Kelebihan dan kekurangan pembagian kekuasaan secara horizontal

Kelebihan dan kekurangan pembagian kekuasaan secara horizontal

Kelebihan dan kekurangan pembagian kekuasaan secara horizontal
Lihat Foto

KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pasukan pengamanan pelantikan presiden berjaga saat gladi bersih di gedung Parlemen DPR-MPR, Jakarta, Sabtu (19/10/2019). Upacara pelantikan Presiden dan Wakil Presiden, Joko Widodo dan KH Ma'ruf Amin periode 2019-2024 akan digelar di Gedung Nusantara MPR RI pada 20 Oktober 2019.

KOMPAS.com - Prinsip kedaulatan rakyat yang dianut di Indonesia diwujudkan salah satunya melalui pembagian kekuasaan atau distribution of power.

Pembagian kekuasaan bermakna bahwa kekuasaan dibagi ke dalam beberapa bagian, tetapi tidak dipisahkan. Pada bagian-bagian tersebut masih dimungkinkan terjadi koordinasi atau kerja sama.

Pembagian kekuasaan dilakukan untuk menghindari adanya kekuasaan absolut di sebuah negara. Kekuasaan di Indonesia adalah kekuasaan yang dibagi kepada beberapa lembaga.

Pembagian kekuasaan di Indonesia digolongkan menjadi dua yaitu pembagian kekuasaan secara horizontal dan pembagian kekuasaan secara vertikal.

Pembagian Kekuasaan Secara Horizontal

Pembagian kekuasaan yang dilakukan menurut fungsi lembaga-lembaga tertentu merupakan pembagian kekuasaan secara horizontal.

Pembagian Kekuasaan Horizontal di Tingkat Pusat

Pembagian kekuasaan horizontal di tingkat pusat berlangsung antara lembaga-lembaga negara yang sederajat.

Pasca amandemen Undang-undang Dasar atau UUD 1945, terjadi pergeseran klasifikasi kekuasaan negara di tingkat pusat dari tiga jenis kekuasaan yaitu eksekutif, legislatif, yudikatif menjadi enam jenis kekuasaan negara.

Baca juga: Pembagian Kekuasaan Menurut John Locke dan Montesquieu

Enam jenis kekuasaan tersebut adalah:

  • Kekuasaan Konstitutif: Kekuasaan untuk mengubah dan menetapkan UUD. Pemegang kekuasaan konstitutif adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat atau MPR. Salah satu kewenangannya adalah mengubah dan menetapkan UUD.
  • Kekuasaan Eksekutif: Kekuasaan menjalankan undang-undang atau UU dan penyelenggaraan pemerintahan negara. Pemegang kekuasaan eksekutif adalah presiden bersama wakil presiden.
  • Kekuasaan Legislatif: Kekuasaan membentuk undang-undang. Kekuasaan legislatif dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR. DPR berwenang membuat UU berdasarkan aspirasi rakyat.
  • Kekuasaan Yudikatif: Kekuasaan menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Pemegang kekuasaan yudikatif adalah Mahkamah Agung atau MA dan Mahkamah Konstitusi atau MK.
  • Kekuasaan Eksaminatif atau Inspektif: Kekuasaan yang berhubungan dengan penyelenggaraan atas pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara. Kekuasaan eksaminatif dijalankan oleh Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK. BPK bersifat bebas dan mandiri.
  • Kekuasaan Moneter: Kekuasaan untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta memelihara kestabilan nilai rupiah. Kekuasaan ini dipegang oleh Bank Indonesia sebagai bank sentral. Susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensi bank sentral diatur dalam UU.
Pembagian Kekuasaan Horizontal di Tingkat Daerah

Pembagian kekuasaan horizontal di tingkat daerah berlangsung antara lembaga-lembaga daerah sederajat.

Pada tingkat provinsi, pembagian kekuasaan berlangsung antara gubernur dan wakil gubernur dengan Dewan Perwakilan Daerah Provinsi atau DPRD provinsi.

Pada tingkat kabupaten atau kota, pembagian kekuasaan berlangsung antara Bupati dan wakil bupati atau walikota dan wakil walikota dengan DPRD kabupaten atau kota.

Baca juga: Pembagian Kekuasaan dalam Kerangka Otonomi Daerah

Pembagian Kekuasaan Secara Vertikal

Pembagian kekuasaan secara vertikal di Indonesia berlangsung antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah. Pemerintahan daerah yang dimaksud adalah pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten atau kota.

Pembagian kekuasaan secara vertikal muncul sebagai konsekuensi atas penerapan asas desentralisasi di Indonesia.

Pemerintah pusat menyerahkan wewenang pemerintahan kepada pemerintah daerah otonom untuk mengurus urusan rumah tangganya sendiri, kecuali urusan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat.

Kewenangan pemerintah pusat adalah kewenangan yang berkaitan dengan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, agama, moneter, dan fiskal. Hal ini ditegaskan dalam pasal 18 ayat 5 UUD 1945.

Pemberian otonomi kepada daerah bertujuan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Khususnya dengan memerhatikan dampak langsung kepada masyarakat dan meningkatkan kestabilan politik serta kesatuan bangsa.

Referensi

  • Ridwan, HR. 2006. Hukum Administrasi Negara. Depok: PT Raja Grafindo Persada
  • Harnawansyah, Fadhillah. 2019. Sistem Politik Indonesia. Surabaya: Scopindo Media Pustaka
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

tirto.id - Cara untuk menghindari adanya kekuasaan yang absolut di sebuah negara adalah membagi kekuasaan ke beberapa fungsi.

Pembagian kekuasaan bermakna bahwa kekuasaan dibagi-bagi ke beberapa bagian, namun tidak dipisahkan. Pada bagian-bagian tersebut masih dimungkinkan melakukan koordinasi atau kerja sama.

Sistem pembagian kekuasaan lumrah terjadi di negara yang menganut demokrasi. Di dalam sistem tersebut, rakyat dapat berpartisipasi termasuk ikut mengontrol pelaksanaan kebijakan negara melalui perwakilan mereka di legislatif.

Di samping itu, hak warga negara juga memiliki kedudukan sama di mata hukum dengan hadirnya lembaga yudikatif.

Pencetus sistem pembagian kekuasaan atau trias politica adalah Montesquieu. Dalam pandangannya, negara perlu dibagi menjadi tiga fungsi kekuasaan yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Tapi, pada praktiknya, pembagian fungsi-fungsi ini lebih fleksibel sesuai kebutuhan tiap negara.

Kelebihan dan kekurangan pembagian kekuasaan secara horizontal

Penerapan di Indonesia, pembagian kekuasaan dipilah menjadi dua bagian yaitu pembagian kekuasaan secara horizontal dan pembagian kekuasaan secara vertikal. Berikut penjelasannya:

1. Pembagian kekuasaan secara horizontal

Mengutip laman Sumber Belajar Seamolec, pembagian kekuasaan secara horizontal adalah pembagian kekuasaan menurut fungsi lembaga-lembaga tertentu.

Menurut UUD 1945 setelah amandemen, saat ini terjadi pergeseran klasifikasi kekuasaan negara yang umumnya tiga jenis menjadi enam jenis kekuasaan yaitu:

a. Kekuasaan konstitutif. Kekuasaan ini dijalankan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang memiliki kuasa dalam mengubah dan menetapkan Undang-Undang dasar. Dasar hukumnya adalah Pasal 3 ayat (1) UUD 1945.

b. Kekuasaan eksekutif. Kekuasaan eksekutif yaitu kekuasaan menjalankan undang-undang dan penyelenggaraan pemerintahan negara. Pihak yang memiliki kekuasaan ini adalah Presiden, seperti diatur pada Pasal 4 ayat (1) UUD 1945.

c. Kekuasaan legislatif. Kekuasaan legislatif merupakan kekuasaan membentuk undang-undang dan dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kekuasaan ini diatur melalui Pasal 20 ayat (1) UUD 1945.

d. Kekuasaan yudikatif (kehakiman). Pemegang kekuasaan kehakiman adalah Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi sesuai Pasal 24 ayat (2) UUD 1945. Kekuasaan yudikatif memiliki kekuasaan untuk menyelenggarakan peradilan dalam upaya penegakan hukum dan keadilan.

e. Kekuasaan eksaminatif (inspektif). Kekuasaan eksaminatif adalah kekuasaan yang berkaita dengan penyelenggaraan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Pemegang kekuasaan ini yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sesuai Pasal 23E ayat (1) UUD 1945.

f. Kekuasaan moneter. Kekuasaan moneter adalah kekuasaan untuk menetapkan dan melakukan kebijakan moneter. Pelaksananya adalah Bank Indonesia selaku bank sentra yang diatur pada Pasal 23D UUD 1945.

2. Pembagian kekuasaan secara vertikal

Dalam modul PPKn Kelas X (2020) terbitan Kemdikbud, pembagian kekuasaan secara vertikal adalah pembagian kekuasaan berdasarkan tingkatannya yakni pembagian kekuasaan antara beberapa tingkatan pemerintahan.

Merujuk pada Pasal 18 ayat (1) UUD 1945, NKRI diagi menjadi daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi menjadi kabupaten dan kota.

Setiap provnsi, kabupaten, dan kota memiliki pemerintahan daera yang diatur menurut undang-undang.

Dengan demikian, pembagian kekuasaan secara vertikal berlangsung antara pemerintahan pusat dengan pemerintahan daerah, baik provinsi atau kabupaten/kota.

Pemerintahan daerah berlangsung juga pembagian kekuasaan dengan pemerintahan pusat. Pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota saling terjalin koordinasi, pembinaan, dan pengawasan oleh pemerintahan pusat di bidang administrasi dan kewilayahan.

Kelebihan dan kekurangan pembagian kekuasaan secara horizontal

Baca juga:

  • 6 Jenis Konsep Pembagian Kekuasaan di Indonesia Secara Horizontal
  • Bunyi Pasal 10 UUD 1945: Isi Penjelasan Kekuasaan Tertinggi TNI

Baca juga artikel terkait PEMBAGIAN KEKUASAAN DI INDONESIA atau tulisan menarik lainnya Ilham Choirul Anwar
(tirto.id - ica/adr)


Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Yandri Daniel Damaledo
Kontributor: Ilham Choirul Anwar

Subscribe for updates Unsubscribe from updates