Mengapa perlawanan bersenjata yang dilakukan pada masa pendudukan Jepang banyak dipimpin oleh tokoh agama?

Mengapa perlawanan bersenjata yang dilakukan pada masa pendudukan Jepang banyak dipimpin oleh tokoh agama?

Pixabay

Perlawanan Bersenjata Rakyat Indonesia pada Masa Pendudukan Jepang

GridKids.id - Kids, sebelumnya kamu sudah belajar tentang gerakan bawah tanah pada masa pendudukan Jepang.

Gerakan ini merupakan salah satu wujud perlawanan bangsa Indonesia terhadap pemerintah Jepang.

Selain gerakan bawah tanah, ada juga perlawanan bersenjata yang dilakukan rakyat Indonesia.

Nah, kali ini kita belajar tentang sejarah perlawanan bersenjata rakyat Indonesia pada masa pendudukan Jepang, ya.

Materi ini juga dibahas pada buku materi IPS kelas 8 SMP Kurikulum Merdeka.

Lantas, perlawanan seperti apa yang dilakukan rakyat Indonesia kala itu? Yuk, simak informasinya.

Perlawanan Bersenjata

Selain melakukan perlawanan dengan gerakan yang dilakukan secara diam-diam, rakyat Indonesia juga melakukan perlawanan bersenjata kepada Jepang.

Ada beberapa perlawanan bersenjata yang sempat terjadi, apa saja?

1. Perlawanan Rakyat Aceh

Perlawanan ini menjadi perlawanan bersenjata pertama yang terjadi di Indonesia.

Baca Juga: Sejarah Politik Etis dan Latar Belakangnya, Materi IPS Kelas 8 SMP

Penyebab munculnya perlawanan rakyat Aceh terhadap Jepang adalah tindak sewenang-wenang tentara Jepang.

Salah satunya ialah karena Jepang tidak menghormati kehidupan umat Muslim di sana.

Salah satu tokoh perlawanan Aceh terhadap Jepang adalah Teuku Abdul Jalil.

Teuku Abdul Jalil kemudian gugur dalam pertempuran pada November 1942.

Mengapa perlawanan bersenjata yang dilakukan pada masa pendudukan Jepang banyak dipimpin oleh tokoh agama?

mufidpwt

Bangsa Indonesia terus melakukan perlawanan demi mewujudkan cita-cita kemerdekaan.

2. Perlawanan Singaparna

Aksi perlawanan berikutnya dilakukan rakyat Singaparna pada 25 Februari 1944.

Perlawanan Rakyat Singaparna dipimpin oleh KH Zainal Mustofa.

Perlawanan ini terjadi karena rakyat Singaparna dipaksa melakukan kegiatan Seikerei atau penghormatan terhadap Dewa Matahari.

3. Perlawaan Indramayu

Kemudian perlawanan juga dilakukan oleh masyarakat Indramayu pada 1944.

Baca Juga: Dampak Positif Penerapan Politik Etis, Materi IPS Kelas 8 SMP

Perlawanan ini terjadi karena adanya kewajiban untuk menyetorkan hasil penanaman padi kepada Jepang.

Di bawah pimpinan para tokoh ternama, rakyat Indramayu melakukan perlawanan besar-besaran terhadap Jepang.

4. Pemberontakan PETA di Blitar

Pembela Tanah Air (PETA) melakukan pemberontakan terhadap Jepang di Blitar.

Hal ini terjadi karena Jepang bersikap congkak dan semena-mena pada rakyat Indonesia.

Mulai dari situlah pemberontakan terhadap Jepang terjadi di Blitar.

-----

Ayo kunjungi adjar.id dan baca artikel-artikel pelajaran untuk menunjang kegiatan belajar dan menambah pengetahuanmu. Makin pintar belajar ditemani adjar.id, dunia pelajaran anak Indonesia

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

KOMPAS.com - Sikap Jepang yang semena-mena dan menyengsarakan rakyat Indonesia, lambat laun makin terasa dan disadari.

Penderitaan ini memicu kebencian rakyat terhadap Jepang. Di sebagian wilayah, rakyat memilih angkat senjata.

PETA, organisasi militer yang dibentuk Jepang sendiri bahkan melawan. Begitu pula para tokoh nasional yang melawan dengan caranya masing-masing.

Berikut sejumlah perlawanan rakyat terhadap Jepang seperti dirangkum dari Masa Pendudukan Jepang di Indonesia (2019):

Baca juga: Dampak Pendudukan Jepang di Indonesia

Perlawanan rakyat Cot Plieng

Perlawanan terbuka terhadap Jepang pertama terjadi di Cot Plieng Bayu, Aceh.

Di daerah dekat Lhokseumawe itu, rakyat melawan tentara Jepang setelah delapan bulan Jepang singgah.

Perlawanan dipimpin seorang ulama muda bernama Tengku Abdul Djalil. Guru mengaji itu melawan karena membela ajaran agamanya.

Tengku Abdul Djalil menentang melakukan seikerei yang diwajibkan Jepang. Seikerei adalah penghormatan kepada kaisar Jepang dengan membungkukkan badan ke arah Tokyo.

Baca juga: MIAI dan Masyumi, Cara Jepang Galang Dukungan Umat Islam

Untuk meredam perlawanan ini, Jepang berusaha membujuk sang ulama. Namun karena tidak berhasil, Jepang kemudian menyerang di pagi buta ketika rakyat sedang shalat subuh.

Dengan persenjataan seadanya, rakyat berusaha menahan serangan dan berhasil memukul mundur pasukan Jepang ke Lhokseumawe.

Tengku Abdul Djalil tewas dalam pertempuran itu, pada 13 November 1942.

Di berbagai daerah Aceh lainnya, perlawanan serupa meletus. Seperti di Kabupaten Berenaih yang dipimpin kepala kampung dan dibantu satu regu Giyugun.

Sayangnya, semua perlawanan berakhir dengan kemenangan Jepang.

Baca juga: Sistem Pemerintahan Militer Jepang di Indonesia

Konflik Bersejarah - Ensiklopedi Pendudukan Jepang di Indonesia (2013) Romusha, rakyat yang dipaksa bekerja kasar oleh tentara JepangPerlawanan rakyat Singaparna

Perlawanan ini terjadi di pesantren di Sukamanah, Singaparna, Jawa Barat. Perlawnan dipimpin KH Zainal Mustafa pada 1944.

Ia menolak tegas ajaran yang berbau Jepang khususnya seikerei. Selain itu, Zainal Mustafa juga tak tahan dengan penderitaan yang dialami rakyat yang dipaksa bekerja.

Saat utusan Jepang hendak menangkap, Zainal Mustafa ternyata telah mempersiapkan para santrinya untuk melawan.

Mereka telah dibekali ilmu bela diri unruk mengepung dan mengeroyok tentara Jepang. Tentara Jepang akhirnya mundur ke Tasikmalaya.

Baca juga: Perang Asia Timur Raya: Latar Belakang dan Posisi Jepang

Namun pada 25 Februari 1944, Jepang memilih menggunakan kekerasan untuk mengakhiri pemberontakan.

Terjadi pertempuran sengit antara rakyat dan pasukan Jepang setelah shalat Jumat.

Para santri kalah. KH Zainul Mustafa dan 72 pengikutnya berhasil ditangkap tentara Jepang. Mereka dibawa ke Tasikmalaya lalu ke Jakarta untuk dihukum mati. Jasadnya dimakamkan di Ancol, Jakarta Utara.

Perlawanan di Indramayu terjadi pada April 1944. Penyebabnya, Jepang memaksa kewajiban menyetorkan sebagian hasil penanaman padi.

Selain itu, Jepang juga memaksa rakyat bekerja atau kerap disebut romusha.

Baca juga: Kerja Rodi dan Romusha, Kerja Paksa Zaman Penjajahan

Penderitaan bekepanjangan yang dirasakan rakyat akhirnya memicu perlawanan. Perlawanan dipimpin oleh Haji Madriyan di Desa Kaplongan, Karangampel, Sindang, Kabupaten Indramayu.

Selain itu pada Juli 1944 muncul juga perlawanan di Desa Cidempet, Kecamatan Lohbener. Mereka memprotes penguasaan Jepang atas padi milik mereka.

Pasukan Jepang menumpas pemberontakan di Sindang dan Lohbener dengan keji. Tujuannya, agar daerah lain takut dan tak ikut memberontak.

Perlawanan rakyat Aceh

Dua tahun setelah perlawanan di Cot Plieng, perlawanan kembali meletus di Jangka Buyadi, Aceh.

Baca juga: Pemerintahan Sipil Jepang di Indonesia

Perlawanan ini dipimpin oleh Teuku Hamid, seorang perwiru Giyugun. Bersama dengan satu peleton pasukannya, Teuku Hamid melarikan diri ke hutan untuk melakukan perlawanan pada November 1944.

Untuk mengatasi perlawanan ini, Jepang mengeluarkan ancaman pembunuhan terhadap keluarga para pemberontak jika tidak mau menyerah.

Kondisi ini memaksa sebagian pasukan pemberontak menyerah sehingga berhsil ditumpas.

Perlawanan rakyat Kalimantan

Di Kalimantan, rakyat melawan karena penindasan yang dirasakan sangat berat.

Baca juga: Sistem Pendidikan di Era Pendudukan Jepang

Salah satu perlawanan di Kalimantan dipimpin oleh Pang Suma, pemimpin Suku Dayak.

Pemimpin Suku Dayak punya pengaruh luas di kalangan sukunya dari daerat Tayan, Meliau, dan sekitarnya.

Pang Suma melancarkan perlawanan dengan taktik perang gerilya. Meski jumlah pasukan sedikit, rakyat ikut berjuang.

Mereka memanfaatkan alam Kalimantan yang berupa rimba belantara, sungai, rawa, dan daerah yang sulit ditempuh.

Sayangnya, tak semua rakyat mau melakukan perlawanan. Ada yang malah menjadi mata-mata Jepang.

Baca juga: Organisasi Semimiliter di Era Pendudukan Jepang

Keberadaan mata-mata yang tak segan menganiaya dan membunuh saudaranya sendiri inilah yang kemudian mengagalkan perlawanan.

Perlawanan rakyat Irian Barat

Irian Barat juga mendapat perlakuan kejam dari Jepang. Mereka sering dipukuli dan dianiaya di luar batas kemanusiaan.

Tindakan semena-mena ini memicu perlawanan. "Gerakan Koreri" adalah perlawanan yang cukup terkenal di Biak. Pemimpinnya L Rumkorem.

Biak menjadi basis perlawanan. Mereka melawan dengan gerilya.

Jepang pun kewalahan menghadapinya hingga akhirnya pergi meninggalkan Biak. Biak menjadi daerah bebas dan merdeka pertama di Indonesia.

Baca juga: PETA, Pasukan Indonesia Bentukan Jepang

Perlawanan di Biak juga meluas hingga ke Yaspen Selatan. Di Yaspen Selatan, perlawanan dipimpin oleh Silas Papare.

Perlawanan berlangsung sangat lama. Rakyat bahkan dibantu oleh Sekutu. Jepang akhirnya kalah dan menarik mundur pasukannya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.