Mempercayai adanya Tuhan dengan membaca kitab suci Weda dan mendengar cerita dari orang suci disebut

22 Sunday Dec 2013

Posted by komangsumi in Uncategorized

≈ Leave a comment

MEYAKINI ADANYA BRAHMAN DALAM PRATYAKSA PRAMANA

Om Swastyastu,

Seperti yang kita singgung sebelumnya dalam Hindu dikenal ada empat jalan untuk menuju Yang Maha Kuasa. Empat Jalan ini disebut dengan Catur Yoga yang terdiri dari:

1. Bhakti Yoga: Menuju Yang Maha Kuasa dengan menggunakan sarana Rasa

2. Karma Yoga: Menuju Yang Maha Kuasa dengan menggunakan sarana Gerak/Kerja/Action

3. Jnana Yoga: Menuju Yang Maha Kuasa dengan menggunakan sarana Pikiran/logika

4. Raja Yiga: Menuju Yang Maha Kuasa dengan menggunakan sarana Konsentrasi dan Pengendalian Diri.

Pada pertemuan sebelumnya kita telah membahas tentang Bhakti Yoga =dengan cinta kasih dan Karma Yoga = Kerja tanpa pamerih, Kini mari kita lanjutkan ke jalan yang ketiga yaitu: Jnana Yoga.

Manusia adalah mahluk tertinggi ciptaan Tuhan yang mendiami maya pada ini. Manusia satu-satunya mahluk yang dikaruniai pikiran=Jnana dan kecerdasan=Buddhi. Dengan karunia ini manusia bisa memilah kemudian memilih mana yang patut dan yang tidak patut, mana yang perlu diimprove dan mana yang perlu dijaga dan dipertahankan. Dengan anugrah Jnana=pikiran ini manusia bisa menganalisa, memecahkan segala persoalan hidupnya, tidak melulu hanya mengandalkan naluri atau kebiasaan yang diajarkan pendahulunya. Manusia selalu berusaha mencari jawaban dari setiap keraguan hidup yang ditemuinya selama perjalanan di maya pada ini.

Kata “Jnana” dalam kamus Kawi-Indonesia ditulis artinya: ilmu, pengetahuan, pikiran, dan kesadaran. Dengan merangkum arti kata itu disimpulkan bahwa Jnana Marga adalah jalan menuju Hyang Widhi dengan langkah pertama meningkatkan pengetahuan, baik pengetahuan secara umum maupun pengetahuan tentang ke-Tuhanan kemudian selanjutnya mengamalkan pengetahuan itu bagi kesejahteraan umat manusia dan kelestarian alam semesta. Pengetahuan umum dan pengetahuan tentang ke-Tuhanan diperoleh dari pendidikan baik formal maupun non formal.

Dalam ajaran Catur Asrama jelas disebutkan bahwa langkah kehidupan pertama adalah Brahmacari Asrama =Masa belajar (usia 0-24 tahun) , seterusnya: Gryahasta (25-sampai lahir cucu pertama/ masuk masa pensiun) , Wanaprasta (lahir cucu pertama/ masuk masa pensiun-mediksa atau medwijati sekitar usia 55-60 tahun)), dan Biksuka (setelah diwijati atau sekitar 60 tahun ke atas) .

Disini dikandung maksud bahwa tidaklah mungkin seseorang bisa mencapai Gryahasta, Wanaprasta dan Biksuka dengan baik bila ia tidak melalui tahapan belajar untuk memperoleh pengetahuan yang cukup.

Orang yang berpengetahuan cukup disebut sebagai “dyatmika” seterusnya ia akan menjadi “widya” artinya bijaksana. Pandita sering disebut sebagai “Wiku” asalnya dari kata “wikan” artinya pandai. Jadi, Pandita (Wiku) semestinya pandai (wikan) oleh karenanya beliau diharapkan mempunyai kebijaksanan yang tinggi (wiweka). Hakekat kebijaksanaan adalah mengetahui apa yang “dharma” dan apa yang “adharma” kemudian mengaplikasikan pengetahuannya itu dalam Trikaya Parisuda (perbuatan-ucapan-dan pikiran yang sesuai dengan ajaran agama).

Pengetahuan umum atau iptek tidak dibahas karena akan mencakup bidang yang sangat luas. Pengetahuan tentang ke-Tuhanan dilandasi oleh keyakinan yang kuat akan adanya Tuhan/Hyang Widhi yaitu melalui Tri Pramana.

Apakah Tripramana itu?

Tri Pramana. “Tri” artinya tiga, “Pramana” artinya jalan, cara, atau ukuran. Jadi Tri Pramana adalah tiga jalan/ cara untuk mengetahui hakekat kebenaran sesuatu, baik nyata maupun abstrak yang meliputi:

Agama Pramana adalah suatu ukuran atau cara yang dipakai untuk mengetahui dan meyakini sesuatu dengan mempercayai ucapan- ucapan kitab suci, karena sering mendengar petuah- petuah dan ceritera para guru, Resi atau orang- orang suci lainnya.

Ceritera- ceritera itu dipercayai dan diyakini karena kesucian batin dan keluhuran budi dari para Maha Resi itu. Apa yang diucapkan atau diceriterakannya menjadi pengetahuan bagi pendengarnya. Misalnya: Guru ilmu pengetahuan alam berceritera bahwa di angkasa luar banyak planet- planet, sebagaimana juga bumi berbentuk bulat dan berputar. Setiap murid percaya kepada apa yang diceriterakan gurunya, oleh karena itu tentang planet dan bumi bulat serta berputar menjadi pengetahuan yang diyakini kebenarannya, walaupun murid- murid tidak pernah membuktikannya.

Anumana Pramana adalah cara atau ukuran untuk mengetahui dan meyakini sesuatu dengan menggunakan perhitungan logis berdasarkan tanda- tanda atau gejala- gejala yang dapat diamati. Dari tanda- tanda atau gejala- gejala itu ditarik suatu kesimpulan tentang obyek yang diamati tadi.
Cara menarik kesimpulan adalah dengan dalil sebagai berikut

YATRA YATRA DHUMAH, TATRA TATRA WAHNIH
Di mana ada asap di sana pasti ada api

Demikianlah umat Hindu meyakini Sang Hyang Widhi Wasa berdasarkan kepercayaan kepada ajaran Weda, melalui penjelasan- penjelasan dari para Maha Resi atau guru- guru agama, karena sebagai kitab suci agama Hindu memang mengajarkan tentang Tuhan itu demikian.

Contoh: Seorang dokter dalam merawat pasiennya selalu mulai dengan menanyakan keluhan- keluhan yang dirasakan si pasien sebagai gejala- gejala dari penyakit yang diidapnya. Dengan menganalisa keluhan- keluhan tadi dokter dapat menyimpulkan penyakit pasiennya, sehingga mudah melakukan pengobatan.

Demikian pula jika memperhatikan keadaan dunia ini, maka banyak sekali ada gejala- gejala alam yang teratur. Hal itu menurut logika kita hanya mungkin dapat terjadi apabila ada yang mengaturnya.

Contoh:
Apabila kita memperhatikan sistem tata surya yang harmonis, di mana bumi yang berputar pada sumbunya mengedari matahari, begitu pula bulan beredar mengelilingi matahari pada garis edarnya, tidak pernah bertabrakan, begitu teratur abadi. Kita lalu menjadi kagum dan berpikir bahwa keteraturan itu tentu ada yang mengatur, the force of nature yaitu Sang Hyang Widhi Wasa.

Pratyaksa Pramana adalah cara untuk mengetahui dan meyakini sesuatu dengan cara mengamati langsung terhadap sesuatu obyek, sehingga tidak ada yang perlu diragukan tentang sesuatu itu selain hanya harus meyakini.

Misalnya menyaksikan atau melihat dengan mata kepala sendiri, kita jadi tahu dan yakin terhadap suatu benda atau kejadian yang kita amati. Untuk dapat mengetahui serta merasakan adanya Sang Hyang Widhi Wasa dengan pengamatan langsung haruslah didasarkan atas kesucian batin yang tinggi dan kepekaan intuisi yang mekar dengan pelaksanaan yoga samadhi yang sempurna.

Jnana Marga berpangkal tolak dari  Agama Pramana,  kemudian disempurnakan melalui Pratyaksa, Upamana dan Anumana. Agama Pramana sering disebut sebagai Tattwa atau filsafat ke-Tuhanan yang bersumber dari Weda. Pengertian tentang Weda dikembangkan dalam Kitab-kitab Upanisad (untuk selanjutnya disingkat: Upanisad), sehingga Weda mempunyai arti atau pengertian yang bersifat formal. Upanisad membahas tentang :

1) BRAHMAN,

2) ATMAN,

3) MAYA DAN PENCIPTAAN SEMESTA,

4) KARMA DAN PENJELMAAN,

5) MOKSA

Dalam Jalan Jnana Yoga ini kita diajarkan Brain Power sebuah pengetahuan tentang pikiran manusia, bagaimana memberdayakannya, dan mempelajari bagaimana meraih suatu pengetahuan sejati, kebenaran sejati dengan memberdayakan logika atau pikiran, sehingga  nantinya manusia bisa mencapai berbagai prestasi dan keunggulannya sebagai manusia.  Mampu menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan di alam samesta ini.

PANCA SRADHA

Bila dijabarkan menurut katanya,panca dapat diartikan lima dan sradha dapat diartikan keimanan atau kepercayaan. Jadi Panca Sradha adalah lima dasar kepercayaan atau keyakinan Agama Hindu yang harus dipegang teguh dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat demi mencapai tujuan hidupnya di dunia dan sesudahnya.

Bagian-bagian Panca Sradha :

  • Percaya dengan adanya Ida Sang Hyang Widhi (Widhi Sradha)
  • Percaya dengan adanya Atma (Atma Sradha)
  • Percaya dengan adanya Karma Phala (Karmaphala Sradha)
  • Percaya dengan adanya Punarbhawa atau Samsara (Punarbhawa Sradha)
  • Percaya dengan adanya Moksa (Moksa Sradha)

Penjelasan Bagian Panca Sradha :

1. Widhi Sradha

Widhi Sradha adalah keyakinan atau kepercayaan tentang kebenaran adanya Ida Sang Hyang Widhi.

Keyakinan tentang kebenaran adanya Ida Sang Hyang Widhi dapat dilakukan melalui ajaran Tri Pramana yaitu Agama (Sabda) Pramana, Anumana Pramana, dan Pratyaksa Pramana.

Dalam ajaran Agama (Sabda) Pramana,seseorang meyakini keberadaan Tuhan melalui kesaksian atau sabda Beliau yang disampaikan melalui kitab suci Weda,yang dianugrahkan kepada para Maharsi, para Yogi dan para orang bijaksana.

Dalam Anumana Pramana, sesesorang meyakini keberadaan Tuhan melalui analisis yang logis dan sistematis terhadap apa yang ada di alam semesta ini,ajaran ini menekankan bahwa setiap yang ada di alam semesta ini beserta kejadian-kejadiannya adalah ciptaan dan kehendak Beliau,Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Sedangkan untuk Pratyaksa Pramana, seseorang meyakini keberadaan Tuhan karena seseorang tersebut dapat mengalami langsung, melihat Tuhan/ Manifestasinya tanpa media atau perantara. Hal ini dapat dialami bagi orang-orang yang memiliki tingkat kesucian yang tinggi,seperti para Maha Rsi.

Ajaran Widhi Sradha juga dapat diterapkan dalam ajaran Cadhu Sakti. Sang Hyang Widhi mempunyai empat sifat ke-Mahakuasaan yang disebut Cadhu Sakti yang terdiri dari :

1. Wibhu Sakti yaitu sifat Yang Maha Ada

2. Prabhu Sakti yaitu sifat Yang Maha Kuasa

3. Jnana Sakti yaitu sifat Yang Maha Tahu

4. Krya Sakti yaitu sifat Yang Maha Karya

Selain ajaran tersebut, keberadaan Sang Hyang Widhi juga dapat dijelaskan oleh keberadaan Dewa dan Awatara. Dewa dalam ajaran Hindu dapat diartikan sebagai sinar suci dari Sang Hyang Widhi, sedangkan Awatara dapat diartikan penjelmaan Tuhan/Dewa ke dunia dalam upaya untuk mencapai kemakmuran dan keselamatan dunia. Dalam kitab Reg Weda VIII. 57.2 dan kitab Brhadaranyaka Upanisad 111.9.1 dijelaskan bahwa seluruh Dewa itu berjumlah 33,menguasai Tri Bhuwana (Bhur,Bhuwah,Swah loka).Seluruh Dewa terdiri dari 8 Vasu (Astavasu), 11 Rudra (EkadasaRudra), 12 Aditya (Dwadasaditya),serta Indra dan Prajapati. Sedangkan untuk Awatara terdapat sepuluh awatara Wisnu yang terdiri dari : Matsya, Kurma, Waraha, Narasimha, Wamana, ParasuRama, Rama, Krishna,Buddha, dan Kalki Awatara.

Dalam ajaran Hindu, Brahman dapat diwujudkan dalam dua sifat yaitu Saguna Brahman (Apara Brahman) dan Nirguna Brahman (Para Brahman). Saguna Brahman adalah Tuhan Yang Maha Esa digambarkan sebagai pribadi dan dibayangkan dalam wujud yang Maha Agung oleh alam pikiran manusia secara empiris. Sedangkan Nirguna Brahman adalah Tuhan Yang Maha Esa dalam keadaan yang tidak terkondisikan dan tanpa sifat,tidak dapat dipikirkan karena ada di luar batas pikiran manusia.

Demikianlah beberapa pernyataan yang menekankan bahwa Ida Sang Hyang Widhi memang benar-benar ada dan kita sebagai umat Hindu wajib meyakini ajaran Widhi Sradha tersebut.

2. Atma Sradha

Atma Sradha adalah keyakinan tentang kebenaran adanya Atman. Dalam kitab Upanisad disebutkan bahwa “Brahman Atman Aikyam” yang artinya Brahman dan Atman itu adalah tunggal. Oleh karena itu, jelaslah Atma dapat diartikan percikan kecil dari Ida Sang Hyang Widhi yang ada di dalam setiap tubuh mahluk hidup. Ida Sang Hyang Widhi sebagai sumber dari atma itu maka Beliau disebut Parama Atma, dan sebagai intisari dari alam semesta ini disebut Adyatman.

a. Atma dan Roh

Dalam tubuh manusia percikan-percikan kecil dari Ida Sang Hyang Widhi disebut Atman,kalau Atma yang menghidupi hewan/binatang disebut   Janggama,sedangkan yang menghidupi tumbuhan disebut Sthawana. Jadi fungsi atma merupakan sumber hidup dari segala mahluk hidup.

Sifat-sifat atma :

  1. Antarjyotih = maha sempurna sesempurna-sempurnanya
  2. Achodya = tak terlukai oleh senjata
  3. Adahya = tak terbakar oleh api
  4. Akledya = tak terkeringkan oleh angin
  5. Acesyah = tak terbasahi oleh air
  6. Nitya = kekal abadi
  7. Sarwagatah = ada di mana – mana
  8. Sthanu = tak berpindah – pindah
  9. Acala = tak bergerak
  10. Sanatana = selalu dalam keadaan sama
  11. Awyakta = tak dilahirkan
  12. Achintya = tak terpikirkan
  13. Awikara = tak berubah -ubah

Roh diartikan sebagai suksma sarira atau badan halus yang membungkus jiwatman orang yang telah meninggal. Roh inilah yan nantinya akan mengalami Punarbhawa atau kelahiran yang berulang-ulang.

b. Tri Sarira

Tri Sarira artinya tiga lapisan badan. Yang terdiri dari :

–         Stula Sarira (badan kasar)

Stula Sarira terdiri dari unsur-unsur Panca Maha Bhuta yaitu

  • Akasa : ether
  • Bayu : nafas
  • Teja : panas badan, cahaya badan, cahaya mata
  • Apah : darah, lemak, kelenjar-kelenjar air badan
  • Pertiwi : daging, tulang belulang

Setelah meninggal unsur-unsur Panca Maha Bhuta akan berubah menjadi unsur-unsur Panca Tan Matra yakni :

  • Sabda Tan Matra : benih suara asal mula dari Akasa
  • Sparsa Tan Matra : benih rasa sentuhan asal mula dari Bayu
  • Rupa Tan Matra : benih penglihatan asal mula dari Teja
  • Rasa Tan Matra : benih rasa asal mula dari Apah
  • Gandha Tan Matra : benih penciuman asal mula dari Pertiwi

Watak manusia dibentuk oleh unsur Citta, Budhi dan Ahamkara dan indera manusia dibentuk oleh unsur Daseindria.

–         Suksma Sarira (badan halus/ roh)

Pada saat kita masih hidup atau sedang bermimpi yang merasakan segala perasaan sakit,sedih, senang ataupun gembira adalah badan halus ini.

–         Antakarana Sarira (badan penyebab)

Badan inilah yang dapat menyebabkan kita bisa beraktivitas, jadi bisa dikatakan bahwa Antakarana Sarira ini adalah jiwatman. Oleh karena itu jiwatman berfungsi sebagai sumber hidup.

Dari penjabaran di atas bahwa keberadaan atman memang benar adanya, manusia dan mahluk hidup lainnya tak akan dapat hidup bila tidak ada atman yang ada di dalam dirinya.

3. Karma Phala Sradha

Karma Phala Sradha adalah keyakinan tentang kebenaran adanya karma phala atau hasil perbuatan. Setiap perbuatan baik (susila) atau perbuatan buruk (asusila) yang kita lakukan pastinya nanti akan mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang kita perbuat, perbuatan baik yang kita tanam maka hasil yang kita petik pun adalah hasil yang baik pula begitu juga sebaliknya. Karma phala inilah yang akan membawa roh kita setelah meninggal akan mendapatkan tempat yang bagaimana. Sang Hyang Yamadipati sebagai Dewa Dharma tentunya akan mengadili setiap manusia sesuai dengan perbuatannya selama masih hidup di dunia, apakah akan mendapat sorga atau neraka.

Tetapi sebagai umat Hindu tujuan kita yang utama adalah Moksa bukan sorga ataupun neraka, karena jika kita mendapat sorga atau neraka kita akan dilahirkan kembali di dunia tetapi jika kita bisa mencapai moksa kita akan mengalami kebahagiaan yang tertinggi karena atma kita telah bersatu dengan Brahman/ Ida Sang Hyang Widhi. Ada cara untuk membebaskan diri dari hukum karma yang terlalu mengikat diri kita oleh ikatan duniawi yaitu dengan cara mengubah perbuatan dan hasilnya menjadi yoga, mengubah perbuatan dan hasilnya menjadi yoga maksudnya segala perbutan dan hasil yang kita lakukan dan kita peroleh wajib dipersembahkan dahulu kepada Ida Sang Hyang Widhi,karena kita yakin semua yang ada dan akan ada berasal dari Ida Sang Hyang Widhi.

Pembagian Karma Phala :

1. Sancita Karma Phala yaitu phala dari perbuatan kita yang terdahulu yang belum habis dinikmati dan masih merupakan benih-benih yang menentukan kehidupan kita yang sekarang

2. Prarabda Karma Phala yaitu phala dari perbuatan kita pada kehidupan ini tanpa ada sisanya

3. Kriyamana Karma Phala yaitu hasil perbuatan yang tidak sempat dinikmati pada saat berbuat sehingga harus diterima pada kehidupan yang akan datang

4. Punarbhawa Sradha

Punarbhawa Sradha adalah keyakinan tentang kebenaran adanya kelahiran yang berulang-ulang. Ditinjau dari katanya punar berarti musnah atau hilang, sedangkan bhawa berarti tumbuh atau lahir jadi punarbhawa berarti lahir berulang-ulang/reinkarnasi/penitisan kembali/ samsara.

Kelahiran ini disebabkan oleh karma di masa kelahiran yang lampau. Jangka pembatasan dari samsara tergantung dari perbuatan baik kita di masa lampau (atita), yang akan datang (nagata) dan yang sekarang (wartamana).Adapun Punarbhawa tersebut merupakan suatu penderitaan yang diakibatkan oleh karma wesana dari kehidupan kita yang silih berganti. Tetapi janganlah memandang punarbhawa tersebut adalah negatif, karena melalui punarbhawa lah kita akan memperbaiki diri demi tercapainya tujuan kesempunaan hidup yang kita inginkan.

5. Moksa Sradha

Moksa Sradha adalah keyakinan tentang kebenaran adanya moksa. Moksa berasal dari bahasa Sansekerta  yaitu muks yang artinya bebas dari ikatan duniawi dimana jiwatman telah bebas dari siklus kelahiran dan kematian. Moksa inilah yang menjadi tujuan terakhir bagi umat Hindu. Moksa dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu :

  1. Samipya : suatu kebebasan yang dicapai oleh seseorang semasa hidupnya di dunia
  2. Sarupya (Sadharmya) : suatu kebebasan yang di dapat oleh sesesorang di dunia ini, karena kelahirannya, dimana kedududkan Atman merupakan suatu pancaran dari ke-Maha Kuasaan Tuhan
  3. Salokya : suatu kebebasan yang dapat dicapai oleh Atman, di mana Atman itu sendiri telah mencapai kesadaran yang sama dengan Tuhan.
  4. Sayujya : suatu tingkatan kebebasan yang tertinggi, di mana Atman telah benar-benar bersatu dengan Brahman

Istilah lain yang digunakan untuk mendefinisikan tingkatan moksa yaitu:

  1. Jiwa Mukti : suatu kebebasan yang dicapai oleh seseorang semasa hidupnya di dunia,dimana atman tidak terpengaruh lagi oleh unsur-unsur maya. Jiwa mukti sama sifatnya dengan samipya dan sarupya.
  2. Wideha Mukti (karma mukti) : suatu kebebasan yang dapat dicapai semasa hidup, dimana Atman telah dapat meninggalkan badan kasar, dan kesadarannya setaraf dengan Dewa, tetapi belum benar-benar bersatu dengan Tuhan karena masih ada sedikit imbas dari unsur maya yang mengikatnya. Wideha Mukti sama sifatnya dengan Salokya
  3. Purna Mukti : kebebasan yang paling sempurna dan yang paling tertinggi, dimana Atman telah bersatu dengan Tuhan. Purna Mukti sama dengan Sayujya.

Jalan menuju moksa :

Catur marga artinya empat jalan atau cara untuk menghubungkan diri kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa yaitu :

Bhakti marga adalah suatu cara atau jalan untuk menghubungkan diri dengan Ida Sang Hyang Widhi , beserta manifestasinya, dengan cara sujud bhakti, menyucikan pikiran,  mengagungkan kebesaran-Nya dan menghindari diri dari segala perbuatan tercela. Bhakti dibagi atas dua tingkat, yaitu :

a. Apara bhakti

b. Para bhakti

Apara bhakti ialah cinta kasih yang perwujudannya masih lebih rendah dan dipraktekkan oleh mereka yang belum mempunyai tingkat kesucian yang tinggi .

Para bhakti ialah cinta kasih dalam perwujudannya yang lebih tinggi dan bisa dipraktekkan oleh orang yang jnananya tinggi dan kesuciannya sudah meningkat .

Bhakti marga adalah berupa penyerahan diri secara bulat kepada Ida Sang Hyang Widhi dengan perasaan cinta kasih dan ketulusan. Istilah untuk orang yang melaksanakan ajaran Bhakti marga adalah Bhakta.

2. Karma Marga

Karma marga adalah cara/jalan untuk mencapai moksa dengan cara pengabdian atau kerja tanpa pamrih. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap manusia yang hidup di dunia ini dan yang ingin mencapai suatu kebebasan yang tertinggi, manusia tersebut seharusnya melakukan kegiatan/kerja yang didasari dengan perasaan tulus ikhlas tanpa mengikatkan diri pada hasilnya. Istrilah untuk orang yang melaksanakan ajaran Karma marga adalah Karmin.

3. Jnana Marga

Jnana marga adalah cara/jalan untuk mencapai moksa dengan ilmu pengetahuan, unsur kebijaksanaan sangat ditekankan dalam ajaran ini. Seseorang yang menganut ajaran jnana marga harus dapat membedakan mana sebaiknya yang harus dipikirkan demi tercapainya suatu kekekalan yang abadi (moksa). Istilah untuk orang yang menganut ajaran Jnana marga dapat pula disebut Jnanin.

4. Raja marga

Raja marga adalah cara/jalan untuk mencapai moksa dengan jalan melakukan tahapan-tahapan astangga yoga yang intinya adalah pengendalian diri dan pikiran secara berkelanjutan. Delapan tahapan yang harus dilalui dalam melakukan yoga/meditasi yang diajarkan oleh Bhagawan Patanjali yang lebih dikenal Astangga Yoga terdiri dari :

  • Yama         : pengendalian diri tahap pertama
  • Nyama       : pengendalian diri tahap lanjut
  • Asana        : mengatur sikap badan
  • Pranayama  : sikap mengatur nafas
  • Pratyahara   : sikap pemusatan indria
  • Dharana     : sikap pemusatan pikiran
  • Dhyana      : sikap pemusatan pikiran yang terpusat
  • Semadi       : meditasi tahap tinggi/penunggalan Atman dengan   Brahman

Selain empat jalan tersebut terdapat empat tujuan hidup yang dijalankan oleh ajaran Hindu yang diberi istilah Catur Purusa Artha yaitu Dharma, Artha, Kama,dan Moksa. Selain menjadi tujuan, Catur Purusa Artha merupakan cara/jalan untuk mencapai moksa itu sendiri.

Moksa juga dapat dibedakan lagi menjadi tiga jenis, menurut kebebasan yang dicapai oleh Atma yakni :

  1. Moksa yaitu kebebasan yang dicapai oleh seseorang tetapi masih meninggalkan bekas berupa badan kasar
  2. Adi moksa yaitu kebebasan yang dicapai oleh seseorang dengan meninggalkan bekas berupa abu
  3. Parama moksa yaitu kebebasan yang dicapai oleh seseorang tanpa meninggalkan bekas

Dari penerangan di atas, diterangkan bahwa moksa dan cara untuk mencapai moksa itu adalah benar keberadaannya. Kita sebagai umat Hindu wajib mempercayainya karena itu merupakan tujuan hidup kita yang terakhir.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA