Mengapa kebijakan politik pintu terbuka setelah dihapuskannya sistem tanam paksa justru menimbulkan masalah bagi rakyat pribumi?

TDbCommand failed to execute the SQL statement "": SQLSTATE[23505]: Unique violation: 7 ERROR: duplicate key value violates unique constraint "hitrate_putusan_pkey" DETAIL: Key (id)=(23028753) already exists.

An internal error occurred while the Web server was handling your request. Please contact the webmaster to report this problem.

Thank you.

2022-11-14 11:11

KOMPAS.com - Penerapan Sistem Tanam Paksa di Indonesia mendapatkan pertentangan dari golongan liberalis dan humanis Belanda.

Kaum liberal kemudian memenangkan suara di parlemen Belanda, sehingga di Indonesia mulai berlaku sistem politik yang baru, yakni Politik Kolonial Liberal atau Politik Pintu Terbuka (Open Door Policy).

Politik Pintu Terbuka adalah sebuah sistem di mana pemerintah memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi pihak swasta untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Pada periode ini, tanah dan tenaga kerja dianggap sebagai milik perorangan (pribadi), tanah rakyat dapat disewakan dan tenaga kerja dapat dijual.

Oleh karena itu, terdapat kebebasan dalam memanfaatkan tanah dan tenaga kerja.

Tujuan Belanda menerapkan Politik Pintu Terbuka adalah untuk meningkatkan taraf kehidupan rakyat jajahan.

Dalam mencapai tujuan tersebut, pemerintah Belanda mengeluarkan beberapa undang-undang sebagai berikut.

  • Undang-Undang Perbendaharaan (Comptabiliteits Wet). Undang-undang yang dikeluarkan pada 1864 ini mengatur setiap anggaran belanja Hindia Belanda yang harus disahkan oleh parlemen dan melarang mengambil keuntungan dari tanah jajahan.
  • Undang-Undang Gula (Suikers Wet). Undang-undang yang disahkan pada 1870 ini mengatur perpindahan monopoli tanaman tebu dari pemerintah ke tangan swasta.
  • Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet). Undang-undang ini dikeluarkan pada 1870 dan mengatur tentang dasar-dasar politik tanah.

Baca juga: Undang-Undang Agraria 1870: Isi, Tujuan, Pengaruh, dan Pelanggaran

Faktor pendorong dijalankannya Politik Pintu Terbuka

  • Jawa menyediakan tenaga buruh yang murah
  • Kekayaan alam Indonesia yang melimpah
  • Banyaknya modal yang tersedia karena keuntungan sistem tanam paksa
  • Adanya bank-bank yang menyediakan kredit bagi usaha-usaha pertanian, pertambangan, dan transportasi

Pelaksanaan Politik Pintu Terbuka

Politik Pintu Terbuka berlangsung antara tahun 1870, sejak peresmian Undang-Undang Agraria, hingga 1900.

Seiring dengan dimulainya pelaksanaan Politik Pintu Terbuka, para pengusaha swasta Barat mulai berdatangan ke Hindia Belanda.

Mereka menanamkan modal dengan membuka perkebunan seperti perkebunan teh, kopi, tebu, kina, kelapa sawit, dan karet.

Untuk mendukung perkembangan perkebunan, pemerintah Belanda membangun sarana dan prasarana fisik berupa waduk, bendungan, saluran irigasi, jalan raya, jembatan, rel kereta api, dan pabrik.

Namun, untuk membangun fasilitas tersebut, pemerintah Belanda menyerahkan tenaga kerja rakyat secara paksa melalui kerja paksa (rodi).

Perkembangan perkebunan yang pesat juga terjadi di luar Jawa, misalnya perkebunan tembakau di Deli, Sumatera Utara.

Untuk memenuhi permintaan tenaga kerja, pemerintah mendatangkan kuli dari Jawa dan mengaturnya secara kontrak.

Apabila para pekerja tersebut melanggar kontrak, mereka akan diberi sangsi yang disebut Poenale Sanctie.

Baca juga: Poenale Sanctie: Latar Belakang, Pelaksanaan, dan Pencabutan

Dampak Politik Pintu Terbuka

Politik Pintu Terbuka membawa dampak positif maupun negatif bagi bangsa Indonesia.

Meski tujuan Politik Pintu Terbuka adalah untuk meningkatkan taraf kehidupan rakyat jajahan, dalam pelaksaanaannya ditemukan banyak pelanggaran yang berakibat pada kesengsaraan rakyat.

Dampak positif Politik Pintu Terbuka

  • Sistem Tanam Paksa yang memberatkan rakyat dihapuskan
  • Rakyat Indonesia mulai mengenal arti pentingnya uang dan mengenal barang-barang ekspor-impor
  • Dibangunnya fasilitas perhubungan (jalan raya, rel kereta api, jembatan) dan irigasi (waduk, bendungan)

Dampak negatif Politik Pintu Terbuka

  • Rakyat semakin menderita karena ditekan oleh pemerintah dan swasta
  • Adanya eksploitasi rakyat pribumi dan lahan produktif secara besar-besaran
  • Kehidupan penduduk merosot tajam karena dipaksa untuk menyewakan tanahnya kepada pihak swasta dengan biaya sewa yang sangat murah

Referensi:

  • Makfi, Samsudar. (2019). Masa Penjajahan Kolonial. Singkawang: Maraga Borneo Tarigas.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Kebijakan politik pintu terbuka berlangsung pada tahun 1870-1900. Meskipun kebijakan ini menguntungkan bagi pengusaha swasta dan pemerintah kolonial, kebijakan ini menimbulkan masalah bagi penduduk pribumi. Kebijakan ini menjadi eksploitasi baru, yang meliputi eksploitasi manusia dan eksploitasi agraria. 

Eksploitasi manusia yang dimaksud berupa pengerahan tenaga kerja yang didasari tipu daya dan paksaan serta kesewenang-wenangan yang mereka alami di perkebunan-perkebunan itu. Sementara itu, eksploitasi agraria yang dimaksud bentuk penggunaan lahan-lahan untuk dijadikan perkebunan serta areal pertambangan. Lahan-lahan ini termasuk lahan produktif yang sedang dikerjakan rakyat maupun lahan kosong yang masih berupa hutan.

Dengan demikian, masalah baru kebijakan politik pintu terbuka bagi penduduk pribumi adalah adanya eksploitasi manusia dan agraria.