Luas bahan minimal yang dibutuhkan untuk membuat atap rumah adat mbaru niang

Oleh: Nikita putri iskandar – 2301850891

Luas bahan minimal yang dibutuhkan untuk membuat atap rumah adat mbaru niang

Gambar 1. Rumah Adat Mbaru Niang, Wae Rebo

Sumber: arsitur.com

Desa adat Wae rebo merupakan kampung adat tradisional yang berlokasi di Kampung Wae rebo, Gunung Pocoroko, Kabupaten Manggarai, Flores, Provinsi NTT. Dusun Wae rebo ini lebih dikenal sebagai salah satu destinasi wisata karena karakteristik local yang menarik dengan dikelilingi oleh pegunungan dan hutan hujan tropis . rumah adat Wae rebo ini juga disebut sebagai Rumah Mbaru Niang yang merupakan budaya asli warga Wae rebo yang sudah dibangun oeh para nenek moyang mereka Bernama Empo Maro yang berasal dari Minangkabau, Sumatera. Empo Maro mencerminkan Wae rebo oleh sebuah Bahasa local, “Neka hemong kuni agu kalo” yang berarti “Wae rebo adalah tanah kelahiran, warisan, dan tanah air yang tidak akan pernah terlupakan”. Hal itu dapat ditunjukkan melalui warga desa wae rebo yang lebih memilih untuk tinggal di kampung mereka di pedalaman dantetap setia melestarikan kebudayaan mereka.

Luas bahan minimal yang dibutuhkan untuk membuat atap rumah adat mbaru niang

Gambar 2. Sketsa Rumah Adat Mbaru Niang

Sumber: arsitekturindonesia.org

Dalam konteks arsitektur , Rumah adat Mbaru Niang merupakan salah satu contoh karya arsitektur vernakuler. Nama Mbaru Niang diambil dari kata ‘Mbaru ‘ artinya rumah dan ‘Niang’ artinya tinggi dan bulat, kedua arti nama tersebut mereferensikan bentuk dari rumah ini dimana Mbaru Niang berbentuk kerucut, meruncing ke atas.  Bentuk runcing pada rumah ini merupakan simbol perlindungan dan persatuan antar masyarakat Wae Rebo menurut Fransiskus Mudir. Tinggi dari rumah ini mencapai 15 m dengan atap yang ditutupi dengan daun lontar. 

Pada area Desa Wae Rebo terdapat 7 Rumah Mbaru Niang yang disusun melingkar dan melingkari batu melingkar (Compang)  yang menjadi pusatnya.  Compang juga merupakan sebuah altar bagi warga desa Wae rebo untuk memuji dan menyembah Tuhan serta roh roh nenek moyang. Jumlah 7 rumah sendiri memiliki arti penghormatan para nenek moyang mereka terhadap 7 arah mata angin dari puncak gunung yang berada di sekeliling kampung wae rebo, hal ini dipercaya sebagai cara untuk menyembah roh roh yang memberikan mereka kesejahteraan. Ketujuh rumah tersebut pun memiliki nama yang berbeda beda , diantaranya :

  1. Niang Gendang
  2. Niang Gena Mandok
  3. Niang Gena Jekong (dibangun kembali pada tahun 2010)
  4. Niang Gena Ndorom (dibangun kembali pada tahun 2009)
  5. Niang Gena Keto
  6. Niang Gena Jintam
  7. Niang Gena Maro

Luas bahan minimal yang dibutuhkan untuk membuat atap rumah adat mbaru niang

Gambar 3. Perspektif Rumah Adat Wae Rebo

Sumber: genpi.id

Rumah ini terbagi menjadi beberapa lantai yang berbentuk melingkar dengan diameter 14 meter pada jenis rumah Niang Gendang (rumah utama) dan 11 meter pada Niang Gena (rumah yang lainnya). dan merupakan lambang suatu keharmonisan dan keadilan antar warga dan keluarga dalam rumah Mbaru Niang tersebut. Rumah Mbaru niang sendiri ada yang ditinggali oleh 6 keluarga (Niang Gena) dan 8 keluarga (Niang Gendang).  Lantai rumah terdiri dari 5 lantai dengan nama dan fungsinya masing masing yaitu:  

  • Lantai pertama dibagi dalam 2 bagian yaitu lutur dan Nolang.  Nolang merupakan zona privat yang berfungsi untuk tempat tinggal dan berkumpul keluarga. Ruangannya dibagi menjadi tiga bagian, ruang terluar sebagai ruang keluarga, lalu ruang-ruang yang disekat dengan papan kayu sebagai kamar-kamar keluarga yang tinggal dan dapur yang terletak di tengah. Sedangkan Lutur merupakan zona public yang digunakan untuk aktivitas tamu dan masyarakat. Sama seperti konsep penataan ketujuh rumah Mbaru dimana titik pusat menjadi tempat sacral, di dalam rumah Mbaru niang titik pusat yang berupa tiang Bongkok merupakan titik paling sacral dalam bangunan dimana biasanya ketua adat lah yang akan duduk pada posisi ini di setiap pertemuan antar masyarakat Wae Rebo.

Luas bahan minimal yang dibutuhkan untuk membuat atap rumah adat mbaru niang

Gambar 4. Denah Rumah Adat Mbaru Niang

Sumber: dailyvoyagers.com

  • Lantai dua disebut Lobo, berfungsi untuk menyimpan bahan makanan dan barang sehari-hari.
  • Lantai ketiga disebut Lentar, yang berguna untuk menyimpan benih tanaman untuk bercocok tanam.
  • Lantai empat disebut Lempa Rea berfungsi sebagai tempat menyimpan cadangan makan untuk paceklik atau saat gagal panen.
  • Lantai kelima disebut Hekang Kode, berfungsi sebagai tempat sesajian untuk leluhur masyarakat desa.

Setiap rumah Mbaru niang memiliki 2 pintu yaitu depan dan belakang ,dimana pintu depan selalu dihadapkan ke compang. Selain itu juga terdapat 4 jendela kecil. Material utama yang digunakan dominan menggunakan kayu , dimana tiang utama terbuat dari kayu Worok, papan lantai dari kayu Ajang , dan balok struktur rumah menggunakan kayu Uwu. Selain itu juga terdapat penggunaan material bamboo yang dikombinasikan juga dengan kayu kentil berukuran 1 cm yang digunakan pada rangka atap. Konstruksi kayu tersebut dirangkainya membentuk ikatan Panjang dan diikat secara horizontal dan dibentuk melingkar pada setiap tingkatan rumah.

Pada awal pembangunan , akan diletakkan tiang utama pada lantai dasar dengan kedalaman 1.5-2 meter ke dalam tanah dan sekaligus dilapisi dengan ijuk agar tidak cepat tejadinya pelapukan. Selain itu lantai dasar pada rumah ini dibuat dalam konstruksi panggung yang ditinggikan sekitar 1.20m dari permukaan tanah untuk menyesuaikannya dengan kondisi alam disekitar Wae Rebo. Selanjutnya merupakan peasangan balok lantai yang dilakukan berulang hingga lantai terakhir. Setelah pada setiap lantai telah terbentuk konstruki melingkar maka rangka atap segera dibentuk.

Luas bahan minimal yang dibutuhkan untuk membuat atap rumah adat mbaru niang

Gambar 5. Struktur Rumah Adat Wae Rebo

Sumber: arsitur.com

Desa Wae Rebo ini telah menerIma peNghargaan UNESCO Asia Pasific Award Heritage Conservation karena keunikan yang dimiliki oleh rumah adat Mbaru Niang ini. Ditambah, penghargaan tersebut merupakan penghargaan tertinggi dalam bidang konservasi warisan budaya pada tahun 2012. Rumah ini juga menjadi salah satu kandidat yang meraih Aga khan untuk arsitektur tahun 2013. Karena itu sebagai generasi penerus bangsa Indonesia kita patut bangga akan warisan Budaya Indonesia seperti Rumah adat Mbaru Niang yang sudah diakui seluruh dunia, kalian pun bisa mengunjungi desa ini yang sudah menjadi salah satu destinasi wisata yang wajib jika berkunjung ke Flores, NTT untuk melihat melihat keunikan dari rumah Mbaru Niang tersebut sekaligus aktivitas warga desa Wae Rebo.  

Referensi:

Y. P., By, -, Yopie Pangkey. (2021, April 5). 8 Keunikan Rumah Adat Mbaru Niang di Wae Rebo Manggarai. Genpi. https://genpi.id/rumah-adat-mbaru-niang-di-wae-rebo-manggarai/. 

Reinnamah, D. G. (2020, January 6). Mengenal (Sejarah) Rumah Adat Waerebo. DAILY VOYAGERS. https://dailyvoyagers.com/blog/2016/09/14/mengenal-sejarah-rumah-adat-waerebo/. 

Desa Adat Wae Rebo, Perkampungan Adat Lestari di Pegunungan Flores. Caritra. (2020, July 13). https://www.caritra.org/2020/07/13/desa-adat-wae-rebo-perkampungan-adat-lestari-di-pegunungan-flores/. 

Parsika. (2019, March 13). Rumah Adat Mbaru Niang Wae Rebo Flores. Arsitur Studio. https://www.arsitur.com/2019/03/rumah-adat-mbaru-niang-wae-rebo-flores.html. 

Gambar. Gambar – Arsitektur Indonesia. (n.d.). http://www.arsitekturindonesia.org/arsip/media/gambar?page=6.

Mbaru Niang adalah rumah adat dari wilayah Pulau Flores, Indonesia. Rumah adat Mbaru Niang berbentuk kerucut dan memiliki lima lantai dengan tinggi sekitar 15 meter. Rumah adat Mbaru niang dinilai sangat langka karena hanya terdapat di kampung adat Wae Rebo yang terpencil di atas pegunungan. Usaha untuk mengkonservasi Mbaru Niang telah mendapatkan penghargaan tertinggi kategori konservasi warisan budaya dari UNESCO Asia-Pasifik tahun 2012 dan menjadi salah satu kandidat peraih Penghargaan Aga Khan untuk Arsitektur tahun 2013.[1][2]

Luas bahan minimal yang dibutuhkan untuk membuat atap rumah adat mbaru niang

Mbaru Niang di desa Wae rebo, Flores

Mbaru Niang berbentuk kerucut dengan atap yang hampir menyentuh tanah. Atap yang digunakan rumah adat Mbaru Niang ini menggunakan daun lontar. Mirip rumah adat "honai" di Papua, Mbaru Niang adalah rumah dengan struktur cukup tinggi, berbentuk kerucut yang keseluruhannya ditutup ijuk. Mbaru Niang memiliki 5 tingkat dan terbuat dari kayu worok dan bambu serta dibangun tanpa paku. Tali rotan yang kuatlah yang mengikat konstruksi bangunan. Setiap mbaru niang dihuni enam sampai delapan keluarga.[3]

Setiap lantai rumah Mbaru Niang memiliki ruangan dengan fungsi yang berbeda beda yaitu:

  • tingkat pertama disebut lutur digunakan sebagai tempat tinggal dan berkumpul dengan keluarga
  • tingkat kedua berupa loteng atau disebut lobo berfungsi untuk menyimpan bahan makanan dan barang-barang sehari-hari
  • tingkat ketiga disebut lentar untuk menyimpan benih-benih tanaman pangan, seperti benih jagung, padi, dan kacang-kacangan
  • tingkat keempat disebut lempa rae disediakan untuk stok pangan apabila terjadi kekeringan,
  • tingkat kelima disebut hekang kode untuk tempat sesajian persembahan kepada leluhur.[4]

Lokasinya berbatasan langsung dengan Taman Nasional Komodo. Berada sekitar 1.100 mdpl, Wae Rebo merupakan sebuah desa terpencil yang dikelilingi pegunungan dan panorama hutan tropis lebat di Kabupaten Manggarai Barat, Pulau Flores. Wae Rebo kini telah tumbuh menjadi tujuan favorit untuk eko-pariwisata. Untuk sampai ke Wae Rebo, dapat dipilih jalur melalui Ruteng dan trekking dari Desa Sebu Denge ke Sungai Ras Wae.

Desa Wae Rebo bisa ditempuh 4 jam perjalanan darat dari Ruteng dengan medan berkelok menuju Desa Dintor. Dari Dintor kemudian jalan langsung menanjak. Melewati pematang sawah dan jalan setapak dari Sebu sampai Denge. Perjalanan masih berlanjut menuju Sungai Wae Lomba. Barulah setelah sungai itu akan tiba di Desa Wae Rebo.

  1. ^ Novani Nugrahani (29 Agustus 2012). "Mbaru Niang dan Persaudaraan Wae Rebo". Intisari-Online.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-04-20. Diakses tanggal 9 Juli 2013. 
  2. ^ Hilda B Alexander (1 Mei 2013). "Indonesia Kembali Mendunia Lewat Aga Khan Award". Kompas.com. Diakses tanggal 9 Juli 2013. 
  3. ^ "Mbaru Niang dari Flores Raih Penghargaan Bergengsi". 9 Juni 2013. 
  4. ^ "Mbaru Niang, Rumah Adat Terunik Milik Suku Wae Rebo". 9 Juni 2013. 

  • Rilis pers penghargaan tertinggi kategori konservasi warisan budaya UNESCO Asia-Pasifik 2012 Diarsipkan 2013-10-14 di Wayback Machine.
  • Aga Khan Award for Architecture, Preservation of the Mbaru Niang Diarsipkan 2013-07-06 di Wayback Machine.

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Mbaru_Niang&oldid=18366857"