebas sama sekali aktif untuk keperluan nasional
- Melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya
- Setelah MPRS pada tanggal 27 Maret 1968 menetapkan Soeharto sbg presiden RI untuk masa letak lima tahun, karenanya dibentuklah
Kabinet Pembangunan dengan tugasnya yang dikata Panca Krida yang meliputi:
- Menciptakan stabilitas politik dan ekonomi
- Menyusun dan melaksanakan Pemilihan Umum
- Mengikis mandek sisa-sisa Gerakan 30 September
- Membuat supaya bersih aparatur Negara di pusat dan daerah dari pengaruh PKI.
Pembubaran PKI dan Organisasi massanya
Dalam rangka menjamin keamanan, ketenangan, serta stabilitas pemerintahan, Soeharto sbg pengemban Supersemar telah mengeluarkan kebijakan:
- Meniadakan PKI pada tanggal 12 Maret 1966 yang diperkeras dengan Kepastian MPRS No IX/MPRS/1966
- Menyatakan PKI sbg organisasi terlarang di Indonesia
- Pada tanggal 8 Maret 1966 mengamankan 15 orang menteri yang dianggap terlibat Gerakan 30 September 1965.
Penyederhanaan Partai Politik
Pada tahun 1973 setelah diterapkan pemilihan umum yang pertama pada masa Orde Baru pemerintahan pemerintah melaksanakan penyederhaan dan penggabungan (fusi) partai- partai politik menjadi tiga daya social politik. Penggabungan partai-partai politik tersebut tidak didasarkan pada kecocokan ideology, tetapi lebih atas persamaan program. Tigakekuatan social politik itu adalah:
Penyederhanaan partai-partai politik ini dimainkan pemerintah Orde Baru dalam upayamenciptakan stabilitas kehidupan berbangsa dan bernegara. Pengalaman sejarah pada masa pemerintahan sebelumnya telah memberikan pelajaran, bahwa perpecahan yang terjadi dimasa Orde Lama, sebab benarnya perbedaan ideologi politik dan ketidakseragaman persepsiserta pemahaman Pancasila sbg sumber hukum tertinggi di Indonesia.
Pemilihan Umum
Selama masa Orde Baru pemerintah sukses melaksanakan enam kali pemilihan umum, adalah tahun 1971, 1977, 1985, 1987, 1992, dan 1997. Dalam setiap Pemilu yang diselenggarakan selama masa pemerintahan Orde Baru, Golkar selalu mendapat mayoritas suara dan memenangkan Pemilu. Pada Pemilu 1997 yang adalah pemilu terakhir masa pemerintahan Orde Baru, Golkar mendapat 74,51 % dengan perolehan 325 kursi di DPR, dan PPP mendapat 5,43 %dengan peroleh 27 kursi. Dan PDI merasakan kemorosotan perolehan suara hanya mendapat11 kursi. Hal dikarenakan benarnya konflik intern di tubuh partai berkepala banteng tersebut, dan PDI pecah menjadi PDI Suryadi dan PDI Megawati Soekarno Putri yang sekarang menjadi PDIP .Penyelenggaraan Pemilu yang teratur selama masa pemerintahan Orde Baru telah menimbulkan kesan bahwa demokrasi di Indonesia telah berlanjut dengan adun. Apalagi Pemilu berlanjut dengan asas LUBER (langsung, umum, bebas sama sekali, dan rahasia). Namun dalamkenyataannya Pemilu diarahkan untuk kemenangan salah satu kontrestan Pemilu yaituGolkar.Kemenangan Golkar yang selalu mencolok semenjak Pemilu 1971 mencapai dengan Pemilu 1997 menguntungkan pemerintah di mana perimbangan suara di MPR dan DPR didominasi oleh Golkar. Keadaan ini telah memungkinkan Soeharto menjadi Presiden Republik Indonesia selama enam periode, sebab pada masa Orde Baru presiden dipilih oleh anggota MPR. Selain itu setiap pertanggungjawaban, rancangan Undang-undang, dan usulan lainnya dari pemerintah selalu mendapat persetujuan MPR dan DPR tanpa catatan.
Peran Ganda (Dwi Fungsi) ABRI
Untuk menciptakan stabilitas politik, pemerintah Orde Baru memberikan peran ganda kepada ABRI, adalah peran Hankam dan sosial. Peran ganda ABRI ini kesudahan terkenal dengan sebutan Dwi Fungsi ABRI. Timbulnya pemberian peran ganda pada ABRI sebab benarnya konsep bahwa TNI adalah tentara pejuang dan pejuang tentara. Letak TNI dan POLRI dalam pemerintahan adalah sama. di MPR dan DPR mereka mendapat jatah kursi dengan metode pengangkatan tanpa melalui Pemilu. Pertimbangan pengangkatan anggota MPR/DPR dari ABRI didasarkan pada fungsinya sbg stabilitator dan dinamisator.Peran dinamisator sebanarnya telah diperankan ABRI semenjak zaman Perang Kemerdekaan. Saat itu Jenderal Soedirman telah melaksanakannya dengan meneruskan perjuangan, walaupun pimpinan pemerintahan telah ditahan Belanda. Demikian juga halnya yang dilakukanSoeharto saat menyelamatkan bangsa dari perpecahan setelah G 30 S PKI, yangmelahirkankan Orde Baru. Boleh diistilahkan peran dinamisator telah menempatkan ABRI pada posisiyang terhormat dalam percaturan politik bangsa selama ini.
Pedomanan Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila (P4)
Pada tanggal 12 April 1976 Presiden Soeharto mengemukakan gagasan mengenai pedoman untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila, yang terkenal dengan nama Ekaprasatya Pancakarsa atau Pedomanan Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Untuk mendukung pelaksanaan Pancasila dan Undang-undang Landasan 1945 secara murni dan konsekuen, karenanya semenjak tahun 1978 pemerintah menyelenggarakan penataran P4 secara menyeluruh pada semua lapisan warga. Penataran P4 ini berhaluan membentuk pemahaman yang sama mengenai demokrasi Pancasila, sehingga dengan benarnya pemahaman yang sama terhadap Pancasila dan Undang-undang Landasan 1945 diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara. Melalui penegasan tersebut opini rakyat akan mengarah pada dukungan yang kuat terhadap pemerintah Orde Baru. Dan semenjak tahun 1985 pemerintah menjadikan Pancasila sbg asas tunggal dan kehidupan berorganisasi. Semua bentuk organisasi tidak boleh menggunakan asasnya selain Pancasila. Menolak Pancasila sbg sebagai asas tunggal adalah pengkhianatan terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan demikian Penataran P4 adalah suatu bentuk indoktrinasi ideologi, dan Pancasila menjadi bidang dari sistem kepribadian, sistem cara melakukan sesuatu budi, dan sistem sosial warga Indonesia. Pancasila adalah prestasi tertinggi Orde Baru, dan oleh sebabnya karenanya semua prestasi lainnya dikaitkan dengan nama Pancasila. Mulai dari sistem ekonomi Pancasila, pers Pancasila, hubungan industri Pancasila, demokrasi Pancasila, dan lain-lain. Dan Pancasila dianggap memiliki kesakralan (kesaktian) yang tidak boleh diperdebatkan.
Penataan Politik Luar Negeri
Pada masa Orde Baru politik luar negeri Indonesia yang bebas sama sekali aktif kembali dipulihkan. Dan MPR mengeluarkan sejumlah kepastian yang menjadi landasan politik luar negeri Indonesia. Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia harus didasarkan kepada kepentingannasional, seperti pembangunan nasional, kemakmuran rakyat, kebenaran, serta keadilan.
Kembali menjadi anggota PBB
Pada tanggal 28 September 1966 Indonesia kembali menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Keputusan untuk kembali menjadi anggota PBB dikarenakan pemerintah sadar bahwa banyak faedah yang didapat Indonesia selama menjadi anggota pada tahun 1955-1964. Kembalinya Indonesia menjadi anggota PBB disambut adun oleh negara-negara Asia lainnya bahkan oleh PBB sendiri. Hal ini diperlihatkan dengan dipilihnya Adam Malik sbg Ketua Majelis Umum PBB untuk masa siding tahun 1974. Dan Indonesia juga memulihkanhubungan dengan sejumlah negara seperti India, Thailand, Australia, dan negara-negara lainnya yang sempat renggang dampak politik konfrontasi Orde Lama.
Normalisasi Hubungan dengan Negara lain
Pemulihan Hubungan dengan Singapura
Dengan perantaraan Dubes Pakistan untuk Myanmar, Habibur Rachman, hubungan Indonesia dengan Singapura sukses dipulihkan kembali. Pada tanggal 2 Juni 1966 pemerintah Indonesia menyampaikan nota pengakuan atas Republik Singapura kepada Perdana Menteri Lee Kuan Yew. Dan pemerintah Singapura menyampaikan nota jawaban kesediaan untuk menyelenggarakan hubungan diplomatik dengan Indonesia.
Pemulihan Hubungan dengan Malaysia
Penandatanganan persetujuan normalisasi hubungan Indonesia-Malaysia
Normalisasi hubungan Indonesia dengan Malaysia dimulai dengan disediakannya perundingan di Bangkok pada 29 Mei- 1 Juni 1966 yang berproduksi Akad Bangkok. Isi akad tersebut adalah:
- Rakyat Sabah diberi kesempatan menegaskan kembali keputusan yang telah merekaambil mengenai letak mereka dalam Federasi Malaysia.
- Pemerintah kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan diplomatik.
- Aksi permusuhan selang kedua belah pihak akan dibubarkan.
Dan pada tanggal 11 Agustus 1966 penandatangan persetujuan pemulihan hubungan Indonesia-Malaysia ditandatangani di Jakarta oleh Adam Malik (Indonesia) dan Tun Abdul Razak (Malaysia).
Pembekuan Hubungan dengan RRC
Pada tanggal 1 Oktober 1967 Pemerintantah Republik Indonesia membekukan hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat Cina (RRC). Keputusan tersebut dimainkan sebab RRC telah mencampuri urusan dalam negeri Indonesia dengan metode memberikan pertolongan kepada G 30 S PKI adun untuk persiapan, pelaksanaan, maupun setelah terjadinya pemberontakan tersebut. Selain itu pemerintah Indonesia merasa kecewa dengan aksi teror yang dimainkan orang-orang Cina terhadap gedung, harta, dan anggota-anggota Keduataan Akbar Republik Indonesia di Peking. Pemerintah RRC juga telah memberikan perlindungan kepada tokoh-tokoh G 30 S PKI di luar negeri, serta secara terang-terangan menyokong bentuknya kembali PKI. Melalui media massanya RRC telah melaksanakan kampanye menyerang Orde Baru. Dan pada 30 Oktober 1967 Pemerintah Indonesia secara resmi menutup Kedutaan Akbar di Peking.
Penataan Kehidupan Ekonomi
Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi
Untuk mengatasi keadaan ekonomi yang serampangan sbg peninggalan pemerintah Orde Lama, pemerintah Orde Baru melaksanakan langkah-langkah:
- Memperbaharui kebijakan ekonomi, keuangan, dan pembangunan. Kebijakan ini didasari oleh Kepastian MPRS No. XXIII/MPRS/1966.
- MPRS mengeluarkan garis program pembangunan, yakni program penyelamatan, program stabilisasi dan rehabilitasi.
Program pemerintah diarahkan pada upaya penyelamatan ekonomi nasional, terutama stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Yang dimaksud dengan stabilisasi ekonomi berarti mengendalikan inflasi supaya harga barang-barang tidak melonjak terus. Dan rehabilitasi ekonomi adalah perbaikan secara fisik sarana dan prasarana ekonomi. Hakikat dari kebijakan ini adalah pembinaan sistem ekonomi berencana yang menjamin berlanjutnya demokrasi ekonomi ke arah terwujudnya warga benar dan makmur sesuai Pancasila. Langkah-langkah yang diambil Kabinet Ampera yang mengacu pada Kepastian MPRS tersebut adalah:
- Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkan kemacetan. Adapun yang menyebabkan terjadinya kemacetan ekonomi tersebut adalah:
- Rendahnya penerimaan negara.
- Tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran negara.
- Terlalu banyak dan tidak efisiennya ekspansi kredit bank.
- Terlalu banyak tunggakan hutang luar negeri.
- Penggunaan devisa untuk impor yang sering kurang berpandangan pada kepentingan prasarana.
- Debirokrasi untuk memperlancar aktivitas yang dipekerjakan perekonomian
- Berpandangan pada keperluan produsen kecil
Untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut, karenanya pemerintah Orde Baru melalui cara-cara :
- Menyelenggarakan operasi pajak
- Melaksanakan sistem pemungutan pajak baru, adun untuk pendapatan perorangan maupun kekayaan dengan metode menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang.
- Menghemat pengeluaran pemerintah (pengeluaran konsumtif dan rutin), serta menghapuskan subsidi untuk perusahaan Negara.
- Membatasi kredit bank dan menghapuskan kredit impor.
Program stabilsasi ini dimainkan dengan metode membentung laju inflasi. Dan pemerintah Orde Baru sukses membendung laju inflasi pada kesudahan tahun 1967-1968, tetapi harga bahan kepentingan pokok naik melonjak. Setelah diwujudkan Kabinet Pembangunan pada bulan Juli 1968, pemerintah mengalihkan kebijakan ekonominya pada pengendalian yang sempit terhadap gerak harga barang khususnya sandang, pangan, dan kurs valuta asing. Semenjak saat itu ekonomi nasional relatif stabil, sebab kenaikan harga bahan-bahan pokok dan valuta asing semenjak tahun 1969 dapat dikemudikan pemerintah.
Program rehabilitasi dimainkan dengan berusaha memulihkan kemampuan berproduksi. Selama sepuluh tahun terakhir masa pemerintahan Orde Lama, Indonesia merasakan kelumpuhan dan kerusakan pada prasarana social dan ekonomi. Lembaga perkreditan desa, gerakan koperasi, dan perbankan disalahgunakan dan menjadi peralatan kekuasaan oleh golongan dan himpunan keperluan tertentu. Dampaknya lembaga (negara) tidak dapat melaksanakan fungsinya sbg penyusun perbaikan atur kehidupan rakyat.
Kerjasama Luar Negeri
Selain mewariskan keadaan ekonomi yang sangat parah, pemerintahan Orde Lama juga mewariskan utang luar negeri yang sangat akbar yakni mencapai 2,2-2,7 miliar, sehingga pemerintah Orde Baru menanti negara-negara kreditor untuk dapat menunda pembayaran kembali utang Indonesia. Pada tanggal 19-20 September 1966 pemerintah Indonesia menyelenggarakan perundingan dengan negara-negara kreditor di Tokyo. Pemerintah Indonesia akan melaksanakan usaha bahwa devisa ekspor yang didapat Indonesia akan dipergunakan untuk membayar utang yang selanjutnya akan dipakai untuk mengimpor bahan-bahan baku. Hal ini mendapat tanggapan adun dari negara-negara kreditor. Perundinganpun dilanjutkan di Paris, Perancis dan dicapai kesepakatan sbg berikut
- Pembayaran hutang pokok diterapkan selama 30 tahun, dari tahun 1970 mencapai dengan 1999.
- Pembayaran diterapkan secara angsuran, dengan angsuran tahunan yang sama akbarnya.
- Selama saat pengangsuran tidak dikenakan bunga.
- Pembayaran hutang diterapkan atas landasan prinsip nondiskriminatif, adun terhadap negara kreditor maupun terhadap sifat atau tujuan kredit.
Pada tanggal 23-24 Februari 1967 disediakan perundingan di Amsterdam, Belanda yang berhaluan membicarakan kepentingan Indonesia akan pertolongan luar negeri serta probabilitas pemberian pertolongan dengan syarat lunas, yang selanjutnya dikenal dengan IGGI (Intergovernmental Group for Indonesia). Pemerintah Indonesia mengambil langkah tersebut untuk memenuhi kepentingannya arti pelaksanaan program-program stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi serta persiapan-persiapan pembangunan. Di samping mengusahakan pertolongan luar negeri tersebut, pemerintah juga berusaha dan telah sukses menyelenggarakan penangguhan serta memperingan syarat-syarat pembayaran kembali (rescheduling) hutang-hutang peninggalan Orde Lama. Melalui pertemuan tersebut pemerintah Indonesia sukses mengusahakan pertolongan luar negeri.
Pembangunan Nasional
Setelah sukses memulihkan keadaan politik bangsa Indonesia, karenanya langkah selanjutnya yang ditempuh pemerintah Orde Baru adalah melaksanakan pembangunan nasional. Pembangunan nasional yang diupayakan pemerintah saat itu direalisasikan melalui Pembangunan Jangka pendek dan Pembangunan Jangka Panjang. Pambangunan Jangka Pendek didesain melalui Pembangunan Lima Tahun (Pelita). Setiap Pelita memiliki misi pembangunan dalam rangka mencapai tingkat kesejahteraan warga Indonesia. Sedangkan Pembangunan Jangka Panjang mencakup periode 25-30 tahun. Pembangunan nasional adalah rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang mencakup seluruh bidang kehidupan warga, bangsa, dan Negara. Pembangunan nasional diterapkan dalam upaya mewujudkan tujuan nasional yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945 yaitu:
- Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah Indonesia
- Meningkatkan kesejahteraan umum
- Mencerdaskan kehidupan bangsa
- Turut melaksanakan ketertiban dunia yang sesuai kemerdekaan, perdamaian tidak berkesudahan dan keadilan sosial
Pelaksanaan Pembangunan Nasional yang diterapkan pemerintah Orde Baru berpedoman pada Trilogi Pembangunan dan Delapan jalur Pemerataan. Isi dari kedua pedoman tersebut adalah kesejahteraan untuk semua lapisan warga dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil. Isi Trilogi Pembangunan adalah :
- Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial untuk seluruh rakyat.
- Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
- Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Dan Delapan Jalur Pemerataan yang dicanangkan pemerintah Orde Baru adalah:
- Pemerataan pemenuhan kepentingan pokok rakyat khususnya pangan, sandang dan perumahan.
- Pemerataan mendapat kesempatan pendidikan dan pelayanan kesehatan
- Pemerataan pembagian pendapatan.
- Pemerataan kesempatan kerja
- Pemerataan kesempatan berusaha
- Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan, khususnya untuk generasi muda dan kaum wanita.
- Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah Tanah Cairan
- Pemerataan kesempatan mendapat keadilan.
- Pelaksanaan Pembangunan Nasional
Seperti telah diistilahkan di muka bahwa Pembangunan nasional direalisasikan melalui Pembangunan Jangka Pendek dan Pembangunan Jangka Panjang. Dan Pembangunan Jangka Pendek didesain melalui program Pembangunan Lima Tahun (Pelita). Selama masa Orde Baru, pemerintah telah melaksanakan enam Pelita yaitu:
Pelita I diterapkan mulai 1 April 1969 mencapai 31 Maret 1974, dan menjadi landasan awal pembangunan masa Orde Baru. Tujuan Pelita I adalah meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletak dasar-dasar untuk pembangunan tahap berikutnya. Sasarannya adalah pangan, sandang, perbaikan prasarana perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Titik beratnya adalah pembangunan segi pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui ronde pembaharuan segi pertanian, sebab mayoritas masyarakat Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
Pelita II mulai berlanjut semenjak tanggal 1 April 1974 mencapai 31 Maret 1979. Sasaran utama Pelita II ini adalah tersedianya pangan, sandang, perumahan, sarana prasarana, mensejahterakan rakyat, dan memperluas kesempatan kerja. Pelaksanaan Pelita II dipandang cukup sukses. Pada awal pemerintahan Orde Baru inflasi mencapai 60% dan pada kesudahan Pelita I inflasi sukses ditekan menjadi 47%. Dan pada tahun keempat Pelita II inflasi turun menjadi 9,5%.
Pelita III diterapkan pada tanggal 1 April 1979 mencapai 31 Maret 1984. Pelaksanaan Pelita III masih berpedoman pada Trilogi Pembangunan, dengan titik berat pembangunan adalah pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur Pemerataan.
Pelita IV diterapkan tanggal 1 April 1984 mencapai 31 Maret 1989. Titik berat Pelita IV ini adalah sektor pertanian untuk menuju swasembada pangan, dan meningkatkan industri yang dapat berproduksi mesin industri sendiri. Dan di tengah berlanjut pembangunan pada Pelita IV ini adalah awal tahun 1980 terjadi resesi. Untuk mempertahankan kelangsungan pembangunan ekonomi, pemerintah mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal. Dan pembangunan nasional dapat berlanjut terus.
Pelita V dimulai 1 April 1989 mencapai 31 Maret 1994. Pada Pelita ini pembangunan ditekankan pada sector pertanian dan industri. Pada masa itu keadaan ekonomi Indonesia berada pada letak yang adun, dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 6,8% per tahun. Letak perdagangan luar negeri memperlihatkan bayangan yang menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih adun dibanding sebelumnya.
Pelita VI dimulai 1 April 1994 mencapai 31 Maret 1999. Program pembangunan pada Pelita VI ini ditekankan pada sektor ekonomi yang bersesuaian dengan industri dan pertanian, serta peningkatan mutu sumber daya manusia sbg pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sbg penggerak pembangunan. Namun pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Sebab krisis moneter dan kejadian politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian telah menyebabkan ronde pembangunan terhambat, dan juga menyebabkan runtuhnya pemerintahan Orde Baru.
Warga Tionghoa
Warga keturunan Tionghoa juga dilarang berekspresi. Semenjak tahun 1967, warga keturunan dianggap sbg warga negara asing di Indonesia dan letaknya berada di bawah warga pribumi, yang secara tidak langsung juga menghapus hak-hak asasi mereka. Kesenian barongsai secara membuka, perayaan hari raya Imlek, dan pemakaian Bahasa Mandarin dilarang, meski kesudahan hal ini diperjuangkan oleh komunitas Tionghoa Indonesia terutama dari komunitas pengobatan Tionghoa tradisional sebab pelarangan sama sekali akan berakibat pada resep obat yang mereka buat yang hanya bisa ditulis dengan bahasa Mandarin. Mereka pergi hingga ke Mahkamah Luhur dan hasilnya Jaksa Luhur Indonesia saat itu memberi izin dengan catatan bahwa Tionghoa Indonesia berjanji tidak menghimpun daya untuk memberontak dan menggulingkan pemerintahan Indonesia.
Satu-satunya surat kabar berbicara Mandarin yang diizinkan terbit adalah Harian Indonesia yang sebagian artikelnya ditulis dalam bahasa Indonesia. Harian ini dikemudikan dan diawasi oleh militer Indonesia dalam hal ini adalah ABRI meski beberapa orang Tionghoa Indonesia bekerja juga di sana. Agama tradisional Tionghoa dilarang. Dampaknya agama Konghucu kehilangan pengakuan pemerintah.
Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang populasinya saat itu mencapai kurang lebih 5 juta dari semuanya rakyat Indonesia dikhawatirkan akan menyebarkan pengaruh komunisme di Tanah Air. Padahal, kenyataan bercakap bahwa biasanya dari mereka berprofesi sbg pedagang, yang tentu bertolak belakang dengan apa yang diajarkan oleh komunisme, yang sangat mengharamkan perdagangan dimainkan.
Orang Tionghoa dijauhkan dari kehidupan politik praktis. Sebagian lagi memilih untuk menghindari dunia politik sebab khawatir akan keselamatan dirinya.
Konflik Perpecahan Pasca Orde Baru
Di masa Orde Baru pemerintah sangat mengutamakan persatuan bangsa Indonesia. Setiap hari media massa seperti radio dan televisi mendengungkan slogan "persatuan dan kesatuan bangsa". Salah satu metode yang dimainkan oleh pemerintah adalah meningkatkan transmigrasi dari daerah yang padat masyarakatnya seperti Jawa, Bali dan Madura ke luar Jawa, terutama ke Kalimantan, Sulawesi, Timor Timur, dan Irian Jaya. Namun dampak negatif yang tidak dianggarkan dari program ini adalah terjadinya marjinalisasi terhadap masyarakat setempat dan kecemburuan terhadap masyarakat pendatang yang banyak mendapatkan pertolongan pemerintah. Muncul tuduhan bahwa program transmigrasi sama dengan jawanisasi yang sentimen anti-Jawa di beragam daerah, walaupun tidak semua transmigran itu orang Jawa.
Pada awal Era Reformasi konflik laten ini meledak menjadi membuka diantaranya dalam bentuk konflik Ambon dan konflik Madura-Dayak di Kalimantan.[1] Sementara itu gejolak di Papua yang dipicu oleh rasa diperlakukan tidak benar dalam pembagian keuntungan pengelolaan sumber dunianya, juga diperkeras oleh ketidaksukaan terhadap para transmigran.
Keunggulan sistem Pemerintahan Orde Baru
- Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.565
- Sukses transmigrasi
- Sukses KB
- Sukses memerangi buta huruf
- Sukses swasembada pangan
- Pengangguran minimum
- Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
- Sukses Gerakan Harus Belajar
- Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
- Sukses keamanan dalam negeri
- Investor asing bersedia menanamkan modal di Indonesia
- Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri
Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru
- Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme
- Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan selang pusat dan daerah, sebagian dikarenakan sebab kekayaan daerah sebagian akbar disedot ke pusat
- Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah sebab kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh dan Papua
- Kecemburuan selang masyarakat setempat dengan para transmigran yang mendapat tunjangan pemerintah yang cukup akbar pada tahun-tahun pertamanya
- Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata untuk si kaya dan si miskin)
- Pelanggaran HAM kepada warga non pribumi (terutama warga Tionghoa)
- Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
- Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibredel
- Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, diantaranya dengan program "Penembakan Misterius"
- Tidak benar rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya)
- Menurunnya mutu birokrasi Indonesia yang terjangkit penyakit Asal Bapak Senang, hal ini kesalahan sangat fatal Orde Baru sebab tanpa birokrasi yang efektif negara pasti hancur.
- Menurunnya mutu tentara sebab level elit terlalu sibuk berpolitik sehingga kurang memperhatikan kesejahteraan anak buah.
- Pelaku ekonomi yang dominan adalah lebih dari 70% aset kekayaaan negara dipegang oleh swasta
- Dan Lain Sebagainja
Krisis finansial Asia
Pada menengah 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia (untuk lebih jelas lihat: Krisis finansial Asia), didampingi kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para demonstran, yang awal mulanya dipimpin para mahasiswa, menanti pengunduran diri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang bertambah luas, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kesudahan memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.
Pasca-Orde Baru
Mundurnya Soeharto dari letaknya pada tahun 1998 dapat diistilahkan sbg tanda hasilnya Orde Baru, untuk kesudahan digantikan "Era Reformasi". Masih benarnya tokoh-tokoh penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan pada masa Reformasi ini sering menciptakan beberapa orang menyebut bahwa Orde Baru masih belum hasilnya. Oleh sebab itu Era Reformasi atau Orde Reformasi sering dikata sbg "Era Pasca Orde Baru".
Meski diliputi oleh kerusuhan etnis dan bebasnya Timor Timur, transformasi dari Orde Baru ke Era Reformasi berlanjut relatif lancar dibandingkan negara lain seperti Uni Soviet dan Yugoslavia. Hal ini tidak bebas dari peran Habibie yang sukses meletak pondasi baru yang terbukti lebih kokoh dan kuat menghadapi perubahan zaman.
Lihat pula
- Orde Lama
- Kerusuhan Mei 1998
- Tragedi Trisakti
Pustaka
- ^ Konflik Antar-etnis Kalimantan:Mencegah Lebih Adun daripada Menindak, diakses 24 Mei 2007
Sumber :
id.wikipedia.org, ilmu-pendidikan.com, p2k.kpt.co.id, wiki.edunitas.com, dan lain sebagainya.
Page 3
Orde Baru adalah sebutan untuk masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru mempunyai dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang dimainkan oleh Soekarno pada masa Orde Lama.
Orde Baru berlanjut dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka saat tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat walaupun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan selang rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar.
Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa letak 5 tahun sbg presiden, dan dia kesudahan dilantik kembali secara bersambung pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.
Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari perlintasan yang ditempuh Soekarno pada kesudahan masa letaknya.
Salah satu kebijakan pertama yang dimainkannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, akurat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.
Pada tahap awal, Soeharto menarik garis yang sangat tegas. Orde Lama atau Orde Baru. Pengucilan politik - di Eropa Timur sering dikata lustrasi - dimainkan terhadap orang-orang yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia. Sanksi kriminal dimainkan dengan menggelar Mahkamah Militer Luar Biasa untuk mengadili pihak yang dikonstruksikan Soeharto sbg pemberontak. Pengadilan digelar dan sebagian dari mereka yang terlibat "dibuang" ke Pulau Buru.
Sanksi nonkriminal diberlakukan dengan pengucilan politik melalui pembuatan aturan administratif. Instrumen penelitian khusus diterapkan untuk menyeleksi daya lama turut dalam gerbong Orde Baru. KTP ditandai ET (eks tapol).
Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sbg tujuan utamanya dan melalui kebijakannya melalui yang dibangun administratif yang didominasi militer. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka yang tidak jauh dengan Cendana. Hal ini berakibat aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang benar sebab 70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang pembangunan selang pusat dan daerah.
Soeharto siap dengan konsep pembangunan yang diadopsi dari seminar Seskoad II 1966 dan konsep akselerasi pembangunan II yang diusung Ali Moertopo. Soeharto merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwi tujuan, bisa tercapainya stabilitas politik pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi di pihak lain. Dengan ditopang daya Golkar, TNI, dan lembaga pemikir serta dukungan kapital internasional, Soeharto dapat menciptakan sistem politik dengan tingkat kestabilan politik yang tinggi.
Eksploitasi sumber daya Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya dunia secara besar-besaran berproduksi pertumbuhan ekonomi yang akbar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan akbar pada tahun 1970-an dan 1980-an.
Penataan Kehidupan Politik
Jenderal Akbar Soeharto Penguasa Orde Baru
Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) tahun 1966 adalah landasan legalitas dimulainya pemerintahan Orde Baru di Indonesia. Orde Baru adalah tatanan seluruh kehidupan rakyat, bangsa, dan negara, yang diletakan pada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Landasan 1945. Dan juga dapat diistilahkan bahwa Orde Baru adalah koreksi terhadap penyelewangan pada masa lampau, dan berusaha untuk menyusun kembali daya bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional arti mempercepat ronde pembangunan bangsa. Melalui Kepastian MPRS No. XIII/MPRS/1966, Letjen Soeharto ditugaskan oleh MPRS untuk membentuk Kabinet Ampera. Dampaknya muncul dualisme kepemimpinan nasional. Sesuai Keputrusan Presiden No. 163 tanggal 25 Juli 1966 dibentuklah Kabinet Ampera.Dalam kabinet baru tersebut Soekarno tetap sbg presiden dan sekaligus menjabat sbg pimpinan kabinet. Tetapi saat kabinet Ampera dirombak pada tanggal 11 Oktober 1966, letak Presiden tetap dipegang Soekarno, dan Letjen Soeharto diangkatkan sbg perdanamenteri yang memiliki kekuasaan eksekutif dalam kabinet Ampera yang disempurnakan. Sesuai dengan Kepastian MPRS No. XIII/MPRS/1966, menyebabkan kekuasaan pemerintahan di tangan Soeharto semakin akbar semenjak awal tahun 1967. Pada 10 Januari 1967 Presiden Soekarno menyerahkan Pelengkap pidato pertanggungjawaban presiden yang dikata PelNawaksara, tidak diterima oleh MPRS sesuai Keputusan Pimpinan MPRS No. 13/B/1967. Dan pada tanggal 20 Februari diumumkan tentang penyerahan kekuasaan kepada pengemban Kepastian MPRS No. IX/MPRS/1966. Sbg tindak lanjut lembaga tertinggi Negara ini mengeluarkan Kepastian No. XXXIII/MPRS/1967 tertanggal 12 Maret 1967, yang secara resmi mencabut seluruh kekuasaan pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno, dan mengangkat Soeharto sbg pejabat presiden Republik Indonesia. Dengan dikeluarkannya Kepastian MPRS itu, situasi konflik yang telah menyebabkan terjadinya instabilitas politik nasional dapat teratasi. Dan pada tanggal 27 Maret 1968 Soeharto diangkatkan sbg presiden Republik Indonesia sesuai Kepastian MPRS No. XLIV/MPRS/1968, mencapai presiden lama. Langkah-langkah yang dimainkan adalah:
Pembentukan Kabinet Pembangunan
Kabinet pertama pada masa peralihan kekuasaan adalah Kabinet Ampera dengan tugasnya Dwi Darma Kabinat Ampera adalah menciptakan stabilitas politik dan stabilitasekonomi sbg persyaratan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Program Kabinet Ampera terkenal dengan nama Catur Karya Kabinet Ampera yakni
- Memperbaiki kehidupan rakyat terutama di segi sandang dan pangan
- Melaksanakan pemilihan umum dalam ketentuan yang tidak boleh dilampaui saat yang diambil keputusan, adalah tanggal 5 Juli 1968
- Melaksanakan politik luar negeri yang bebas sama sekali aktif untuk keperluan nasional
- Melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya
- Setelah MPRS pada tanggal 27 Maret 1968 menetapkan Soeharto sbg presiden RI untuk masa letak lima tahun, karenanya dibentuklah
Kabinet Pembangunan dengan tugasnya yang dikata Panca Krida yang meliputi:
- Menciptakan stabilitas politik dan ekonomi
- Menyusun dan melaksanakan Pemilihan Umum
- Mengikis mandek sisa-sisa Gerakan 30 September
- Membuat supaya bersih aparatur Negara di pusat dan daerah dari pengaruh PKI.
Pembubaran PKI dan Organisasi massanya
Dalam rangka menjamin keamanan, ketenangan, serta stabilitas pemerintahan, Soeharto sbg pengemban Supersemar telah mengeluarkan kebijakan:
- Meniadakan PKI pada tanggal 12 Maret 1966 yang diperkeras dengan Kepastian MPRS No IX/MPRS/1966
- Menyatakan PKI sbg organisasi terlarang di Indonesia
- Pada tanggal 8 Maret 1966 mengamankan 15 orang menteri yang dianggap terlibat Gerakan 30 September 1965.
Penyederhanaan Partai Politik
Pada tahun 1973 setelah diterapkan pemilihan umum yang pertama pada masa Orde Baru pemerintahan pemerintah melaksanakan penyederhaan dan penggabungan (fusi) partai- partai politik menjadi tiga daya social politik. Penggabungan partai-partai politik tersebut tidak didasarkan pada kecocokan ideology, tetapi lebih atas persamaan program. Tigakekuatan social politik itu adalah:
Penyederhanaan partai-partai politik ini dimainkan pemerintah Orde Baru dalam upayamenciptakan stabilitas kehidupan berbangsa dan bernegara. Pengalaman sejarah pada masa pemerintahan sebelumnya telah memberikan pelajaran, bahwa perpecahan yang terjadi dimasa Orde Lama, sebab benarnya perbedaan ideologi politik dan ketidakseragaman persepsiserta pemahaman Pancasila sbg sumber hukum tertinggi di Indonesia.
Pemilihan Umum
Selama masa Orde Baru pemerintah sukses melaksanakan enam kali pemilihan umum, adalah tahun 1971, 1977, 1985, 1987, 1992, dan 1997. Dalam setiap Pemilu yang diselenggarakan selama masa pemerintahan Orde Baru, Golkar selalu mendapat mayoritas suara dan memenangkan Pemilu. Pada Pemilu 1997 yang adalah pemilu terakhir masa pemerintahan Orde Baru, Golkar mendapat 74,51 % dengan perolehan 325 kursi di DPR, dan PPP mendapat 5,43 %dengan peroleh 27 kursi. Dan PDI merasakan kemorosotan perolehan suara hanya mendapat11 kursi. Hal dikarenakan benarnya konflik intern di tubuh partai berkepala banteng tersebut, dan PDI pecah menjadi PDI Suryadi dan PDI Megawati Soekarno Putri yang sekarang menjadi PDIP .Penyelenggaraan Pemilu yang teratur selama masa pemerintahan Orde Baru telah menimbulkan kesan bahwa demokrasi di Indonesia telah berlanjut dengan adun. Apalagi Pemilu berlanjut dengan asas LUBER (langsung, umum, bebas sama sekali, dan rahasia). Namun dalamkenyataannya Pemilu diarahkan untuk kemenangan salah satu kontrestan Pemilu yaituGolkar.Kemenangan Golkar yang selalu mencolok semenjak Pemilu 1971 mencapai dengan Pemilu 1997 menguntungkan pemerintah di mana perimbangan suara di MPR dan DPR didominasi oleh Golkar. Keadaan ini telah memungkinkan Soeharto menjadi Presiden Republik Indonesia selama enam periode, sebab pada masa Orde Baru presiden dipilih oleh anggota MPR. Selain itu setiap pertanggungjawaban, rancangan Undang-undang, dan usulan lainnya dari pemerintah selalu mendapat persetujuan MPR dan DPR tanpa catatan.
Peran Ganda (Dwi Fungsi) ABRI
Untuk menciptakan stabilitas politik, pemerintah Orde Baru memberikan peran ganda kepada ABRI, adalah peran Hankam dan sosial. Peran ganda ABRI ini kesudahan terkenal dengan sebutan Dwi Fungsi ABRI. Timbulnya pemberian peran ganda pada ABRI sebab benarnya konsep bahwa TNI adalah tentara pejuang dan pejuang tentara. Letak TNI dan POLRI dalam pemerintahan adalah sama. di MPR dan DPR mereka mendapat jatah kursi dengan metode pengangkatan tanpa melalui Pemilu. Pertimbangan pengangkatan anggota MPR/DPR dari ABRI didasarkan pada fungsinya sbg stabilitator dan dinamisator.Peran dinamisator sebanarnya telah diperankan ABRI semenjak zaman Perang Kemerdekaan. Saat itu Jenderal Soedirman telah melaksanakannya dengan meneruskan perjuangan, walaupun pimpinan pemerintahan telah ditahan Belanda. Demikian juga halnya yang dilakukanSoeharto saat menyelamatkan bangsa dari perpecahan setelah G 30 S PKI, yangmelahirkankan Orde Baru. Boleh diistilahkan peran dinamisator telah menempatkan ABRI pada posisiyang terhormat dalam percaturan politik bangsa selama ini.
Pedomanan Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila (P4)
Pada tanggal 12 April 1976 Presiden Soeharto mengemukakan gagasan mengenai pedoman untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila, yang terkenal dengan nama Ekaprasatya Pancakarsa atau Pedomanan Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Untuk mendukung pelaksanaan Pancasila dan Undang-undang Landasan 1945 secara murni dan konsekuen, karenanya semenjak tahun 1978 pemerintah menyelenggarakan penataran P4 secara menyeluruh pada semua lapisan warga. Penataran P4 ini berhaluan membentuk pemahaman yang sama mengenai demokrasi Pancasila, sehingga dengan benarnya pemahaman yang sama terhadap Pancasila dan Undang-undang Landasan 1945 diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara. Melalui penegasan tersebut opini rakyat akan mengarah pada dukungan yang kuat terhadap pemerintah Orde Baru. Dan semenjak tahun 1985 pemerintah menjadikan Pancasila sbg asas tunggal dan kehidupan berorganisasi. Semua bentuk organisasi tidak boleh menggunakan asasnya selain Pancasila. Menolak Pancasila sbg sebagai asas tunggal adalah pengkhianatan terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan demikian Penataran P4 adalah suatu bentuk indoktrinasi ideologi, dan Pancasila menjadi bidang dari sistem kepribadian, sistem cara melakukan sesuatu budi, dan sistem sosial warga Indonesia. Pancasila adalah prestasi tertinggi Orde Baru, dan oleh sebabnya karenanya semua prestasi lainnya dikaitkan dengan nama Pancasila. Mulai dari sistem ekonomi Pancasila, pers Pancasila, hubungan industri Pancasila, demokrasi Pancasila, dan lain-lain. Dan Pancasila dianggap memiliki kesakralan (kesaktian) yang tidak boleh diperdebatkan.
Penataan Politik Luar Negeri
Pada masa Orde Baru politik luar negeri Indonesia yang bebas sama sekali aktif kembali dipulihkan. Dan MPR mengeluarkan sejumlah kepastian yang menjadi landasan politik luar negeri Indonesia. Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia harus didasarkan kepada kepentingannasional, seperti pembangunan nasional, kemakmuran rakyat, kebenaran, serta keadilan.
Kembali menjadi anggota PBB
Pada tanggal 28 September 1966 Indonesia kembali menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Keputusan untuk kembali menjadi anggota PBB dikarenakan pemerintah sadar bahwa banyak faedah yang didapat Indonesia selama menjadi anggota pada tahun 1955-1964. Kembalinya Indonesia menjadi anggota PBB disambut adun oleh negara-negara Asia lainnya bahkan oleh PBB sendiri. Hal ini diperlihatkan dengan dipilihnya Adam Malik sbg Ketua Majelis Umum PBB untuk masa siding tahun 1974. Dan Indonesia juga memulihkanhubungan dengan sejumlah negara seperti India, Thailand, Australia, dan negara-negara lainnya yang sempat renggang dampak politik konfrontasi Orde Lama.
Normalisasi Hubungan dengan Negara lain
Pemulihan Hubungan dengan Singapura
Dengan perantaraan Dubes Pakistan untuk Myanmar, Habibur Rachman, hubungan Indonesia dengan Singapura sukses dipulihkan kembali. Pada tanggal 2 Juni 1966 pemerintah Indonesia menyampaikan nota pengakuan atas Republik Singapura kepada Perdana Menteri Lee Kuan Yew. Dan pemerintah Singapura menyampaikan nota jawaban kesediaan untuk menyelenggarakan hubungan diplomatik dengan Indonesia.
Pemulihan Hubungan dengan Malaysia
Penandatanganan persetujuan normalisasi hubungan Indonesia-Malaysia
Normalisasi hubungan Indonesia dengan Malaysia dimulai dengan disediakannya perundingan di Bangkok pada 29 Mei- 1 Juni 1966 yang berproduksi Akad Bangkok. Isi akad tersebut adalah:
- Rakyat Sabah diberi kesempatan menegaskan kembali keputusan yang telah merekaambil mengenai letak mereka dalam Federasi Malaysia.
- Pemerintah kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan diplomatik.
- Aksi permusuhan selang kedua belah pihak akan dihentikan.
Dan pada tanggal 11 Agustus 1966 penandatangan persetujuan pemulihan hubungan Indonesia-Malaysia ditandatangani di Jakarta oleh Adam Malik (Indonesia) dan Tun Abdul Razak (Malaysia).
Pembekuan Hubungan dengan RRC
Pada tanggal 1 Oktober 1967 Pemerintantah Republik Indonesia membekukan hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat Cina (RRC). Keputusan tersebut dimainkan sebab RRC telah mencampuri urusan dalam negeri Indonesia dengan metode memberikan pertolongan kepada G 30 S PKI adun untuk persiapan, pelaksanaan, maupun setelah terjadinya pemberontakan tersebut. Selain itu pemerintah Indonesia merasa kecewa dengan aksi teror yang dimainkan orang-orang Cina terhadap gedung, harta, dan anggota-anggota Keduataan Akbar Republik Indonesia di Peking. Pemerintah RRC juga telah memberikan perlindungan kepada tokoh-tokoh G 30 S PKI di luar negeri, serta secara terang-terangan menyokong bentuknya kembali PKI. Melalui media massanya RRC telah melaksanakan kampanye menyerang Orde Baru. Dan pada 30 Oktober 1967 Pemerintah Indonesia secara resmi menutup Kedutaan Akbar di Peking.
Penataan Kehidupan Ekonomi
Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi
Untuk mengatasi keadaan ekonomi yang serampangan sbg peninggalan pemerintah Orde Lama, pemerintah Orde Baru melaksanakan langkah-langkah:
- Memperbaharui kebijakan ekonomi, keuangan, dan pembangunan. Kebijakan ini didasari oleh Kepastian MPRS No. XXIII/MPRS/1966.
- MPRS mengeluarkan garis program pembangunan, yakni program penyelamatan, program stabilisasi dan rehabilitasi.
Program pemerintah diarahkan pada upaya penyelamatan ekonomi nasional, terutama stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Yang dimaksud dengan stabilisasi ekonomi berarti mengendalikan inflasi supaya harga barang-barang tidak melonjak terus. Dan rehabilitasi ekonomi adalah perbaikan secara fisik sarana dan prasarana ekonomi. Hakikat dari kebijakan ini adalah pembinaan sistem ekonomi berencana yang menjamin berlanjutnya demokrasi ekonomi ke arah terwujudnya warga benar dan makmur sesuai Pancasila. Langkah-langkah yang diambil Kabinet Ampera yang mengacu pada Kepastian MPRS tersebut adalah:
- Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkan kemacetan. Adapun yang menyebabkan terjadinya kemacetan ekonomi tersebut adalah:
- Rendahnya penerimaan negara.
- Tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran negara.
- Terlalu banyak dan tidak efisiennya ekspansi kredit bank.
- Terlalu banyak tunggakan hutang luar negeri.
- Penggunaan devisa untuk impor yang sering kurang berpandangan pada kepentingan prasarana.
- Debirokrasi untuk memperlancar aktivitas yang dipekerjakan perekonomian
- Berpandangan pada keperluan produsen kecil
Untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut, karenanya pemerintah Orde Baru melalui cara-cara :
- Menyelenggarakan operasi pajak
- Melaksanakan sistem pemungutan pajak baru, adun untuk pendapatan perorangan maupun kekayaan dengan metode menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang.
- Menghemat pengeluaran pemerintah (pengeluaran konsumtif dan rutin), serta menghapuskan subsidi untuk perusahaan Negara.
- Membatasi kredit bank dan menghapuskan kredit impor.
Program stabilsasi ini dimainkan dengan metode membentung laju inflasi. Dan pemerintah Orde Baru sukses membendung laju inflasi pada kesudahan tahun 1967-1968, tetapi harga bahan kepentingan pokok naik melonjak. Setelah diwujudkan Kabinet Pembangunan pada bulan Juli 1968, pemerintah mengalihkan kebijakan ekonominya pada pengendalian yang sempit terhadap gerak harga barang khususnya sandang, pangan, dan kurs valuta asing. Semenjak saat itu ekonomi nasional relatif stabil, sebab kenaikan harga bahan-bahan pokok dan valuta asing semenjak tahun 1969 dapat dikemudikan pemerintah.
Program rehabilitasi dimainkan dengan berusaha memulihkan kemampuan berproduksi. Selama sepuluh tahun terakhir masa pemerintahan Orde Lama, Indonesia merasakan kelumpuhan dan kerusakan pada prasarana social dan ekonomi. Lembaga perkreditan desa, gerakan koperasi, dan perbankan disalahgunakan dan menjadi peralatan kekuasaan oleh golongan dan himpunan keperluan tertentu. Dampaknya lembaga (negara) tidak dapat melaksanakan fungsinya sbg penyusun perbaikan atur kehidupan rakyat.
Kerjasama Luar Negeri
Selain mewariskan keadaan ekonomi yang sangat parah, pemerintahan Orde Lama juga mewariskan utang luar negeri yang sangat akbar yakni mencapai 2,2-2,7 miliar, sehingga pemerintah Orde Baru menanti negara-negara kreditor untuk dapat menunda pembayaran kembali utang Indonesia. Pada tanggal 19-20 September 1966 pemerintah Indonesia menyelenggarakan perundingan dengan negara-negara kreditor di Tokyo. Pemerintah Indonesia akan melaksanakan usaha bahwa devisa ekspor yang didapat Indonesia akan digunakan untuk membayar utang yang selanjutnya akan dipakai untuk mengimpor bahan-bahan baku. Hal ini mendapat tanggapan adun dari negara-negara kreditor. Perundinganpun dilanjutkan di Paris, Perancis dan dicapai kesepakatan sbg berikut
- Pembayaran hutang pokok diterapkan selama 30 tahun, dari tahun 1970 mencapai dengan 1999.
- Pembayaran diterapkan secara angsuran, dengan angsuran tahunan yang sama akbarnya.
- Selama saat pengangsuran tidak dikenakan bunga.
- Pembayaran hutang diterapkan atas landasan prinsip nondiskriminatif, adun terhadap negara kreditor maupun terhadap sifat atau tujuan kredit.
Pada tanggal 23-24 Februari 1967 disediakan perundingan di Amsterdam, Belanda yang berhaluan membicarakan kepentingan Indonesia akan pertolongan luar negeri serta probabilitas pemberian pertolongan dengan syarat lunas, yang selanjutnya dikenal dengan IGGI (Intergovernmental Group for Indonesia). Pemerintah Indonesia mengambil langkah tersebut untuk memenuhi kepentingannya arti pelaksanaan program-program stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi serta persiapan-persiapan pembangunan. Di samping mengusahakan pertolongan luar negeri tersebut, pemerintah juga berusaha dan telah sukses menyelenggarakan penangguhan serta memperingan syarat-syarat pembayaran kembali (rescheduling) hutang-hutang peninggalan Orde Lama. Melalui pertemuan tersebut pemerintah Indonesia sukses mengusahakan pertolongan luar negeri.
Pembangunan Nasional
Setelah sukses memulihkan keadaan politik bangsa Indonesia, karenanya langkah selanjutnya yang ditempuh pemerintah Orde Baru adalah melaksanakan pembangunan nasional. Pembangunan nasional yang diupayakan pemerintah saat itu direalisasikan melalui Pembangunan Jangka pendek dan Pembangunan Jangka Panjang. Pambangunan Jangka Pendek didesain melalui Pembangunan Lima Tahun (Pelita). Setiap Pelita memiliki misi pembangunan dalam rangka mencapai tingkat kesejahteraan warga Indonesia. Sedangkan Pembangunan Jangka Panjang mencakup periode 25-30 tahun. Pembangunan nasional adalah rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang mencakup seluruh bidang kehidupan warga, bangsa, dan Negara. Pembangunan nasional diterapkan dalam upaya mewujudkan tujuan nasional yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945 yaitu:
- Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah Indonesia
- Meningkatkan kesejahteraan umum
- Mencerdaskan kehidupan bangsa
- Turut melaksanakan ketertiban dunia yang sesuai kemerdekaan, perdamaian tidak berkesudahan dan keadilan sosial
Pelaksanaan Pembangunan Nasional yang diterapkan pemerintah Orde Baru berpedoman pada Trilogi Pembangunan dan Delapan jalur Pemerataan. Isi dari kedua pedoman tersebut adalah kesejahteraan untuk semua lapisan warga dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil. Isi Trilogi Pembangunan adalah :
- Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial untuk seluruh rakyat.
- Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
- Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Dan Delapan Jalur Pemerataan yang dicanangkan pemerintah Orde Baru adalah:
- Pemerataan pemenuhan kepentingan pokok rakyat khususnya pangan, sandang dan perumahan.
- Pemerataan mendapat kesempatan pendidikan dan pelayanan kesehatan
- Pemerataan pembagian pendapatan.
- Pemerataan kesempatan kerja
- Pemerataan kesempatan berusaha
- Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan, khususnya untuk generasi muda dan kaum wanita.
- Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah Tanah Cairan
- Pemerataan kesempatan mendapat keadilan.
- Pelaksanaan Pembangunan Nasional
Seperti telah diistilahkan di muka bahwa Pembangunan nasional direalisasikan melalui Pembangunan Jangka Pendek dan Pembangunan Jangka Panjang. Dan Pembangunan Jangka Pendek didesain melalui program Pembangunan Lima Tahun (Pelita). Selama masa Orde Baru, pemerintah telah melaksanakan enam Pelita yaitu:
Pelita I diterapkan mulai 1 April 1969 mencapai 31 Maret 1974, dan menjadi landasan awal pembangunan masa Orde Baru. Tujuan Pelita I adalah meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletak dasar-dasar untuk pembangunan tahap berikutnya. Sasarannya adalah pangan, sandang, perbaikan prasarana perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Titik beratnya adalah pembangunan segi pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui ronde pembaharuan segi pertanian, sebab mayoritas masyarakat Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
Pelita II mulai berlanjut semenjak tanggal 1 April 1974 mencapai 31 Maret 1979. Sasaran utama Pelita II ini adalah tersedianya pangan, sandang, perumahan, sarana prasarana, mensejahterakan rakyat, dan memperluas kesempatan kerja. Pelaksanaan Pelita II dipandang cukup sukses. Pada awal pemerintahan Orde Baru inflasi mencapai 60% dan pada kesudahan Pelita I inflasi sukses ditekan menjadi 47%. Dan pada tahun keempat Pelita II inflasi turun menjadi 9,5%.
Pelita III diterapkan pada tanggal 1 April 1979 mencapai 31 Maret 1984. Pelaksanaan Pelita III masih berpedoman pada Trilogi Pembangunan, dengan titik berat pembangunan adalah pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur Pemerataan.
Pelita IV diterapkan tanggal 1 April 1984 mencapai 31 Maret 1989. Titik berat Pelita IV ini adalah sektor pertanian untuk menuju swasembada pangan, dan meningkatkan industri yang dapat berproduksi mesin industri sendiri. Dan di tengah berlanjut pembangunan pada Pelita IV ini adalah awal tahun 1980 terjadi resesi. Untuk mempertahankan kelangsungan pembangunan ekonomi, pemerintah mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal. Dan pembangunan nasional dapat berlanjut terus.
Pelita V dimulai 1 April 1989 mencapai 31 Maret 1994. Pada Pelita ini pembangunan ditekankan pada sector pertanian dan industri. Pada masa itu keadaan ekonomi Indonesia berada pada letak yang adun, dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 6,8% per tahun. Letak perdagangan luar negeri memperlihatkan bayangan yang menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih adun dibanding sebelumnya.
Pelita VI dimulai 1 April 1994 mencapai 31 Maret 1999. Program pembangunan pada Pelita VI ini ditekankan pada sektor ekonomi yang bersesuaian dengan industri dan pertanian, serta peningkatan mutu sumber daya manusia sbg pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sbg penggerak pembangunan. Namun pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Sebab krisis moneter dan kejadian politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian telah menyebabkan ronde pembangunan terhambat, dan juga menyebabkan runtuhnya pemerintahan Orde Baru.
Warga Tionghoa
Warga keturunan Tionghoa juga dilarang berekspresi. Semenjak tahun 1967, warga keturunan dianggap sbg warga negara asing di Indonesia dan letaknya berada di bawah warga pribumi, yang secara tidak langsung juga menghapus hak-hak asasi mereka. Kesenian barongsai secara membuka, perayaan hari raya Imlek, dan pemakaian Bahasa Mandarin dilarang, meski kesudahan hal ini diperjuangkan oleh komunitas Tionghoa Indonesia terutama dari komunitas pengobatan Tionghoa tradisional sebab pelarangan sama sekali akan berakibat pada resep obat yang mereka buat yang hanya bisa ditulis dengan bahasa Mandarin. Mereka pergi hingga ke Mahkamah Luhur dan hasilnya Jaksa Luhur Indonesia saat itu memberi izin dengan catatan bahwa Tionghoa Indonesia berjanji tidak menghimpun daya untuk memberontak dan menggulingkan pemerintahan Indonesia.
Satu-satunya surat kabar berbicara Mandarin yang diizinkan terbit adalah Harian Indonesia yang sebagian artikelnya ditulis dalam bahasa Indonesia. Harian ini dikemudikan dan diawasi oleh militer Indonesia dalam hal ini adalah ABRI meski beberapa orang Tionghoa Indonesia bekerja juga di sana. Agama tradisional Tionghoa dilarang. Dampaknya agama Konghucu kehilangan pengakuan pemerintah.
Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang populasinya saat itu mencapai kurang lebih 5 juta dari semuanya rakyat Indonesia dikhawatirkan akan menyebarkan pengaruh komunisme di Tanah Air. Padahal, kenyataan bercakap bahwa biasanya dari mereka berprofesi sbg pedagang, yang tentu bertolak belakang dengan apa yang diajarkan oleh komunisme, yang sangat mengharamkan perdagangan dimainkan.
Orang Tionghoa dijauhkan dari kehidupan politik praktis. Sebagian lagi memilih untuk menghindari dunia politik sebab khawatir akan keselamatan dirinya.
Konflik Perpecahan Pasca Orde Baru
Di masa Orde Baru pemerintah sangat mengutamakan persatuan bangsa Indonesia. Setiap hari media massa seperti radio dan televisi mendengungkan slogan "persatuan dan kesatuan bangsa". Salah satu metode yang dimainkan oleh pemerintah adalah meningkatkan transmigrasi dari daerah yang padat masyarakatnya seperti Jawa, Bali dan Madura ke luar Jawa, terutama ke Kalimantan, Sulawesi, Timor Timur, dan Irian Jaya. Namun dampak negatif yang tidak dianggarkan dari program ini adalah terjadinya marjinalisasi terhadap masyarakat setempat dan kecemburuan terhadap masyarakat pendatang yang banyak mendapatkan pertolongan pemerintah. Muncul tuduhan bahwa program transmigrasi sama dengan jawanisasi yang sentimen anti-Jawa di beragam daerah, walaupun tidak semua transmigran itu orang Jawa.
Pada awal Era Reformasi konflik laten ini meledak menjadi membuka diantaranya dalam bentuk konflik Ambon dan konflik Madura-Dayak di Kalimantan.[1] Sementara itu gejolak di Papua yang dipicu oleh rasa diperlakukan tidak benar dalam pembagian keuntungan pengelolaan sumber dunianya, juga diperkeras oleh ketidaksukaan terhadap para transmigran.
Keunggulan sistem Pemerintahan Orde Baru
- Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.565
- Sukses transmigrasi
- Sukses KB
- Sukses memerangi buta huruf
- Sukses swasembada pangan
- Pengangguran minimum
- Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
- Sukses Gerakan Harus Belajar
- Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
- Sukses keamanan dalam negeri
- Investor asing bersedia menanamkan modal di Indonesia
- Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri
Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru
- Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme
- Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan selang pusat dan daerah, sebagian dikarenakan sebab kekayaan daerah sebagian akbar disedot ke pusat
- Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah sebab kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh dan Papua
- Kecemburuan selang masyarakat setempat dengan para transmigran yang mendapat tunjangan pemerintah yang cukup akbar pada tahun-tahun pertamanya
- Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata untuk si kaya dan si miskin)
- Pelanggaran HAM kepada warga non pribumi (terutama warga Tionghoa)
- Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
- Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibredel
- Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, diantaranya dengan program "Penembakan Misterius"
- Tidak benar rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya)
- Menurunnya mutu birokrasi Indonesia yang terjangkit penyakit Asal Bapak Senang, hal ini kesalahan sangat fatal Orde Baru sebab tanpa birokrasi yang efektif negara pasti hancur.
- Menurunnya mutu tentara sebab level elit terlalu sibuk berpolitik sehingga kurang memperhatikan kesejahteraan anak buah.
- Pelaku ekonomi yang dominan adalah lebih dari 70% aset kekayaaan negara dipegang oleh swasta
- Dan Lain Sebagainja
Krisis finansial Asia
Pada menengah 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia (untuk lebih jelas lihat: Krisis finansial Asia), didampingi kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para demonstran, yang awal mulanya dipimpin para mahasiswa, menanti pengunduran diri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang bertambah luas, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kesudahan memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.
Pasca-Orde Baru
Mundurnya Soeharto dari letaknya pada tahun 1998 dapat diistilahkan sbg tanda hasilnya Orde Baru, untuk kesudahan digantikan "Era Reformasi". Masih benarnya tokoh-tokoh penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan pada masa Reformasi ini sering menciptakan beberapa orang menyebut bahwa Orde Baru masih belum hasilnya. Oleh sebab itu Era Reformasi atau Orde Reformasi sering dikata sbg "Era Pasca Orde Baru".
Meski diliputi oleh kerusuhan etnis dan bebasnya Timor Timur, transformasi dari Orde Baru ke Era Reformasi berlanjut relatif lancar dibandingkan negara lain seperti Uni Soviet dan Yugoslavia. Hal ini tidak bebas dari peran Habibie yang sukses meletak pondasi baru yang terbukti lebih kokoh dan kuat menghadapi perubahan zaman.
Lihat pula
- Orde Lama
- Kerusuhan Mei 1998
- Tragedi Trisakti
Pustaka
- ^ Konflik Antar-etnis Kalimantan:Mencegah Lebih Adun daripada Menindak, diakses 24 Mei 2007
Sumber :
id.wikipedia.org, ilmu-pendidikan.com, p2k.kpt.co.id, wiki.edunitas.com, dan lain sebagainya.
Page 4
Orde Baru adalah sebutan untuk masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru mempunyai dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang dimainkan oleh Soekarno pada masa Orde Lama.
Orde Baru berlanjut dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka saat tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat walaupun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan selang rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar.
Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa letak 5 tahun sbg presiden, dan dia kesudahan dilantik kembali secara bersambung pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.
Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada belakang masa letaknya.
Salah satu kebijakan pertama yang dimainkannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, akurat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.
Pada tahap permulaan, Soeharto menarik garis yang sangat tegas. Orde Lama atau Orde Baru. Pengucilan politik - di Eropa Timur sering dikata lustrasi - dimainkan terhadap orang-orang yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia. Sanksi kriminal dimainkan dengan menggelar Mahkamah Militer Luar Biasa untuk mengadili pihak yang dikonstruksikan Soeharto sbg pemberontak. Pengadilan digelar dan sebagian dari mereka yang terlibat "dibuang" ke Pulau Buru.
Sanksi nonkriminal diberlakukan dengan pengucilan politik melalui pembuatan aturan administratif. Instrumen penelitian khusus diterapkan untuk menyeleksi daya lama turut dalam gerbong Orde Baru. KTP ditandai ET (eks tapol).
Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sbg tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui yang dibangun administratif yang didominasi militer. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka yang tidak jauh dengan Cendana. Hal ini berakibat aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang benar sebab 70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang pembangunan selang pusat dan daerah.
Soeharto siap dengan konsep pembangunan yang diadopsi dari seminar Seskoad II 1966 dan konsep akselerasi pembangunan II yang diusung Ali Moertopo. Soeharto merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwi tujuan, bisa tercapainya stabilitas politik pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi di pihak lain. Dengan ditopang daya Golkar, TNI, dan lembaga pemikir serta dukungan kapital internasional, Soeharto dapat menciptakan sistem politik dengan tingkat kestabilan politik yang tinggi.
Eksploitasi sumber daya Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya dunia secara besar-besaran berproduksi pertumbuhan ekonomi yang akbar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan akbar pada tahun 1970-an dan 1980-an.
Penataan Kehidupan Politik
Jenderal Akbar Soeharto Penguasa Orde Baru
Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) tahun 1966 adalah landasan legalitas dimulainya pemerintahan Orde Baru di Indonesia. Orde Baru adalah tatanan seluruh kehidupan rakyat, bangsa, dan negara, yang diletakan pada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Landasan 1945. Dan juga dapat diistilahkan bahwa Orde Baru adalah koreksi terhadap penyelewangan pada masa lampau, dan berusaha untuk menyusun kembali daya bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional arti mempercepat ronde pembangunan bangsa. Melalui Kepastian MPRS No. XIII/MPRS/1966, Letjen Soeharto ditugaskan oleh MPRS untuk membentuk Kabinet Ampera. Dampaknya muncul dualisme kepemimpinan nasional. Sesuai Keputrusan Presiden No. 163 tanggal 25 Juli 1966 dibentuklah Kabinet Ampera.Dalam kabinet baru tersebut Soekarno tetap sbg presiden dan sekaligus menjabat sbg pimpinan kabinet. Tetapi saat kabinet Ampera dirombak pada tanggal 11 Oktober 1966, letak Presiden tetap dipegang Soekarno, dan Letjen Soeharto diangkatkan sbg perdanamenteri yang memiliki kekuasaan eksekutif dalam kabinet Ampera yang disempurnakan. Sesuai dengan Kepastian MPRS No. XIII/MPRS/1966, menyebabkan kekuasaan pemerintahan di tangan Soeharto semakin akbar semenjak permulaan tahun 1967. Pada 10 Januari 1967 Presiden Soekarno menyerahkan Pelengkap pidato pertanggungjawaban presiden yang dikata PelNawaksara, tidak diterima oleh MPRS sesuai Keputusan Pimpinan MPRS No. 13/B/1967. Dan pada tanggal 20 Februari diumumkan mengenai penyerahan kekuasaan kepada pengemban Kepastian MPRS No. IX/MPRS/1966. Sbg tindak lanjut lembaga tertinggi Negara ini mengeluarkan Kepastian No. XXXIII/MPRS/1967 tertanggal 12 Maret 1967, yang secara resmi mencabut seluruh kekuasaan pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno, dan mengangkat Soeharto sbg pejabat presiden Republik Indonesia. Dengan dikeluarkannya Kepastian MPRS itu, situasi konflik yang telah menyebabkan terjadinya instabilitas politik nasional dapat teratasi. Dan pada tanggal 27 Maret 1968 Soeharto diangkatkan sbg presiden Republik Indonesia sesuai Kepastian MPRS No. XLIV/MPRS/1968, mencapai presiden lama. Langkah-langkah yang dimainkan adalah:
Pembentukan Kabinet Pembangunan
Kabinet pertama pada masa peralihan kekuasaan adalah Kabinet Ampera dengan tugasnya Dwi Darma Kabinat Ampera adalah menciptakan stabilitas politik dan stabilitasekonomi sbg persyaratan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Program Kabinet Ampera terkenal dengan nama Catur Karya Kabinet Ampera yakni
- Memperbaiki kehidupan rakyat terutama di segi sandang dan pangan
- Melaksanakan pemilihan umum dalam ketentuan yang tidak boleh dilampaui saat yang diambil keputusan, adalah tanggal 5 Juli 1968
- Melaksanakan politik luar negeri yang bebas sama sekali aktif untuk keperluan nasional
- Melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya
- Setelah MPRS pada tanggal 27 Maret 1968 menetapkan Soeharto sbg presiden RI untuk masa letak lima tahun, karenanya dibentuklah
Kabinet Pembangunan dengan tugasnya yang dikata Panca Krida yang meliputi:
- Menciptakan stabilitas politik dan ekonomi
- Menyusun dan melaksanakan Pemilihan Umum
- Mengikis habis sisa-sisa Gerakan 30 September
- Membuat supaya bersih aparatur Negara di pusat dan daerah dari pengaruh PKI.
Pembubaran PKI dan Organisasi massanya
Dalam rangka menjamin keamanan, ketenangan, serta stabilitas pemerintahan, Soeharto sbg pengemban Supersemar telah mengeluarkan kebijakan:
- Meniadakan PKI pada tanggal 12 Maret 1966 yang diperkeras dengan Kepastian MPRS No IX/MPRS/1966
- Menyatakan PKI sbg organisasi terlarang di Indonesia
- Pada tanggal 8 Maret 1966 mengamankan 15 orang menteri yang dianggap terlibat Gerakan 30 September 1965.
Penyederhanaan Partai Politik
Pada tahun 1973 setelah diterapkan pemilihan umum yang pertama pada masa Orde Baru pemerintahan pemerintah melaksanakan penyederhaan dan penggabungan (fusi) partai- partai politik menjadi tiga daya social politik. Penggabungan partai-partai politik tersebut tidak didasarkan pada kecocokan ideology, tetapi lebih atas persamaan program. Tigakekuatan social politik itu adalah:
Penyederhanaan partai-partai politik ini dimainkan pemerintah Orde Baru dalam upayamenciptakan stabilitas kehidupan berbangsa dan bernegara. Pengalaman sejarah pada masa pemerintahan sebelumnya telah memberikan pelajaran, bahwa perpecahan yang terjadi dimasa Orde Lama, sebab benarnya perbedaan ideologi politik dan ketidakseragaman persepsiserta pemahaman Pancasila sbg sumber hukum tertinggi di Indonesia.
Pemilihan Umum
Selama masa Orde Baru pemerintah sukses melaksanakan enam kali pemilihan umum, adalah tahun 1971, 1977, 1985, 1987, 1992, dan 1997. Dalam setiap Pemilu yang diselenggarakan selama masa pemerintahan Orde Baru, Golkar selalu mendapat mayoritas suara dan memenangkan Pemilu. Pada Pemilu 1997 yang adalah pemilu terakhir masa pemerintahan Orde Baru, Golkar mendapat 74,51 % dengan perolehan 325 kursi di DPR, dan PPP mendapat 5,43 %dengan peroleh 27 kursi. Dan PDI merasakan kemorosotan perolehan suara hanya mendapat11 kursi. Hal dikarenakan benarnya konflik intern di tubuh partai berkepala banteng tersebut, dan PDI pecah menjadi PDI Suryadi dan PDI Megawati Soekarno Putri yang sekarang menjadi PDIP .Penyelenggaraan Pemilu yang teratur selama masa pemerintahan Orde Baru telah menimbulkan kesan bahwa demokrasi di Indonesia telah berlanjut dengan baik. Apalagi Pemilu berlanjut dengan asas LUBER (langsung, umum, bebas sama sekali, dan rahasia). Namun dalamkenyataannya Pemilu diarahkan untuk kemenangan salah satu kontrestan Pemilu yaituGolkar.Kemenangan Golkar yang selalu mencolok semenjak Pemilu 1971 mencapai dengan Pemilu 1997 menguntungkan pemerintah di mana perimbangan suara di MPR dan DPR didominasi oleh Golkar. Keadaan ini telah memungkinkan Soeharto menjadi Presiden Republik Indonesia selama enam periode, sebab pada masa Orde Baru presiden dipilih oleh anggota MPR. Selain itu setiap pertanggungjawaban, rancangan Undang-undang, dan usulan lainnya dari pemerintah selalu mendapat persetujuan MPR dan DPR tanpa catatan.
Peran Ganda (Dwi Fungsi) ABRI
Untuk menciptakan stabilitas politik, pemerintah Orde Baru memberikan peran ganda kepada ABRI, adalah peran Hankam dan sosial. Peran ganda ABRI ini kesudahan terkenal dengan sebutan Dwi Fungsi ABRI. Timbulnya pemberian peran ganda pada ABRI sebab benarnya konsep bahwa TNI adalah tentara pejuang dan pejuang tentara. Letak TNI dan POLRI dalam pemerintahan adalah sama. di MPR dan DPR mereka mendapat jatah kursi dengan metode pengangkatan tanpa melalui Pemilu. Pertimbangan pengangkatan anggota MPR/DPR dari ABRI didasarkan pada fungsinya sbg stabilitator dan dinamisator.Peran dinamisator sebanarnya telah diperankan ABRI semenjak zaman Perang Kemerdekaan. Saat itu Jenderal Soedirman telah melaksanakannya dengan meneruskan perjuangan, walaupun pimpinan pemerintahan telah ditahan Belanda. Demikian juga halnya yang dilakukanSoeharto saat menyelamatkan bangsa dari perpecahan setelah G 30 S PKI, yangmelahirkankan Orde Baru. Boleh diistilahkan peran dinamisator telah menempatkan ABRI pada posisiyang terhormat dalam percaturan politik bangsa selama ini.
Pedomanan Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila (P4)
Pada tanggal 12 April 1976 Presiden Soeharto mengemukakan gagasan mengenai pedoman untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila, yang terkenal dengan nama Ekaprasatya Pancakarsa atau Pedomanan Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Untuk mendukung pelaksanaan Pancasila dan Undang-undang Landasan 1945 secara murni dan konsekuen, karenanya semenjak tahun 1978 pemerintah menyelenggarakan penataran P4 secara menyeluruh pada seluruh lapisan warga. Penataran P4 ini berhaluan membentuk pemahaman yang sama mengenai demokrasi Pancasila, sehingga dengan benarnya pemahaman yang sama terhadap Pancasila dan Undang-undang Landasan 1945 diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara. Melalui penegasan tersebut opini rakyat akan mengarah pada dukungan yang kuat terhadap pemerintah Orde Baru. Dan semenjak tahun 1985 pemerintah menjadikan Pancasila sbg asas tunggal dan kehidupan berorganisasi. Seluruh bentuk organisasi tidak boleh menggunakan asasnya selain Pancasila. Menolak Pancasila sbg sebagai asas tunggal adalah pengkhianatan terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan demikian Penataran P4 adalah suatu bentuk indoktrinasi ideologi, dan Pancasila menjadi anggota dari sistem kepribadian, sistem cara melakukan sesuatu budi, dan sistem sosial warga Indonesia. Pancasila adalah prestasi tertinggi Orde Baru, dan oleh sebabnya karenanya seluruh prestasi lainnya dikaitkan dengan nama Pancasila. Mulai dari sistem ekonomi Pancasila, pers Pancasila, hubungan industri Pancasila, demokrasi Pancasila, dan lain-lain. Dan Pancasila dianggap memiliki kesakralan (kesaktian) yang tidak boleh diperdebatkan.
Penataan Politik Luar Negeri
Pada masa Orde Baru politik luar negeri Indonesia yang bebas sama sekali aktif kembali dipulihkan. Dan MPR mengeluarkan sejumlah kepastian yang menjadi landasan politik luar negeri Indonesia. Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia harus didasarkan kepada kepentingannasional, seperti pembangunan nasional, kemakmuran rakyat, kebenaran, serta keadilan.
Kembali menjadi anggota PBB
Pada tanggal 28 September 1966 Indonesia kembali menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Keputusan untuk kembali menjadi anggota PBB dikarenakan pemerintah sadar bahwa banyak faedah yang didapat Indonesia selama menjadi anggota pada tahun 1955-1964. Kembalinya Indonesia menjadi anggota PBB disambut baik oleh negara-negara Asia lainnya bahkan oleh PBB sendiri. Hal ini diperlihatkan dengan dipilihnya Adam Malik sbg Ketua Majelis Umum PBB untuk masa siding tahun 1974. Dan Indonesia juga memulihkanhubungan dengan sejumlah negara seperti India, Thailand, Australia, dan negara-negara lainnya yang sempat renggang dampak politik konfrontasi Orde Lama.
Normalisasi Hubungan dengan Negara lain
Pemulihan Hubungan dengan Singapura
Dengan perantaraan Dubes Pakistan untuk Myanmar, Habibur Rachman, hubungan Indonesia dengan Singapura sukses dipulihkan kembali. Pada tanggal 2 Juni 1966 pemerintah Indonesia menyampaikan nota pengakuan atas Republik Singapura kepada Perdana Menteri Lee Kuan Yew. Dan pemerintah Singapura menyampaikan nota jawaban kesediaan untuk menyelenggarakan hubungan diplomatik dengan Indonesia.
Pemulihan Hubungan dengan Malaysia
Penandatanganan persetujuan normalisasi hubungan Indonesia-Malaysia
Normalisasi hubungan Indonesia dengan Malaysia dimulai dengan disediakannya perundingan di Bangkok pada 29 Mei- 1 Juni 1966 yang berproduksi Akad Bangkok. Isi akad tersebut adalah:
- Rakyat Sabah diberi kesempatan menegaskan kembali keputusan yang telah merekaambil mengenai letak mereka dalam Federasi Malaysia.
- Pemerintah kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan diplomatik.
- Aksi permusuhan selang kedua belah pihak akan dihentikan.
Dan pada tanggal 11 Agustus 1966 penandatangan persetujuan pemulihan hubungan Indonesia-Malaysia ditandatangani di Jakarta oleh Adam Malik (Indonesia) dan Tun Abdul Razak (Malaysia).
Pembekuan Hubungan dengan RRC
Pada tanggal 1 Oktober 1967 Pemerintantah Republik Indonesia membekukan hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat Cina (RRC). Keputusan tersebut dimainkan sebab RRC telah mencampuri urusan dalam negeri Indonesia dengan metode memberikan pertolongan kepada G 30 S PKI baik untuk persiapan, pelaksanaan, maupun setelah terjadinya pemberontakan tersebut. Selain itu pemerintah Indonesia merasa kecewa dengan aksi teror yang dimainkan orang-orang Cina terhadap gedung, harta, dan anggota-anggota Keduataan Akbar Republik Indonesia di Peking. Pemerintah RRC juga telah memberikan perlindungan kepada tokoh-tokoh G 30 S PKI di luar negeri, serta secara terang-terangan menyokong bangungnya kembali PKI. Melalui media massanya RRC telah melaksanakan kampanye menyerang Orde Baru. Dan pada 30 Oktober 1967 Pemerintah Indonesia secara resmi menutup Kedutaan Akbar di Peking.
Penataan Kehidupan Ekonomi
Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi
Untuk mengatasi keadaan ekonomi yang serampangan sbg peninggalan pemerintah Orde Lama, pemerintah Orde Baru melaksanakan langkah-langkah:
- Memperbaharui kebijakan ekonomi, keuangan, dan pembangunan. Kebijakan ini didasari oleh Kepastian MPRS No. XXIII/MPRS/1966.
- MPRS mengeluarkan garis program pembangunan, yakni program penyelamatan, program stabilisasi dan rehabilitasi.
Program pemerintah diarahkan pada upaya penyelamatan ekonomi nasional, terutama stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Yang dimaksud dengan stabilisasi ekonomi berarti mengendalikan inflasi supaya harga barang-barang tidak melonjak terus. Dan rehabilitasi ekonomi adalah perbaikan secara fisik sarana dan prasarana ekonomi. Hakikat dari kebijakan ini adalah pembinaan sistem ekonomi berencana yang menjamin berlanjutnya demokrasi ekonomi ke arah terwujudnya warga benar dan makmur sesuai Pancasila. Langkah-langkah yang diambil Kabinet Ampera yang mengacu pada Kepastian MPRS tersebut adalah:
- Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkan kemacetan. Adapun yang menyebabkan terjadinya kemacetan ekonomi tersebut adalah:
- Rendahnya penerimaan negara.
- Tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran negara.
- Terlalu banyak dan tidak efisiennya ekspansi kredit bank.
- Terlalu banyak tunggakan hutang luar negeri.
- Penggunaan devisa untuk impor yang sering kurang berpandangan pada kepentingan prasarana.
- Debirokrasi untuk memperlancar aktivitas yang dipekerjakan perekonomian
- Berpandangan pada keperluan produsen kecil
Untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut, karenanya pemerintah Orde Baru menempuh cara-cara :
- Menyelenggarakan operasi pajak
- Melaksanakan sistem pemungutan pajak baru, baik untuk pendapatan perorangan maupun kekayaan dengan metode menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang.
- Menghemat pengeluaran pemerintah (pengeluaran konsumtif dan rutin), serta menghapuskan subsidi untuk perusahaan Negara.
- Membatasi kredit bank dan menghapuskan kredit impor.
Program stabilsasi ini dimainkan dengan metode membentung laju inflasi. Dan pemerintah Orde Baru sukses membendung laju inflasi pada belakang tahun 1967-1968, tetapi harga bahan kepentingan pokok naik melonjak. Setelah diwujudkan Kabinet Pembangunan pada bulan Juli 1968, pemerintah mengalihkan kebijakan ekonominya pada pengendalian yang sempit terhadap gerak harga barang khususnya sandang, pangan, dan kurs valuta asing. Semenjak saat itu ekonomi nasional relatif stabil, sebab kenaikan harga bahan-bahan pokok dan valuta asing semenjak tahun 1969 dapat dikemudikan pemerintah.
Program rehabilitasi dimainkan dengan berusaha memulihkan kemampuan berproduksi. Selama sepuluh tahun terakhir masa pemerintahan Orde Lama, Indonesia merasakan kelumpuhan dan kerusakan pada prasarana social dan ekonomi. Lembaga perkreditan desa, gerakan koperasi, dan perbankan disalahgunakan dan menjadi peralatan kekuasaan oleh golongan dan kelompok keperluan tertentu. Dampaknya lembaga (negara) tidak dapat melaksanakan fungsinya sbg penyusun perbaikan atur kehidupan rakyat.
Kerjasama Luar Negeri
Selain mewariskan keadaan ekonomi yang sangat parah, pemerintahan Orde Lama juga mewariskan utang luar negeri yang sangat akbar yakni mencapai 2,2-2,7 miliar, sehingga pemerintah Orde Baru menanti negara-negara kreditor untuk dapat menunda pembayaran kembali utang Indonesia. Pada tanggal 19-20 September 1966 pemerintah Indonesia menyelenggarakan perundingan dengan negara-negara kreditor di Tokyo. Pemerintah Indonesia akan melaksanakan usaha bahwa devisa ekspor yang didapat Indonesia akan dipergunakan untuk membayar utang yang selanjutnya akan dipakai untuk mengimpor bahan-bahan baku. Hal ini mendapat tanggapan baik dari negara-negara kreditor. Perundinganpun dilanjutkan di Paris, Perancis dan dicapai kesepakatan sbg berikut
- Pembayaran hutang pokok diterapkan selama 30 tahun, dari tahun 1970 mencapai dengan 1999.
- Pembayaran diterapkan secara angsuran, dengan angsuran tahunan yang sama akbarnya.
- Selama saat pengangsuran tidak dikenakan bunga.
- Pembayaran hutang diterapkan atas landasan prinsip nondiskriminatif, baik terhadap negara kreditor maupun terhadap sifat atau tujuan kredit.
Pada tanggal 23-24 Februari 1967 disediakan perundingan di Amsterdam, Belanda yang berhaluan membicarakan kepentingan Indonesia akan pertolongan luar negeri serta probabilitas pemberian pertolongan dengan syarat lunas, yang selanjutnya dikenal dengan IGGI (Intergovernmental Group for Indonesia). Pemerintah Indonesia mengambil langkah tersebut untuk memenuhi kepentingannya arti pelaksanaan program-program stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi serta persiapan-persiapan pembangunan. Di samping mengusahakan pertolongan luar negeri tersebut, pemerintah juga berusaha dan telah sukses menyelenggarakan penangguhan serta memperingan syarat-syarat pembayaran kembali (rescheduling) hutang-hutang peninggalan Orde Lama. Melalui pertemuan tersebut pemerintah Indonesia sukses mengusahakan pertolongan luar negeri.
Pembangunan Nasional
Setelah sukses memulihkan keadaan politik bangsa Indonesia, karenanya langkah selanjutnya yang ditempuh pemerintah Orde Baru adalah melaksanakan pembangunan nasional. Pembangunan nasional yang diupayakan pemerintah saat itu direalisasikan melalui Pembangunan Jangka pendek dan Pembangunan Jangka Panjang. Pambangunan Jangka Pendek didesain melalui Pembangunan Lima Tahun (Pelita). Setiap Pelita memiliki misi pembangunan dalam rangka mencapai tingkat kesejahteraan warga Indonesia. Sedangkan Pembangunan Jangka Panjang mencakup periode 25-30 tahun. Pembangunan nasional adalah rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang mencakup seluruh bidang kehidupan warga, bangsa, dan Negara. Pembangunan nasional diterapkan dalam upaya mewujudkan tujuan nasional yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945 yaitu:
- Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah Indonesia
- Meningkatkan kesejahteraan umum
- Mencerdaskan kehidupan bangsa
- Turut melaksanakan ketertiban dunia yang sesuai kemerdekaan, perdamaian tidak berkesudahan dan keadilan sosial
Pelaksanaan Pembangunan Nasional yang diterapkan pemerintah Orde Baru berpedoman pada Trilogi Pembangunan dan Delapan jalur Pemerataan. Isi dari kedua pedoman tersebut adalah kesejahteraan untuk seluruh lapisan warga dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil. Isi Trilogi Pembangunan adalah :
- Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial untuk seluruh rakyat.
- Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
- Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Dan Delapan Jalur Pemerataan yang dicanangkan pemerintah Orde Baru adalah:
- Pemerataan pemenuhan kepentingan pokok rakyat khususnya pangan, sandang dan perumahan.
- Pemerataan mendapat kesempatan pendidikan dan pelayanan kesehatan
- Pemerataan pembagian pendapatan.
- Pemerataan kesempatan kerja
- Pemerataan kesempatan berusaha
- Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan, khususnya untuk generasi muda dan kaum wanita.
- Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah Tanah Cairan
- Pemerataan kesempatan mendapat keadilan.
- Pelaksanaan Pembangunan Nasional
Seperti telah diistilahkan di muka bahwa Pembangunan nasional direalisasikan melalui Pembangunan Jangka Pendek dan Pembangunan Jangka Panjang. Dan Pembangunan Jangka Pendek didesain melalui program Pembangunan Lima Tahun (Pelita). Selama masa Orde Baru, pemerintah telah melaksanakan enam Pelita yaitu:
Pelita I diterapkan mulai 1 April 1969 mencapai 31 Maret 1974, dan menjadi landasan permulaan pembangunan masa Orde Baru. Tujuan Pelita I adalah meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletak dasar-dasar untuk pembangunan tahap berikutnya. Sasarannya adalah pangan, sandang, perbaikan prasarana perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Titik beratnya adalah pembangunan segi pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui ronde pembaharuan segi pertanian, sebab mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
Pelita II mulai berlanjut semenjak tanggal 1 April 1974 mencapai 31 Maret 1979. Sasaran utama Pelita II ini adalah tersedianya pangan, sandang, perumahan, sarana prasarana, mensejahterakan rakyat, dan memperluas kesempatan kerja. Pelaksanaan Pelita II dipandang cukup sukses. Pada permulaan pemerintahan Orde Baru inflasi mencapai 60% dan pada belakang Pelita I inflasi sukses ditekan menjadi 47%. Dan pada tahun keempat Pelita II inflasi turun menjadi 9,5%.
Pelita III diterapkan pada tanggal 1 April 1979 mencapai 31 Maret 1984. Pelaksanaan Pelita III masih berpedoman pada Trilogi Pembangunan, dengan titik berat pembangunan adalah pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur Pemerataan.
Pelita IV diterapkan tanggal 1 April 1984 mencapai 31 Maret 1989. Titik berat Pelita IV ini adalah sektor pertanian untuk menuju swasembada pangan, dan meningkatkan industri yang dapat berproduksi mesin industri sendiri. Dan di tengah berlanjut pembangunan pada Pelita IV ini adalah permulaan tahun 1980 terjadi resesi. Untuk mempertahankan kelangsungan pembangunan ekonomi, pemerintah mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal. Dan pembangunan nasional dapat berlanjut terus.
Pelita V dimulai 1 April 1989 mencapai 31 Maret 1994. Pada Pelita ini pembangunan ditekankan pada sector pertanian dan industri. Pada masa itu keadaan ekonomi Indonesia berada pada letak yang baik, dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 6,8% per tahun. Letak perdagangan luar negeri memperlihatkan bayangan yang menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih baik dibanding sebelumnya.
Pelita VI dimulai 1 April 1994 mencapai 31 Maret 1999. Program pembangunan pada Pelita VI ini ditekankan pada sektor ekonomi yang bersesuaian dengan industri dan pertanian, serta peningkatan mutu sumber daya manusia sbg pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sbg penggerak pembangunan. Namun pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Sebab krisis moneter dan kejadian politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian telah menyebabkan ronde pembangunan terhambat, dan juga menyebabkan runtuhnya pemerintahan Orde Baru.
Warga Tionghoa
Warga keturunan Tionghoa juga dilarang berekspresi. Semenjak tahun 1967, warga keturunan dianggap sbg warga negara asing di Indonesia dan letaknya berada di bawah warga pribumi, yang secara tidak langsung juga menghapus hak-hak asasi mereka. Kesenian barongsai secara membuka, perayaan hari raya Imlek, dan pemakaian Bahasa Mandarin dilarang, meski kesudahan hal ini diperjuangkan oleh komunitas Tionghoa Indonesia terutama dari komunitas pengobatan Tionghoa tradisional sebab pelarangan sama sekali akan berakibat pada resep obat yang mereka buat yang hanya bisa ditulis dengan bahasa Mandarin. Mereka pergi hingga ke Mahkamah Luhur dan hasilnya Jaksa Luhur Indonesia saat itu memberi izin dengan catatan bahwa Tionghoa Indonesia berjanji tidak menghimpun daya untuk memberontak dan menggulingkan pemerintahan Indonesia.
Satu-satunya surat kabar berbicara Mandarin yang diizinkan terbit adalah Harian Indonesia yang sebagian artikelnya ditulis dalam bahasa Indonesia. Harian ini dikelola dan diawasi oleh militer Indonesia dalam hal ini adalah ABRI meski beberapa orang Tionghoa Indonesia bekerja juga di sana. Agama tradisional Tionghoa dilarang. Dampaknya agama Konghucu kehilangan pengakuan pemerintah.
Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang populasinya saat itu mencapai kurang lebih 5 juta dari semuanya rakyat Indonesia dikhawatirkan akan menyebarkan pengaruh komunisme di Tanah Air. Padahal, kenyataan bertutur bahwa biasanya dari mereka berprofesi sbg pedagang, yang tentu bertolak belakang dengan apa yang diajarkan oleh komunisme, yang sangat mengharamkan perdagangan dimainkan.
Orang Tionghoa dijauhkan dari kehidupan politik praktis. Sebagian lagi memilih untuk menghindari dunia politik sebab khawatir akan keselamatan dirinya.
Konflik Perpecahan Pasca Orde Baru
Di masa Orde Baru pemerintah sangat mengutamakan persatuan bangsa Indonesia. Setiap hari media massa seperti radio dan televisi mendengungkan slogan "persatuan dan kesatuan bangsa". Salah satu metode yang dimainkan oleh pemerintah adalah meningkatkan transmigrasi dari daerah yang padat penduduknya seperti Jawa, Bali dan Madura ke luar Jawa, terutama ke Kalimantan, Sulawesi, Timor Timur, dan Irian Jaya. Namun dampak negatif yang tidak dianggarkan dari program ini adalah terjadinya marjinalisasi terhadap penduduk setempat dan kecemburuan terhadap penduduk pendatang yang banyak mendapatkan pertolongan pemerintah. Muncul tuduhan bahwa program transmigrasi sama dengan jawanisasi yang sentimen anti-Jawa di beragam daerah, walaupun tidak seluruh transmigran itu orang Jawa.
Pada permulaan Era Reformasi konflik laten ini meledak menjadi membuka diantaranya dalam bentuk konflik Ambon dan konflik Madura-Dayak di Kalimantan.[1] Sementara itu gejolak di Papua yang dipicu oleh rasa diperlakukan tidak benar dalam pembagian keuntungan pengelolaan sumber dunianya, juga diperkeras oleh ketidaksukaan terhadap para transmigran.
Keunggulan sistem Pemerintahan Orde Baru
- Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.565
- Sukses transmigrasi
- Sukses KB
- Sukses memerangi buta huruf
- Sukses swasembada pangan
- Pengangguran minimum
- Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
- Sukses Gerakan Harus Belajar
- Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
- Sukses keamanan dalam negeri
- Investor asing bersedia menanamkan modal di Indonesia
- Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri
Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru
- Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme
- Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan selang pusat dan daerah, sebagian dikarenakan sebab kekayaan daerah sebagian akbar disedot ke pusat
- Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah sebab kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh dan Papua
- Kecemburuan selang penduduk setempat dengan para transmigran yang mendapat tunjangan pemerintah yang cukup akbar pada tahun-tahun pertamanya
- Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata untuk si kaya dan si miskin)
- Pelanggaran HAM kepada warga non pribumi (terutama warga Tionghoa)
- Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
- Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibredel
- Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, diantaranya dengan program "Penembakan Misterius"
- Tidak benar rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya)
- Menurunnya mutu birokrasi Indonesia yang terjangkit penyakit Asal Bapak Senang, hal ini kesalahan sangat fatal Orde Baru sebab tanpa birokrasi yang efektif negara pasti hancur.
- Menurunnya mutu tentara sebab level elit terlalu sibuk berpolitik sehingga kurang memperhatikan kesejahteraan anak buah.
- Pelaku ekonomi yang dominan adalah lebih dari 70% aset kekayaaan negara dipegang oleh swasta
- Dan Lain Sebagainja
Krisis finansial Asia
Pada menengah 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia (untuk lebih jelas lihat: Krisis finansial Asia), didampingi kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para demonstran, yang permulaan mulanya dipimpin para mahasiswa, menanti pengunduran diri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang bertambah luas, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kesudahan memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.
Pasca-Orde Baru
Mundurnya Soeharto dari letaknya pada tahun 1998 dapat diistilahkan sbg tanda hasilnya Orde Baru, untuk kesudahan digantikan "Era Reformasi". Masih benarnya tokoh-tokoh penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan pada masa Reformasi ini sering menciptakan beberapa orang menyebut bahwa Orde Baru masih belum hasilnya. Oleh sebab itu Era Reformasi atau Orde Reformasi sering dikata sbg "Era Pasca Orde Baru".
Meski diliputi oleh kerusuhan etnis dan bebasnya Timor Timur, transformasi dari Orde Baru ke Era Reformasi berlanjut relatif lancar dibandingkan negara lain seperti Uni Soviet dan Yugoslavia. Hal ini tidak bebas dari peran Habibie yang sukses meletak pondasi baru yang terbukti lebih kokoh dan kuat menghadapi perubahan zaman.
Lihat pula
- Orde Lama
- Kerusuhan Mei 1998
- Tragedi Trisakti
Pustaka
- ^ Konflik Antar-etnis Kalimantan:Mencegah Lebih Baik daripada Menindak, diakses 24 Mei 2007
Sumber :
id.wikipedia.org, ilmu-pendidikan.com, p2k.kpt.co.id, wiki.edunitas.com, dan lain sebagainya.
Page 5
Title Index (Article) with the initial letter "4"Center of World Reference Found 33 articles with title initial letter = "4", below.
Please click on the article title below to view the related article, or click the index above to see the other indices.
Page 6
Title Index (Article) with the initial letter "C"Center of World Reference Found 7.421 articles with title initial letter = "C", below.
Please click on the article title below to view the related article, or click the index above to see the other indices.
Page : | 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 |
Page 7
Title Index (Article) with the initial letter "B"Center of World Reference Found 2.166 articles with title initial letter = "B", below.
Please click on the article title below to view the related article, or click the index above to see the other indices.
|
|
Page 8
Title Index (Article) with the initial letter "D"Center of World Reference Found 1.857 articles with title initial letter = "D", below.
Please click on the article title below to view the related article, or click the index above to see the other indices.
Page 9
Title Index (Article) with the initial letter "F"Center of World Reference Found 1.864 articles with title initial letter = "F", below.
Please click on the article title below to view the related article, or click the index above to see the other indices.
Page 10
Title Index (Article) with the initial letter "H"Center of World Reference Found 1.385 articles with title initial letter = "H", below.
Please click on the article title below to view the related article, or click the index above to see the other indices.
Page 11
Title Index (Article) with the initial letter "J"Center of World Reference Found 2.265 articles with title initial letter = "J", below.
Please click on the article title below to view the related article, or click the index above to see the other indices.
|
Page 12
Title Index (Article) with the initial letter "L"Center of World Reference Found 2.310 articles with title initial letter = "L", below.
Please click on the article title below to view the related article, or click the index above to see the other indices.
|
Page 13
Title Index (Article) with the initial letter "S"Center of World Reference Found 4.100 articles with title initial letter = "S", below.
Please click on the article title below to view the related article, or click the index above to see the other indices.
|
|
Page 14
Title Index (Article) with the initial letter "T"Center of World Reference Found 3.250 articles with title initial letter = "T", below.
Please click on the article title below to view the related article, or click the index above to see the other indices.
|
|
Page 15
Indeks Judul dengan huruf awal "T"Buku Ensiklopedi Online Ditemukan 31.561 artikel dengan judul huruf awal = "T", di bawah ini.
Silakan klik judul artikel di bawah ini sebagai melihat artikel terkait, atau klik indeks di atas sebagai melihat indeks lainnya.
|
|
Page 16
Indeks Judul dengan huruf awal "C"Buku Ensiklopedi Online Ditemukan 15.444 artikel dengan judul huruf awal = "C", di bawah ini.
Silakan klik judul artikel di bawah ini sebagai melihat artikel terkait, atau klik indeks di atas sebagai melihat indeks lainnya.
|
Page 17
Indeks Judul dengan huruf awal "B"Buku Ensiklopedi Online Ditemukan 20.802 artikel dengan judul huruf awal = "B", di bawah ini.
Silakan klik judul artikel di bawah ini untuk melihat artikel terkait, atau klik indeks di atas untuk melihat indeks lainnya.
|
|
Page 18
Indeks Judul dengan huruf awal "E"Buku Ensiklopedi Online Ditemukan 4.108 artikel dengan judul huruf awal = "E", di bawah ini.
Silakan klik judul artikel di bawah ini sebagai melihat artikel terkait, atau klik indeks di atas sebagai melihat indeks lainnya.
Halaman : | 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 |
|
Page 19
Indeks Judul dengan huruf awal "H"Buku Ensiklopedi Online Ditemukan 6.421 artikel dengan judul huruf awal = "H", di bawah ini.
Silakan klik judul artikel di bawah ini sebagai melihat artikel terkait, atau klik indeks di atas sebagai melihat indeks lainnya.
|
|
Page 20
Indeks Judul dengan huruf awal "J"Buku Ensiklopedi Online Ditemukan 7.736 artikel dengan judul huruf awal = "J", di bawah ini.
Silakan klik judul artikel di bawah ini sebagai melihat artikel terkait, atau klik indeks di atas sebagai melihat indeks lainnya.
|
|
Page 21
Indeks Judul dengan huruf awal "M"Buku Ensiklopedi Online Ditemukan 16.935 artikel dengan judul huruf awal = "M", di bawah ini.
Silakan klik judul artikel di bawah ini untuk melihat artikel terkait, atau klik indeks di atas untuk melihat indeks lainnya.
|
Page 22
Indeks Judul dengan huruf awal "P"Buku Ensiklopedi Online Ditemukan 27.332 artikel dengan judul huruf awal = "P", di bawah ini.
Silakan klik judul artikel di bawah ini sebagai melihat artikel terkait, atau klik indeks di atas sebagai melihat indeks lainnya.
|
|
Page 23
Indeks Judul dengan huruf awal "S"Buku Ensiklopedi Online Ditemukan 28.121 artikel dengan judul huruf awal = "S", di bawah ini.
Silakan klik judul artikel di bawah ini untuk melihat artikel terkait, atau klik indeks di atas untuk melihat indeks lainnya.
|
|
Page 24
Indeks Judul dengan huruf awal "U"Buku Ensiklopedi Online Ditemukan 3.446 artikel dengan judul huruf awal = "U", di bawah ini.
Silakan klik judul artikel di bawah ini untuk melihat artikel terkait, atau klik indeks di atas untuk melihat indeks lainnya.
Halaman : | 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 |
|
Page 25
Indeks Juduldengan huruf awal "U"
Buku Ensiklopedi Online Ditemukan 3.446 artikel
dengan judul huruf awal = "U", di bawah ini.
Silakan klik judul artikel di bawah ini sebagai melihat artikel terkait, atau klik indeks di atas sebagai melihat indeks lainnya.
Halaman : | 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 |
|
Page 26
Indeks Juduldengan huruf awal "U"
Buku Ensiklopedi Online Ditemukan 3.446 artikel
dengan judul huruf awal = "U", di bawah ini.
Silakan klik judul artikel di bawah ini sebagai melihat artikel terkait, atau klik indeks di atas sebagai melihat indeks lainnya.
Halaman : | 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 |
|