Jakarta - Landasan hukum pembentukan Kementerian Republik Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar (UUD)1945. Landasan hukum kementerian negara adalah UUD 1945 pasal 17. Show Bab V Pasal 17 ayat 1 UUD 1945 berbunyi "Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara. Selanjutnya pada ayat 2 berbunyi "Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh presiden." Pasal 17 ayat 3 UUD 1945 berbunyi "Menteri-menteri itu memimpin departemen pemerintahan." Dari pasal di atas dapat disimpulkan bahwa tugas menteri utamanya yaitu membantu presiden dan memimpin departemen pemerintahan. Pengangkatan dan pemberhentian menteri dilakukan oleh presiden. Landasan hukum kementerian negara Republik Indonesia lainnya yaitu Undang-Undang atau UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Undang-Undang ini salah satunya dibuat berdasarkan Pasal 17 ayat 3 UUD 1945. Undang- Undang ini mengatur tentang kedudukan, urusan pemerintahan, tugas, fungsi, susunan organisasi, pembentukan, pengubahan, pembubaran kemneterian, dan lain-lain. Pasal 11 UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara berbunyi "Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, fungsi, dan susunan organisasi Kementerian diatur dengan Peraturan Presiden." Pasal 11 UU Nomor 39 Tahun 2008 tersebut lalu ditindaklanjuti di antaranya dengan Peraturan Presiden No. 47 Tahun 2009 tetang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara. Dikutip dari situs resmi Presiden Republik Indonesia, menteri negara Kabinet Indonesia Maju Periode Tahun 2019-2024 saat ini terbagi atas menteri koordinator dan menteri bidang. Rincian pembagian menteri negara Kabinet Indonesia Maju Periode Tahun 2019-2024 adalah sebagai berikut: A. Menteri Koordinator1. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan2. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian3. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan 4. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi B. Menteri Bidang1. Menteri Sekretaris Negara2. Menteri Dalam Negeri3. Menteri Luar Negeri4. Menteri Pertahanan5. Menteri Agama6. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia7. Menteri Keuangan8. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi9. Menteri Kesehatan10. Menteri Sosial11. Menteri Ketenagakerjaan12. Menteri Perindustrian13. Menteri Perdagangan14. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral15. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat16. Menteri Perhubungan17. Menteri Komunikasi dan Informatika18. Menteri Pertanian19. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan20. Menteri Kelautan dan Perikanan21. Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi22. Menteri Agraria dan Tata Ruang23. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional24. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi25. Menteri Badan Usaha Milik Negara26. Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah27. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif28. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak29. Menteri Investasi 30. Menteri Pemuda dan Olahraga Nah, demikian penjelasan landasan hukum kementerian negara, UUD 1945 pasal 17. Semoga mudah dipahami ya, detikers! Simak Video "La Nyalla Sebut Isi UUD 1945 Telah Berubah 95%, Ini Penjelasannya" [Gambas:Video 20detik] (twu/nwy)
Pada hakekatnya manusia diciptakan menjadi perempuan dan laki-laki agar bisa saling melengkapi guna membangun sinergi dan untuk keberlangsungan umat manusia. Tetapi dalam perkembangannya terjadi dominasi oleh satu pihak, sehingga menimbulkan diskriminasi antara perempuan dan laki-laki. Secara statistik, pada umumnya kaum perempuan mendapatkan posisi yang kurang menguntungkan dalam berbagai aspek kehidupan. Disini lain, rendahnya kesejahteraan dan perlindungan anak menimbulkan tindak kekerasan, banyaknya anak yang dipekerjakan, dilacurkan, Angka Partisipasi Sekolah (APS) rendah, Angka Kematian Bayi (AKB) tinggi, gizi kurang, gizi anak kurang yodium, dan 60% anak tidak memiliki akte kelahiran. Situasi ini merupakan hasil akumulasi dari nilai sosial kultural dari suatu masyarakat. Pancasila, UUD 1945, GBHN, dan atau RPJM sebagai Landasan Hukum, menempatkan perempuan dan anak sebagai mahluk ciptaan Tuhan dengan keluhuran harkat dan martabatnya, dan sebagai warga negara memiliki kedudukan, hak, kewajiban, tanggungjawab, peranan dan kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk berperan dalam berbagai bidang kehidupan dan segenap kegiatan pembangunan. Program pemerintah dalam pemberdayaan perempuan telah menginjak tahun ke tigapuluh empat, yaitu dilaksanakan sejak tahun 1978. Untuk mewujudkan keberhasilan pemberdayaan perempuan tersebut, maka pemerintah telah mengembangkan kebijakan dan strategi melalui tahapan pembangunan lima tahunan (Pelita) yang telah dilakukan sejak tahun 1978 hingga saat ini di sebut era reformasi. Kementerian (nama resmi: Kementerian Negara) adalah lembaga Pemerintah Indonesia yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. Kementerian berkedudukan di ibukota negara yaitu Jakarta dan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden. Landasan hukum kementerian adalah Bab V Pasal 17 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa:
Lebih lanjut, kementerian diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dan Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara. Pembentukan kementerian dilakukan paling lama 14 hari kerja sejak presiden mengucapkan sumpah/janji. Urusan pemerintahan yang nomenklatur kementeriannya secara tegas disebutkan dalam UUD 194 harus dibentuk dalam satu kementerian tersendiri. Untuk kepentingan sinkronisasi dan koordinasi urusan kementerian, presiden juga dapat membentuk kementerian koordinasi. Jumlah seluruh kementerian maksimal 34 kementerian. Kementerian yang membidangi urusan pemerintahan selain yang nomenklatur kementeriannya secara tegas disebutkan dalam UUD 1945 dapat diubah oleh presiden. Pemisahan, penggabungan, dan pembubaran kementerian tersebut dilakukan dengan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), kecuali untuk pembubaran kementerian yang menangani urusan agama, hukum, keamanan, dan keuangan harus dengan persetujuan DPR. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak termasuk Kementerian yang menangani urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah. Susunan organisasi kementerian yang menangani urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah yaitu sebagai berikut:
Tahapan pembangunan pemberdayaan perempuan adalah sebagai berikut:
[dari berbagai sumber]
SeputarIlmu.Com – Hallo para pencari ilmu, jumpa kembali dalam artikel di seputarilmu.com. Kali ini akan membahas mengenai Kementerian Negara. Ada yang sudah mengenal atau pernah mendengar mengenai istilah Kementerian Negara? […]
Kementerian Indonesia adalah lembaga Pemerintah Indonesia yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. Kementerian berkedudukan di Jakarta dan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden Indonesia. SejarahSebagian besar kementerian yang ada sekarang telah mengalami berbagai perubahan, meliputi penggabungan, pemisahan, pergantian nama, dan pembubaran (baik sementara atau permanen). Jumlah kementerian sendiri hampir selalu berbeda-beda dalam setiap kabinet, dimulai dari yang hanya berjumlah belasan hingga pernah mencapai ratusan, sebelum akhirnya ditentukan di dalam UU No. 39 Tahun 2008, yaitu sejumlah maksimal 34 kementerian. Dalam perjalanannya, pembentukan kementerian di Indonesia selalu mempertimbangkan kekuatan politik, ideologi, dan suku bangsa. Pada era Perjuangan Kemerdekaan dan Demokrasi Parlementer, empat partai politik, yakni Partai Nasional Indonesia, Masyumi, Nahdlatul Ulama, dan Partai Sosialis Indonesia, saling bersaing dalam memperebutkan posisi kementerian. Setelah tahun 1955, Partai Komunis Indonesia menjadi kekuatan tambahan dalam percaturan politik Indonesia. Pada masa Orde Baru (Kabinet Pembangunan I hingga VII), hanya ada satu kekuatan politik yang dominan, yakni Golongan Karya (Golkar). Sementara itu, pada era Reformasi, macam-macam partai silih berganti berkuasa. Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dan Partai Demokrat, merupakan empat partai besar yang pernah menduduki puncak pimpinan negara.
Jika dilihat berdasarkan komposisi etnis, komposisi menteri pada periode 1945–1970 didominasi oleh Suku Jawa, yang kemudian diikuti oleh Suku Minangkabau dan Suku Sunda. Dua suku bangsa yang berasal dari Indonesia Timur, yakni Minahasa dan Maluku, juga merupakan kelompok masyarakat yang banyak mengisi Kementerian Indonesia.[1] Sepanjang sejarahnya, kementerian menggunakan nomenklatur yang berubah-ubah. Pada masa Orde Baru, nomenklatur yang digunakan adalah "departemen", "kantor menteri negara", dan "kantor menteri koordinator". Pada tahun 1998 mulai digunakan istilah "kementerian negara" dan "kementerian koordinator", sementara istilah "departemen" tetap dipertahankan. Sejak berlakunya UU No. 39 Tahun 2008 dan Perpres No. 47 Tahun 2009, seluruh nomenklatur kementerian dikembalikan menjadi "kementerian" saja, seperti pada masa awal kemerdekaan. Proses pergantian kembali nomenklatur ini mulai dilakukan pada masa Kabinet Indonesia Bersatu II.[2][3][4] Landasan hukumLandasan hukum kementerian adalah Bab V Pasal 17 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa:
Pengaturan dasar mengenai kementerian dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, sementara ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, fungsi, dan susunan organisasi Kementerian diatur dengan Peraturan Presiden (Perpres). Organisasi Kementerian Negara diatur dalam Perpres Nomor 68 Tahun 2019, yang kemudian diubah oleh Perpres Nomor 32 Tahun 2021. Pembentukan, pengubahan, dan pembubaranPembentukan kementerianSuatu kementerian dibentuk untuk membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. Ada tiga jenis urusan pemerintahan sebagaimana diuraikan dalam tabel berikut ini.
Urusan pemerintahan yang nomenklatur kementeriannya secara tegas disebutkan dalam UUD 1945 (yaitu luar negeri, dalam negeri, dan pertahanan) harus dibentuk dalam satu kementerian tersendiri. Sementara itu, setiap urusan pemerintahan pada kelompok kedua dan ketiga tidak harus dibentuk dalam satu kementerian tersendiri, tetapi dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas; cakupan tugas dan proporsionalitas beban tugas; kesinambungan, keserasian, dan keterpaduan pelaksanaan tugas; dan/atau perkembangan lingkungan global.[8] Untuk kepentingan sinkronisasi dan koordinasi urusan kementerian, presiden juga dapat membentuk kementerian koordinasi.[9] Kementerian-kementerian tersebut dibentuk paling lama 14 hari kerja sejak presiden mengucapkan sumpah/janji,[10] dengan jumlah seluruh kementerian maksimum 34 kementerian.[11] Pengubahan dan pembubaran kementerianKementerian yang membidangi urusan pemerintahan yang nomenklatur kementeriannya secara tegas disebutkan dalam UUD 1945 (yaitu urusan luar negeri, dalam negeri, dan pertahanan) tidak dapat diubah atau dibubarkan oleh presiden.[12][13] Kementerian-kementerian selain itu dapat diubah dan/atau dibubarkan oleh presiden. Pengubahan (akibat pemisahan atau penggabungan) serta pembubaran kementerian dilakukan dengan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). kecuali untuk pembubaran kementerian yang menangani urusan agama, hukum, keamanan, dan keuangan harus dengan persetujuan DPR.[14][15] Daftar kementerian yang diubah dan dibubarkanKementerian yang digabungkan/dipisahkan
Kementerian yang dibubarkan
Kementerian yang berganti nama
Daftar saat iniSetiap kementerian membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. Kementerian-kementerian tersebut adalah:
Selain kementerian yang menangani urusan pemerintahan di atas, ada juga kementerian koordinator yang bertugas melakukan sinkronisasi dan koordinasi urusan kementerian-kementerian yang berada di dalam lingkup tugasnya.
Susunan organisasiKementerian dipimpin oleh menteri yang tergabung dalam sebuah kabinet. Presiden juga dapat mengangkat wakil menteri pada kementerian tertentu apabila terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus. Susunan organisasi kementerian adalah sebagai berikut:
Lihat pula
Referensi
Pranala luar
Wikisumber memiliki naskah asli yang berkaitan dengan artikel ini: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008
|