Kelangkaan mencakup beberapa hal yaitu a biaya waktu

Scarcity atau kelangkaan memiliki pengertian tersendiri dalam ekonomi. Pengertian ini berbeda dengan artinya secara bahasa.

Secara Bahasa

Scarcity secara bahasa adalah kata benda dari scarce yang berarti kelangkaan dalam bahasa Indonesia. Scarce sendiri adalah kata sifat yang berarti langka. Sederhananya scarcity adalah kondisi langka atau scarce.

Secara Istilah

Adapun scarcity atau kelangakaan dalam ekonomi tidak sekedar langka. Tidak juga berarti terbatasnya jumlah suatu barang. Dalam ekonomi scarcity atau kelangkaan berarti tidak didapatkan secara cuma-cuma. Suatu barang menjadi langka jika barang tersebut diinginkan dan berharga.[1] Dan berharga berarti ada ongkos yang perlu dikeluarkan untuk mendapatkannya. Terbatas dalam jumlah juga tidak benar-benar berarti jumlah yang sedikit. Terbatas berarti tidak mencukupi permintaan atau kebutuhan pada suatu waktu atau tempat. Meski sebenarnya jumlah barang tersebut banyak

Sebagai gambaran, saat ini sampah termasuk sebagai barang yang langka. Ini disebabkan ada yang menginginkannya dan rela mengeluarkan biaya untuk mendapatkannya. Hal ini terlepas dari jumlahnya yang berlimpah atau terbatas. Di lain sisi, udara tidak dianggap langka karena untuk mendapatkannya tidak ada biaya yang perlu dikeluarkan. Setiap orang di manapun, kapanpun serta dalam jumlah berapapun bisa mendapatkan udara. Namun, udara dapat menjadi langka jika terdapat biaya untuk mendapatkannya. Seperti oksigen yang ada di rumah sakit. Saat itu, oksigen menjadi langka karena memiliki harga meski sebenarnya jumlahnya berlimpah.

Contoh lain adalah air. Air dapat menjadi langka meski berlimpah. Di desa setiap rumah memiliki sumber air dari sumur masing-masing. Tetapi, saat dikemas dan dijual di tempat tertentu air menjadi barang yang langka. Saat itu air memiliki harga dan karena itu menjadi langka. Dengan kata lain, faktor utama penentu suatu barang menjadi langka atau scarce ada dua. Pertama, adanya pihak yang menginginkannya dan kedua, adanya cost atau biaya yang rela untuk dikeluarkan.

Pengertian Harga (Opportunity Cost)

Biaya atau cost tidak selalu berbentuk uang. Dalam ekonomi cost dapat berupa kemungkinan yang harus dikorbankan karena suatu pilihan. Sebagai ilustrasi, seorang petani pisang baru saja panen. Dia memiliki bahan baku atau sumber daya (means/resource) yaitu pisang. Kemungkinan yang dapat dia pilih adalah; memakan pisang tersebut atau mengolahnya untuk dimakan. Dia bisa juga mengolahnya untuk dijual atau langsung menjualnya. Saat memilih salah satu diantara pilihan-pilihan di atas si petani harus merelakan pilihan lainnya. Saat dia memilih untuk memakannya langsung dia harus merelakan kesempatan untuk menjualnya atau mengolahnya. Kesempatan yang gugur tersebut juga dianggap sebagai cost atau biaya. Dalam ekonomi biaya ini dikenal dengan istilah Opportunity Cost.[2]  Saat ini langka berarti selalu ada harga untuk suatu pilihan. Ada kesempatan yang harus diabaikan karena ketidakmungkinan untuk memilih semua pilihan secara bersamaan. Ada harga bagi suatu pilihan yaitu kesempatan yang terabaikan atau opportunity cost.

Posisi Kelangkaan (Scarcity) dalam Ekonomi

Selanjutnya, scarcity atau kelangkaan itu penting dalam Ilmu Ekonomi. Konsep ini berkaitan dengan definisi ilmu ekonomi. Dan juga, ia menjadi permasalahn inti dalam ekonomi. Ia juga berkaitan dengan konsep-konsep lain dalam ekonomi.

Sebagai Bagian dari Definisi Ekonomi

Dalam ekonomi konvensional scarcity atau kelangkaan adalah penggerak aktivitas ekonomi.[3] Definisi ekonomi saat ini menggambarkan scarcity. Sebagaimana yang didefinisikan oleh Lionel Robbins. Dalam bukunya An Essay on the Nature and Significance of Economic Science, dia menulis:

“Economics is the science which studies human behaviour as a relationship between ends and scarce means which have alternative uses”.[4]

Dalam definisi di atas ekonomi adalah kajian tentang perilaku manusia yang berkaitan dengan dua hal. Pertama adalah tujuan atau keinginan (ends) dan kedua adalah sumber daya yang langka (scarce means).

Sebagai Permasalahan Inti dalam Ekonomi

Lebih jelas lagi Karl E. Case and Ray C. Fair menjelaskan bahwa scarcity atau kelangkaan sebagai masalah utama dalam ekonomi. Dia menulis:

“The concepts of constrained choice and scarcity are central to the disipline of economics”.[5]

Keduanya menjelaskan posisi penting scarcity atau kelangkaan dalam disiplin ilmu ekonomi.

Bagian Dua

Hubungan Scarcity atau Kelangkaan dengan Konsep lain

Scarcity juga penting karena terkait dengan beberapa konsep dalam ekonomi. Ia terkait erat dengan masalah pemilihan (Problem of Choices).[6] Sebagai konsekuensi dari ketidakmungkinan memilih semua pilihan yang ada. Pada titik ini manusia dipaksa untuk selalu berhadapan dengan permasalahan pilihan. Kaitan selanjutnya dengan rasionalitas ekonomi (Economics Rationality).[7] Dasar-dasar pertimbangan saat memilih dibicarakan dalam konsep ini. Selanjutnya ia terkait dengan nilai (value) dan harga (price) suatu barang.[8] Suatu barang menjadi langka saat peminat jauh lebih banyak dari jumlah barang yang tersedia. Barang tersebut akan menjadi semakin bernilai. Selanjutnya para peminat akan melakukan penawaran dengan harga yang semakin besar untuk bersaing dengan peminat lainnya. Suatu barang juga bisa menjadi semakin bernilai dan berharga saat ia menggugurkan semakin banyak kemungkinan. Semakin berharga dan bernilai kemungkinan yang diabaikan akan menambah nilai dan harga barang tersebut. [Atqiya: Mahasiswa Pascasarjana Universitas Darussalam Gontor Program Studi Hukum Ekonomi Syariah]

Kaitan Scarcity atau Kelangkaan dengan Masalah Pemilihan (Problem of Choices)

Ketika sumbernya langka, orang harus membuat pilihan. Apa yang harus dilakukan dengan sumber daya? Apa pilihan yang paling menguntungkan? Bagaimana cara melakukannya? Siapa yang akan mendapatkan produk? Ini adalah beberapa pertanyaan yang perlu dijawab orang ketika mereka berhadapan dengan kelangkaan.[1] Pertanyaan-pertanyaan ini membutuhkan jawaban dan jawaban untuk mereka adalah pilihan. Ini adalah alasan di balik definisi Ekonomi sebagai studi tentang pilihan manusia. Dalam pengertian ini, kelangkaan dan pilihan menjadi subjek utama dalam Ekonomi bersama dengan alasan di balik pilihan itu.

Bayangkan seseorang kebetulan tinggal sendirian di tempat yang jauh. Dia memiliki semua yang dia butuhkan untuk hidupnya. Sumber daya untuk makanan, tempat tinggal, pakaian tersedia dalam jumlah yang brelimpah dan dia tidak harus membaginya dengan orang lain. Semua itu hanya untuk dirinya sendiri. Apakah dia memiliki sumber daya yang langka? Dia mungkin tidak memiliki sumber daya yang langka karena semuanya tersedia baginya. Tetapi ia tetap meiliki waktu, energi, dan keterampilan yang terbatas. Ketiganya adalah sumber daya yang dia butuhkan untuk menghasilkan apa pun. Dan nyatanya, sumber daya yang ia miliki terbatas.[2]

Untuk mendapatkan manfaat terbaik, ia perlu memprioritaskan pilihan dari yang paling penting hingga yang paling tidak penting. Ketika dia memilih untuk mengumpulkan buah-buahan dan sayuran dan membuat makanan, dia harus melepaskan kesempatannya untuk membuat pakaian atau tempat tinggal. Atau dia bisa memilih berburu dan membuat pakaian dari kulit yang didapatnya. Saat itu ia harus merelakan makanan dan tempat tinggal. Dia tidak dapat melakukan semuanya sekaligus dan terlepas dari itu dia mungkin tidak memiliki keterampilan untuk membangun tempat berlindung. Skema ini menggambarkan perlunya orang untuk membuat pilihan, bahkan dalam masyarakat yang hanya terdiri dari satu orang. Dan itu juga berlaku untuk masyarakat yang lebih besar dan kompleksitas pilihan akan meningkat jika komunitas lebih besar.[3]

Kaitan Scarcity atau Kelangkaan dengan Opportunity Cost dan Pilihan Rational (Rational Choice)

Jika kita bergerak lebih jauh dan melihat pilihan yang dibuat oleh orang yang terisolasi itu, kita akan melihat dia perlu merelakan pilihan-pilihan lain ketika dia mencoba untuk mendapatkan salah satunya. Jika kita mengurutkan pilihan-pilihannya, itu mungkin akan dimuali dengan makanan, berburu pakaian, dan memotong kayu untuk berlindung. Ini adalah prioritasnya. Ketika dia memilih untuk mengumpulkan makanan dia tidak bisa berburu pakaian dan memotong kayu untuk membangun rumah. Ada biaya yang dia butuhkan untuk pilihannya. Biayanya adalah kesempatan kesempatan yang dia relakan dan itu disebut Opportunity Cost.[4] Pada saat ini opportunity cost-nya adalah berburu. Opportunity cost adalah alternatif terbaik pertama yang hilang. [5] Jika dia memilih untuk berburu maka opportunity cost-nya adalah mengumpulkan makanan. Tiap pilihan memiliki harga. Pilihan yang dibuat akan mengeliminasi pilihan lainnya.

Setelah mengetahui opportunity cost, kita dapat mengukur kemungkinan pilihan berdasarkan biaya, kepentingan, dan manfaatnya.[6]  Pikirkan uang yang Anda miliki di saku Anda. Jumlah uang itu cukup untuk membawa Anda ke restoran yang bagus atau membeli baju atau buku baru atau membawa Anda ke bioskop. Tetapi pada saat itu Anda sakit dan perlu ke dokter. Dengan pemahaman Anda tentang opportunity cost, Anda dapat memutuskan apa pilihan terbaik untuk Anda saat itu. Anda mungkin memilih untuk menggunakan uang Anda untuk ke dokter dan melupakan opsi lain. Dan opportunity cost Anda adalah membeli buku karena Anda perlu mempersiapkan ujian Anda. Jika kesehatan Anda baik, Anda mungkin memilih untuk membeli buku untuk ujian dan opportunity cost Anda adalah membeli baju atau pergi ke restoran. Pilihan Anda yang didasarkan pada biaya dan manfaat dari pilihan tersebut sering disebut Rational Choices.[7]

Kaitan Scarcity atau Kelangkaan dengan Nilai (Value) dan  Harga (Price)

Kondisi sumber daya yang langka memberikan nilai padanya.[8] Sesuatu menjadi langka ketika permintaan lebih besar dari persediaan. Atau dengan kata lain sesuatu itu langka ketika jumlah barang lebih sedikit dari orang yang menginginkannya.[9] Jika banyak orang yang menginginkannya, itu menunjukkan bahwa sumber daya atau barang itu berharga. Orang berusaha keras untuk mendapatkannya dan bersedia membayar sejumlah biaya. Kelangkaan adalah tanda adanya nilai dan dapat menentukan harga barang. Ketika jumlah orang yang menginginkan produk meningkat itu akan menjadikan barang tersebut semakin langka dan harganya pun meningkat. Dan ketika keinginan minat terhadap barang itu berkurang ia menjadi kurang langka dan harganya jatuh.[10]

Penjelasan singkat ini menunjukkan pentingnya konsep scarcity ata kelangkaan dalam Ekonomi. Ia memainkan peran penting dalam kegiatan ekonomi. Selain itu. ia adalah mesin yang menggerakkan seluruh kegiatan ekonomi. Ini adalah masalah utama yang mempengaruhi seluruh aspek ekonomi dari mikro ke makro.[11] Ini adalah pertimbangan utama dalam pilihan ekonomi. Singkatnya, ekonomi akan runtuh jika konsep Kelangkaan hancur

Konsep Kelangkaan adalah asing bagi Ekonomi Islam. Dan itu asing bahkan untuk Ekonomi Konvensional. Karena konsep ini baru ditemukan pada awal abad kedua puluh. Konsep ini dirujuk kepada Lionel Robbins yang menulis buku berjudul An Essay in Nature and Significance of Economics Science. Buku ini dianggap sebagai buku pertama yang menyebutkan konsep ini.[12] Dengan kata lain konsep ini adalah konsep baru dan tiba-tiba menjadi fitur utama dalam Ekonomi.

[Atqiya: Mahasiswa Program Pascasarjana UNIDA Gontor Program Studi Hukum Ekonomi Islam].

[Ed. Al-Ustadz Taufiq Affandi, M. Sc.: Dosen Fakultas Ekonomi dan Manajemen UNIDA Gontor]

Baca Juga:

Zakat sebagai Pendorong Investasi dan Aliran Ekonomi

Public Hearing: “Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia”

Prof. Mehmet Bulut: Wakaf adalah Warisan Islam

Foot Notes:

[1] Lionel Robbins, An Essay on the Nature and Significance of Economic Science Second Editions (London: Macmillan and CO., Limitted, 1945), p. 16. Lihat juga John Sloman, Economics, Sixth Edition (Essex: Pearson Education Limited, 2006), p. 4.

[2] Stephen Ison, Economics, p. 2.

[3] Stephen Ison, Stuart Wall, Economics Fourth Edition (Essex: Pearson Education Limitted, 2007), p. 1.

[4] Robbins, An Essay of Economic Science, p. 16.

[5] Karl E. Case, Ray C. Fair, Principles of Economics Sixth Edition (New Jersey: Prentice Hall, 2001), p. 27.

[6] Joseph E. Stiglitz, Carl E. Walsh, Economics Fourth Edition (New York: W. W. Norton & Company, Inc., 2006), p. 7.

[7] Ron Pirayoff, Economics Micro & Macro (New York: Wiley Publishing, 2004), p. 7.

[8] Joseph E. Stiglitz, Economics Fourth Editions, p 29 & 53.

Baca juga: Al Hisbah, Peranannya dalam Pengawasan Mekanisme Pasar

[1] Karl E. Case, Principles of Economics, p. 26.

[2] Joseph E. Stiglitz, Economics Fourth Editions, p. 7.

[3] William Boyes, Michel Melvin, Fundamentals of Economics Fourth Edition (Boston: Houghton Mifflin Company, 2009), p. 10. See also E. Case, Principles of Economics, p. 45.

[4] Jhon Sloman, Alison Wride, Economics Seventh Edition (Essex: Pearson Education Limitted, 2009), p. 8.

[5] Ron Pirayoff, Economics Micro & Macro, p. 7.

[6] Jhon Sloman, Alison Wride, Economics, p. 8

[7] Ibid, p. 9.

[8] Bayu Taufiq Possumah, Abdul Ghafar Ismail, The Scarcity Assumption, Economic Problem and the Definition of Economics: Revisited, Working Paper in Islamic Economics and Finance No. 1225, Islamic Economics and Finance Research Group, Research Center for Islamic Economics and Finance, Universiti Kebangsaan Malaysia, p. 4.

[9] William Boyes, Fundamentals of Economics, p. 7-8.

[10] Stephen Ison, Economics, p. 10-11.

[11] Bradley R. Schiller, The Micro Economy Today (New York: McGraw Hill, 2008), p. 4.

[12] S. M. Akhtar, K. K. Dewett, Modern Economic Theory (Lahore: S. Chand & CO., 1946), p. 2.