Kenapa Indonesia tidak menjalin hubungan diplomatik dengan Israel?

Internasional

Foto: Presiden Jokowi menerima Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Anthony J. Blinken, Istana Merdeka, 13 Desember 2021 (Biro Pers Sekretariat Presiden/Lukas)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemberitaan 2021 dihebohkan dengan kemungkinan RI membuka hubungan dengan Israel. Hal itu terungkap pasca kedatangan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken pertengahan Desember kemarin ke Jakarta.

Ia disebut mengangkat kemungkinan normalisasi hubungan diplomatik Indonesia dengan Israel. Menurut laporan di media AS Axios, pemerintahan Biden sedang mencoba untuk membangun "Kesepakatan Abraham" era mantan presiden Donal Trump, yang membuat negara-negara di Timur Tengah mengakui Israel.

Indonesia, sebagai negara berpenduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia, merupakan salah satu negara yang coba dibawa oleh pemerintahan Trump ke dalam Kesepakatan Abraham. Namun saat itu negosiasi telah terhenti pada saat masa jabatan Trump berakhir.

Para pejabat AS dan Israel telah membahas berbagai cara untuk memperluas Kesepakatan Abraham dalam beberapa bulan terakhir. Nama Indonesia-pun muncul dalam konteks itu.

Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI buka suara mengenai kabar tersebut. Juru bicara Kemenlu, Teuku Faizasyah, mengatakan bahwa Blinken memang sempat melemparkan isu ini kepada Menlu RI Retno Marsudi.Namun Retno menyatakan bahwa hal itu masih sulit terwujud. Karena komitmen Indonesia yang mendukung kemerdekaan Palestina.

"Isu Israel muncul disampaikan oleh Menlu Blinken pada pertemuan dengan Menlu RI saat kunjungan ke Jakarta. Menlu RI sampaikan posisi konsisten Indonesia terhadap Palestina bahwa Indonesia akan terus bersama rakyat Palestina memperjuangkan keadilan dan kemerdekaan," ujar figur yang juga pernah menjadi Dubes RI untuk Kanada itu kepada CNBC Indonesia.

Sementara itu, anggota kehormatan di Washington Institute for Near East Polic Dennis Ross mengatakan bahwa jika Indonesia melakukan normalisasi seperti membuka kantor perdagangan komersial dengan Israel, itu akan menjadi masalah besar.

"Negara mayoritas Muslim terbesar di dunia yang menormalkan hubungan dengan Israel, bahkan sebagai bagian dari proses, akan menandakan rekonsiliasi yang jauh lebih luas antara Muslim dan Negara Israel. Ini akan mencerminkan penerimaan Israel yang lebih luas di antara mereka yang secara historis telah menolaknya. Itu akan membuat isolasi Israel jauh lebih sulit," kata Ross, dikutip dari Jerusalem Post.

Tapi Ross tak memungkiri akan ada janji manis yang diberikan ke RI. Seperti investasi sektor swasta dan publik yang signifikan dari AS.

"Tidak diragukan lagi, jika Indonesia mengambil langkah normalisasi, itu akan mencerminkan ekspektasi keuntungan ekonominya, mengirimkan pesan kepada orang lain tentang nilai ikatan semacam itu," katanya.

Murray Hiebert, rekan senior Program Asia Tenggara di Pusat Hubungan Strategis dan Internasional, menjelaskan bahwa Indonesia, sebagai negara terpadat keempat di dunia, memiliki kebijakan luar negeri yang sangat independen.

"Indonesia mencari keseimbangan antara AS dan China, termasuk selama perselisihan mereka saat ini," katanya, mencatat bahwa posisi Indonesia adalah Palestina, dan bahwa banyak orang Indonesia memprotes keras pada bulan Mei selama Operasi Penjaga Tembok.

"Jakarta sering mengatakan tidak akan menormalkan hubungan sampai situasi Palestina diselesaikan, tetapi Indonesia masih mempertahankan hubungan informal dalam perdagangan dan diskusi antar agama."


(tfa)

TAG: ri-israel hubungan indonesia-israel israel palestina

Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana. Foto: Medcom.id/Fachrie Audhia Hafiez

Jakarta: Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menyebut ada tiga alasan yang membuat Indonesia tidak mungkin membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Pertama, pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menegaskan penjajahan di atas dunia harus dihapuskan.

"Maka sebelum Palestina merdeka, tidak mungkin bagi Indonesia membuka hubungan diplomatik dengan Israel yang menjajah bangsa Palestina, " ujar Hikmahanto Juwana dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat, 25 Desember 2020.

Kedua, masyarakat Indonesia masih bersimpati dan memiliki solidaritas yang tinggi terhadap bangsa Palestina yang ditindas oleh Israel. Simpati ini muncul, baik karena alasan solidaritas agama maupun perikemanusiaan. Ketiga, Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu sudah berbicara melalui telepon dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas. Jokowi menegaskan Indonesia tidak akan membuka hubungan diplomatik dengan Israel sebelum Palestina merdeka.

Baca: RI Ditawari Uang Demi Normalisasi dengan Israel, Pengamat: Tawaran Janggal

"Presiden Abbas sangat mengapresiasi komitmen Presiden Jokowi karena Indonesia tidak mengikuti sejumlah negara di Arab yang telah membuka hubungan diplomatik," ujar Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani itu. Hikmahanto mengatakan tawaran Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menjanjikan investasi Rp28 triliun kepada Indonesia jika bersedia membuka hubungan diplomatik dengan Israel memang menggiurkan. Namun, Indonesia tidak mungkin menerima tawaran itu. 

Dia juga mencermati kejanggalan Trump menawarkan janji tersebut saat berada dalam status lame duck atau kalah dalam pemilihan umum. Posisi Trump sebagai presiden AS bakal digantikan Joe Biden pada Januari 2021.

"Presiden Trump tidak seharusnya membuat kebijakan-kebijakan penting karena dalam waktu yang tidak terlalu lama akan diganti oleh Joe Biden," ujar Hikmahanto. Ia mengatakan mungkin saja tawaran itu terkait persaingan dominasi AS-Tiongkok di kawasan Asia. Untuk memenangkan persaingan kedua negara, kata Hikmahanto, AS menggunakan instrumen investasi dan utang, bahkan vaksin. "Hanya saja karena perekonomian di AS sangat terdampak oleh pandemi covid-19, dana yang dibutuhkan tidak mungkin berasal dari AS. Dana ini yang kemudian dinegosiasikan oleh AS dengan Israel. Seolah Israel menjadi bendahara AS. Israel sepertinya menyanggupi namun dengan persyaratan," kata dia. Bagi Israel, lanjut Hikmahanto, pengakuan Indonesia amat penting. Pasalnya, Indonesia menjadi negara berpenduduk penganut agama Islam terbesar di luar Timur Tengah.

"Belum lagi Israel dapat mengeklaim ke masyarakat internasional bahwa negara yang anti terhadap penjajahan mau mengakui Israel sebagai negara dan menjalin hubungan diplomatik," ujar dia. 

Editor : Yogi Bayu Aji

Ilustrasi bendera Israel dan Indonesia. /PIXABAY/heathertruett/kopikeeran

PIKIRAN RAKYAT - Pemerintah Israel belakangan ini dilaporkan telah berhasil menormalisasi hubungan diplomatik dengan negara-negara Muslim yang sebelumnya mendukung Palestina.

Seperti diketahui, negara Yahudi itu bahkan telah berhasil membuka hubungan dengan sejumlah negara Timur Tengah dan Afrika.

Beberapa waktu lalu, tersiar kabar pemerintah Israel dilaporkan tengah berupaya membuka hubungan diplomatik dengan Indonesia dan Oman.

Bahkan, Indonesia diiming-imingi bantuan berupa dana miliaran dolar AS.

Baca Juga: Ramalan Zodiak 26 Desember 2020: Cancer, Leo, dan Virgo Waktu yang Cocok untuk Berinvestasi

Sebelumnya, pemerintah Indonesia melalui Menteri Luar Negeri (Menlu) Ratna Marsudi menegaskan bahwa Indonesia tidak berniat membuat hubungan diplomatik dengan Israel, sesuai arahan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi).

Sementara itu, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana menyebut tiga alasan yang membuat Indonesia tidak mungkin membuka hubungan diplomatik dengan Israel.

Lebih lanjut, Hikmahanto membeberkan tiga alasan besar tersebut.

Baca Juga: Memprihatinkan! Inilah Perjuangan Warga Suriah Hadapi Lonjakan Kasus Covid-19

Page 2

“Ada tiga alasan besar untuk ini. Pertama, selama dalam pembukaan konstitusi Indonesia masih tertera kalimat ‘penjajahan di atas dunia harus dihapuskan’, maka sebelum Palestina merdeka tidak mungkin bagi Indonesia membuka hubungan diplomatik dengan Israel yang menjajah bangsa Palestina,” katanya dalam keterangan di Jakarta, Jumat, 25 Desember 2020, seperti dilaporkan Antara.

Selanjutnya, alasan kedua menurutnya masyarakat Indonesia masih bersimpati dan memiliki solidaritas yang tinggi terhadap bangsa Palestina, lantaran selama ini ditindas oleh Israel, baik karena alasan solidaritas agama maupun perikemanusiaan.

Sementara itu, alasan besar ketiga yang membuat Indonesia enggan membuka hubungan diplomatik dengan negara Yahudi tersebut yakni beberapa waktu lalu Presiden Jokowi melakukan pembicaraan melalui telepon dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas.

Baca Juga: Virus Corona Varian Baru Ditemukan di Inggris, Ini yang Dilakukan Menkes Budi Gunadi Sadikin

Pembicaraan keduanya berisi tentang penegasan bahwa Indonesia tidak akan membuka hubungan diplomatik dengan Israel sebelum Palestina merdeka.

Atas tiga alasan besar tersebut, menurutnya Presiden Palestina Mahmoud Abbas sangat mengapresiasi komitmen Presiden Jokowi.

"Presiden Abbas sangat mengapresiasi komitmen Presiden Jokowi karena Indonesia tidak mengikuti sejumlah negara di Arab yang telah membuka hubungan diplomatik,” katanya menerangkan.

Seperti diketahui, sejumlah negara dikabarkan tengah membuka hubungan dengan Israel.

Seperti di antaranya Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan dan Maroko.***

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA