Masalah apa yang muncul dari film Sokola Rimba

Film “Sokola Rimba” merupakan film yang di angkat dari kisah nyata seorang perempuan bernama butet, kisah ini terjadi di wilayah Jambi. Film ini dimainkan oleh artis Prisia Nasution yang memerankan peran sebagai butet, film ini mengisahkan seorang wanita bernama Butet yang memiliki rasa simpati yang tinggi terhadap sesama manusia, Butet mengikuti organisasi yang bertugas menjaga kelestarian hutan. Namun, butet diberikan tugas lebih yaitu melakukan pendekatan kepada masyarakat yang hidup di dalam hutan sana, mereka menyebutnya suku rimba.

Nama Butet sudah terkenal luas di kalangan masyarakat rimba dengan sebutan “Ibu Guru Butet”, Butet menghabiskan 5 sampai 7 hari untuk beradaptasi dengan para suku rimba. perjalanan dilakukan Butet dengan menggunakan motor dan sebagiannya berjalan kaki untuk mencapai pemukiman suku rimba, saat di dalam hutan Butet selalu di temani oleh dua anak bernama Nangkabau dan Beindah kedua anak itu sudah dekat dengan Butet karena keinginan belajar yang tinggi. Suatu hari butet dipertemukan dengan anak suku rimba dari wilayah temenggung bernama Bungo, Bungo lalu menghampiri Butet untuk memberi tahu kepada Butet bahwa dia ingin ikut belajar namun dia malu, akhirnya Butet mencari cara untuk mencari suku dari anak bernama Bungo ini dengan menyusuri daerah Temenggung dengan ditemani dua anak yang dekat dengannya. Saat perjalanan, anak bernama Nangkabau memegang kamera milik butet dan saat itu butet Bersama dua anak tersebut melihat adanya penebangan pohon liar di Kawasan hutan temenggung, hal itu pun di foto oleh anak yang memegang kamera tersebut.

Singkat cerita butet bersama dua anak tersebut bertemu dengan suku rimba kawasan Temenggung, butet lalu memberikan bingkisan sebagai buah tangan serta berbicara maksud dan tujuan butet untuk bisa masuk ke kawasan suku mereka, hingga akhirnya Butet diminta untuk menunggu mereka kembali. Setelah menunggu selama semalam, besoknya suku rimba dari Temenggung datang menghampiri Butet dan memberikan izin untuk Butet agar bisa tinggal di suku tersebut selama yang Butet inginkan, disitu pun Butet bertemu dengan anak bernama Bungo, yaitu anak yang dia ketemui waktu itu. Butet akhirnya mengajar anak anak suku rimba di kawasan Temenggung dan Bungo ikut serta dalam belajar, hari demi hari berjalan biasa saja hingga akhirnya muncul kegelisahan dari kaum wanita suku rimba yang takut nantinya anak anak mereka setelah menjadi pintar mereka tidak mau lagi tinggal di dalam hutan. Butet akhirnnya diminta untuk meninggalkan kawasan tersebut oleh ketua suku rimba Temenggung, dengan rasa kecewa butet pergi tanpa sepengetahuan Bungo.

Butet mengalami sakit demam yang tinggi sampai membuat badannya bergemetar, hal itu dikarenakan kondisi butet yang tidak sehat serta rasa kekecewaan yang Butet alami karena merasa gagal dalam mengajar anak anak suku Rimba. Butet mencoba mengkomunikasikan situasi itu kepada ketua organisasi agar bisa membantu serta memberikan support kepada dia untuk bisa kembali masuk ke kawasan tersebut serta mendapatkan beberapa bantuan untuk suku rimba di Temenggung, namun respon yang diberikan oleh ketua justru membuat Butet kesal serta benci terhadap aturan yang dibuatnya yang mana ketua mengiginkan organisasi tersebut terlihat apik di public namun hanya sedikit usaha yang dikeluarkan, Butet lalu pergi meninggalkan kantor.

Singkat cerita Butet memutuskan untuk pergi meninggalkan kampung tersebut dengan tujuan pergi kehalaman rumahnya serta mencari cara bagaimana Butet bisa memberikan ilmu kepada anak anak suku rimba tersebut, akhirnya Butet mencari support dari beberapa orang asing untuk membantu dia agar bisa mendirikan sekolah di dalam hutan agar para anak anak suku rimba bisa belajar dengan senang. Setelah mendapatkan support dari beberapa orang, Butet lalu kembali ke kampung tersebut dan mendirikan bangunan sekolah di dalam hutan yang dibantu oleh suku rimba dan bangunan tersebut diberi nama “Sokola Rimba”

Saat film ini di kaji dengan teori ekonomi politik dengan system Spasialisasi jelas bahwasannya ada permainan politik yang muncul pada organisasi yang di ikuti oleh Butet, mengapa begitu? Hal itu dikarenakan terjadinya proses mencari keuntungan dari hal yang dilakukan Butet tersebut dengan cara menyebarkan berita yang bisa menjadikan organisasi tersebut sebagai lirikan public, justru Butet tidak merasa adanya kepedulian organisasi tersebut kepada masyarakat suku rimba di dalam hutan sana, dan juga dalam film ini menjelaskan betapa kurang meratanya Pendidikan yang ada di Indonesia, padahal banyak sekali anak anak di sana yang butuh dan ingin sekali mengenyam pendidikan untuk bisa menerima budaya asing yang masuk serta menerima efek globalisasi.

Tulisan ini menurut sudut pandang saya yang saya kaji berdasarkan buku yang saya baca serta menggabungkan teori ekonomi politik pada kisah film Sokola Rimba.

Ranggabumi Nuswantoro, Andreas Ryan Sanjaya dengan buku berjudul Politik Identitas, Multukulturalisme dan Demokratis Deliberatif dalam Film PK: Refleksi India untuk Indonesia

Saya Eko Nada Pangestu mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan berterima kasih telah membaca tulisan artikel saya.


Masalah apa yang muncul dari film Sokola Rimba

Lihat Film Selengkapnya


Page 2

Film “Sokola Rimba” merupakan film yang di angkat dari kisah nyata seorang perempuan bernama butet, kisah ini terjadi di wilayah Jambi. Film ini dimainkan oleh artis Prisia Nasution yang memerankan peran sebagai butet, film ini mengisahkan seorang wanita bernama Butet yang memiliki rasa simpati yang tinggi terhadap sesama manusia, Butet mengikuti organisasi yang bertugas menjaga kelestarian hutan. Namun, butet diberikan tugas lebih yaitu melakukan pendekatan kepada masyarakat yang hidup di dalam hutan sana, mereka menyebutnya suku rimba.

Nama Butet sudah terkenal luas di kalangan masyarakat rimba dengan sebutan “Ibu Guru Butet”, Butet menghabiskan 5 sampai 7 hari untuk beradaptasi dengan para suku rimba. perjalanan dilakukan Butet dengan menggunakan motor dan sebagiannya berjalan kaki untuk mencapai pemukiman suku rimba, saat di dalam hutan Butet selalu di temani oleh dua anak bernama Nangkabau dan Beindah kedua anak itu sudah dekat dengan Butet karena keinginan belajar yang tinggi. Suatu hari butet dipertemukan dengan anak suku rimba dari wilayah temenggung bernama Bungo, Bungo lalu menghampiri Butet untuk memberi tahu kepada Butet bahwa dia ingin ikut belajar namun dia malu, akhirnya Butet mencari cara untuk mencari suku dari anak bernama Bungo ini dengan menyusuri daerah Temenggung dengan ditemani dua anak yang dekat dengannya. Saat perjalanan, anak bernama Nangkabau memegang kamera milik butet dan saat itu butet Bersama dua anak tersebut melihat adanya penebangan pohon liar di Kawasan hutan temenggung, hal itu pun di foto oleh anak yang memegang kamera tersebut.

Singkat cerita butet bersama dua anak tersebut bertemu dengan suku rimba kawasan Temenggung, butet lalu memberikan bingkisan sebagai buah tangan serta berbicara maksud dan tujuan butet untuk bisa masuk ke kawasan suku mereka, hingga akhirnya Butet diminta untuk menunggu mereka kembali. Setelah menunggu selama semalam, besoknya suku rimba dari Temenggung datang menghampiri Butet dan memberikan izin untuk Butet agar bisa tinggal di suku tersebut selama yang Butet inginkan, disitu pun Butet bertemu dengan anak bernama Bungo, yaitu anak yang dia ketemui waktu itu. Butet akhirnya mengajar anak anak suku rimba di kawasan Temenggung dan Bungo ikut serta dalam belajar, hari demi hari berjalan biasa saja hingga akhirnya muncul kegelisahan dari kaum wanita suku rimba yang takut nantinya anak anak mereka setelah menjadi pintar mereka tidak mau lagi tinggal di dalam hutan. Butet akhirnnya diminta untuk meninggalkan kawasan tersebut oleh ketua suku rimba Temenggung, dengan rasa kecewa butet pergi tanpa sepengetahuan Bungo.

Butet mengalami sakit demam yang tinggi sampai membuat badannya bergemetar, hal itu dikarenakan kondisi butet yang tidak sehat serta rasa kekecewaan yang Butet alami karena merasa gagal dalam mengajar anak anak suku Rimba. Butet mencoba mengkomunikasikan situasi itu kepada ketua organisasi agar bisa membantu serta memberikan support kepada dia untuk bisa kembali masuk ke kawasan tersebut serta mendapatkan beberapa bantuan untuk suku rimba di Temenggung, namun respon yang diberikan oleh ketua justru membuat Butet kesal serta benci terhadap aturan yang dibuatnya yang mana ketua mengiginkan organisasi tersebut terlihat apik di public namun hanya sedikit usaha yang dikeluarkan, Butet lalu pergi meninggalkan kantor.

Singkat cerita Butet memutuskan untuk pergi meninggalkan kampung tersebut dengan tujuan pergi kehalaman rumahnya serta mencari cara bagaimana Butet bisa memberikan ilmu kepada anak anak suku rimba tersebut, akhirnya Butet mencari support dari beberapa orang asing untuk membantu dia agar bisa mendirikan sekolah di dalam hutan agar para anak anak suku rimba bisa belajar dengan senang. Setelah mendapatkan support dari beberapa orang, Butet lalu kembali ke kampung tersebut dan mendirikan bangunan sekolah di dalam hutan yang dibantu oleh suku rimba dan bangunan tersebut diberi nama “Sokola Rimba”

Saat film ini di kaji dengan teori ekonomi politik dengan system Spasialisasi jelas bahwasannya ada permainan politik yang muncul pada organisasi yang di ikuti oleh Butet, mengapa begitu? Hal itu dikarenakan terjadinya proses mencari keuntungan dari hal yang dilakukan Butet tersebut dengan cara menyebarkan berita yang bisa menjadikan organisasi tersebut sebagai lirikan public, justru Butet tidak merasa adanya kepedulian organisasi tersebut kepada masyarakat suku rimba di dalam hutan sana, dan juga dalam film ini menjelaskan betapa kurang meratanya Pendidikan yang ada di Indonesia, padahal banyak sekali anak anak di sana yang butuh dan ingin sekali mengenyam pendidikan untuk bisa menerima budaya asing yang masuk serta menerima efek globalisasi.

Tulisan ini menurut sudut pandang saya yang saya kaji berdasarkan buku yang saya baca serta menggabungkan teori ekonomi politik pada kisah film Sokola Rimba.

Ranggabumi Nuswantoro, Andreas Ryan Sanjaya dengan buku berjudul Politik Identitas, Multukulturalisme dan Demokratis Deliberatif dalam Film PK: Refleksi India untuk Indonesia

Saya Eko Nada Pangestu mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan berterima kasih telah membaca tulisan artikel saya.


Masalah apa yang muncul dari film Sokola Rimba

Lihat Film Selengkapnya


Page 3

Film “Sokola Rimba” merupakan film yang di angkat dari kisah nyata seorang perempuan bernama butet, kisah ini terjadi di wilayah Jambi. Film ini dimainkan oleh artis Prisia Nasution yang memerankan peran sebagai butet, film ini mengisahkan seorang wanita bernama Butet yang memiliki rasa simpati yang tinggi terhadap sesama manusia, Butet mengikuti organisasi yang bertugas menjaga kelestarian hutan. Namun, butet diberikan tugas lebih yaitu melakukan pendekatan kepada masyarakat yang hidup di dalam hutan sana, mereka menyebutnya suku rimba.

Nama Butet sudah terkenal luas di kalangan masyarakat rimba dengan sebutan “Ibu Guru Butet”, Butet menghabiskan 5 sampai 7 hari untuk beradaptasi dengan para suku rimba. perjalanan dilakukan Butet dengan menggunakan motor dan sebagiannya berjalan kaki untuk mencapai pemukiman suku rimba, saat di dalam hutan Butet selalu di temani oleh dua anak bernama Nangkabau dan Beindah kedua anak itu sudah dekat dengan Butet karena keinginan belajar yang tinggi. Suatu hari butet dipertemukan dengan anak suku rimba dari wilayah temenggung bernama Bungo, Bungo lalu menghampiri Butet untuk memberi tahu kepada Butet bahwa dia ingin ikut belajar namun dia malu, akhirnya Butet mencari cara untuk mencari suku dari anak bernama Bungo ini dengan menyusuri daerah Temenggung dengan ditemani dua anak yang dekat dengannya. Saat perjalanan, anak bernama Nangkabau memegang kamera milik butet dan saat itu butet Bersama dua anak tersebut melihat adanya penebangan pohon liar di Kawasan hutan temenggung, hal itu pun di foto oleh anak yang memegang kamera tersebut.

Singkat cerita butet bersama dua anak tersebut bertemu dengan suku rimba kawasan Temenggung, butet lalu memberikan bingkisan sebagai buah tangan serta berbicara maksud dan tujuan butet untuk bisa masuk ke kawasan suku mereka, hingga akhirnya Butet diminta untuk menunggu mereka kembali. Setelah menunggu selama semalam, besoknya suku rimba dari Temenggung datang menghampiri Butet dan memberikan izin untuk Butet agar bisa tinggal di suku tersebut selama yang Butet inginkan, disitu pun Butet bertemu dengan anak bernama Bungo, yaitu anak yang dia ketemui waktu itu. Butet akhirnya mengajar anak anak suku rimba di kawasan Temenggung dan Bungo ikut serta dalam belajar, hari demi hari berjalan biasa saja hingga akhirnya muncul kegelisahan dari kaum wanita suku rimba yang takut nantinya anak anak mereka setelah menjadi pintar mereka tidak mau lagi tinggal di dalam hutan. Butet akhirnnya diminta untuk meninggalkan kawasan tersebut oleh ketua suku rimba Temenggung, dengan rasa kecewa butet pergi tanpa sepengetahuan Bungo.

Butet mengalami sakit demam yang tinggi sampai membuat badannya bergemetar, hal itu dikarenakan kondisi butet yang tidak sehat serta rasa kekecewaan yang Butet alami karena merasa gagal dalam mengajar anak anak suku Rimba. Butet mencoba mengkomunikasikan situasi itu kepada ketua organisasi agar bisa membantu serta memberikan support kepada dia untuk bisa kembali masuk ke kawasan tersebut serta mendapatkan beberapa bantuan untuk suku rimba di Temenggung, namun respon yang diberikan oleh ketua justru membuat Butet kesal serta benci terhadap aturan yang dibuatnya yang mana ketua mengiginkan organisasi tersebut terlihat apik di public namun hanya sedikit usaha yang dikeluarkan, Butet lalu pergi meninggalkan kantor.

Singkat cerita Butet memutuskan untuk pergi meninggalkan kampung tersebut dengan tujuan pergi kehalaman rumahnya serta mencari cara bagaimana Butet bisa memberikan ilmu kepada anak anak suku rimba tersebut, akhirnya Butet mencari support dari beberapa orang asing untuk membantu dia agar bisa mendirikan sekolah di dalam hutan agar para anak anak suku rimba bisa belajar dengan senang. Setelah mendapatkan support dari beberapa orang, Butet lalu kembali ke kampung tersebut dan mendirikan bangunan sekolah di dalam hutan yang dibantu oleh suku rimba dan bangunan tersebut diberi nama “Sokola Rimba”

Saat film ini di kaji dengan teori ekonomi politik dengan system Spasialisasi jelas bahwasannya ada permainan politik yang muncul pada organisasi yang di ikuti oleh Butet, mengapa begitu? Hal itu dikarenakan terjadinya proses mencari keuntungan dari hal yang dilakukan Butet tersebut dengan cara menyebarkan berita yang bisa menjadikan organisasi tersebut sebagai lirikan public, justru Butet tidak merasa adanya kepedulian organisasi tersebut kepada masyarakat suku rimba di dalam hutan sana, dan juga dalam film ini menjelaskan betapa kurang meratanya Pendidikan yang ada di Indonesia, padahal banyak sekali anak anak di sana yang butuh dan ingin sekali mengenyam pendidikan untuk bisa menerima budaya asing yang masuk serta menerima efek globalisasi.

Tulisan ini menurut sudut pandang saya yang saya kaji berdasarkan buku yang saya baca serta menggabungkan teori ekonomi politik pada kisah film Sokola Rimba.

Ranggabumi Nuswantoro, Andreas Ryan Sanjaya dengan buku berjudul Politik Identitas, Multukulturalisme dan Demokratis Deliberatif dalam Film PK: Refleksi India untuk Indonesia

Saya Eko Nada Pangestu mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan berterima kasih telah membaca tulisan artikel saya.


Masalah apa yang muncul dari film Sokola Rimba

Lihat Film Selengkapnya