Mengapa perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah pada abad ke 20 disebut masa radikal harus dijawab pilihan tunggal?

BELUM lama ini Dinas Pendidikan Surabaya menyobek halaman 45 buku pelajaran Sejarah kelas 5 SD secara massal.

Itu terjadi atas desakan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PC NU) Surabaya. Mereka marah karena NU disebut organisasi radikal dalam buku berjudul Peristiwa Dalam Kehidupan tersebut, sementara kata radikal hari ini berkonotasi negatif, terutama berkaitan dengan Islam radikal dan ekstremisme. Apa yang sebenarnya terjadi?

Pada halaman 45 buku itu dijelaskan periodisasi perlawanan bangsa Indonesia terhadap penjajahan Belanda (1920–1927-an). Di sana disebutkan bahwa perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah pada abad ke-20 disebut masa radikal karena pergerakan-pergerakan nasional sewaktu itu bersifat radikal/keras terhadap pemerintah Hindia Belanda dan menggunakan asas nonkooperatif/tidak mau bekerja sama. Dalam buku itu disebutkan bahwa organisasi-organisasi yang bersifat radikal ialah Perhimpunan Indonesia, Partai Komunis Indonesia, Nahdlatul Ulama, dan Partai Nasional Indonesia.

Seharusnya tak ada yang perlu diprotes karena arti radikal dalam buku itu ialah ’’keras terhadap pemerintah Hindia Belanda’’ dan ’’tak mau bekerja sama dengan penjajah’’. Tak ada tafsir lain kata radikal selain tafsir positif. Jika arti radikal dalam buku itu tak dijelaskan, wajar muncul protes karena radikal hari ini mengalami peyorasi sehingga dapat menimbulkan kesalahpahaman.

Kalau pemrotes tetap ingin memahami kata radikal dengan arti kontemporer, sedangkan konteksnya masa lalu, inilah yang disebut anakronisme makna. Anakronisme adalah hal ketidakcocokan dengan zaman tertentu (Kamus Besar Bahasa Indonesia).

Perihal anakronisme makna, Anton Moeliono dalam esai ’’Kemerdekaan Itu Diproklamasi atau Diproklamirkan?’’pada buku Santun Bahasa (1984) mengingatkan kita untuk tak terlalu cepat menampik kata lama yang diberi makna baru dalam bahasa masa kini. Menurut dia, makna lama mempunyai peranan yang muktamad atau menentukan jika kita sedang menyelidiki dan menafsirkan suatu naskah dari zaman dahulu dalam ikatannya dengan lingkungannya sewaktu dan setempat. Anton berpendapat bahwa anakronisme terjadi jika kita hendak memberi arti modern pada kata atau bentuk kalimat dalam usaha menafsirkan sebuah naskah lama.

Kata radikal menjadi bagian dari sejarah Indonesia. Dulu kata itu dipakai untuk menunjukkan perlawanan organisasi-organisasi pejuang kemerdekaan terhadap Hindia Belanda. Kata radikal dipakai sebagai nama front persatuan untuk menghadapi pemerintah kolonial, yakni Radicale Concentratie (Konsentrasi Radikal). Organisasi yang dibentuk oleh Indische Sociaal-Democratische Vereniging (Perkumpulan Sosial Demokratis Indonesia) pada 1914 itu diisi Sarekat Islam, Boedi Oetomo, Insulinde, Pasoendan, dan Perkumpulan Sosial Demokratis Indonesia. Mereka menuntut agar dibentuk parlemen dan konstitusi serta mengikutsertakan bangsa Indonesia dalam pemerintahan. Kini ada pihak yang ingin mengenyahkan kata yang berjasa dalam perjuangan bangsa kita itu.

Lagi pula, ada buku yang terang-terangan menyebut NU radikal, yakni Tradisionalisme Radikal: Persinggungan Nahdlatul Ulama-Negara, yang dieditori Greg Fealy, dan diberi kata pengantar oleh Gus Dur. Ada juga buku Agama dan Perubahan Politik: Tradisionalisme Radikal Nahdlatul Ulama di Indonesia karya Mitsuo Nakamura.

Mengganti Kata

Tahun lalu PBNU memprotes buku tersebut dan mendesak agar kata radikal diganti dengan patriotisme. Atas desakan pengurus NU, Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemendikbud meminta ahli bahasa memperbaiki narasi dan mencari diksi yang sepadan dengan kata radikal tanpa mereduksi fakta sejarah dalam buku itu (’’Sepakat Koreksi Kata ’radikal’ di Buku SD karena Protes NU, Kemendikbud Dinilai Keliru’’, BBCIndonesia.com, 8 Februari 2019). Dalam berita yang sama, sejarawan Bonnie Triyana berpendapat bahwa menamakan sesuatu hal yang terjadi pada saat itu tak boleh sembarangan, tetapi harus pakai istilah atau penamaan yang pada waktu itu berlaku.

Saya kira solusinya bukan mengganti kata radikal dalam buku. Jika kata radikal dikhawatirkan dipahami siswa SD dengan keliru, guru mesti mencari cara untuk membuat siswa paham. Siswa mesti diajari sejarah yang benar sejak kecil agar tak salah paham ketika dewasa. (*)

*) Mahasiswa Pascasarjana Linguistik Universitas Andalas;Bergiat di Komunitas Lab. Pauh 9

buat cerita inspiratif tentang tiga sahabat beserta struktur nya​

Siapa nama orang tua dan tempat tinggalnya nabi nuh alaihissalam b apa mukjizat nabi nuh alaihissalam c bagaimana cara menghadapi musuh dan kapan meni … nggalnya nabi nuh

Sikap bersatu dalam keragaman sesuai dengan pancasila,sila ke

Suku adat ras dan budaya dan agama merupakan contoh....... bangsa indonesia

Tari kipas pakarena merupakan ekspresi kesenian masyarakat gowa yang sering dipentaskan untuk mempromosikan pariwisata sulawesi selatan

Teks persuasi yng berjudul bahayanya merokok bagi pelajar dan strukturnya

Teks procedur cara membuat sesuatu dari bahan bekas

review novel pirantes school.Ayo, semuanya naik kapal​

apa yang dimaksud dengan teks ekposisi ​

Terjemahkan holiday in bandung city last holiday, i wet to bandung city with my mother, my father and my brother. bandung city for my family is favori … te place for holiday. apart from location for holiday, in bandung city also famous for shopping and many place for a delicious culinary. i and my family went for shopping. bandung city famous for shopping place. on the last day i and my family went for a refreshing to bandung zoo. at the bandung zoo, there were many types of animals.

Lihat Foto

Wikimedia Commons

Anggota Perhimpunan Indonesia.

KOMPAS.com - Masa radikal dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia dapat ditandai dengan kemunculan banyaknya organisasi politik yang disebut dengan partai.

Partai-partai di Indonesia sendiri mulai dibentuk pada abad ke-20, seperti Partai Komunis Indonesia, Partai Nasional Indonesia, dan Partindo.

Karena ingin mencapai kemerdekaan Indonesia, partai-partai tersebut enggan untuk bekerja sama dengan pemerintah Hindia Belanda.

Lantas, mengapa perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah pada abad ke-20 disebut masa radikal?

Baca juga: Perbedaan Perjuangan Indonesia Sebelum dan Sesudah 1908

Pergerakan nasional bersifat keras

Pada abad ke-20, perjuangan bangsa Indonesia dalam melawan penjajah disebut memasuki masa radikal, karena pergerakan nasional yang dilakukan lebih bersifat radikal atau keras dalam melawan pemerintah Belanda.

Mereka juga menggunakan asas nonkooperatif atau tidak mau bekerja sama. Masa radikal ditandai dengan banyaknya organisasi yang mulai terbentuk, seperti PKI, PNI, dan Partindo.

Ciri khas atau tujuan dari organisasi-organisasi tersebut adalah berusaha untuk menggapai cita-cita kemerdekaan Indonesia dengan menolak untuk bekerja sama dengan Belanda.

Para pejuang pada masa radikal melawan pemerintah Belanda, menanggapi langsung setiap hal yang dianggap akan mengganggu status quo, dan melemparkan kritik tajam kepada Belanda.

Salah satu contohnya, kritik pernah disampaikan oleh Perhimpunan Indonesia (PI) kepada Belanda lewat surat kabar yang bertajuk "Hindia Poetra". 

Baca juga: Peristiwa yang Menandai Kebangkitan Nasional

Dalam surat kabar tersebut, PI berusaha memperkenalkan nama Indonesia sembari melontarkan kritik-kritik lain kepada Belanda.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA