Nilai-nilai apa yang dapat dijadikan pelajaran dan keteladanan dari kehidupan masyarakat desa balun

Baca wacana berikut, kemudian jawab pertanyaan yang diberikan.Desa Balun merupakan satu kawasan pemukiman, dimana warganyatinggal berdampingan walau berbeda agama. Keberagaman ini membuatsebagian orang menjulukinya sebagai Desa Pancasila. Jika ingin berkunjung,kamu bisa langsung menuju ke Kecamatan Turi, sekitar 4 kilometer dariLamongan.Desa ini juga memiliki berbagai kegiatan perayaan agama. Uniknya,aktivitas ini dilaksanakan oleh berbagai elemen tanpa memandang latarbelakang mereka. Kamu bakal kesulitan menebak keyakinan seseorang sebabsemuanya berpartisipasi dalam berbagai kegiatan agama, walau hanya terbatasdi penyelenggaraannya saja. Untuk ibadahnya dilakukan sesuai dengankepercayaan masing-masing.Salah satu kegiatan yang menjadi daya tarik wisatawan adalah FestivalOgoh-ogoh. Kegiatan ini dilaksanakan sebagai rangkaian dalam perayaan HariRaya Nyepi. Tak hanya itu, agenda keagamaan lain seperti Natal dan Idul Fitri

End of preview. Want to read all 2 pages?

Upload your study docs or become a

Course Hero member to access this document

Alam, Masnur dkk. 2018. Penerapan Pendidikan Islam Anti-Radikal. Lentera Pendidikan, Vol. 21 No.2 Desember 2018

Alhairi. 2017. Pendidikan Anti Radikalisme: Ikhtiar Memangkas Gerakan Radikal. Jurnal Tarbawi Vo.14. No.2 Juli- Desember 2017

Ayatrohaedi, 1986. Kepribadian Budaya Bangsa (Local Genius), Jakarta : Pustaka Jaya.

Fajarini, Ulfah. 2014. Peranan Kearifan Lokal dalam Pendidikan Karakter. Jurnal Sosio Didaktiva: Vol. 1 No.2 Desember 2014

Fuad, Ah. Zakki. 2016. Peace Building Berbasis Kearifan Lokal pada Masyarakat Plural.Ibda’ Jurnal Kebudayaan Islam Vol. 14, No. 1 Januari – Juni 2016

Gemiharto, Ilham; Sukaesih. 2017. Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultural di Desa Balun Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan. Prosiding Konferensi Nasional Komunikasi, Vo. 01, No. 01, 2017

Ismail, dkk. 2019. Desain Persatuan dan Kesatuan sebagai Ikon Desa Wisata Religi di Desa Balun Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan. Jurnal Governance: Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik Bo. 9 No. 1 April 2019

Khoiroh, Mustahbarotul. 2017. Tradisi Pernikahan Turun Balun: Studi Interaksi Tradisi Lokal dan Islam di Desa Balun Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan. Skripsi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.

Maarif, Nurcholis. 2020. 4 Desa di Blitar Sabet Penghargaan Soal Nilai Pancasila. Detiknews //news.detik.com/berita/d-5244327/4-desa-di-blitar-sabet-penghargaan-soal-nilai-pancasila diakses pada 18 November 2020 pukul 19.00 WIB

Masrizal. 2020. Salut! Pemuda Ketambe Sulap Hutan jadi Desa Wisata Pancasila Hingga Diresmikan Ketua MPR RI.aceh.tribunnes.com //aceh.tribunnews.com/2020/10/30/salut-pemuda-ketambe-sulap-hutan-jadi-desa-wisata-pancasila-hingga-diresmikan-oleh-ketua-mpr-ri?page=1 diakses pada 18 November 2020 pukul 20.01 WIB

Masrukhi, Margi Wahono. 2019. Model Ikhtiar Pembudayaan Nilai-nilai Pancasila di Kalangan Masyarakat Desa. Bhinneka Tunggal Ika: Kajian Teori dan Praktis PKn Vol. 6, No.2 November 2019.

Medcom.id. 2020. Belajar Persatuan di Kampung Pancasila. Medcom.id //www.medcom.id/nasional/daerah/Wb70gr6k-belajar-persatuan-di-kampung-pancasila diakses pada 18 November 2020 pukul 2016 WIB

Mustaqim, Saeful. 2019. Implementasi Nilai Toleransi dalam Kehidupan Bermasyarakat antar Umat Beragama di Desa Gondoriyo Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang

Mutiara, Khilidia Efining. Menanamkan Toleransi Multi Agama sebagai Payung Anti Radikalisme (Studi Kasus Komunitas Lintas Agama dan Kepercayaan di Pantura Tali Akrab).Fikrah: Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi Keagamaan Vo. 4 No. 2, 2016

Pinandita, Yolanda, dkk. 2020. Komunikasi Tokoh Agama dalam Menepis SARA secara Agama di Desa Balun Pancasila Kabupaten Lamongan. Skripsi Universitas 17 Agustus 1945 Suarabaya //repository.untag-sby.ac.id/3478/ diakses pada 17 November 2020 pukul 20.13 WIB

Pratiwi, Citra Ayu. 2017. Horai: Telaah Konsep Religi Koentjaraningrat. Jurnal Japology, Vol. 5 No. 2 Maret -Agustus 2017

Priyowidodo, Gatut. 2020. Etnografi Komunikasi: Testimoni Empiris Spirit Keragaman dan Komunitas Akar Rumput. Depok: PT. Rajagrafindo.

Ramadhan, As’ad Alno, dkk. 2018. Kehidupan Minoritas Beragama Masyarakat Desa Balun Lamongan dalam Konsep Multikulturalisme Joseph Raz. //www.researchgate.net/publication/327132021_Kehidupan_Minoritas_Beragama_Masyarakat_Desa_Balun_Lamongan_Dalam_Konsep_Multikulturalisme_Joseph_Raz diakses pada 17 November 2020 pukul 19.18 WIB

Santoso, Yohanes Candra Dwi. 2017. Kajian Sosio-Teologis tentang Peringatan Leluhur dan Orang Mati di Jemaat GKJW Wilayah Balun. Tugas Akhir Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

Sudjarwo, Eko. 2019. Desa Pancasila di Lamongan Diresmikan jadi Destinasi Wisata Religi. //news.detik.com/berita-jawa-timur/d-4527493/desa-pancasila-di-lamongan-diresmikan-jadi-destinasi-wisata-religi diakses pada 18 November 2020 pukul 20.26 WIB

Surabaya.tribunnews.com. 2019. Balun, Desa Pancasila dan Desa Pariwisata Religi Terlengkap di Kabupaten Lamongan. //surabaya.tribunnews.com/2019/11/14/balun-desa-pancasila-dan-desa-pariwisata-religi-terlengkap-di-kabupaten-lamongan diakses pada 18 NOvember 2020 pukul 20.20 WIB

SATU KILOMETER dari Jalan Raya Babat-Surabaya, ada satu desa yang terkenal karena sikap toleransi masyrakatnya.

Nama desa itu, Desa Balun. Secara administratif masuk di Kecamatan Turi, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.

Masyarakat di Desa Balun hidup rukun dengan keyakinan agama yang berbeda. Islam, Kristen, dan Hindu saling mengisi kehdiupan di desa tersebut. Nama Desa Balun pun dinobatkan sebagai “Desa Pancasila” karena keberagaman masyarakatnya.

Ada sekitar 4.600 jiwa yang hidup di desa ini. Sebanyak 75 persen warganya adalah penganut penganut Islam, 18 persen agama Kristen dan sisanya agama hindu.

Ketiga agama tersebut hidup rukun berdampingan, bahkan ketiga tempat ibadah mereka berdekat.

Masjid Miftakhul Huda berdiri menghadap lapangan sepakbola. Di seberang lapangan sepakbola, berdiri Gereja Kristen Jawi (GKJ) Desa Balun. Sementara Pura berada tepat di belakang masjid.

Kepala Desa Balun Khusyairi mengungkapkan, suasana kebersamaan dan toleransi para warga desa sudah ada jauh sebelum dirinya menjabat kepala desa.

"Sama dengan daerah lain, agama di sini juga berkembang turun-temurun. Ada yang memeluk Islam, Kristen dan juga Hindu," ujar Khusyairi saat ditemui Okezone di rumahnya.

Bahkan serangan bom Surabaya, suasana pedesaan tampak tetap kondusif. Terlebih momentum saat puasa seperti saat ini, suasana toleransi begitu tinggi.

"Jangan harap yang non Islam akan terlihat merokok atau makan di luar saat seperti ini. Merokok saja tidak apalagi makan. Intinya ya mengerti lah, kalau saudara muslim sedang puasa," tambahnya.

Seorang warga desa, Komari (64) menuturkan keberagaman umat beragama di Balun pasca adanya peristiwa G 30 S PKI pada tahun 1965. Di mana setiap mereka yang masih menganut kepercayaan kejawen harus beralih ke lima agama yang diakui pemerintah.

Lalu menurut para sesepuh, ada seseorang tentara putra daerah Desa Balun yang sebelumnya bertugas di Sulawesi, bernama Mbah Batiyng menikah dengan warga desa sebelah dan memeluk agama kristen.

Dari sana ia mengajak warga yang belum memutuskan beragama untuk ikut dibaptis sebagai penganut agama kristen. Setelah itu Mbah Bati diminta warga mencalonkan kepala desa mengingat saat itu kondisi warga yang masih mencekam.

"Setelah jadi sebagai kepala desa. Mbah Bati ini meminta warganya yang di luar 5 agama yang diakui pemerintah untuk memilih masuk supaya menghindari pembunuhan massal," jelas Komari.

Ketua Gereja Kristen Jawi (GKJ) Desa Balun, Sutrisno mengungkapkan bahwa momentum bulan Ramadan menjadi salah satu contoh bagaimana toleransi begitu tinggi di Balun.

"Makanya kami menemui njenengan niki (kamu ini-red) kan ya tidak merokok, meski biasanya saya jedal jedul rokoknya, air putih juga saya masukan. Karena saya tahu njenengan (kamu) sedang puasa," tutur Sutrisno yang kediamannya hanya berjarak 20 meter Selatan Masjid Miftakhul Huda.

Saat Idul Fitri, pemeluk agama selain Islam saling bersilaturahmi ke pemeluk agama Islam untuk mengucapkan Idul Fitri. Begitupun saat kaum Kristiani merayakan hari raya Natal.

Saat perayaan Hari Raya Nyepi, semua masyarakat pun turut mengedepankan toleransinya dengan tak sembarangan keluar rumah.

"Di masjid lampu-lampu yang dekat pura dimatikan. Saat salat tidak pakai qori sebelum azan. Hanya azan yang pakai speaker. Kalau Jumatan, khotbah tidak pakai pengeras suara," ujar Ketua Ta'mir Masjid Miftakhul Huda,” Suwito.

Bahkan karena toleransinya, umat Kristiani rela mengundurkan misa ibadah, bilamana umat Islam atau umat Hindu di saat bersamaan sedang menjalani proses ibadah.

"Dulu pernah waktu Natal bersamaan dengan Idul Fitri atau Idul Adha kalau tidak salah. Nah, karena umat Islam ibadahnya ditentukan waktu, jadi kami umat Kristen bisa menyesuaikan. Kita undur misa setelah umat Islam selesai salat Ied," tutur Sutrisno.

Menurut Sutrisno, umat Kristiani tak mempermasalahkan hal tersebut. Bahkan tak jarang di ibadah petang, bila bersamaan dengan jadwal Salat Maghrib, maka ibadah diundur.

"Begitupun kalau Muslim, kalau kita sedang ada ibadah bersamaan dengan salah satu waktu salat lima waktu misalkan, ya mereka tidak pakai qori, dan langsung azan menggunakan pengeras suara," ungkap Sutrisno.

Ceramah Menyejukkan

Pemuka agama Hindu Adi Wiyono mengatakan bahwa masing-masing tokoh agama selalu berkomitmen mengedepankan kerukunan baik internal maupun eksternal.

"Ya, kalau di Hindu, Darmawacana seperti khutbah di Muslim, kita sebarkan pesan-pesan kerukunan, perdamaian, dan toleransi antar umat," jelas Adi Wiyono yang juga Sekretaris Parisada Kabupaten Lamongan ini.

Kalau di Kristen, bagaimana memberikan ceramah ke umat Kristiani, supaya saling menjaga sesama makhluk Tuhan terlebih hidup di Desa Balun.

"Kita depankan ceramah yang menjaga ketentraman. Tidak ada ajaran agama apapun di dunia ini yang mengajarkan umatnya saling membenci dengan agama lain, saling memusuhi, dan saling membunuh. 'Kasihilah musuhmu' itu Firman Tuhan di agama kristen," tegas Sutrisno.

Bagi masyarakat Hindu, mengajarkan toleransi keberagaman sudah dimulai anak-anak kecil. Bahkan di pelajaran SD sudah diajarkan tenggang rasa, toleransi, dan kesadaran menghormati yang berbeda harus dipertahankan.

 

"Sedapat mungkin pengertian tentang kesadaran beragama yang berbeda-beda ini. Terlebih saya merupakan guru SD juga. Jadi kita ajarkan anak-anak sejak kecil apa itu toleransi, bagaimana memaknai perbedaan," lanjut Adi Wiyono.

Perwakilan agama islam pun sepakat bahwa sebagai mayoritas masyarakat kaum muslim di Desa Balun harus bisa menjaga masyarakat lain yang minoritas.

"Islam ini kan agama Rahmatan Lil Alamin. Nabi Muhammad sudah memberi contoh saat Piagam Madinah bisa melindungi minoritas, dan itu sebenarnya yang harus kita contoh," tukas Suwito.

 

Namun demikian keberagaman di Desa Balun bukan tanpa tantangan. Pada 2005 gereja di Desa Balun ini sempat menjadi target. "Ditandai coretan merah, kok katanya mau dibom gitu lho. Akhirnya yang jaga bukan hanya orang kristen tapi juga Islam dan Hindu," ungkap Sutrisno.

Salah seorang warga, Komari menuturkan jika ada orang di luar desa yang bermaksud buruk akan mudah tertangkap. "Dulu pernah ada yang orang mencurigakan tapi akhirnya bisa kita tangkap. Sulit kalau orang luar bermaksud buruk di Balun ini," lanjut Komari saat ditemui di Masjid Miftahul Huda, Minggu petang (20/5/2018).

Pernikahan Beda Agama

Kerukunan umat beragama di Desa Balun juga dapat terlihat dari proses pemakaman jasad seseorang yang meninggal dunia. Tanpa melihat yang meninggal agamanya apa semua masyarakat turut saling membantu merawat jenazah.

"Kalau yang meninggal Kristen misalkan, yang menggali makam dan memandikan bisa dari Islam dan Hindu. Kalau proses ibadah mereka yang beda keyakinan dengan jenazah bisa memilih keluar atau melihat proses ibadah," beber Ketua Gereja Jawi Balun, Sutrisno.

Bahkan kalau salah satu pemakaman ada yang banjir, bisa dipindahkan di kompleks makam yang beda agama dengan sang jenazah.

"Pernah suatu ketika makam Hindu kami banjir. Lalu dititpkan ke makam Kristen, tapi harus mengikuti pemakaman kristen. Ya yang kristen tidak mempermasalahkan. Lha kok sampai sekarang malah belum dipindah," Adi Wiyono.

Dirinya menambahkan saat ada syukuran yang mengharuskan pemilik hajat memotong hewan seperti ayam atau kambing. Bila yang bersangkutan bukan dari umat Islam, maka meminta tolong untuk menyembelih secara Islami supaya dapat dimakan tetangga mereka yang memeluk Islam.

Dalam pernikahan pun terdapat sebuah proses unik, di mana setiap orangtua menyerahkan kepada sang anak bila mendapat pasangan hidup yang tak satu keyakinan.

"Misalkan anak saya ini dapat suami Islam, ya terserah milih yang laki-laki ikut anak saya (Hindu) atau anak saya yang ikut dia sebagai Islam. Karena pernikahan beda agama sekarang susah," Adi Wiyono.

Ia juga menambahkan bila dalam memutuskan hal tersebut, tak ada tekanan dari siapapun. Jadi meskipun hindu pindah ke Islam, Islam pindah ke Hindu, Kristen ke Islam, dan sebagainya itu diserahkan kembali kepada sang anak yang akan menikah.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA