Mengapa Ibu Ratu Gayatri selalu menampakkan raut wajah yang bersih dan ikhlas

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan : (1) unsur-unsur intrinsik novel Gajah Mada : Bergelut dalam Kemelut Takhta dan Angkara dan Perang Bubat karya Langit Kresna Hariadi, (2) unsur-unsur ekstrinsik novel Gajah Mada : Bergelut dalam Kemelut Takhta dan Angkara dan Perang Bubat karya Langit Kresna Hariadi, (3) persamaan unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Gajah Mada : Bergelut dalam Kemelut Takhta dan Angkara dan Perang Bubat karya Langit Kresna Hariadi, (4) perbedaan unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Gajah Mada : Bergelut dalam Kemelut Takhta dan Angkara dan Perang Bubat karya Langit Kresna Hariadi. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif. Teknik cuplikan pengambilan data menggunakan purposive sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu content analysis dan wawancara pengarang. Sumber data utamanya adalah novel Gajah Mada : Bergelut dalam Kemelut Takhta dan Angkara dan Perang Bubat karya Langit Kresna Hariadi. Validitas data menggunakan teknik trianggulasi teori dan sumber data. Analisis data dilakukan dengan flow model of analysis, yang memuat tiga komponen, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan. Simpulan jawaban terhadap masalah : 1) terdapat unsur intrinsik novel Gajah Mada : Bergelut dalam Kemelut Takhta dan Angkara seperti alur: campuran; tokoh dan penokohan, tokoh utama: Gajah Mada; tokoh protagonis: Ibu Suri Ratu Gayatri, Gajah Enggon, Gagak Bongol, Macan Liwung, Pradhabasu, Senopati Panji Suryo Manduro, dan senopati Haryo Teleng; tokoh antagonis: Panji Wiradapa/Rangsang Kumuda, Pakering Suramurda, Nyai Tanca/Panji Rukmamurti; tokoh tambahan: Prabu Sri Jayanegara, Senopati Panji Suryo Manduro, Senopati Haryo Teleng; tokoh datar/sederhana: Sekar Kedaton Sri Gitarja, Raden Cakradara, Gagak Bongol, Macan Liwung; tokoh bulat: Raden Kudamerta, Rakrian Kembar, Lurah Ajar Langse, Kendar-kendara/Mandrawa, Rubaya; tokoh statis: Ibu Suri Ratu Gayatri, Mahapatih Arya Tadah; tokoh berkembang: Sekar Kedaton Dyah Wiyat; tokoh tipikal: Gajah Enggon, Pradhabasu; tokoh netral: Dyah Menur Hardiningsih; latar/setting; latar tempat: Balai Prajurit, Bale Gringsing, Alun-alun, Padas Payung dan Karang Watu; latar waktu: tahun saka 1309, latar sosial: Perbedaan agama yang dipeluk masyarakat Majapahit, yaitu Buddha, Siwa dan Hindu, kondisi masyarakat Majapahit yang ikut prihatin atas mangkatnya raja mereka, Prabu Jayanegara, dan adanya kenaikan pangkat kemiliteran atas prestasi yang ditoreh para perwira Majapahit; sudut pandang: ketiga dan keempat; tema: konflik perebutan kekuasaan, amanat: pertanggungjawaban tahta, kejujuran dan berbakti kepada negara, 2) terdapat unsur intrinsik novel Gajah Mada : Perang Bubat seperti alur: campuran; tokoh dan penokohan, tokoh utama: Gajah Mada; tokoh protagonis: Prabu Hayam Wuruk, Gajah Enggon, Gagak Bongol, Temenggung Nala, Podang Salisir, Kuda Swabaya, Gajah Sagara; tokoh antagonis: tidak teridentifikasi; tokoh tambahan: Prabu Hayam Wuruk, Bandar Guris; tokoh datar/sederhana: tidak teridentifikasi; tokoh bulat: Ma Panji Elam; tokoh statis: Prabu Maharaja Linggabuana; tokoh berkembang: Dyah Pitaloka Citraresmi, Gajah Enggon, Gagak Bongol, Senopati Macan Liwung; tokoh tipikal: Temenggung Nala, Pradhabasu; tokoh netral: Sang Prajaka/Riung Sedatu/Saniscara; latar/setting; latar tempat: Alas Roban, Losari, Sunda Galuh, lapangan Bubat; latar waktu: peristiwa meninggalnya Ibu Ratu Gayatri pada tahun 1350, penggempuran Dompo yang dipimpin oleh Temenggung Nala pada tahun 1357; latar sosial: adat melayat masyarakat Majapahit, perbedaan strata sosial dalam pemerintahan Sunda Galuh; sudut pandang: ketiga; tema: perluasan wilayah Majapahit melalui jalur asimilasi pernikahan; amanat: kebebasan bertanggung jawab, cinta pekerjaan, dampak buruk dari keserakahan, cinta tidak bisa dipaksakan. 3) terdapat unsur ekstrinsik novel Gajah Mada : Bergelut dalam Kemelut Takhta dan Angkara dan Perang Bubat karya Langit Kresna Hariadi, yaitu sosial budaya pengarang dan sosial budaya novel: adat-istiadat, kebiasaan, sikap, upacara adat dan agama, konvensi-konvensi lokal, sopan santun, hubungan kekerabatan dalam masyarakat, dalam cara berpikir dan cara memandang sesuatu. 4) a) terdapat persamaan unsur intrinsik, yaitu terdapat persamaan dalam alur campuran, tokoh dan penokohan pada tokoh utama, latar/setting sosial, dan sudut pandang/point of view orang ketiga, b) persamaan unsur ekstrinsik, yaitu sosial budaya pengarang dan sosial budaya novel: persamaan sosial budaya masyarakat pada kedua novel ini terlihat pada teknologi persenjataan yang digunakan dalam peperangan. Strata sosial dalam pemerintahan juga terdapat persamaan, yaitu adanya tingkatan dalam gelar dan jabatan. 5) terdapat perbedaan unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Gajah Mada : Bergelut dalam Kemelut Takhta dan Angkara dan Perang Bubat, a) perbedaan unsur intrinsik, yaitu terdapat pada tema, tokoh dan penokohan, amanat, latar/setting tempat, waktu dan sosial, dan sudut pandang, b) perbedaan unsur ekstrinsik, yaitu perbedaan dalam segi tata upacara adat, secara kebahasaan yang dipakai juga berbeda, novel Gajah Mada : Bergelut dalam Kemelut Takhta dan Angkara masyarakatnya menggunakan bahasa Jawa, sedangkan novel Gajah Mada : Perang Bubat menggunakan bahasa Jawa dan Sunda. Kebiasaan-kebiasaan lokal masyarakat dalam novel Gajah Mada : Bergelut dalam Kemelut Takhta dan Angkara tampak pada semangat gotong-royongnya, sedangkan pada novel Gajah Mada : Perang Bubat tidak teridentifikasi kebiasaan lokal seperti ini. Sosial budaya pengarang dalam pemengaruhan karya pada novel Gajah Mada : Bergelut dalam Kemelut Takhta dan Angkara terpengaruh oleh Novelis S.H. Mintardja (pelopor cerita silat) dan dua orang yang berasal dari militer, yaitu Bapak Widjojo Soejono dan Lintang waluyo (intrik-intrik politik dalam pembunuhan dan nama strategi perang: supit urang). Gajah Mada : Perang Bubat mendapat pengaruh dari seorang yang berasal dari Sunda bernama Yulian (teman diskusi), dan sudah lepas dari pengaruh Novelis S.H. Mintardja.

Buatlah teks explanasi mengenai fenomena tentang THR dan mudik ​

contoh kerangka drama

buat lah kata' untuk kakel 8 yg mau naik kls 9 ​

tentukanlah unsur batin puisi tersebut Ibu Kaulah gua teduh Tempatku bertapa bersamamu Sekian lama Kaulah kawah Dari mana aku meluncur dengan perkasa … Kaulah bumi Yang tergelar lembut bagiku Melepas lelah dan nestapa Gunung yang menjaga mimpiku Siang dan malam Mata air yang tak berhenti mengalir Membasahi dahagaku Telaga tempatku bermain Berenang dan menyelam

tolong ya semuanya !!​

Tolong dong dijawab pllliiiiissss

quizzz buatlah puisi berjudul "canda gurau " mungkin ada yg mau foto aib ku , lagi baik awokawok tapi jlk muka ku

Tuliskan dan jelaskan macam-macam tokoh peran berdasarkan karakternya dalam teater

Pelajaran kls 3 1. ) Seorang pelajar melakukan percobaan pertumbuhan biji . di wadah bagaimanakah biji dapat tumbuh dengan cepat ? jelaskan ala … sanmu ! JAWAB : ___________________

Salah satu jenis karya sastra yang memaparkan kisah atau cerita mengenai manusia beserta seluk-beluknya lewat tulisan pendek dan singkat disebut

Perhatikan kutipan novel berikut!


Gajah Mada: Bergelut dalam Kemelut Takhta dan Angkara

    Kala itu tahun 1309. Segenap rakyat berkumpul di alun-alun. Semua berdoa, apa pun warna agamanya, apakah Siwa, Buddha maupun Hindu. Semua arah perhatian ditujukan dalam satu pandang ke Purawaktra yang tidak dijaga terlampau ketat. Segenap prajurit bersikap sangat ramah kepada siapa pun karena memang demikian sikap keseharian mereka. Lebih dari itu, segenap prajurit merasakan gejolak yang sama, oleh duka yang mendalam atas gering yang diderita Kertarajasa Jayawardhana.

    Segenap kawula yang mencintai rajanya memang amat berharap raja akan sembuh kembali memimpin negara menuju kejayaan yang lebih bercahaya dan cemerlang. Akan tetapi, Hyang Widdi mempunyai kehendak lain. Napas Sang Prabu makin tersengal, tarikannya kian tersendat, kesadarannya makin berkurang seiring sakit yang diderita yang tak tersembuhkan. Para tabib yang didatangkan untuk menyembuhkan Sang Prabu angkat tangan tanda menyerah.

    Kalagemet yang ketika itu masih bocah, berdiri bersandar tiang saka dan terlihat pucat, sementara kegelisahan terbaca jelas dari wajah para ibundanya. lbu permaisuri Tribhuaneswari menelungkupkan wajah di sudut pembaringan dengan tangan kanan tidak henti-hentinya membusai rambut ikal Sang Prabu. Cinta Permaisuri kepada Raja demikian besar dan mendalam sehingga bayangan perpisahan yang akan terjadi demikian menakutkan. Bagaimana tidak? Perjalanan hidup yang dijalani bersama terlalu banyak menyimpan cerita. Dimulai ketika Singasari tidak bisa dipertahankan lagi akibat gempuran Kediri di bawah Jayakatwang, Sang Prabu Kertanegara yang melihat negara mustahil dipertahankan menyerahkan keselamatan anak-anaknya kepada Raden Wijaya. Pontang-panting Raden Wijaya mengatur penyelamatan meloloskan diri. Lalu disusul perjuangan berikutnya yang tak kalah berat, mendirikan negara baru di tanah Tarik hingga akhirnya menjadi negara Majapahit yang bisa memberikan ketenteraman dan kemakmuran kepada segenap rakyatnya. Terlalu banyak kenangan yang sulit dilupakan.

    Beku di sebelahnya lbu Ratu Narendraduhita duduk termangu dengan tatapan mata tak beralih dari raut muka suaminya. Pandangan matanya kosong tidak bercahaya, dibalut cermat membayangkan perpisahan sejati akan terjadi. Di arah kaki Sang Prabu, lbu Ratu Pradnya Paramita berlinang air mata dan berulang kali menyeka pipi dalam upaya kerasnya berdamai dengan diri sendiri. Meski lbu Ratu Pradnya Paramita telah berusaha mendamaikan diri, apa yang ia lakukan bukanlah pekerjaan yang gampang, terbaca amat jelas kecemasan itu dari komat-kamit di mulutnya dan tangannya yang selalu gemetar.

    Berhadapan dengan lbu Ratu Narendraduhita, lbu Ratu Rajapatni Gayatri yang dalam setahun terakhir mempersiapkan diri menjadi seorang biksuni, justru terlihat amat tenang, tidak tampak kesedihan di wajahnya. lbu Ratu Gayatri sangat sadar bahwa pada dasarnya kematian merupakan pintu gerbang menuju nirvana yang kedatangannya tidak perlu ditangisi. Pada suatu tingkat kesadaran, kematian justru harus disambut dengan kebahagiaan, toh kematian akan menimpa siapa saja juga raja. ltu sebabnya, lbu Ratu Gayatri selalu menampakkan raut wajah yang sangat bersih, raut muka ikhlas. Segenap abdi perempuan sangat dekat ibu Ratu Gayatri. Namun, kedekatan itu berbalut rasa arhat hormat dan segan.

    Duduk berseberangan dengan Permaisuri Tribhuaneswari, Stri Tinuhweng Pura tak bisa menghapus jejak kesedihan yang amat mendalam. Awal kisah perjalanan hidupnya yang semula berasal dari Swarna Bumi, anak dari Prabu Maulia Warma Dewa yang negaranya ditaklukkan dan menjadi perempuan boyongan untuk kemudian diperistri oleh Raja, setidaknya dari suami yang lambat laun dicintainya itu terlahir keturunan yang sangat berpeluang menjadi raja karena merupakan satu-satunya anak lelaki, Kalagemet. Demikian besar cintanya kepada Sang Prabu, cinta yang tumbuh sedikit demi sedikit lalu menjadi bergumpal-gumpal, Stri Tinuhweng Pura merasa amat pantas menemani Sang Prabu kembali menghadap Sang Maha Pencipta andaikata sakit yang dideritanya berujung kematian.

(Gajah Mada: Bergelut dalam Kemelut Takhta dan Angkara, Langit Kresna Hariadi)

Mengapa lbu Ratu Gayatri selalu menampakkan raut wajah yang bersih dan ikhlas? 

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA